• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Provinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah (BPS 2009). 
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis karena berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota/negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain.

Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Provinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah- daerah sekitarnya (BPS 2009).

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan (22.813 jiwa/km2), sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu Kecamatan Medan Labuhan (2.551 jiwa/km2). Komposisi penduduk Kota Medan pada akhir tahun 2003 terdiri dari laki-laki sebanyak 990.216 orang (49,67%) dan perempuan sebanyak 1.003.386 (50,33%). Penduduk kelompok umur 15 – 64 tahun merupakan penduduk terbanyak, yaitu 1.365.218 orang (68,48% dari jumlah penduduk). Hal ini perlu diperhatikan karena usia tersebut merupakan usia produktif (BPS 2009).

Demikian juga secara demografis, Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder. Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional (Anonim 2010).

Kecamatan Medan Kota

Kecamatan Medan Kota terletak di pusat Kota Medan dengan batas- batas sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas
, Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Area (Pemkot Medan 2010).

Kecamatan Medan Kota merupakan daerah perdagangan dan jasa, dengan penduduknya berjumlah : 82.982 jiwa (2006) dengan luas wilayahnya 7,99 km² (BPS 2009). Jumlah Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Kota adalah 12 Kelurahan. Di Kecamatan Medan Kota ini terdapat Terminal Teladan sebagai terminal taksi antar Kota. Di Kecamatan ini terdapat juga Lapangan Sepak Bola bertaraf Internasional yaitu Stadion Teladan. Sebagai daerah perdagangan dan jasa, di kecamatan ini banyak terdapat pasar dan pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, show room.

Kecamatan Medan Denai

Kecamatan Medan Denai terletak di wilayah Tenggara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota dan Kecamatan Medan Area, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, 
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas
dan Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tembung (Pemkot Medan 2010).

Kecamatan Medan Denai penduduknya berjumlah 137.690 jiwa (2006) dengan luas wilayahnya 11,19 km² (BPS 2009) dan jumlah kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Kota adalah 12 kelurahan. Daerah ini pada dahulunya adalah bekas perkebunan Tembakau Deli, karena merupakan daerah pengembangan, maka di Kecamatan Medan Denai ini banyak terdapat usaha agrobisnis seperti pengolahan kopi. Potensi dan produk unggulan dari kecamatan ini berupa produksi sepatu dan sandal, produksi moulding dan bahan bangunan, produksi sulaman bordir.

Karakteristik Rumah Tangga

Karakteristik rumah tangga yang diteliti dalam penelitian ini antara lain umur kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga contoh. Jumlah total rumah tangga yang diteliti berjumlah 120 rumah tangga. Gambaran umum mengenai karakteristik rumah tangga contoh dapat dilihat pada data di bawah ini.

Umur Kepala Rumah Tangga

Umur mempengaruhi perilaku kepala rumah tangga dalam mengambil suatu keputusan melalui umur juga dapat ditentukannya tingkat produktifitas seseorang. Semakin tinggi umur maka produktifitas seseorang akan semakin menurun. Pengelompokan umur kepala rumah tangga (KRT) didasarkan klasifikasi menurut Hurlock (1980). Dimana tingkatan umur kepala rumah tangga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu dewasa awal (18-39 tahun), dewasa madya (40-59 tahun) dan lansia (≥ 60 tahun). Berikut ini ditunjukkan sebaran rumah tangga contoh berdasarkan umur kepala rumah tangga.

Tabel 2 Sebaran rumah tangga berdasarkan umur kepala rumah tangga

Medan Kota Medan Denai Total

Umur KRT*) n % n % n %

18-39 tahun (awal) 20 33,3 26 43,3 46 38,3 40-59 tahun (madya) 32 53,3 31 51,7 63 52,5

≥ 60 tahun (lansia) 8 13,3 3 5,0 11 9,2

Total 60 100 60 100 120 100

Minimum-Maximum 21-75 tahun 21-67 tahun 21-75 tahun Mean ± SD 44,1± 11,8 41,6 ± 10,9 42,8 ± 11,4 *) Hurlock 1980

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa dari kedua kecamatan sebaran umur kepala rumah tangga berkisar antara 21-75 tahun. Persentase terbanyak termasuk dalam kelompok dewasa madya yaitu sebanyak 52,5%. Apabila dilihat berdasarkan sebaran umur di dua kecamatan, maka dapat terlihat bahwa sebaran umur KRT pada Kecamatan Medan Kota berkisar antara 21-75 tahun dengan rataan 44,1± 11,8. Sebaran umur terbanyak pada Kecamatan Medan Kota berada pada kelompok umur dewasa madya (40-59 tahun) dengan persentase sebesar 53,3%. Kondisi yang sama terjadi pada Kecamatan Medan Denai dimana, sebaran umur terbanyak berada pada kelompok dewasa madya (51,7%) sisanya dewasa awal (43,3%) dan lansia (5,0%). Berdasarkan persentase umur kepala rumah tangga terbanyak menunjukkan bahwa kepala rumah tangga masih tergolong dalam masa produktif dalam bekerja. Hal ini

sesuai dengan rata-rata kelompok umur terbesar di Kota Medan yaitu komposisi penduduk terbesar berada pada kelompok usia 15-64 tahun sebagai kelompok usia produktif atau kelompok usia aktif secara ekonomis (BPS 2007).

Ukuran Rumah Tangga

Ukuran rumah tangga adalah banyaknya individu yang tinggal dalam satu rumah tangga dan masih menjadi tanggung jawab dari kepala rumah tangga. Ukuran rumah tangga dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu besar jika > 4 orang dan kecil jika ≤ 4 orang (BKKBN 1983). Data sebaran rumah tangga menurut ukuran rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran rumah tangga berdasarkan ukuran rumah tangga

Medan Kota Medan Denai Total

Ukuran RT*) n % n % n %

> 4 orang (rumah tangga besar) 48 80 50 83,3 98 81,7

≤ 4 orang (rumah tangga kecil) 12 20 10 16,7 22 18,3

Total 60 100 60 100 120 100

Minimum-Maximum 2-11 orang 2-11 orang 2-11 orang Mean ± SD 5,1± 1,9 5,4 ± 2,1 5,2 ± 2,02 *)BKKBN 1983

Komposisi ukuran rumah tangga terbesar yang dilihat pada dua kecamatan penelitian ini tergolong dalam kelompok rumah tangga besar yaitu >4 orang dengan persentase 81,7%. Sedangkan sisanya tergolong dalam rumah tangga kecil yaitu sebanyak 22 rumah tangga (18,3%). Jika dilihat berdasarkan masing-masing kecamatan, maka sebaran jumlah anggota rumah tangga di Kecamatan Medan Kota sebagian besar (80%) berada pada rumah tangga besar dan sisanya (20%) berada pada rumah tangga kecil.

Sebaran ukuran rumah tangga terbanyak di Kecamatan Medan Denai termasuk dalam kelompok rumah tangga besar sebanyak 83,3%, dan 16,7% termasuk dalam rumah tangga kecil. Besarnya ukuran rumah tangga di daerah penelitian tersebut dikarenakan bentuk rumah tangga sebagian besar contoh tergolong dalam bentuk rumah tangga yang luas (Extended Family ). Extended Family merupakan bentuk rumah tangga yang tidak hanya terdiri dari rumah tangga inti seperti ayah, ibu, anak tetapi juga ditambah dengan anggota rumah tangga lain seperti kakek, nenek, keponakan, dan sepupu. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan total jumlah anggota rumah tangga contoh yang berkisar ± 5 orang dalam satu rumah tangga. Bila dibandingkan dengan rata-rata anggota rumah tangga Provinsi Sumatera Utara yaitu 4,4 orang dalam satu rumah tangga

(BPS 2009), maka rata-rata jumlah ukuran rumah tangga contoh pada penelitian ini berada diatas rata-rata Povinsi Sumatera Utara.

Menurut Damn et al. (1976) dalam Penny (1990), pertumbuhan penduduk adalah kunci yang menyebabkan dan mempertahankan adanya kemiskinan. Ukuran rumah tangga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam pangan yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).

Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Setiap orang membutuhkan pendidikan untuk pengembangan dirinya. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan semakin mudah meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan rumah tangga. Pengkategorian pendidikan didasarkan pada lama sekolah yang dilakukan oleh kepala rumah tangga, akan tetapi tinggal kelas tidak termasuk dalam hitungan. Kategori pendidikan dibagi menjadi 5 kategori yaitu tidak sekolah (0 tahun), Sekolah Dasar (6 tahun), Sekolah Menengah Pertama (≥7-9 tahun), Sekolah Menengah Atas (≥10-12 tahun) dan Perguruan Tinggi (>12 tahun). Data sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan kepala rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan kepala rumah tangga

Medan Kota Medan Denai Total

Pendidikan KRT n % n % n %

Tidak Sekolah (0 tahun) 6 10 0 0 6 5

SD (6 tahun) 28 46,7 27 45 55 45,8

SMP (≥ 7-9 tahun) 11 18,3 12 20 23 19,2 SMA ( 10-12 tahun) 12 20 21 35 33 27,5

PT (> 12 tahun) 3 5 0 0 3 2,5

Total 60 100 60 100 120 100

Minimum-Maximum 0-17 tahun 2-12 tahun 0-17 tahun Mean ± SD 7,2 ± 4,1 8,3 ± 3,1 7,76 ± 3,71

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan kepala rumah tangga contoh masih tergolong rendah, dimana persentase terbesar terdapat pada kategori kelompok Sekolah Dasar (SD) yaitu 45,8% dengan jumlah kepala rumah tangga sebanyak 55 orang. Sedangkan kepala rumah tangga yang menempuh pendidikan perguruan tinggi tergolong rendah yaitu 2,5% dengan jumlah kepala rumah tangga sebanyak 3 orang.

Jika dilihat berdasarkan masing-masing kecamatan, maka sebaran pendidikan kepala rumah tangga di Kecamatan Medan Kota berkisar 0-17 tahun dengan rataan 7,2 ± 4,1 dan pada Kecamatan Medan Kota sebaran terbanyak adalah SD (46,7%) selanjutnya sisanya TS (10%), SMP (18,3%), SMA (20%) dan PT (5%). Sedangkan pada Kecamatan Medan Denai sebaran pendidikan KRT terbanyak juga tidak berbeda jauh dengan Kecamatan Medan Kota yaitu tingkat pendidikan SD (45%) sisanya TS (0%), SMP (20%), SMA (35%), dan PT (0%). Pendidikan kepala rumah tangga yang tergolong rendah akan berdampak pada rendahnya kesempatan bagi mereka untuk memperoleh kesempatan kerja yang baik.

Bila dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) yaitu 10,5 tahun (BPS 2007), maka rata-rata lama sekolah (pendidikan) kepala rumah tangga contoh di Kecamatan Medan Kota (7,2 tahun) dan Kecamatan Medan Denai (8,3 tahun) masih berada di bawah rata-rata lama sekolah (pendidikan) penduduk di Provinsi Sumatera Utara.

Menurut Raharto dan Romdiati (2000) rumah tangga yang dikepalai oleh seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan rumah tangga yang dikepalai oleh mereka yang lebih berpendidikan. Individu dengan pendidikan tinggi pada umumnya lebih positif dalam menghadapi situasi dan bersikap optimis (Mulyawati 2008).

Pengeluaran Perkapita Perbulan

Pengeluaran perkapita perbulan dihitung berdasarkan jumlah uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan seluruh anggota keluarga baik itu kebutuhan pangan maupun non pangan dalam waktu satu bulan. Pengeluaran perkapita perbulan didapatkan dengan mengkonversi pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan selama harian, mingguan, tahun ke dalam satuan bulan, kemudian dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Pengkategorian data pengeluaran rumah tangga menggunakan indikator garis kemiskinan yang ditetapkan untuk wilayah Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Dimana BPS (2009) menetapkan indikator garis kemiskinan Kota Medan adalah Rp.234.712 perkapita perbulan. Sebaran data mengenai rumah tangga contoh berdasarkan pengeluaran/kapita/bulan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran rumah tangga berdasarkan kategori pengeluaran perkapita perbulan

Medan Kota Medan Denai Total

Pengeluaran/kap/bulan*) n % n % n % Dibawah GK: <Rp.234.712,- 36 60 34 56,7 70 58,3 Di atas GK: ≥Rp.234.712,- 24 40 26 43,3 50 41,7 Total 60 100 60 100 120 100 Minimum-Maximum Rp.52.685 – Rp.825.803 Rp.45.684 – Rp.589.469 Rp.45.684 – Rp. 825.803 Mean ± SD Rp.233.281 ± Rp.142.295 Rp.232.972 ± Rp.131.437 Rp.233.126 ± Rp.136.397 *) BPS 2009

Sebagian besar rumah tangga (58,3%) di wilayah penelitian memiliki pengeluaran perkapita perbulan < Rp.234.712 dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp.233.126 perkapita perbulan. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan pada rumah tangga di Kecamatan Medan Kota lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga di Kecamatan Medan Denai, yaitu sebesar Rp. 233.281.

Pengeluaran Pangan dan Non Pangan

Menurut Azwar (2004) menyatakan bahwa proporsi pengeluaran pangan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan, semakin tinggi tingkat proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga semakin rendah. Keluarga yang berpendapatan rendah membelanjakan pendapatan yang mereka miliki sebesar 60-80 persen untuk kebutuhan pangan (Soekirman 1999).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kartika (2005), terdapat 50% rumah tangga petani yang miskin yang proporsi pengeluaran pangannya 55% hal ini menandakan bahwa pengeluaran pangan rumah tangga petani miskin tersebut belum dapat mencukupi untuk mengakses pangan yang dikonsumsi sedangkan rumah tangga petani kaya <55%, sehingga dapat dikatakan sudah cukup mampu mengakses pangan yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi.

Menurut BPS (2002) menyatakan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang persentase pengeluaran terbesar pada rumah tangga adalah pengeluaran pangan. Hal ini berbeda dengan negara maju yang memiliki persentase pengeluaran rumah tangga terbesar untuk pengeluaran barang dan jasa seperti perawatan kesehatan, pendidikan, rekreasi dan lainnya.

Pengeluaran pangan mencakup pengeluaran untuk serealia, umbi- umbian, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan, minyak, kudapan/jajanan.

Tabel 6 Rataan pengeluaran pangan rumah tangga (Rp/kap/bulan)

Jenis Pangan Medan Kota

(Mean ±±±± SD) Medan Denai (Mean ±±±± SD) Total (Mean ±±±± SD) Serealia 54.240±26.281 63.885±45.648 59.062±37.404 Umbi-umbian 1.174±2.192 7.086±45.864 4.130±32.467 Pangan Hewani 39.306±27.017 34.140±31.246 36.723±29.200 Pangan Nabati 8.317±9.843 7.442±6.647 7.880±8.374 Sayur 6.286±3.582 10.460±10.601 8.373±8.149 Buah 6.024±6.646 3.284±7.657 4.654±7.270 Minyak 15.055±14.707 6.610±7.261 10.832±12.303 Kudapan 8.649±10.478 4.969±8.694 6.809±9.764

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada pengeluaran pangan di Kecamatan Medan Kota, rataan pengeluaran terbesar adalah serealia (Rp.54.240±Rp.26.281), pangan hewani (Rp.39.306±Rp.27.017), dan minyak (Rp.15.055±Rp.14.707), sedangkan di Kecamatan Medan Denai, rataan pengeluaran terbesar terdapat pada serealia (Rp.63.885±Rp.45.648), pangan hewani (Rp.34.140±Rp.31.246) dan sayur (Rp.10.460±Rp.10.601).

Selain pengeluaran pangan, pengeluaran contoh penelitian juga terdiri dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran non pangan contoh dikelompokkan menjadi tujuh kelompok yaitu: kesehatan, pendidikan, transportasi, dapur, rumah, pakaian, dan lain-lain.

Tabel 7 Rataan pengeluaran non pangan rumah tangga (Rp/kap/bulan) Jenis Pengeluaran Medan Kota (Mean ±±±± SD) Medan Denai (Mean ±±±± SD) Total (Mean ±±±± SD) Kesehatan 10.599±8.024 9.224±6.286 9.911±7.210 Pendidikan 28.328±61.267 43.511±54.178 35.920±58.090 Transportasi 15.970±17.704 15.714±12.602 15.842±15.302 Dapur 767±2.492 444±1.419 605±2.026 Rumah 6.828±20.457 2.571±10.479 4.700±16.324 Pakaian 6.721±7.744 7.438±8.406 7.080±8.056 Lain-lain 14.129±26.335 10.003±12.129 12.066±20.521

Pengeluaran non pangan yang dilihat pada Tabel 7. Menunjukkan bahwa pada pengeluaran non pangan di Kecamatan Medan Kota, rataan pengeluaran terbesar adalah pendidikan (Rp.28.328±Rp.61.267), transportasi (Rp.15.970±Rp.17.704) dan lain-lain (Rp.14.129±Rp.26.335). Sedangkan di Kecamatan Medan Denai juga tidak berbeda dalam hal pengeluaran non

pangan, dimana pengeluaran terbesar terdapat pada pendidikan (Rp.43.511±Rp.54.178), transportasi (Rp.15.714±Rp.12.602), dan lain-lain (Rp.10.003±Rp.12.129).

Tabel 8 Rata –rata dan standar deviasi pengeluaran (Rp/kap/bulan) pada rumah tangga

Medan Kota Medan Denai

Jenis Pengeluaran Mean ±±±± SD % Mean ±±±± SD %

Pangan 149.940 ± 78.120 68 144.066 ± 94.995 63 Non pangan 83.341 ± 89.787 32 88.906 ± 72.606 37 Total 233.281 ± 142.295 100 232.972 ± 131.437 100

Berdasarkan Tabel 8, rata-rata pengeluaran pangan perkapita perbulan pada rumah tangga di Kecamatan Medan Kota (Rp.149.940) lebih tinggi dibanding dengan di Medan denai. (Rp.144.066). Apabila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran pangan perkapita perbulan untuk Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) yaitu Rp.227.521 (BPS 2008). Maka rata-rata pengeluaran pangan perkapita perbulan di kedua Kecamatan masih berada dibawah rata-rata pengeluaran tingkat provinsi. Sedangkan untuk rata-rata pengeluaran non pangan, pengeluaran non pangan di Kecamatan Medan Kota (Rp.83.341) lebih rendah dibandingkan di Kecamatan Medan Denai (Rp.88.906,-). Bila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran non pangan perkapita perbulan untuk Provinsi Sumatera Utara yaitu Rp. 250.148. Maka rata-rata pengeluaran non pangan perkapita perbulan di kedua kecamatan cenderung lebih rendah.

Berdasarkan penelitian Den Hartog et al. (1995) dalam Tanziha (2005) menyatakan bahwa persen pengeluaran untuk makanan menunjukkan rumah tangga yang rawan (vulnerable) jika persentase pengeluaran untuk makanan dari total pendapatan lebih dari 70%. Namun, pada keluarga berpendapatan tinggi, proporsi pengeluaran pangan tidak lebih dari 30%, dan keluarga menengah persen pengeluaran untuk pangan sekitar 30-70%. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar rumah tangga contoh dalam penelitian ini tergolong dalam keluarga menengah dengan persentase pengeluaran untuk pangan > 60%. Menurut Tanziha (2005) bahwa secara naluri individu, seseorang akan terlebih dahulu memanfaatkan setiap penghasilan bagi kebutuhan dasarnya berupa pangan. Jika kebutuhan dasar tersebut terpenuhi maka tiap kelebihannya dialokasikan untuk non pangan.

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Frekuensi Konsumsi Pangan Rumah Tangga

Pola konsumsi pangan pada penelitian ini diukur dengan metode SQFF (Semi Quantitatif Frequency Questionnaire). Jenis pangan dalam penelitian ini terdiri atas 7 kelompok bahan pangan. Berdasarkan data pada Tabel 9 berikut ini dapat dianalisis frekuensi pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam seminggu.

Tabel 9 Frekuensi konsumsi pangan rumah tangga contoh (kali/minggu)

Jenis Pangan Medan Kota

Rata-rata ±±±± SD Medan Denai Rata-rata ±±±± SD Total Rata-rata SD Serealia Beras 17,0 ± 4,2 16,1 ± 3,3 16,6 ± 3,8 Mie 5,4 ± 5,9 5,6 ± 5,7 5,5 ± 5,8 Umbi-umbian Kentang 0,6 ±1.0 0,8 ±0,2 0,7 ±1.5 Singkong 0,1 ± 0,4 0,2 ± 0,9 0,2 ± 0,7 Ubi jalar merah 0.1 ± 0,6 0,2 ± 0,9 0.2 ± 0,8 Pangan Hewani Ikan asin 7,6± 6,9 8,6 ± 6,5 8,1± 6,8 Ikan segar 1,8 ± 1,9 1,1 ± 2,2 1,4± 2,1 Telur 5,2 ± 5,1 4,3 ± 4,2 4,7 ± 4,7 Daging sapi 0,3 ± 0,9 0,2 ± 0,4 0,2 ± 0,7 Ayam 1,2 ± 2,8 1,0 ± 1,8 1,1 ± 2,3 Pangan nabati Tempe 6,5 ± 6,1 6,4 ± 4,8 6,4 ± 5,5 Tahu 4,7 ± 5,9 5,8 ± 5,1 5,3 ± 5,6 Oncom 0,5 ± 2,6 0,4 ± 1,0 0,4 ± 2,0 Sayur Bayam 2,2 ± 1,9 3,1 ± 2,5 2,7 ± 2,3 Kangkung 1,8 ± 1,7 2,5 ± 2,0 2,1 ± 2,0 Sawi 1,1 ± 1,7 1,6 ± 1,8 1,4 ± 1,8 Nangka 0,3 ± 0,8 0,4 ± 0,9 0,3 ± 0,8 Kacang panjang 1,4 ± 1,5 1,7 ± 2,2 1,6 ± 1,9 Sayur Sop 1,6 ± 1,4 2,5 ± 2,0 2,0 ± 1,8 Sayur asem 1,6 ± 1,4 2,5 ± 2,7 2,0 ± 2,2 Toge 1,2 ± 1,5 1,9 ± 2,9 1,5 ± 2,3 Gambas 0,6 ± 1,0 1,1 ± 1,6 0,8 ± 1,4 Wortel 0,5 ± 0,8 1,6 ± 2,7 1,0 ± 2,1 Buah-buahan Pepaya 0,2 ± 0,6 0,4 ± 1,1 0,3 ± 0,9 Pisang 0,3 ±0,8 0,3 ±0,8 0,3 ±0,8 Semangka 0,4 ± 1,1 0,5 ± 1,3 0,5 ± 1,2 Melon 0,2 ± 0,8 0,5 ± 1,3 0,3 ± 1,1 Jeruk 0,9 ± 1,6 0,3 ± 0,5 0,6 ± 1,3 Mangga indramayu 0,8 ± 1,7 0,2 ± 1,2 0,5 ± 1,5 Lain-lain Kudapan 3,3 ± 3,7 2,7 ± 3,5 3,1 ± 3,7

Data pada Tabel 9, menunjukkan bahwa rataan frekuensi serealia terbesar yang dikonsumsi oleh contoh adalah beras dengan nilai rataan 16,6 ± 3,8. atau sama dengan 2-3 kali dalam sehari. Sedangkan untuk konsumsi mie, umumnya rumah tangga contoh mengkonsumsi mie ± 5 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pangan yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga contoh di dua kecamatan tersebut merupakan jenis pangan yang umum yang sering dikonsumsi oleh rata-rata penduduk Indonesia yaitu pangan utama berupa beras.

Kelompok pangan lainnya yaitu umbi-umbian menunjukkan bahwa yang sering dikonsumsi oleh contoh baik di Kecamatan Medan Kota maupun Medan Denai adalah kentang (0,6 dan 0,8 kali dalam seminggu). Akan tetapi untuk jenis pangan umbi-umbian lain seperti singkong dan ubi jalar, frekuensi konsumsi pangan di Kecamatan Medan Denai masih lebih sering jika dibandingkan dengan di Kecamatan Medan Kota.

Kelompok pangan hewani menunjukkan bahwa rumah tangga contoh di dua kecamatan tersebut sering mengkonsumsi ikan asin yaitu berkisar 8 kali dalam seminggu, yang menjelaskan bahwa rumah tangga contoh mengkonsumsi ikan asin hampir setiap hari. Rataan frekuensi konsumsi pangan hewani seperti ikan segar, telur, dan ayam hanya berkisar 0,2-4,7 kali dalam seminggu. Sedangkan rataan frekuensi konsumsi terendah ada pada daging sapi yaitu sebesar 0,2 kali dalam seminggu. Hal ini kemungkinan disebabkan karena harga daging sapi yang relatif mahal, sehingga rumah tangga contoh jarang menjadikan daging sapi sebagai sumber utama pangan hewani yang sering dikonsumsi.

Berdasarkan data dari kelompok pangan nabati, jenis pangan nabati yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga di dua kecamatan tersebut adalah tahu, tempe dan oncom. Data dari kelompok pangan nabati menunjukkan bahwa hampir setiap hari rumah tangga contoh mengkonsumsi tempe (6,4 kali dalam seminggu), tahu (5,3 kali dalam seminggu). Sedangkan untuk konsumsi oncom, rumah tangga contoh memiliki frekuensi yang kecil yaitu hanya 0,4 kali dalam seminggu. Hal ini disebabkan, karena sumber pangan nabati yang banyak ditemukan di pusat-pusat pasar di wilayah Kota Medan adalah tahu dan tempe, sedangkan oncom jarang dijual di pusat-pusat pasar.

Rataan frekuensi konsumsi sayur pada rumah tangga contoh relatif kecil, dimana rumah tangga contoh jarang mengkonsumsi sayur, frekuensi konsumsi sayur tertinggi hanya berkisar 2,7 kali dalam seminggu yaitu pada sayur bayam. Konsumsi sayur pada rumah tangga contoh sebenarnya sudah cukup bervariasi dan tidak terfokus pada satu jenis sayuran saja. Akan tetapi frekuensi konsumsi sayur rumah tangga contoh masih sangat rendah, hal ini diduga disebabkan oleh kebiasaan sosial budaya masyarakat setempat untuk mengkonsumsi sayur masih kurang.

Berdasarkan data pada kelompok buah-buahan, menunjukkan bahwa rumah tangga contoh sangat jarang mengkonsumsi buah-buahan. Rataan frekuensi buah-buahan hanya berkisar 0,3-0,6 kali dalam seminggu. Sedangkan untuk pangan lainnya seperti kudapan berupa snack, kue, dan lain-lain masih relatif lebih sering dibandingkan dengan buah-buahan. Hal ini dapat dilihat pada data dimana rataan frekuensi konsumsi rumah tangga contoh terhadap kudapan adalah 3 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi jajanan rumah tangga contoh lebih tinggi, jika dibandingkan dengan buah-buahan.

Frekuensi konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang rendah juga dapat disebabkan oleh pendapatan rumah tangga contoh yang rendah. Hal ini sesuai dengan Berg (1986) yang menyatakan bahwa tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi pendapatan yang dibeli untuk jenis padi-padian juga akan menurun, sedangkan untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika pendapatan keluarga meningkat. Dengan semakin tinggi pendapatan, semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk buah- buahan, sayur dan jenis pangan lainnya.

Berat Pangan yang Dikonsumsi

Kuantitas konsumsi pangan mempengaruhi status gizi secara langsung. Rataan konsumsi pangan perkapita perhari dari contoh penelitian disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa rataan berat konsumsi serealia perkapita perhari terutama pada jenis pangan beras adalah 250,5 g/kap/hari. Sedangkan rataan berat konsumsi beras pada Kecamatan Medan Denai (270,8 g/kap/hari) lebih besar dibanding dengan rataan beras Kecamatan Medan Kota

(230,3g/kap/hari). Rataan konsumsi beras rumah tangga contoh jika dibandingkan dengan rataan konsumsi beras nasional (256,7 g/kap/hari) (BPS 2008), maka rataan konsumsi beras dari Kecamatan Medan Kota dibawah rataan konsumsi nasional, sebaliknya pada Kecamatan Medan Denai rataan konsumsi beras di atas rataan nasional.

Tabel 10 Berat konsumsi pangan rumah tangga (g/kap/hari)

Jenis Pangan Medan Kota

Rata-rata ±±±± SD Medan Denai Rata-rata ±±±± SD Total Rata-rata SD

Dokumen terkait