• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi ; umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan motivasi beternak. Tabel 15 menunjukkan karakteristik responden mengenai umur dan tingkat pendidikan.

Tabel 15. Karakteristik Responden Dilihat dari Umur, Pendidikan Formal. Jumlah Karakteristik (Orang) (%) Umur 18 s/d 55 255 89,47 56 s/d 80 30 10,53 Pendidikan Formal Tidak Sekolah 4 1,40 Tidak Tamat SD 29 10,18 Tamat SD 205 71,93 Tidak Tamat SMP 1 0,35 Tamat SMP 28 9,82 Tamat SMA 16 5,61 Diploma 1 0,35 Perguruan Tinggi 1 0,35 Umur

Umur peternak berada pada usia produktif bekerja yaitu berkisar antara 18 sampai 55 tahun dengan rataan 41 tahun. Peternak yang memiliki umur 18-55 tahun di KPSBU Lembang jumlahnya cukup banyak yaitu sekitar 89,47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peternak di Lembang mempunyai peluang untuk lebih meningkatkan produktivitasnya dalam melakukan usahaternak sapi perah.

Pendidikan

Pengelompokkan peternak menurut pendidikannya didasarkan pada jenjang pendidikan yang telah dilalui peternak. Peternak di KPSBU sebagian besar berada pada jenjang Tamat SD/Sederajat yaitu sebesar 71,93 persen. Hal ini dikarenakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, sehingga peternak tidak memiliki dana untuk membiayai pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, ada juga responden yang tidak mempunyai minat untuk bersekolah walaupun mampu dalam hal pembiayaan. Hal ini dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan di sekitar tempat

tinggal responden yang jauh dari lokasi sekolah sehingga masyarakatnya berpendidikan hanya Tamat SD/ Sederajat. Pada umumnya peternak tidak mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan kekurangan biaya dan adanya keinginan untuk melakukan hal lain yang dianggap lebih berguna, seperti bertani/beternak.

Peneliti tidak mencantumkan pengalaman peternak dalam mendapatkan pendidikan informal. Hal ini dikarenakan seluruh peternak anggota KPSBU Lembang pernah mendapatkan pendidikan informal berupa penyuluhan, baik penyuluhan dari pihak koperasi maupun Dinas Peternakan Kecamatan Lembang.

Pengalaman Beternak

Lama beternak menggambarkan pengalaman para peternak pada usaha peternakan sapi perah. Tingkat pengalaman beternak peternak responden sebagian besar selama 1 sampai 16 tahun yaitu 190 responden (66,67%). Rata-rata peternak memiliki pengalaman selama 13 tahun. Peternak mendapatkan pengalaman beternak dari keluarganya sendiri atau orang tuanya yang memang berprofesi sebagai peternak juga.

Motivasi Beternak

Sebanyak 191 responden atau sebesar 67,02 persen menjadikan usaha sapi perah ini sebagai usaha pemenuhan kebutuhan utama keluarga. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah memiliki jaminan pendapatan yang berkelanjutan dari susu yang dihasilkan, sehingga peternak tidak perlu merasa khawatir tidak akan mendapatkan penghasilan dari usaha ternak sapinya. Selain itu daerah ini merupakan wilayah yang memang sangat cocok untuk usaha sapi perah, dilihat dari letak wilayahnya dan suhu udara setempat. Namun, banyak juga peternak yang menjadikan usahaternak sapi perah ini sebagai usaha turun temurun yaitu sebanyak 21,05 persen. Hal ini yang menyebabkan usaha ternak di Lembang terus berjalan sampai sekarang.

Kendala Beternak

Sebanyak 299 responden atau sebesar 73,33 persen memiliki kendala dalam hal mendapatkan pakan. Pakan hijauan yang sulit didapat dikarenakan lahan yang sudah berkurang untuk ditanami hijauan, banyak lahan-lahan hutan yang sebelumnya sebagai tempat menanam rumput sudah dijadikan tempat wisata. Selain itu pada saat penelitian dilaksanakan, di Lembang sedang terjadi musim kemarau, hijauan sulit untuk tumbuh sehingga kesulitan mencari pakan hijauan adalah kendala yang sangat berarti bagi para peternak karena hal ini akan berdampak pada menurunnya produksi dan kualitas susu sapi perah milik peternak. Karakteristik Responden berdasarkan Pengalaman Beternak, Motivasi, dan Kendala Beternak dapat dilihat di Tabel 16.

Tabel 16. Karakteristik Responden berdasarkan Pengalaman Beternak, Motivasi, dan Kendala Beternak.

Jumlah Karakteristik Orang (%) Pengalaman Betrnak 1 sampai 16 tahun 190 66,67 17 sampai 32 tahun 86 30.18 33 sampai 48 tahun 9 3,16 Motivasi beternak

Usaha Turun Temurun 60 21,05

Hobi 21 7,37

Usaha Kebutuhan Utama Keluarga 191 67,02

Tambahan Pendapatan 7 2,46

Tidak Ada Pekerjaan Lain 6 2,11

Kendala

Pakan Sulit Didapat 209 73,33

Penyakit Ganas 5 1,75

Obat Sulit Didapat 38 13,33

Modal Usaha Kurang 6 2,11

Air Sulit Didapat 27 9,47

Aspek Teknis Bangsa Sapi

Bangsa sapi yang paling banyak dipelihara di Wilayah kerja KPSBU Lembang oleh anggotanya adalah sapi dari bangsa FH (Fries Holland). Menurut Sudono (2002), sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi di Indonesia maupun di negara-negara lain, dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, dengan rata-rata produksi per hari 10 liter/ekor. Hal ini terbukti dengan

produksi rata-rata di Wilayah Kerja KPSBU Lembang adalah sebesar 14.68±3,21 liter/ekor/hari.

Kepemilikan Ternak Sapi Perah

Ternak sapi yang dimiliki oleh responden terdiri dari enam kategori yaitu Pedet Jantan (PJ), Pedet Betina (PB), Dara (D), Sapi Laktasi (SL), Sapi Kering (SK), Sapi Jantan Dewasa (JD). Pada penelitian ini semua ternak sapi disetarakan ke dalam Satuan Ternak (ST), dimana satu satuan ternak setara dengan satu ekor sapi dewasa, atau dua ekor sapi dara, atau empat ekor pedet.

Kepemilikan ternak sapi perah saat ini di 20 TPK berdasarkan jumlah sampel yang diambil mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 93,25 ST atau sebesar 7,54 persen dibandingkan dengan kepemilikan tahun 2006. Pada umumnya peternak menjual sapi perah baik laktasi, pedet maupun jantan dengan alasan kenaikan biaya pakan, kesulitan dalam mencari pakan hijauan serta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga peternak. Persentase kepemilikan ternak sapi terbesar tahun 2007 adalah kepemilikan laktasi (78,88 %). Rata-rata kepemilikan tahun 2007 per peternak adalah 4,01±2,21 ST dengan rataan kepemilikan sapi laktasi adalah 3,16±1,75 ST/peternak. Perubahan komposisi dan jumlah ternak sapi perah berdasarkan jumlah sampel yang diambil di 20 TPK ditunjukkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Perubahan Total Komposisi dan Jumlah Ternak Sapi Perah Responden di Wilayah Kerja KPSBU Lembang

Kepemilikan Tahun 2006 Kepemilikan 2007 Kategori Ekor ST % Ekor ST % PJ 113 28,25 2,28 122 30,50 2,67 PB 170 42,50 3,44 188 47,00 4,11 D 108 54,00 4,37 150 75,00 6,56 SL 1052 1052,00 85,06 902 902,00 78,88 SK 35 35,00 2,83 65 65,00 5,68 JD 25 25,00 2,02 24 24,00 2,10 Jumlah 1503 1236,75 100,00 1451 1143,50 100,00

Produktivitas Sapi Perah

Produksi susu yang dihitung meliputi jumlah yang dijual, jumlah yang diberikan kepada pedet,dan jumlah susu yang dikonsumsi peternak. Hasil penelitian menunjukkan produksi rata-rata susu sapi anggota KPSBU adalah 14,68 ±3,21liter/ekor/hari. Produksi susu tersebut sudah cukup baik jika dibandingkan

dengan produksi susu di peternakan lain. Menurut Rofik (2005), produksi susu yang dihasilkan di Pondok Rangon masih rendah yaitu 7,78 liter/ekor/hari.

Produksi susu sapi rata-rata per peternak per hari yang disetorkan kepada koperasi adalah 43,72 liter dan rata-rata susu yang diberikan kepada pedet dua kali dalam satu hari selama 3 bulan adalah 5,14 liter. Pemberian susu pada pedet kurang efisien karena berada diatas standar yang ditetapkan. Menurut Sudono (2002), pemberian susu pada anak sapi dilakukan selama 3,5 bulan dengan rata-rata pemberian 3 liter/hari. Hal ini menyebabkan susu yang dijual oleh peternak ke koperasi menjadi berkurang karena terlalu banyak diberikan pada pedet, sehingga akan berdampak pada berkurangnya pendapatan peternak.

Umur beranak pertama rata-rata peternak di Wilayah Kerja KPSBU Lembang adalah 27,45 bulan atau 2,3 tahun. Umur beranak pertama yang baik adalah sekitar 2- 2,5 tahun, sehingga produksi susu yang dihasilkan akan terus meningkat sampai umur 7 tahun atau 8 tahun (Sudono, 2002). Jumlah produksi susu yang dihasilkan dipengaruhi juga oleh masa laktasi dan masa kering. Rata-rata sapi di Wilayah Kerja KPSBU Lembang memiliki masa laktasi 10 bulan dan masa kering 2 bulan. Lamanya masa laktasi dan masa kering ini sudah sesuai dengan standar normal. Menurut Sudono (2002), masa laktasi yang baik adalah 10 bulan dengan masa kering sampai 7 atau 8 minggu. Selang beranak sapi di Wilayah Kerja KPSBU Lembang rata-rata adalah 12-13 bulan. Menurut Sudono (2002), selang beranak yang optimal adalah 12- 13 bulan. Angka Service Per Conception yaitu rata-rata 2,53. Menurut Sudono (1999) S/C yang baik adalah 2. Namun, angka S/C tersebut tidak berdampak pada lamanya Calving Interval, sehingga angka tersebut masih berada dalam batas normal. Lamanya selang beranak biasanya dikarenakan kurang tepatnya waktu melakukan IB sehingga waktu birahi terlewatkan dan akhirnya sapi menjadi terlambat bunting.

Perkandangan

Kandang memiliki arti yang sangat penting dalam usahaternak sapi perah. Kandang berfungsi sebagai tempat berlindung ternak dari hal-hal yang dianggap kurang menguntungkan. Selain itu kandang juga memudahkan peternak dalam pemberian pakan, dan pengawasan kesehatan ternak.

Kandang sapi perah yang terdapat di daerah peternakan KPSBU sangatlah bervariasi. Umur ekonomis kandang rata-rata 10,48 tahun. Kandang di daerah peternakan KPSBU pada umumnya terbuat dari bahan bangunan sederhana seperti kayu dan bahan semen dengan atap genteng yang didesain sederhana dan dibuat senyaman mungkin. Tata letak kandang para peternak anggota KPSBU terpisah dengan rumah, berada di belakang, atau di samping rumah peternak. Rata-rata jaraknya berdekatan dengan rumah masing-masing peternak dengan jarak rata-rata 49,13 m. Lahan kandang rata-rata yang digunakan tiap peternak seluas 147,70 m2/peternak . Sebanyak 43 persen peternak menempatkan kandang mereka di belakang rumah untuk memudahkan dalam pemeliharaan dan pengawasan. Luas kandang per satu ekor sapi dewasa rata-rata 1,5m x 2,5m, dengan tinggi antara 2,5- 3,0 m. Namun, biasanya peternak menempatkan dua ekor sapi dalam satu kandang yaitu dengan ukuran 3,0 m x 2,5 m yang dinamakan satu lokal. Ukuran kandang yang ada sudah sesuai karena ukuran kandang ideal untuk satu ekor sapi induk adalah panjang 180-200 cm, lebar 135-140 cm (Sudono, 2003), sedangkan untuk pedet luas kandangnya adalah setengah kali ukuran sapi dewasa dengan ketinggian yang sama. Tipe kandang yang digunakan oleh seluruh responden merupakan kandang permanen. Bahan atap yang digunakan bermacam-macam, yaitu genteng (83,16%), seng (1,40%), asbes (4,21%), gabungan antara genteng dan seng (4,21%) serta kombinasi antara genteng dan asbes (7,02%).

Dinding kandang sapi perah seluruh responden terbuat dari tembok yang dibangun setinggi satu hingga 1,5 meter, jarak dari tembok hingga atap menggunakan kayu dengan tinggi berkisar antara dua hingga tiga meter. Lantai kandang yang digunakan responden bermacam-macam yaitu lantai semen (41,05%), kayu (2,81%), kombinasi semen dengan karet (37,89%), kombinasi semen dengan kayu (14,04%), kombinasi semen, karet dan kayu (3,51%), dan kombinasi karet dengan kayu (0,70%). Penggunaan karet sebagai alas kandang, dilakukan untuk memudahkan peternak dalam membersihkan kandang. Setiap kandang ternak memiliki tempat makan dan tempat minum sendiri. Air minum untuk ternak biasanya selalu tersedia di kandang sehingga peternak tidak perlu memberikan air minum setiap waktu.

Keberadaan dan ketersediaan air pada peternakan sapi perah bersifat sangat penting karena susu yang dihasilkan 87 persen berupa air. Dibutuhkan 3,5-4 liter air minum untuk mendapatkan 1 liter susu. Oleh karena itu di lingkungan sekitar lokasi peternakan keberadaan air harus diperhitungkan. Air pada peternakan sapi perah biasanya dipergunakan untuk minum, mandi, dan membersihkan kandang. Setiap kandang pada umumnya terdapat sumur atau sumber air dari alam untuk kebutuhan ternak yang diambil dari mata air pegunungan, namun ada juga sebagian kecil peternak (8,42 persen) yang menggunakan air PAM untuk memenuhi kebutuhan air usaha ternak mereka.

Pakan

Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang produksi susunya tinggi jika diberikan pakan tidak baik maka akan menurunkan kuantitas maupun kualitas susu yang dihasilkan. Pada umumnya peternak memberikan pakan hijauan, dan pakan penguat terdiri dari konsentrat yang dicampur dengan ampas tahu atau ampas singkong. Terkadang ada peternak juga yang memberikan jerami atau batang pisang pada saat musim kemarau karena sulitnya mencari hijauan.

Pakan hijauan yang diberikan oleh peternak adalah jenis rumput lapang, rumput gajah (Pennisetum purpureum), dan rumput raja (Pennisetum purputhypoides). Rumput-rumput tersebut didapatkan dari lahan mereka sendiri, atau lahan yang disewa oleh peternak baik sewa dari perhutani, ataupun sewa kepada pihak lain. Namun, walaupun sebagian peternak sudah memiliki lahan rumput baik lahan sendiri ataupun lahan sewa, kekurangan dalam pemberian pakan hijauan tetap saja terjadi pada musim kemarau. Bahkan ada peternak yang mencari hijauan tersebut ke daerah Subang, karena rumput di wilayah Lembang sudah sangat menipis akibat kemarau panjang, sehingga mengakibatkan adanya penambahan biaya transportasi untuk mendapatkan rumput.

Pemberian ampas tahu, ataupun ampas singkong bertujuan untuk mengurangi penggunaan konsentrat karena alasan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya pakan, harga konsentrat Rp 975,00/Kg, sedangkan harga ampas tahu atau ampas singkong hanya Rp 400,00/Kg.

Pemberian pakan hijauan rata-rata dilakukan tiga kali dalam satu hari yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari, dan sore hari setelah pemerahan. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan penguat. Pakan penguat diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada pagi hari pakan penguat diberikan setelah pemerahan, sedangkan pada sore hari pakan penguat diberikan sesaat sebelum pemerahan.

Jumlah rata-rata pakan hijauan yang diberikan peternak adalah 50,11 Kg/ST/hari atau sebesar 12,63 Kg BK/ST/Hari. Pemberian pakan hijauan pada sapi laktasi tidak terlalu baik karena berada jauh diatas normalnya sehingga dianggap kurang efisien. Menurut Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan, pemberian hijauan yang ideal adalah 35 Kg/ST/hari. Hijauan memiliki kadar serat yang tinggi, hal ini mengakibatkan kadar lemak yang tinggi. Pakan penguat terdiri dari konsentrat ditambah dengan ampas tahu atau ampas singkong. Peternak yang menggunakan penguat berupa ampas tahu dan konsentrat sebesar 30,17%, menggunakan ampas singkong dan konsentrat sebesar 43,51%, dan menggunakan konsentrat saja sebesar 26,32%. Rata pemberian hijauan sebesar 12,63 Kg BK/hari dan pemberian penguat sebesar 9,14 Kg BK/Hari. Perbandingan jumlah pakan hijauan dan pakan penguat yang diberikan sebesar 58,02 : 41,98. Perbandingan tersebut sudah cukup ideal karena sesuai dengan pernyataan Sudono (2002) bahwa perbandingan hijauan dan konsentrat yang baik adalah sebesar 60 : 40. Perbandingan pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Perbandingan Pemberian Pakan di Wilayah Kerja KPSBU Lembang

Jenis Pakan Rata-rata Pemberian

dalam BK (Kg/ST) Persentase (%) Hijauan 12,63 58,02 Pakan Penguat 9,14 41,98 Jumlah 21,77 100,00

Mineral digunakan oleh peternak sebagai pakan penguat sapi yang sedang bunting. Mineral dicampurkan dengan pakan penguat sebanyak 30 gr/ekor/hari. Namun, tidak semua peternak menggunakan mineral, hal ini disebabkan dengan penggunaan mineral berarti menambah biaya pakan untuk ternak. Selain itu peternak mengungkapkan bahwa di dalam konsentrat sudah terkandung sejumlah mineral.

Berdasarkan penelitian Rofik (2005) jumlah rata-rata pakan hijauan ternak yang diberikan untuk sapi laktasi adalah 15 Kg/ekor/hari. Pakan penguat yang diberikan terdiri dari konsentrat sebesar 2 Kg/ekor/hari dan ampas tahu sebesar 20 Kg/ekor/hari. Pemberian garam dilakukan untuk menambah nafsu makan sebesar 0,01 Kg/ekor/hari.

Pemberian pakan selain hijauan, konsentrat, ampas tahu dan ampas singkong hanya dilakukan oleh sebagian kecil (9,09 %) peternak di lokasi penelitian, oleh karena itu peternak yang menggunakan pakan ampas bir, jerami dan atau batang pisang tidak dianalisis.

Peralatan

Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha yang penggunaanya lebih dari satu tahun, sedangkan perlengkapan merupakan alat bantu usaha yang masa pemakaiannya kurang dari atau sama dengan satu tahun.

Tabel 19. Daftar Nama Peralatan dan Perlengkapan yang Digunakan Peternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.

Nama Peralatan/Perlengkapan Umur ekonomis Harga per Satuan (Rp)

Cangkul 5 tahun 40.000

Sekop 5 tahun 30000

Garpu Kayu 5 tahun 40.000

Selang 5 tahun 1.000 Timbangan 5 tahun 50.000 Milkcan 10 L 10 tahun 320.000 Milkcan 15 L 10 tahun 370.000 Milkcan 20 L 10 tahun 420.000 Milkcan 40 L 10 tahun 520.000 Gerobak 5 tahun 250.000

Gentong plastik 5 tahun 25.000

Golok 1 tahun 30.000

Ember Makan 1 tahun 32.000

Ember perah 6 bulan 10.000

Sikat 5 bulan 5.000

Pikulan 5 bulan 10.000

Sabit 4 bulan 25.000

Sapu lidi 1 bulan 1.000

Peralatan yang banyak digunakan peternak diantaranya cangkul, sekop, garpu kayu, milkcan, selang, timbangan, gerobak, gentong plastik. Perlengkapan terdiri dari ember perah, ember makan, sabit, golok, pikulan, sikat, sapu lidi. Umur ekonomis

peralatan berkisar antara dua sampai sepuluh tahun, sedangkan umur ekonomis perlengkapan berkisar antara satu bulan sampai satu tahun. Tabel 21 menunjukkan daftar peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh peternak di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.

Pemerahan

Peternak anggota KPSBU melakukan pemerahan dengan cara manual karena kepemilikan sapi masih kurang dari 10 ekor. Pemerahan dilakukan oleh peternak dua kali dalam satu hari, yaitu pada pagi hari dan pada sore hari. Hal ini dilakukan karena pihak koperasi mengumpulkan susu dari peternak dua kali dalam satu hari. Pada pagi hari peternak akan menyetorkan susunya ke Tempat Penampungan Susu (TPS) pukul 05.00-07.30 WIB, dan pada sore hari pukul 15.30-17.30 WIB. Perbedaan waktu pengambilan susu dari peternak tergantung letak penampungan susu dengan lokasi Cooling Unit. Susu yang pertama diangkut adalah susu dari tempat penampungan yang paling jauh dengan Cooling Unit menuju tempat penampungan yang terdekat dengan Cooling Unit kemudian semua susu dibawa ke Cooling unit yang ada di Nagrak, Pamecelan, Pojok, Cibedug dan di Koperasi.

Sebelum dilakukan pemerahan biasanya peternak membersihkan kandang terlebih dahulu, memandikan sapi kemudian membersihkan ambing dengan menggunakan lap. Peternak menggunakan air hangat untuk membersihkan ambing. Hal ini dilakukan agar kuman-kuman yang menempel pada ambing bisa mati dan tidak merusak kualitas susu yang akan diperah. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu di dalam ambing benar-benar habis untuk mencegah penyakit mastitis pada sapi perah.

Perkawinan

Perkawinan adalah upaya untuk melanjutkan keturunan dan menambah populasi ternak sapi perah, sehingga dapat meningkatkan produksi susu. Sebelum dilakukan perkawinan peternak harus mengetahui tanda-tanda birahi agar perkawinan yang dilakukan bisa berhasil.

Pelaksanaan perkawinan pada sapi-sapi milik anggota di Wilayah Kerja KPSBU Lembang dilakukan oleh petugas inseminator yang terdiri dari 12 orang

petugas, 3 orang dokter hewan dan 2 orang pencatat. Perkawinan dilakukan dengan kawin buatan atau Inseminasi Buatan (IB). Jika peternak sudah mengetahui sapinya menunjukkan gejala-gejala birahi, maka peternak melaporkan pada TPK sambil menyetorkan kartu berwarna merah secara langsung kepada petugas IB atau menyimpan kartu tersebut di tiap pos-pos TPS terdekat. Setelah 2-3 bulan dilakukan pemeriksaan kebuntingan, jika sapi tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan, maka inseminator akan melakukan IB setelah sapi tersebut birahi kembali. Pelaksanaan IB tidak dipungut biaya, KPSBU setiap awal tahun sudah menganggarkan dana untuk IB sapi-sapi peternak anggota koperasi sebagai bentuk pelayanan koperasi kepada anggotanya.

Penyakit

Penyakit yang sering menyerang sapi-sapi peternak di Lembang adalah diare, kembung, kaki bengkak, mastitis, Brucellosis. Pengobatan pertama yang dilakukan peternak jika mengetahui sapinya terkena penyakit khususnya diare atau kurang nafsu makan adalah dengan menggunakan obat tradisional seperti jamu-jamuan. Namun, apabila penyakitnya sudah cukup parah seperti Brucellosis, atau mastitis, peternak langsung melaporkannya ke mantri yang bertugas, jika tidak dapat ditangani oleh mantri maka ditangani oleh dokter hewan. Sapi yang terkena mastitis dan tidak dapat diobati, langsung dijual ke tempat pemotongan hewan dengan harga yang relatif murah, setengah dari harga yang seharusnya.

Pelayanan kesehatan dan reproduksi yang diberikan kepada peternak untuk meningkatkan populasi dan produksi meliputi Inseminasi Buatan (IB), Pemeriksaan Kebuntingan (PKB), penanganan kebidanan dan kemajiran serta pelayanan kasus- kasus klinik. Pelayanan ini dilakukan oleh unit Kesehatan Hewan dan IB. Pelayanan kesehatan hewan di KPSBU tidak pernah dipungut biaya sedikit pun. Koperasi memberikan pelayanan kesehatan hewan kepada anggotanya secara gratis. Setiap tahun koperasi selalu menyediakan dana khusus untuk bagian kesehatan hewan dalam memberikan pelayanannya kepada peternak-peternak anggota koperasi.

Tenaga Kerja yang Digunakan

Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ternak sapi perah dapat dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Peternak anggota KPSBU sebagian besar (90,18 persen) menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga dalam menjalankan usahanya yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Tabel 20 menunjukkan total jumlah dan persentase penggunaan tenaga kerja usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.

Tabel 20. Penggunaan Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah di Kecamatan Lembang

Macam Tenaga Kerja Jumlah peternak (responden)

Persentase (%)

Dalam Keluarga saja 257 90,18

Luar Keluarga saja 5 1,75

Dalam&Luar keluarga 23 8,07

Jumlah 285 100,00

Sebanyak 90,18 persen peternak menggunakan tenaga kerja berasal dari dalam keluarga saja. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga sangat penting, ini juga dipengaruhi oleh kepemilikan ternak sapi yang kurang dari 10 ST. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga rata-rata berjumlah 1-3 orang pekerja. Rata-rata total biaya tenaga kerja berkisar antara Rp 400.000,00/bulan-Rp 700.000,00/bulan dengan rata-rata umur 20-40 tahun. Tenaga kerja yang digunakan seluruhnya adalah pria, dengan biaya per HKP sebesar Rp. 17.757,54.

Kegiatan yang dilakukan dalam usahaternak sapi perah bermacam-macam, terdiri dari pemberian hijauan, pemberian konsentrat, pemberian minum, membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan, mengangkut susu, mencari hijauan, dan mencacah rumput. Masing-masing kegiatan membutuhkan curahan waktu yang berbeda-beda. Total HKP per satuan ternak dalam kegiatan usaha ternak sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Total Jumlah HKP per Hari per ST dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang

Jenis Kegiatan Total

HKP/ST

Persentase (%)

Pemberian pakan 0,04 14,29

Pemberian air minum 0,01 3,57

Membersihkan Kandang 0,03 10,71 Memandikan Sapi 0,03 10,71 Pemerahan 0,03 10,71 Mengangkut susu 0,01 3,57 Mencari hijauan 0,12 42,87 Mencacah rumput 0,01 3,57 Jumlah 0,28 100,00

Mencari hijauan merupakan pekerjaan yang memiliki proporsi terbesar atas

Dokumen terkait