• Tidak ada hasil yang ditemukan

Responden yang dijadikan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 responden yang merupakan nasabah pembiayaan dari BMT Insan Mulia Palembang. Karakteristik responden dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, umur responden, lama usaha, jenis usaha, pengajuan, dan lama proses pencairan dana. Karakteristik responen disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel.

Jenis kelamin

Dalam penelitian ini responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada responden yang berjenis kelamin laki-laki. Tabel 6 dibawah ini menunjukkan bahwa proporsi responden laki-laki sebesar 30% atau sebanyak 30 orang, sedangkan untuk responden perempuan sebesar 70% atau sebanayak 42 orang.

19 Tabel 6 Jumlah dan proporsi jenis kelamin responden

Jenis Kelamin Jumlah Responden ( orang) Proporsi (%)

Laki-Laki 18 30

Perempuan 42 70

Total 60 100

Sumber : Data primer, diolah (2015) Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah BMT yang menjadi responden sangat beragam. Responden dengan tingkat pendidikan SMA memiliki proporsi terbesar yaitu 55% atau sebanyak 33 orang, sedangkan untuk tingkat pendidikan SD memiliki proporsi terbesar kedua yaitu sebesar 28,33% atau sebanyak 17 orang, sedangkan proporsi untuk tingkat pendidikan SMP sebesar 15 % atau sebanyak 9 orang. Terdapat juga responden dengan tingkat pendidikan S1 dengan proporsi sebesar 1,67% atau sebanyak 1 orang (Tabel. 7).

Tabel 7 Jumlah dan proporsi tingkat pendidikan responden

Pendidikan Jumlah Responden ( orang) Proporsi (%)

SD 17 28,33

SMP 9 15

SMA 33 55

S1 1 1,67

Total 60 100

Sumber : Data primer, diolah ( 2015) Umur responden

Umur nasabah yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara 22 – 61 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 7, dapat diketahui bahwa responden dengan proporsi sebesar 15% atau sebanyak 9 orang berada pada usia di bawah 30 tahun. Proporsi responden sebesar 38,33% atau sebanyak 23 orang berada pada usia antara 30 – 40 tahun dan proporsi responden sebesar 46,67 % atau sebanyak 28 orang berada pada usia diatas 40 tahun.

Tabel 8 Jumlah dan proporsi umur responden

Umur Jumlah Responden (orang) Proporsi (%)

< 30 Tahun 9 15,00

30 - 40 Tahun 23 38,33

> 40 Tahun 28 46,67

Total 60 100

20

Lama Usaha

Lama usaha nasabah yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara 1 – 44 tahun. Proporsi nasabah yang telah menjalani usaha kurang dari 5 tahun sebesar 43,33 % atau sebanyak 26 orang. Proporsi nasabah yang telah menjalani usaha antara 5-10 tahun sebesar 33,33% atau sebanyak 20 orang. Selanjutnya proporsi nasabah yang telah menjalani usahanya lebih dari 10 tahun sebesar 23,33% atau sebanyak 14 orang ( Tabel 9).

Tabel 9 Jumlah dan proporsi lama usaha responden

Lama Usaha Jumlah Responden (orang) Proporsi (%)

< 5 Tahun 26 43,33

5 - 10 Tahun 20 33,33

> 10 Tahun 14 23,33

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah (2015) Jenis Usaha

Jenis usaha yang dilakukan oleh nasabah pembiayaan sebagian besar bergerak di bidang perdagangan. Sebesar 98,33% atau sebanyak 59 orang bergerak di bidang perdagangan seperti penjual sayur, penjual makanan, toko klontong, toko sembako, dan toko baju. Sebesar 1,67% atau sebanyak 1 orang bergerak di bidang jasa yaitu penyewaan alat-alat outbound (Tabel 10)

Tabel 10 Jumlah dan proporsi jenis usaha responden

Jenis Usaha Jumlah Responden (orang) Proporsi (%)

Perdagangan 59 98,33

Jasa 1 1,67

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah (2015) Pembiayaan

Pembiayaan yang diberikan oleh BMT kepada nasabah berkisar antara 200 ribu rupiah sampai 30 juta rupiah. Pada tabel 11, sebesar 72% atau sebanyak 43 orang mendapatkan pembiyaan dibawah 2.5 juta rupiah dari BMT Insan Mulia. Sebesar 18 % atau sebanyak 11 orang mendapatkan pembiayaan diantara 2.5 juta rupiah sampai 5 juta rupiah dari BMT Insan Mulia, sebesar 10 % atau sebanyak 6 orang mendapatkan pembiayaan di atas 5 juta rupiah dari BMT Insan Mulia.

Tabel 11 Jumlah dan proporsi pembiayaan murabahah responden

Pembiayaan Jumlah Responden (orang) Proporsi (%)

< 2500000 43 72

2500000 - 5000000 11 18

> 5000000 6 10

Total 60 100

21 Agunan

Agunan merupakan jaminan berupa benda berharga yang diberikan kepada pihak BMT pada saat nasabah melakukan pembiayaan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada tabel 12, dapat diketahui responden yang menyertakan agunan pada saat melakukan pembiayaan sebesar 10% atau sebanyak 10 orang dan sebesar 90% atau sebanyak 54 orang tidak menyertakan agunan pada saat melakukan pembiayaan. BMT insan mulia mewajibkan nasabah untuk menabung minimal selama 3 bulan sebelum mengajukan pembiayaan atau saldo tabungan nasabah minimal 10% dari jumlah pembiayaan yang diajukan. Sedangkan untuk pembiayaan di atas 5 juta rupiah BMT Insan Mulia mewajibkan adanya jaminan. Umumnya agunan yang diserahkan kepada BMT adalah berupa sertifikat tanah, BPKB motor, dan sertifikat toko.

Tabel 12 Jumlah dan proporsi agunan responden

Agunan Jumlah Responden (orang) Proporsi (%)

Ada 6 10,0

Tidak ada 54 90,0

Total 60 100,0

Sumber : Data Primer, diolah (2015) Pengajuan dan pencairan pembiayaan

Proses pengajuan dan pencairan dana pembiayaan di BMT Insan Mulia tergolong mudah. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 35% atau sebanyak 21 responden datang ke kantor BMT untuk mengajukan pembiayaan dan sebesar 65% atau sebanyak 39 responden tidak datang ke kantor BMT untuk mengajukan pembiayaan. BMT Insan Mulia melayani pengajuan pembiayaan dengan sistem

“jemput bola”. Petugas BMT akan mendatangi secara langsung nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan (Gambar 2).

Proses pencairan pembiayaan di BMT Insan Mulia tidak mengharuskan nasabahnya untuk datang langsung ke kantor BMT. Hal ini menunjukkan bahwa BMT Insan Mulia memberikan kemudahan dalam segala prosesnya. Pada saat pencairan pembiayaan, pihak BMT dan nasabah menyepakati peraturan-peraturan seperti akad yang digunakan, lama waktu pembayaran, besaran margin yang dikenakan, dan besaran biaya yang harus di bayar setiap bulannya. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 38,3 % atau sebanyak 23 orang datang ke BMT untuk melakukan pencairan pembiayaan. Faktor jarak yang dekat antara tempat usaha dengan kantor BMT dan menjalin silaturahmi dengan pedagang yang lain menjadi pilihan nasabah datang ke BMT untuk melakukan pencairan. Sebesar 61,7 % atau sebanyak 37 orang tidak datang ke BMT untuk melakukan pencairan pembiayaan. Faktor jarak yang jauh, waktu, dan kepercayaan nasabah kepada pihak BMT menjadi alasan nasabah untuk melakukan pencairan pembiayaan diantar oleh petugas BMT.

Berdasarkan prosedur pencairan pembiayaan di BMT Insan Mulia, lama waktu yang dibutuhkan untuk pencairan dana adalah tujuh hari. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 50% atau sebanyak 30 orang pencairan pembiayaan dilakukan kurang dari tujuh hari. Sebanyak 46,66 % atau sebanyak 28 orang pencairan

22

pembiayaan dilakukan selama tujuh hari dan sebesar 3,33% atau sebanyak 2 orang pencairan pembiayaan dilakukan lebih dari tujuh hari. BMT memberikan keistimewaan kepada nasabah lama dalam mengajukan pembiayaan kembali sehingga waktu pencairan pembiayaan dapat lebih cepat sedangkan pengajuan pembiayaan lebih dari tujuh hari dilakukan untuk pembiayaan dalam jumlah yang besar sehingga BMT perlu berhati-hati dalam pencairan pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk menekan risiko kredit macet. (Tabel 13)

Gambar 3 pengajuan dan pencairan pembiayaan

Tabel 13 Jumlah dan proporsi waktu pencairan dana responden

waktu proses Jumlah Responden (orang) Proporsi (%)

< 7 hari 30 50

7 hari 28 46.66667

> 7 hari 2 3.333333

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah (2015)

Dampak pembiayaan syariah terhadap pengeluaran usaha, modal awal, omzet usaha, jumlah tenaga kerja dan keuntungan respoden.

Pengeluaran usaha merupakan pengeluaran yang dialokasikan oleh oleh pengusaha untuk membeli barang-barang yang akan dijualnya. Hasil uji-t berpasangan dari masing masing variabel dapat dilihat pada tabel 14. Hasil uji t berpasangan untuk variabel pengeluaran usaha menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai prob sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 1%. Terdapat perbedaan antara rata-rata pengeluaran usaha sebelum diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 18 764 950 dengan rata-rata pengeluaran usaha setelah diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 25 245 483,33. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembiayan dengan akad murabahah dapat meningkatkan pengeluaran usaha. Sejalan dengan penelitian Riwajanti (2014), yang menyatakan bahwa terdapat perubahan yang

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 pengajuan pencairan Jum lah res ponden datang ke BMT tidak datang ke BMT

23 signifikan positif terhadap pengeluaran usaha antara sebelum diberikan pembiayaan dan sesudah diberikan pembiayaan oleh BMT.

Modal awal merupakan modal yang dimiliki ditambah dengan jumlah pembiayaan yang diterima. Hasil uji t berpasangan untuk variabel modal awal menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai prob sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 1%. Terdapat perbedaan antara rata-rata modal awal sebelum diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 5 890 833,33 dengan rata-rata modal awal setelah diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 9 240 000. Hasil di atas menunjukkan bahwa pembiayaan yang diberikan telah digunakan oleh pelaku usaha mikro sebagai tambahan modal usahanya. .

Omzet usaha merupakan pendapatan kotor yang diperoleh pengusaha dari hasil usahanya. Hasil uji t berpasangan untuk variabel omzet usaha menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai prob sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 1%. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata omzet usaha sebelum diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 22 139 450 dengan rata-rata omzet usaha setelah diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 29 571 316,67. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan yang diberikan dengan akad murabahah mampu meningkatkan omzet usaha yang diperoleh pelaku mikro.

Hasil uji t berpasangan untuk jumlah tenaga kerja menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai prob sebesar 0,0278 lebih kecil dari taraf nyata 5%. Terdapat perbedaan antara rata-rata jumlah tenaga kerja sebelum diberikan pembiayaan yaitu sebanyak 1,6 orang dengan rata-rata jumlah tenaga kerja setelah diberikan pembiayaan yaitu sebanyak 1,75 orang. Hasil di atas menunjukkan bahwa pembiayaan dengan akad murabahah mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pelaku usaha mikro. Hal ini sejalan dengan penelitian Riwajanti (2014) yang menyatakan bahwa rata-rata tenaga kerja setelah diberikan pembiayaan lebih tinggi daripada tenaga kerja saat sebelum diberikan pembiayaan.

Hasil uji t berpasangan untuk variabel keuntungan bersih menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai prob sebesar 0.000 lebih kecil dari taraf nyata 1%. Terdapat perbedaan antara rata-rata keuntungan bersih sebelum diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 3 299 500 dengan rata-rata keuntungan bersih setelah diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 4 325 833,333. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan dengan akad murabahah dapat meningkatkan keuntungan usaha yang dijalankan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rachman (2014) yang menyimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mampu meningkatkan keuntungan yang diperoleh oleh pelaku mikro.

Tabel 14 Perubahan pengeluaran usaha, modal awal, omzet usaha, jumlah tenaga kerja dan keuntungan setelah mendapatkan pembiayaan murabahah Variabel

Mean

Sebelum Sesudah selisih Prob

Pengeluaran

usaha(Rp) 18764950 25245483,33 6480533,33 0,0000*** Modal Awal (Rp) 5890833,33 9240000 3349166,67 0,0000***

24

Variabel

Mean

Sebelum sesudah Selisih Prob

Omzet usaha (Rp) 22139450 29571316,67 7431866,667 0,000*** Jumlah Tenaga

Kerja (orang) 1,6 1,75 0,15 0,0278**

Keuntungan (Rp) 3299500 4325833,333 1026333,333 0.000*** Keterangan: ***) signifikan pada taraf nyata 1 %

**) signifikan pada taraf nyata 5%

Selisih: Perbedaan rata-rata responden sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan omzet usaha mikro setelah diberikan pembiayaan murabahah.

Pembiayaan mikro syariah yang disalurkan oleh BMT Insan Mulia merupakan alternatif keterbatasan modal bagi pengusaha mikro yang selama ini sulit untuk mendapatkan modal tambahan dari lembaga keuangan bank. Pembiayaan ini diharapkan dapat memberikan efek positif bagi perkembangan omzet usaha nasabahnya. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan omzet usaha mikro setelah diberikan pembiayaan murabahah dilakukan dengan metode OLS (ordinary least square).

Pengujian asumsi klasik harus dilakukan agar model yang digunakan dapat dikategorikan sebagai model yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan grafik, berdasarkan plot sebaran data residual, plot menyebar secara acak tidak membentuk suatu pola sehingga dapat menjelaskan asumsi kehomogenan ragam sudah terpenuhi atau tidak ada masalah heteroskedastisitas pada model. Uji asumsi klasik lainnya yang harus dipenuhi adalah uji normalitas. Dari hasil uji kenormalan dengan menggunakan kolmogorov Smirnov, menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar 0. 150 lebih besar dari taraf nyata 5%. Artinya asumsi residual model Pengaruh pembiayaan mikro syariah terhadap perkembangan omzet usaha mikro menyebar secara normal. Agar model dapat BLUE maka harus dilakukan uji autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson statistic sebesar 1,72741 mendekati 2 sehingga dapat diartikan bahwa tidak terdapat autokorelasi dalam model. Uji multikolinearitas merupakan pengujian terakhir untuk memperoleh model yang BLUE. Multikolinieritas merupakan korelasi antar variabel bebas yang tinggi sehingga dapat menyebabkan penduga parameter regresi menjadi berbias. Hasil uji multikolinieritas menunjukkan bahwa nilai VIF (Varian Inflated Factor) masing- masing variabel kurang dari 10. Artinya, tidak terdapat korelasi antar variabel dalam model atau dapat disimpulkan bahwa model tidak terdapat masalah multikolinieritas.

Hasil pengolahan dengan menggunakan metode OLS menunjukkan nilai R-square sebesar 98.7 yang artinya 98.7 % keragaman nilai perkembangan usaha berdasarkan nilai peningkatan omzet mampu dijelaskan oleh variabel-variabel dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Berdasarkan hasil uji-F, diperoleh nilai F-hitung sebesar 393.75 atau nilai

25 probabilitas sebesar 0.000 lebih kecil dari taraf nyata 5% yang artinya minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan omzet usaha responden. Responden dengan pendidikan rendah dapat mencapai omzet yang relatif sama dengan responden yang berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena usaha mikro ini merupakan usaha utama responden sehingga responden yang memliki pendidikan rendah lebih fokus dalam mengelola usahanya sedangkan responden dengan pendidikan tinggi hanya menjadikan usahanya sebagai usaha sampingan sehingga responden dengan pendidikan tinggi tidak terlalu fokus dalam pengelolaannnya yang pada akhirnya responden dengan tingkat pendidikan rendah mampu mencapai omzet yang setara dengan responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi.

Variabel pengeluaran kesehatan berpengaruh negatif terhadap peningkatan omzet usaha dengan nilai koefisien parameter sebesar 0.26584 dan signifikan pada taraf nyata 5 %. Artinya, penurunan pengeluaran kesehatan sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.27 juta rupiah per bulan, cateris paribus. Semakin kecil pengeluaran kesehatan akan meningkatkan omzet usaha responden. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan bahwa alokasi pengeluaran kesehatan yang besar tidak menjamin responden memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik, sehingga alokasi dana untuk pengeluaran kesehatan dialihkan untuk kegiatan usaha yang produktif yang akan berdampak pada peningkatan omzet usaha.

Variabel jumlah tenaga kerja memilki pengaruh yang negatif terhadap peningkatan omzet dengan nilai koefisien parameter sebesar 2.0325 dan signifikan pada taraf nyata 1%. Artinya, penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 1 orang akan meningkatkan omzet usaha sebesar 2.03 juta rupiah per bulan, Cateris paribus. Hal ini terjadi karena usaha yang dijalankan oleh responden merupakan usaha mikro yang masih dapat diatasi dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dilibatkan maka akan semakin besar pula pengeluaran yang harus dialokasikan untuk membayar para pekerja, sedangkan pendapatan dari usaha yang dijalankan oleh nasabah masih sangat kecil.

Variabel lama usaha memiliki pengaruh yang negatif terhadap peningkatan omzet dengan nilai koefisien sebesar 0.04836 dan signifikan pada taraf nyata 5%. Artinya semakin baru usaha responden maka omzet yang didapatkan akan meningkat sebesar 0.005 juta rupiah perbulan, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang baru dijalankan atau lama usaha yang singkat juga mampu meningkatkan omzet usaha. Hal ini dapat terjadi karena responden dengan usaha baru memberikan inovasi pada produk-produknya. Selain itu Kondsi ini juga dipengaruhi oleh selera masyarakat dimana masyarakat saat ini lebih memilih sesuatu yang lebih praktis sehigga sangat memungkinkan para pengusaha mikro dengan usaha yang masih baru dapat bersaing dan mampu meningkatkan omzet usahanya. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Tunas (2014) yang menyatakan bahwa semakin lama usaha responden maka semakin tinggi perubahan omzet usaha responden. Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian Hidayati (2014) yang menyatakan bahwa lama usaha berpengaruh positif terhdap omzet usaha sebab lama usaha berhubungan dengan

26

pengalaman pelaku usaha. Responden yang memiliki pengalaman usaha lebih lama memiliki omzet usaha yang lebih besar.

Variabel jumlah pembiayaan berpengaruh positif terhadap peningkatan omzet usaha dengan nilai koefisien parameter sebesar 0.11350 dan signifikan pada taraf nyata 10%. Artinya, peningkatan jumlah pinjaman sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.11 juta rupiah per bulan, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah pembiayaan telah memanfaatkan pinjamannya sebagai modal tambahan untuk kegiatan produktif usahanya sehingga mampu mempengaruhi peningkatan omzet usahanya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tunas (2014) yang menyatakan bahwa jumlah pembiayaan memiliki pegaruh positif terhadap besarnya perkembangan omzet usaha respondennya. Semakin besar jumlah pembiayaan yang diterima responden semakin besar perubahan omzet responden. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Hidayati (2014), yang menyatakan bahwa jumlah pembiayaan mikro berpengaruh negatif terhadap omzet usaha sebab jumlah pembiayaan usaha mikro belumdigunakan secara efektif oleh pengusaha mikro. Pemgetahuan manajerial yang buruk mengakibatkan tidak adanya pengelolaan kas secara baik.

Variabel pengeluaran usaha berpengaruh positif terhadap peningkatan omzet usaha dengan nilai koefisien parameter sebesar 0.311475 dan signifikan pada taraf nyata 1%. Artinya peningkatan pengeluaran usaha 1 juta rupiah akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.31 juta rupiah per bulan, cateris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar pengeluaran usaha dapat meningkatkan omzet usaha karena persedian jumlah produk yang akan dijual akan lebih besar sehingga akan mempengaruhi volume penjualan yang semakin bertambah dan hal ini akan mempengaruhi omzet usaha yang didapatkan akan semakin meningkat.

Variabel etika dan moral berpengaruh positif terhadap peningkatan omzet usaha dengan nilai koefisien parameter sebesar 0.6297 dan signifikan pada taraf nyata 1%. Artinya semakin tinggi etika dan moral responden akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.63 juta rupiah per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang bermoral dan beretika mampu memperoleh omzet yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang tidak beretika dan bermoral. Responden yang beretika dan bermoral dapat dengan bijak mengalokasikan modal yang dimilikinya kepada kegiatan yang produktif usahanya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2010), yang menyatakan bahwa etika dan moral nasabah berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan rumah tangga.

Vaiabel dummy pelatihan tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan omzet usaha responden. Hal ini dikarenakan meskipun BMT telah mengadakan pelatihan namun sebagian besar responden dalam penelitian ini belum pernah mendapatkan pelatihan dari BMT.

Variabel aset memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan omzet usaha dengan nilai koefisien parameter 1.3713 dan signifikan pada taraf nyata 1%. Artinya responden dengan aset yang tinggi lebih lebih mampu meningkatkan omzet usaha sebesar 1.37 juta per bulan dibandingkan responden dengan aset yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya aset yang dimiliki responden maka omzet usaha responden juga akan semankin meningkat.

27 Tabel 15 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan omzet usaha mikro

Variabel Model OLS

Parameter P- value

Konstanta -4.82 0.164

Pendidikan -0.3060 0.114

Pengeluaran kesehatan -0.26584 0.003**

Jumlah tenaga kerja -2.0325 0.000***

Lama usaha -0.04836 0.023**

Jumlah Pembiayaan 0.11350 0.081*

Pengeluaran usaha 0.311475 0.000***

Etika dan moral 0.6297 0.000***

Dummy pelatihan 2.335 0.161 Dummy asset 1.3713 0.000*** Keterangan: *** signifikan pada taraf nyata 1%

** Signifikan pada taraf nyata 5% * Signifikan pada taraf nyata 10%

Dokumen terkait