• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mitra Tani Farm (MT Farm)

Mitra Tani Farm (MT Farm) berlokasi di Jl. Manunggal 51 No. 39 Rt 04/05 Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Bogor. Kecamatan Ciampea memiliki rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m di atas permukaan laut. Rata-rata suhu bulanan 26 ºC dengan suhu terendah 21,8 ºC dan tertinggi 30,4 ºC. Kelembaban udara 70%. Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 3.500-4.000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari (Pemerintah Kota Bogor, 2011). Gambar 14 menyajikan peta lokasi MT Farm di Tegal Waru.

Gambar 14. Peta Lokasi MT Farm

Perusahaan ini merupakan usaha peternakan yang didirikan pada tahun 2004. MT Farm pada awalnya merupakan perusahaan penggemukan dan penjualan domba di wilayah Jawa Barat. Perusahaan ini berkembang dengan menambah komoditas ternak yang dipelihara. Sapi PO jantan mulai dipelihara untuk digemukkan pada

20 setiap jelang perayaan Idul Adha. Tenaga kerja diserap dari warga sekitar lokasi. MT Farm mengupayakan pakan alami (rumput) yang diperoleh dari warga sekitar dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) dari kebun rumput, sedangkan konsentrat diperoleh secara komersial. Sistem pemeliharaan intensif dilakukan pada sapi PO. Sapi diberi pakan berupa hijauan dan konsentrat pada pagi dan sore hari.

RPH Pancoran Mas

Rumah Potong Hewan Pancoran Mas merupakan Unit Rumah Pemotongan Hewan milik Pemda Kota Depok yang berlokasi di Jalan Caringin No. 83 Kekupu Kelurahan Rangkapan Jaya, Pancoran Mas Kota Depok, Jawa Barat. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Jakarta atau dalam lingkungan wilayah Jabotabek. Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah dengan perbukitan sedikit bergelombang pada elevasi antara 50-140 m di atas permukaan laut dan pada kemiringan lereng kurang dari 15% (Pemerintah Kota Depok, 2011). Gambar 15 menyajikan peta lokasi RPH Pancoran Mas.

21 Sapi Bali yang dipotong merupakan sapi jantan yang berasal dari Pulau Bali. Sapi diistirahatkan terlebih dahulu sebelum dipotong di dalam kandang berkapasitas 15-20 ekor. Sapi dikandangkan selama waktu pengistirahatan, dan sebelum dipotong diberi rumput lapang dan air.

Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh Sapi PO dan Sapi Bali Jantan Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman tinggi pundak, tinggi pinggul, dalam dada, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pinggul, lebar kelangkang, lingkar dada, lingkar cannon dan bobot badan disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Tinggi Pundak, Tinggi Pinggul, Dalam Dada, Panjang Badan, Panjang Kelangkang dan Lebar Dada pada Sapi PO dan Sapi Bali Jantan

Bangsa Sapi Tinggi Pundak Tinggi Pinggul Dalam Dada Panjang Badan Panjang Kelangkang Lebar Dada --- (cm) --- Sapi PO 121,64 ± 6,52 (5,36 %) (n=46) 127,03 ± 6,52 (5,13%) (n=46) 56,13 ± 4,25 (7,56%) (n=46) 123,37 ± 7,76 (6,29%) (n=46) 42,49 ± 3,50 (8,24%) (n=46) 34,17 ± 3,72 (10,88%) (n=46) Sapi Bali 122,18 ± 7,04 (5,76%) (n=30) 121,35 ± 6,27 (5,17%) (n=30) 65,48 ± 3,70 (5,65%) (n=30) 123,68 ± 5,46 (4,41%) (n=30) 43,53 ± 3,31 (7,60%) (n=30) 37,87 ± 2,99 (7,90%) (n=30) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n= jumlah sampel (ekor)

Rataan variabel ukuran-ukuran tubuh yang diamati pada sapi Bali jantan secara umum lebih tinggi. Koefisien keragaman variabel ukuran-ukuran tubuh yang diamati pada sapi Bali jantan lebih kecil. Koefisien keragaman tersebut diperoleh di bawah 9% pada ukuran-ukuran linear tubuh, sedangkan pada variabel bobot badan diperoleh lebih tinggi pada sapi PO jantan. Hasil pengamatan ini mengindikasikan bahwa seleksi ukuran-ukuran tubuh sapi PO jantan lebih efektif; demikian pula pada sifat bobot badan. Hal ini didukung rataan bobot badan sapi PO jantan yang lebih rendah.

22 Koefisien keragaman suatu sifat mencerminkan keberagaman sifat tersebut. Keberagaman sifat-sifat ukuran tubuh dan bobot badan pada sapi PO jantan dibandingkan sapi Bali jantan lebih disebabkan faktor genetik. Sapi Bali dari pulau Bali hanya dikawinkan di pulau Bali, populasi sapi Bali merupakan populasi tertutup. Perkawinan di dalam populasi tertutup memungkinkan biak dalam terjadi yang berakibat pada peningkatan keseragaman ukuran-ukuran tubuh. Sebagian populasi sapi PO kemungkinan didatangkan dari luar Jawa Timur untuk kemudian dikembangkan bersama dengan sapi PO yang terdapat di Jawa Timur. Kemungkinan kejadian biak dalam kecil sehingga berakibat pada peningkatan keragaman.

Martojo (1992) menyatakan peningkatan keseragaman terjadi akibat biak dalam, sedangkan peningkatan keberagaman terjadi akibat biak luar. Sapi PO yang digunakan pada pengamatan ini merupakan sapi yang disediakan untuk keperluan hewan Qurban menjelang Idul Adha. Sapi-sapi yang diminati untuk keperluan tersebut berukuran tubuh sedang, dengan demikian ukuran-ukuran tubuh sapi PO yang digunakan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan sapi Bali.

Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Pengukuran Variabel Lebar Pinggul, Lebar Kelangkang, Lingkar Dada, Lingkar Cannon dan Bobot Badan pada Sapi PO dan Sapi Bali Jantan

Bangsa sapi Lebar Pinggul Lebar Kelangkang Lingkar Dada Lingkar Cannon Bobot Badan --- (cm) --- --(kg)-- Sapi PO 35,174 ± 3,485 (9,91%) (n=46) 37,370 ± 3,756 (10,05%) (n=46) 149,15 ± 9,32 (6,25%) (n=46) 23,598 ± 1,369 (5,80%) (n=46) 265,67 ± 49,51 (18,64%) (n=46) Sapi Bali 38,400 ± 2,749 (7,16%) (n=30) 37,783 ± 3,062 (8,10%) (n=30) 166,77 ± 9,14 (5,48%) (n=30) 22,417 ± 1,115 (4,97%) (n=30) 305,63 ± 42,46 (13,89%) (n=30) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n= jumlah sampel (ekor)

Hasil Statistik T2-Hotelling Ukuran Tubuh Sapi PO dan Sapi Bali Jantan Tabel 1 dan 2 menyajikan ukuran-ukuran variabel tubuh antara kelompok sapi Bali dan sapi PO jantan. Berdasarkan T2-Hotelling diperoleh perbedaan ukuran-ukuran tubuh yang nyata (P<0,01) diantara kelompok sapi PO dan sapi Bali jantan.

23 Perbedaan antara sapi Bali dan sapi PO jantan karena sapi Bali dan sapi PO berasal dari bangsa yang berbeda, sehingga secara genetik sapi Bali dan sapi PO berbeda. Williamson dan Payne (1993) menyatakan sapi Bali merupakan tipe banteng (Bos bibos-Banteng Wagner) yang dijinakkan, sedangkan sapi PO yang berwarna putih merupakan hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole (SO) dan sapi betina lokal di Jawa (Erlangga, 2009).

Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Variabel yang Diukur

Hasil Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) menyatakan bahwa seluruh variabel-variabel ukuran tubuh sangat mempengaruhi bobot badan (P<0,01) pada sapi PO dan sapi Bali jantan. Variabel ukuran tubuh yang diamati meliputi tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), dalam dada (X3), panjang badan (X4), panjang kelangkang (X5), lebar dada (X6), lebar pinggul (X7), lebar kelangkang (X8), lingkar dada (X9) dan lingkar cannon (X10). Pengamatan variabel-variabel yang diukur berhubungan dengan bobot badan sapi dan memiliki korelasi positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan ukuran variabel tubuh yang diukur berakibat pada peningkatan bobot badan dan penurunan ukuran variabel tubuh yang diukur berakibat pada penurunan bobot badan sapi. Variabel-variabel ukuran tubuh berkorelasi terhadap bobot badan diatur oleh aksi gen yang dapat mempengaruhi ekspresi dua sifat atau lebih yang sering disebut Pleiotropi (Martojo, 1992). Tabel 3 menyajikan persamaan pendugaan bobot badan jantan pada sapi PO dan sapi Bali berdasarkan Analisis Regresi Komponen Utama.

Tabel 3. Persamaan Regresi Komponen Utama pada Sapi PO dan Sapi Bali Jantan

Kelompok Ternak

Persamaan Regresi Komponen Utama R2

Sapi PO 413, 352 + 0,69X1 + 0,73 X2 + 1,06 X3 + 0,65 X4 + 1,51 X5 + 1,28 X6 + 1,48 X7 + 1,40 X8 + 0,59 X9+2,65X10 65,0% Sapi Bali 469,201 + 0,70 X1 + 0,81 X2+ 1,44 X3 + 0,69 X4 + 1,31 X5 + 1,09 X6 + 1,89 X7 + 1,38 X8 + 0,57 X9 + 4,17 X10 77,9%

Keterangan: Y = Bobot Badan; X1 = Tinggi Pundak; X2 = Tinggi Pinggul; X3 = Dalam Dada; X4 = Panjang Badan; X5 = Panjang Kelangkang; X6 = Lebar Dada; X7 = Lebar Pinggul; X8 =

24 Lebar Kelangkang; X9 = Lingkar Dada; X10 = Lingkar Cannon; R2 = Koefisien Determinasi

Hasil penelitian menyatakan bahwa semua variabel yang diukur berkorelasi positif terhadap bobot badan. Koefisien determinasi pada penelitian ditemukan pada kelompok sapi PO dengan nilai koefisien determinasi sebesar 65,0% yang berarti bahwa variabel-variabel yang diukur berpengaruh terhadap bobot badan sebesar 65,0%. Nilai koefisien determinasi ditemukan pada kelompok sapi Bali sebesar 77,9% yang berarti bahwa variabel-variabel yang diukur berpengaruh terhadap bobot badan sebesar 77,9%.

Penelitian-penelitian terdahulu pada ternak ruminansia lain menyatakan bahwa lingkar dada dan panjang badan berkorelasi positif terhadap bobot badan (Hanibal, 2008). Abdullah et al. (2006) menyatakan tinggi pundak dan tinggi pinggul meningkat sangat nyata dengan peningkatan umur. Apriliyani (2007) menyatakan bahwa panjang badan, lingkar dada dan lingkar pinggul paling efektif digunakan untuk menduga bobot badan dengan persamaan regresi linier berganda. Dijelaskan lebih lanjut bahwa lingkar dada merupakan variabel utama penduga bobot badan.

Dalam dada, panjang kelangkang, lebar dada, lebar kelangkang dan lingkar cannon berpengaruh terhadap bobot badan jantan sapi PO dan sapi Bali yang diamati. Penelitian tentang korelasi antara dalam dada dan bobot badan; korelasi antara panjang kelangkang dan bobot badan; korelasi antara lebar dada dan bobot badan; korelasi antara lebar kelangkang dan bobot badan; korelasi antara lingkar cannon dan bobot badan; pada ternak ruminansia lain telah dilakukan Mulliadi (1996).

Elastisitas Rataan Bobot Badan terhadap Variabel-variabel yang Diukur Pendugaan bobot badan dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran variabel-variabel ukuran tubuh ternak. Setiap variabel yang digunakan dalam pendugaan bobot memiliki elastisitas yang berbeda-beda. Tabel 4 menyajikan elastisitas rataan bobot badan terhadap variabel-variabel yang diukur pada setiap kelompok sapi PO dan sapi Bali jantan. Nilai elastisitas menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel tersebut terhadap bobot badan.

25 Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Variabel Tertinggi (Tinggi Pinggul)

Nilai elastisitas variabel tertinggi pada setiap kelompok ternak menunjukkan variabel tersebut paling berpengaruh terhadap bobot badan. Berdasarkan Tabel 4, elastisitas tertinggi ditemukan sama pada kelompok sapi PO dan sapi Bali jantan yaitu tinggi pinggul, ditemukan masing-masing sebesar 0,349 pada jantan sapi PO dan 0,320 pada sapi Bali jantan. Tinggi pinggul memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap bobot badan pada sapi PO dan sapi Bali jantan. Pada pengamatan, setiap peningkatan nilai rataan tinggi pinggul sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,349%. Berdasarkan Tabel 1, rataan tinggi pinggul sapi PO jantan adalah 127,03 cm; sedangkan rataan bobot badan adalah 265,67 kg pada sapi PO jantan.

Tabel 4. Elastisitas Rataan Bobot Badan terhadap Variabel Ukuran Tubuh yang Diamati pada Sapi PO dan Sapi Bali Jantan

Jenis Sapi Variabel Elastisitas Rank (Urutan)

Sapi PO Tinggi Pundak 0,315 3 Tinggi Pinggul 0,349 1 Dalam Dada 0,224 7 Panjang Badan 0,303 4 Panjang Kelangkang 0,241 5 Lebar Dada 0,165 10 Lebar Pinggul 0,196 9 Lebar Kelangkang 0,197 8 Lingkar Dada 0,332 2 Lingkar Cannon 0,236 6 Sapi Bali Tinggi Pundak 0,281 5 Tinggi Pinggul 0,320 1 Dalam Dada 0,309 3 Panjang Badan 0,279 6 Panjang Kelangkang 0,187 8 Lebar Dada 0,135 10 Lebar Pinggul 0,239 7 Lebar Kelangkang 0,171 9 Lingkar Dada 0,311 2 Lingkar Cannon 0,306 4

26 Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan tinggi pinggul jantan sapi PO sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi PO jantan sebesar 729,6 g. Peningkatan nilai rataan tinggi pinggul sapi Bali jantan sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 0,320%. Berdasarkan Tabel 1, rataan tinggi pinggul sapi Bali jantan sebesar 121,35 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan adalah 305,63 kg. Peningkatan tinggi pinggul pada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 806,4 g.

Tinggi pinggul merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap bobot badan jantan sapi PO dan sapi Bali. Sapi yang memiliki ukuran tubuh yang proporsional pasti akan memiliki tubuh yang besar jika sapi tersebut memiliki tinggi pinggul yang besar. Penelitian terdahulu yang dilakukan Rahayu (2003) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tinggi pinggul dan bobot badan. Hasil pengamatan ini menunjukkan peningkatan satu cm tinggi pinggul akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan lebih besar daripada sapi PO.

Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Tinggi Pundak (X1)

Tinggi pundak pada kelompok sapi PO jantan merupakan variabel yang memiliki tingkat elastisitas pada urutan ketiga dengan nilai elastisitas tinggi pundak terhadap bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,315. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan tinggi pundak sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,315%. Rataan tinggi pundak jantan sapi PO adalah 121,64 cm dan rataan bobot badan adalah 265,67 kg (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan tinggi pundak sapi PO jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi PO jantan sebesar 687,1 g.

Tinggi pundak pada kelompok sapi Bali memiliki tingkat elastisitas tinggi pundak pada urutan yang kelima dengan nilai elastisitas tinggi pundak pada sapi Bali jantan sebesar 0,281. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan tinggi pundak sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 0,281%. Rataan tinggi pundak pada sapi Bali jantan sebesar 122,18 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan adalah 305,63 kg. Hal ini

27 mengindikasikan setiap peningkatan tinggi pundak pada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 703,6 g.

Tinggi pundak berkorelasi positif terhadap bobot badan. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa terdapat korelasi pada tinggi pundak dan bobot badan pada domba Priangan. Herren (2000) melaporkan bahwa setelah dewasa tubuh pertumbuhan tinggi pundak akan terhenti. Ternak akan tetap mengalami pertumbuhan, namun kecepatan pertumbuhan semakin berkurang sampai dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti. Hasil pengamatan ini menyatakan peningkatan satu cm tinggi pundak akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan lebih besar daripada sapi PO.

Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Dalam Dada (X3)

Dalam dada pada kelompok sapi PO jantan memiliki tingkat elastisitas pada urutan ketujuh dengan nilai elastisitas dalam dada terhadap bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,224. Hal ini menunjukkan peningkatan nilai rataan dalam dada pada kelompok sapi PO jantan sebesar 1% akan meningkatkan rataan bobot badan pada kelompok sapi PO jantan sebesar 0,224%. Rataan dalam dada sapi PO jantan ditemukan sebesar 56,13 cm dan rataan bobot badan sebesar 265,67 kg (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan dalam dada sapi PO jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan jantan sapi PO sebesar 1.106,0 g.

Nilai elastisitas dalam dada pada kelompok sapi Bali jantan sebesar 0,309 pada urutan elastisitas yang ketiga. Hal ini menunjukkan peningkatan nilai rataan dalam dada pada kelompok sapi Bali jantan sebesar 1% akan meningkatkan rataan bobot badan pada kelompok sapi Bali jantan sebesar 0,309%. Berdasarkan Tabel 1, rataan dalam dada sapi Bali jantan adalah 65,48 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan adalah 305,63 kg. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan dalam dada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 1.442,3 g.

Dalam dada dapat digunakan sebagai variabel untuk mengetahui bobot badan ternak yang memiliki korelasi linear terhadap bobot badan. Dalam dada yang besar akan berkorelasi linear terhadap lingkar dada sehingga peningkatan dalam dada akan meningkatkan bobot badan. Utami (2008) menyatakan bahwa dalam dada merupakan

28 diameter vertikal dari badan ternak yang dianggap volume ruang tabung sehingga dalam dada memiliki korelasi positif terhadap bobot badan ternak. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa peningkatan ukuran dalam dada diperoleh lebih besar berpengaruh terhadap bobot badan sapi Bali jantan dibandingkan sapi PO.

Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Panjang Badan (X4)

Panjang badan pada kelompok sapi PO jantan memiliki urutan elastisitas yang keempat dengan nilai elastititas sebesar 0,303. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan panjang badan sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,303%. Rataan panjang badan sapi PO jantan adalah 123,37 cm dan rataan bobot badan adalah 265,67 kg. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan panjang badan sapi PO jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi PO jantan sebesar 542,7 g.

Panjang badan pada kelompok sapi Bali jantan ditemukan pada urutan elastisitas yang keenam dengan nilai elastisitas panjang badan pada sapi Bali jantan sebesar 0,279. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan panjang badan sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 0,279%. Rataan panjang badan sapi Bali jantan ditemukan sebesar 123,68 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 305,63 kg (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan panjang badan pada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 689,2 g.

Panjang badan memiliki korelasi positif terhadap bobot badan. Sapi memiliki tubuh yang berbentuk silinder akan mengalami peningkatan bobot badan seiring dengan peningkatan panjang badan. Pernyataan senada dinyatakan Utami (2008), bentuk tubuh yang silinder dipengaruhi oleh diameter alas dan tinggi silinder. Kadarsih (2003) menyatakan bahwa panjang badan memiliki peranan sebesar 84% pada sapi Bali betina pada umur dewasa tubuh. Hasil pengamatan ini memperlihatkan bahwa peningkatan satu cm panjang akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan lebih besar daripada sapi PO.

29 Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Panjang Kelangkang (X5)

Panjang kelangkang pada kelompok sapi PO jantan pada pengamatan merupakan variabel pada urutan elastisitas kelima dengan nilai elastisitas sebesar 0,241. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan panjang kelangkang sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,241%. Rataan panjang kelangkang sapi PO jantan adalah 42,49 cm dan rataan bobot badan adalah 265,67 kg (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan panjang kelangkang sapi PO jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi PO jantan sebesar 1.508,6 g.

Panjang kelangkang pada kelompok sapi Bali jantan ditemukan memiliki urutan elastisitas yang kedelapan dengan nilai elastisitas sebesar 0,187. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan panjang kelangkang pada kelompok sapi Bali sebesar jantan 1% akan meningkatkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 0,187%. Berdasarkan Tabel 1, rataan panjang kelangkang sapi Bali jantan sebesar 43,53 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan adalah 305,63 kg. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan panjang kelangkang pada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 1.310,1 g.

Panjang kelangkang merupakan salah satu bagian tempat deposit daging atau otot. Ternak yang memiliki panjang kelangkang besar akan memiliki bobot badan yang besar karena otot akan dideposit pada bagian tersebut. Rachma et al. (2009) menyatakan bahwa panjang kelangkang dapat digunakan sebagai variabel ukuran tubuh untuk menduga bobot badan dengan koefisien determinasi sebesar 82,9%. Hasil pengamatan ini menyatakan bahwa peningkatan ukuran satu cm panjang kelangkang akan meningkatkan bobot badan lebih besar pada sapi PO jantan dibandingkan sapi Bali.

Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Lebar Dada (X6)

Lebar dada pada kelompok sapi PO jantan memiliki urutan elastisitas yang paling rendah yaitu urutan kesepuluh dengan nilai elastititas sebesar 0,165. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan lebar dada sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,165%. Rataan

30 lebar dada sapi PO jantan adalah 34,17 cm dan rataan bobot badan adalah 265,67 kg (Tabel 1). Setiap peningkatan lebar dada sapi PO jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi PO jantan sebesar 1.279,8 g.

Lebar dada pada kelompok sapi Bali jantan merupakan variabel yang memiliki urutan elastisitas paling rendah yaitu urutan kesepuluh terhadap pendugaan bobot badan. Nilai elastisitas lebar dada pada kelompok sapi Bali jantan ditemukan sebesar 0,135. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan lebar dada sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 0,135%. Berdasarkan Tabel 1, rataan lebar dada sapi Bali jantan adalah 37,87 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan adalah 305,63 kg. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan lebar dada pada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 1.085,6 g.

Lebar dada berpengaruh terhadap bobot badan. Lebar dada akan meningkatkan ukuran tubuh hewan ke arah samping yang akan meningkatkan lingkar dada. Pertumbuhan lebar dada akan selalu linear terhadap pertumbuhan lingkar dada. Penelitian terdahulu yang dilakukan pada ternak ruminansia menyatakan bahwa lebar dada merupakan salah satu ukuran tubuh yang mempengaruhi bobot badan (Utami, 2008). Dijelaskan lebih lanjut bahwa ternak mengalami pertumbuhan ke arah samping sehingga lebar dada akan semakin membesar. Hasil pengamatan ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan satu cm lebar dada akan meningkatkan bobot badan sapi PO lebih besar daripada sapi Bali.

Elastisitas Rataan Bobot Badan (Y) terhadap Lebar Pinggul (X7)

Lebar pinggul pada kelompok sapi PO jantan ditemukan pada urutan elastisitas kesembilan dengan nilai elastisitas sebesar 0,196. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan nilai rataan lebar pinggul sebanyak 1% maka akan meningkatkan rataan bobot badan sapi PO jantan sebesar 0,196%. Berdasarkan Tabel 2, rataan lebar pinggul sapi PO jantan adalah 35,17 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi PO jantan adalah 265,67 kg. Hal ini mengindikasikan setiap peningkatan lebar pinggul sapi PO jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi PO jantan sebesar 1.479,7 g.

31 Sapi Bali memiliki tingkat elastisitas lebar pinggul terhadap bobot badan ditemukan pada urutan ketujuh. Nilai elastisitas lebar pinggul pada sapi Bali jantan sebesar 0,239. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan nilai rataan lebar pinggul sebanyak 1% akan meningkatkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 0,239%. Rataan lebar pinggul pada sapi Bali jantan ditemukan sebesar 38,40 cm; sedangkan rataan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 305,63 kg (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan setiap peningkatan lebar pinggul pada sapi Bali jantan sebesar satu cm akan meningkatkan bobot badan sapi Bali jantan sebesar 1.898,2 g.

Lebar pinggul merupakan variabel yang berpengaruh terhadap bobot badan. Sapi yang memiliki pinggul besar diasumsikan juga memiliki bobot badan yang besar karena penambahan ukuran variabel lebar pinggul akan berkorelasi linear dengan variabel yang lain. Muhibbah (2007) menyatakan ukuran-ukuran linear tubuh ternak merupakan bagian tubuh ternak yang berhubungan secara linear mengalami

Dokumen terkait