• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Geografis

Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500 mm/tahun. Suhu rata-rata harian antara 18-32 0C, dan ketinggian tempat berkisar antara 700-1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Potensi wilayah di Kecamatan Cigugur dikembangkan untuk usaha pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan, pengairan, sumber mata air, panas bumi, dan konservasi sumber daya hayati. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur terpusat di tiga koperasi susu yaitu KPSP Saluyu, KSU Karya Nugraha dan Larasati. Usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur mulai dilaksanakan pada tahun 1979. Teknik usaha yang dilakukan secara tradisional atau skala usaha rakyat hingga sekarang (Pemerintahan Kecamatan Cigugur, 2010).

Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu

Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu didirikan pada tanggal 17 Juli 2006, dengan Badan Hukum No.01/BH/Diskop-10.18/VII/2006. KPSP Saluyu didirikan atas keberlanjutan dari gabungan kelompok peternak sapi perah bersatu yang berdiri sejak Juli 2004. Usaha yang dilakukan oleh KPSP Saluyu adalah unit usaha simpan pinjam, unit usaha pengolahan dan pemasaran susu segar, unit usaha pembeliaan dan pemeliharaan pedet dan unit pelayanan sarana produksi peternakan. (KPSP Saluyu, 2012)

Produksi susu tahun 2011 oleh KPSP Saluyu sebesar 2.899.256 liter. Populasi sapi perah yang dipelihara oleh anggota sebesar 1.477 ekor dengan komposisi sapi laktasi 851 ekor, sapi dara 173 ekor, sapi anak 399 ekor, dan sapi jantan dewasa 54 ekor. Saat awal pendirian koperasi jumlah anggota yang tergabung adalah 30 anggota dan hingga akhir tahun 2011 jumlah anggota KPSP Saluyu adalah 550 anggota. KPSP Saluyu membagi 16 kelompok atau Tempat Penampungan Susu (TPS) yang bertujuan untuk memudahkan pelayanan.

28

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak yang menjadi responden pada penelitian ini meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan tujuan usaha ditulis pada Tabel 10.

Tabel 10. Umur, Pendidikan, Jenis kelamin, dan Tujuan Usaha Peternak Responden

No Uraian Jumlah Peternak

Orang Persentase (%) 1. Umur (tahun) 15-35 (muda) 11 33,33 36-51 (sedang) 16 48,49 ≥ 52 (tua) 6 18,18 2. Pendidikan Tidak sekolah - SD 18 54,55 SMP 4 12,12 SMA 9 27,27 Diploma 2 6,06 Sarjana (S1) - 0 Pasca Sarjana - 0 3. Jenis Kelamin Laki-laki 33 100 Perempuan - 0 4. Tujuan Usaha Sambilan 11 33,33 Utama 22 66,67

Umur Peternak Responden

Berdasarkan Tabel 10, peternak anggota KPSP Saluyu yang dipilih sebagai responden adalah sebesar 33,33% berusia 15-35 tahun, 48,49% berusia 36-51 tahun dan 18,18% berusia lebih dari 51 tahun. Peternak yang paling dominan diwilayah ini berusia 36-51 tahun. Usia 36-51 tahun merupakan usia yang produktif artinya secara kemampuan dan tenaga masih cukup baik untuk mengelola peternakan. Dominasi usia 36-51 tahun merupakan gambaran di daerah tersebut anak muda tidak berminat menjadi peternak, mereka lebih berminat untuk sekolah dan bekerja di luar.

29

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan peternak responden di KPSP Saluyu berdasarkan Tabel 10 berturut-turut dari yang terbanyak adalah SD, SMA, SMP, dan Diploma. Peternak responden yang tamat SD sebesar 54,55%, SMA sebesar 27,27%, SMP 12,12%, dan Diploma 6,06%. Tingkat pendidikan peternak responden masih rendah. Faktor ini dipengaruhi oleh peternak responden angkatan sedang dan tua masih mendominasi. Jaman dulu pendidikan dirasakan sangat sulit baik akses ataupun kesadaran masyarakat. Peternak yang usianya diatas 35 tahun umumnya memiliki tingkat pendidikan SD.

Jenis Kelamin dan Tujuan Usaha

Berdasarkan jenis kelamin dan tujuan usahanya menurut Tabel 10, jenis kelamin peternak adalah 100% laki-laki dan tujuan usahanya sebesar 33,33% sambilan dan 66,67% utama. Tenaga kerja laki-laki lebih cocok untuk menangani peternakan sapi perah karena kemampuan penanganan sapi perah dan tenaganya lebih kuat sehingga meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja. Peternak responden yang tujuan usahanya sambilan masih tinggi. Beternak secara sambilan menjadi pilihan karena mempunyai usaha lain atau memiliki lahan pertanian yang cukup tinggi.

Komposisi Sapi Perah

Komposisi ternak yang dimiliki oleh peternak responden menggambarkan jumlah dan persentase dari populasi dari periode pertumbuhan yaitu pedet, dara, dan dewasa (jantan, betina laktasi, dan betina kering). Komposisi ternak yang dipelihara responden secara lengkap pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, rataan ternak yang dipelihara oleh peternak responden adalah 3,82 ST. Peternak responden memelihara sapi perah anatara 1,50-13,00 ST. Sapi perah yang dipelihara adalah sapi pedet jantan, pedet betina, dara, jantan muda, laktasi, kering kandang dan jantan. Persentase sapi yang dipelihara adalah 65,87% sapi laktasi, 10,32% sapi kering kandang, 10,71% sapi dara, 1,59% pedet jantan, 4,36% pedet betina, dan 7,14% sapi jantan.

30 Tabel 11. Komposisi Sapi Perah dari Total Responden

No Uraian Jumlah

Angka (ekor) ST Persentase (%)

1 Dewasa Laktasi 83 83,0 65,87 Kering kandang 13 13,0 10,32 2 Sapi dara 27 13,5 10,71 3 Pedet Jantan 8 2,0 1,59 Betina 22 5,5 4,36 4. Jantan 9 9,0 7,14 Jumlah 162 126 100

Komposisi sapi perah yang dipelihara merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan efisiensi produksi. Pendapatan peternak secara tunai adalah dari produksi susu sapi laktasi. Biaya yang dikeluarkan untuk manajemen operasional sehari-hari dikalkulasikan dari hasil penjualan susu. Menurut Sudono (1999) menyatakan peternakan yang baik adalah peternakan yang memilki jumlah sapi laktasi >60%. Berdasarkan data diatas maka peternakan sapi perah responden memiliki komposisi sapi perah yang baik.

Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang berkelanjutan, pemeliharaan sapi induk selain menghasilkan susu juga diharapkan untuk menghasilkan bibit. Sapi yang dijadikan bibit adalah pedet yang dipelihara sampai produksi. Sapi dara yang dipelihara merupakan replacement stock untuk sapi yang sudah tua atau produksi susunya menurun. Pemeliharaan jantan dilakukan oleh peternak dengan tujuan untuk dibesarkan dan dijadikan sapi pedaging. Pemeliharaan sapi perah di Cigugur menghasilkan produk utama berupa susu, pedet untuk bibitan dan sapi pejantan untuk dijadikan sapi pedaging.

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah

Menurut Sudono (1999) faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan manajemen yang baik. Manajemen pemeliharaan sapi perah adalah pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan,

31 dan kesehatan hewan. Hasil pengamatan terhadap manajemen peternakan sapi perah di peternak anggota KPSP Saluyu, Kecamatan Cigugur dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan

No Aspek Pengamatan Nilai

Harapan)a

Persen Pencapaian (%)

1. Pembibitan dan reproduksi 192,06 ± 19,59 240 80,03

2. Makanan ternak 194,24 ± 12,26 260 74,71

3. Pengelolaan 160,45 ± 9,95 200 80,23

4. Kandang dan peralatan 71,88 ± 17,42 100 71,88

5. Kesehatan hewan 130,46 ± 15,83 200 65,23

Total 749,09 1.000 74,91

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983).

Berdasarkan Tabel 12, peternak responden telah menerapkan manajemen sebesar 74,91% dari standar yang diberlakukan oleh Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983. Nilai pengamatan yang memiliki nilai paling rendah sampai paling besar adalah kesehatan hewan, kandang dan peralatan, makanan ternak, pembibitan dan reproduksi dan pengelolaan. Pencapaian manajemen pemeliharaan di peternak anggota KPSP Saluyu perlu ditingkatkan dan dilakukan upaya pembenahan dari segi manajemen pemeliharaannya.

Pembibitan dan Reproduksi

Aspek penilaian terhadap manajemen pembibitan dan reproduksi dapat dilihat pada Tabel 13. Pembibitan dan reproduksi memiliki manajemen yang cukup baik, karena sebagian tugas diambil perannya oleh koperasi yaitu pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB). Sebesar 100% responden menggunakan jasa IB dalam pelaksanaan kawin. Pelaksanaan IB yang baik harus didukung oleh pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi pada sapi perah. Peternak responden telah memiliki pemahaman birahi yang cukup baik.

32 Tabel 13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan

Reproduksi di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan

No. Aspek manajemen Pengamatan Nilai

Harapan)a Persen Pencapaian (%) 1. Bangsa sapi 20,60±2,42 30 68,69 2. Cara seleksi 20,90±11,82 40 52,27 3. Cara kawin 40,00±0,00 40 100 4. Pengetahuan birahi 38,18±7,26 40 95,45

5. Umur beranak pertama 36,36±7,83 40 90,91

6. Saat dikawinkan setelah beranak

30,90±11,82 40 77,27

7. Calving interval 5,09±2,68 10 50,90

Total 192,06 240 80,03

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Tabel 13 menunjukan bahwa beberapa sub aspek manajemen pembibitan dan reproduksi masih jauh dari nilai harapan. Sub aspek cara seleksi, calving interval, dan bangsa sapi yang dipelihara menjadi aspek terlemah. Peternak responden menentukan seleksi bibit umumnya dari bentuk luar, sebagian dari produksi susu dan dari silsilah. Peternak memelihara sapi FH dengan bibit berasal dari pembelian kepada peternak lain di daerah tersebut atau daerah Jawa Tengah. Seleksi yang dilakukan peternak untuk indukan sapi perah berasal dari sapi yang dipelihara sebelumnya. Cara seleksi yang lebih banyak digunakan adalah melihat bentuk luar dari sapi. Menurut Sudono et al. (2003) pemilihan bibit yang baik berasal dari bibit dengan produktifitas tinggi, silsilah atau genetik yang baik, dan bentuk luar yang proporsional, tidak kurus, tidak gemuk, kaki berdiri tegak, jarak antar kaki lebar dan bulu mengkilat.

Cara kawin yang digunakan adalah dengan inseminasi buatan. Inseminasi buatan dilakukan oleh pihak koperasi dimana inseminasi buatan merupakan layanan koperasi untuk anggota. Peternak yang menggunakan inseminasi buatan dapat menekan biaya pemeliharaan sapi dan keberhasilan kebuntingan lebih tinggi. Hasil

33 kebuntingan bisa didapatkan setelah 30-60 hari setelah konsepsi dan keberhasilan 70%-75%. Hasil tersebut merupakan perkiraan sementara bahwa sapi telah mengalami kebuntingan dan memberikan informasi ini agar digunakan acuan dalam pelaksanaan inseminasi buatan.

Sub aspek calving interval (jarak lahir) mempunyai catatan tersendiri, karena sebagian besar peternak mengaku bahwa jarak lahir umumnya lebih dari 1,5 tahun. Peternakan sapi perah yang baik dapat beranak satu tahun sekali, hal ini terjadi jika kebutuhan nutrisi dari ternak tercukupi, pengetahuan birahi dan manajemen inseminasi buatan yang baik. Pengetahuan birahi peternak responden cukup baik, peternak memahami siklus birahi, ciri ternak birahi dan manajemen inseminasi buatan yang dilakukan sesuai dengan standar ketentuan pelaksanaan inseminasi buatan. Siklus birahi yaitu 18-22 hari, ciri ternak birahi adalah keluar lendir jernih dari vagina, gelisah, melenguh, menunggangi sapi lain, pangkal ekor terangkat, vagina merah, dan tidak nafsu makan (Partodiharjo, 1982). Pengaruh nutrisi terhadap reproduksi dibahas pada aspek pakan ternak.

Sapi yang dipelihara oleh peternak responden adalah sapi FH, sapi FH memiliki warna hitam dan putih ada juga berwarna merah. Peternak responden umumnya membeli bibit dari peternak lain atau dari Jawa Tengah. Sapi FH dikenal oleh masyarakat karena kemampuan produksi susu yang tinggi serta mampu beradaptasi didaerah tropis (Sudono, 1999).

Pakan Ternak

Pakan ternak sapi perah terdiri dari konsentrat dan hijauan. Faktor yang diamati adalah cara pemberian, jumlah pemberian, kualitas, frekuensi pemberian dan pemberian air minum. Hasil penilaian terhadap aspek makanan ternak ditampilkan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, peternak sapi perah di KPSP Saluyu telah melakukan 74,71% aspek manajemen pakan yang telah distandarisasi oleh Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983. Manajemen pakan yang dilakukan oleh peternak secara umum sama yaitu cara pemberian rumput dan konsentrat dilakukan sebelum diperah, frekuensi pemberian selama dua kali yaitu pada saat melakukan pemerahan dan pemberian air minum secara ad libitum.

34 Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Makanan Ternak

No Aspek manajemen Pengamatan Nilai

Harapana

Persen Pencapaian (%)

1. Cara pemberian hijauan 20,15±5,08 25 80,61

2. Jumlah pemberian hijauan 34,24±6,14 40 85,61

3. Kualitas hijaun 26,21±4,85 45 58,25

4. Frekuensi pemberian hijauan 19,67±2,78 20 98,48

5. Cara pemberian konsentarat 13,79±3,54 15 91,92

6. Jumlah pemberian konsentrat 30,30±3,94 35 86,59

7. Kualitas konsentrat 10,00±0,00 35 28,57

8. Frekuensi pemberian konsentrat 14,55±1,92 15 96,97

9. Pemberian air minum 25,30±5,85 30 84,40

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Hijauan yang diberikan kepada sapi adalah hijaun lapangan yang diambil di sawah atau daerah dekat gunung. Kualitas rumput lapangan sangat bervariasi yaitu rumput liar yang diambil di alam. Cuaca dan iklim sangat mempengaruhi kualitas rumput selain itu faktor umur pemanenan dan jenis rumput juga sangat beragam. Pemberian pakan yang seperti ini untuk sapi perah memerlukan suplementasi guna mengkoreksi ketidakseimbangan nutrien untuk produksi susu. Hijauan sangat penting untuk sapi perah karena berhubungan dengan kualitas lemak susu. Kebijakan yang diambil oleh koperasi adalah harga susu ditentukan salah satunya kandungan lemak susu. Kandungan lemak susu peternak berkisar antara 3,4-4,4 (KPSP Saluyu, 2012).

Konsentrat yang diberikan kepada sapi perah adalah konsentrat dari mitra koperasi. Kualitas konsentrat yang telah diujikan adalah kandungan protein kasar 14%. Konsentrat diberikan kepada pedet, dara, dan sapi induk. Kebutuhan nutrien pakan pada sapi perah sangat menyesuaikan dengan periode pertumbuhan sapi. Kualitas konsentrat yang diberikan tidak sesuai kebutuhan untuk produksi pada setiap kelompok umur ternak. Kualitas konsentrat yang tidak sesuai ini berdampak kepada pertumbuhan yang lambat, penundaan dewasa kelamin, keberhasilan perkawinan yang rendah dan produksi susu yang tidak optimal.

35

Pengelolaan Sapi Perah

Tabel 15 menunjukan manajemen pengelolaan yang dilakukan dalam pemeliharaan sapi perah sehari-hari. Pengelolaan sapi perah meliputi kegiatan membersihkan sapi, kandang, peralatan, cara pemerahan, penanganan susu pasca panen, penanganan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi, dan pencatatan usaha. Pengelolaan sapi perah sangat bergantung kepada skala usaha yang diterapkan. Peternak rakyat dengan skala usahanya masih kecil dalam melakukan pengelolaan masih sederhana karena keterbatasan alat dan modal.

Kegiatan membersihkan kandang dan membersihkan sapi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu ketika akan dilakukan pemerahan. Kegiatan membersihkan kandang bertujuan untuk menjaga kesehatan ternak dan menjaga susu dari kontaminasi mikroba saat dilakuakan pemerahan. Kegiatan pembersihan kandang menggunakan alat seperti sapu lidi, ember, selang, skop dan sikat. Peternak di Cigugur telah melakukan kegiatan ini dengan baik yaitu > 90% dari standar yang sudah diberlakukan oeh Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983.

Cara pemerahan yang dilakukan oleh peternak sapi yaitu dengan pemerahan tangan. Peternak melakukan pemerahan dua kali dalam sehari yaitu pukul 06.00 dan pukul 16.00. Pemerahan diawali dengan membersihkan kandang dan sapi. Sapi yang akan diperah pada ambing dibersihkan terlebih dahulu dengan air biasa dan diolesi dengan vaselin pada daerah putingnya. Proses pemerahan dilakukan dengan pemberian tekanan oleh tangan dibagian otot sekitar puting sehingga susu keluar. Pemerahan dihentikan ketika susu tidak kelur lagi ketika ditekan putingya oleh tangan. Proses pemerahan telah dilakukan dengan baik. Kesadaran peternak akan kebersihan dalam pemerahan perlu ditingkatkan misalnya melakuakan striping cup saat pemerahan telah dilakukan.

Penanganan susu pasca panen yang dilakukan oleh peternak masih perlu ditingkatkan. Susu yang telah selesai diperah tidak semuanya dilakukan proses penyaringan dan disimpan pada milk can, peternak ada yang menggunakan ember biasa yang menyebabkan susu di ruang terbuka sehingga mikroba cepat tumbuh. Kemudian diantarkan ke tempat penampungan susu sementara di masing-masing daerah. Susu dibawa ke koperasi menggunakan mobil. Lama perjalanan sekitar 40 menit dari lokasi ke koperasi, kondisi ini membuat susu menjadi berkurang

36 kualitasnya akibat pertumbuhan mikroba patogen. Pendinginan susu dilakukan setelah sampai di koperasi menggunakan cooling unit.

Pengelolaan sapi perah juga memperhatikan penanganan sapi pedet dan dara. Sapi pedet dipelihara untuk dijadikan bibit atau menggantikan sapi yang sudah tua. Pemeliharaan sapi pedet dikandangkan di kandang yang sama dengan sapi yang dewasa. Kandang tidak representatif untuk pedet melakukan gerakan supaya ototnya baik dan tidak mendapatkan cahaya matahari. Pemberian susu telah dilakukan sampai usia 3-4 bulan. Pemberian konsentrat dilakukan saat sapi umur >1 bulan. Kualitas konsentrat untuk pedet masih rendah dengan kadar PK 14%. Rumput yang diberikan memiliki kualitas rendah yang didapatkan dari rumput lapangan. Sapi dara dipelihara di satu kandang dengan sapi induk. Perlakuan pemberian pakan oleh peternak yaitu diberikan pakan yang sama akan tetapi jumlahnya dikurangi. Kualitas pakan konsentrat juga rendah sekitar PK 14%. Konsentrat yang baik yang diberikan kepada sapi pedet adalah memilki PK 16%-21% dan sapi dara sekitar 15% (Badan Standarisasi Nasional, 2009).

Pengeringan sapi betina bunting sudah dilakukan cukup baik yaitu dua bulan sebelum melahirkan. Sapi yang sedang masuk periode kering diharapkan dapat meningkatkan bobot badannya agar lebih siap untuk periode laktasi berikutnya. Pengeringan sapi betina bunting bertujuan agar sapi dalam kondisi baik ketika kelahiran. Konsentrat yang diberikan memiliki kualitas baik yaitu kandungan PK 14% dan diberikan mineral tambahan. Pengeringan sapi betina bunting dilakukan secara baik karena peternak menyadari jika tidak dikeringkan akan membahayakan janin dan induknya.

Pencatatan usaha bertujuan agar usaha yang peternak lakukan dapat terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya. Peternak di KPSP Saluyu tidak melakukan catatan usaha sapi perah. Catatan usaha seperti produksi susu dan pembelian konsentrat seluruhnya dilakukan koperasi. Peternak hanya menerima laporan dan pembayaran susu setiap bulannya dari koperasi.

37 Tabel 15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Pengelolaan

No Aspek manajemen Pengamatan Nilai

Harapana Persen Pencapaian (%) 1. Membersihkan sapi 18,33±9,16 20 91,67 2. Membersihkan kandang 19,69±1,74 20 98,48 3. Cara pemerahan 34,54±2,61 35 98,70

4. Penanganan pasca panen 25,30±1,74 35 72,29

5. Penanganan pedet dan dara 27,73±4,52 35 79,22

6. Pengerigan sapi laktasi 29,09±2,92 30 96,97

7. Pencatatan usaha 5,76±1,82 20 28,79

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Kandang dan Peralatan

Tabel 16 menjelaskan tentang kandang dan peralatan yang digunakan oleh peternak. Kandang yang digunakan ada dua tipe yaitu tipe satu baris dan dua baris. Kandang tipe satu baris adalah kandang dengan konstruksi posisi sapi satu baris. Kandang tipe dua baris adalah kandang dengan kontruksi posisi sapi dua baris yaitu saling berhadapan atau saling membelakangi. Letak kandang berada terpisah dengan bangunan rumah dan tempat umum. Lokasi kandang berada pada tempat khusus peternakan di daerah tersebut. Arah kandang membujur dari utara ke selatan. Kontruksi kandang dibuat menggunakan kayu besar atau menggunakan dinding semen, atap menggunakan asbes atau genteng dan lantai telah disemen. Ketinggian atap sekitar 2,5 meter. Drainase kandang kurang baik karena terdapat genangan air dan bau kotoran masih kuat. Tempat kotoran berada dekat dengan kandang dan sebagian kotoran dialirkan langsung ke lahan pastura.

Peralatan yang digunakan ketika melakukan kegiatan dikandang terbagi menjadi dua yaitu peralatan kandang dan peralatan pemerahan. Peternak menggunakaan alat sederhana seperti ember, sapu, dan cangkul/skop untuk membersihkan kandang. Tidak semua peternak memiliki alat yang lengkap untuk yang disebutkan diatas. Peralatan pemerahan yang digunakan seperti ember, bangku dan milk can. Semua peternak tidak menggunakan handuk khusus untuk membersihkan ambing, cawan untuk tes mastitis dan bangku. Jadi, peralatan

38 pemerahan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan persyaratan untuk melakukan pemerahan yang higienis.

Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Kandang dan Peralatan

No Aspek manajemen Pengamatan Nilai

Harapana

Persen Pencapaian (%)

1. Tata letak kandang 10,00±0,00 10 100

2. Konstruksi kandang 18,33±4,78 25 73,33

3. Drainase kandang 11,82±2,44 15 78,79

4. Tempat kotoran 8,24±4,85 10 82,42

5. Peralatan kandang 9,39±2,42 15 62,63

6. Peralatan susu 13,48±7,23 25 53,93

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Peternak responden telah menerapkan aspek manajemen kandang dan peralatan sebesar 71,88%. Sub aspek manajemen kandang dan peralatan yang rendah adalah peralatan susu, peralatan kandang, dan konstruksi kandamg. Peternak mengakui kekurangan ini karena ketidaktahuan dan keterbatasan biaya. Peralatan kandang dan pemerahan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Menurut Williamson dan Payne (1993) kualitas susu yang didapatkan dipengaruhi oleh peralatan yang digunakan dan kebersihannya.

Kesehatan Hewan

Tabel 17 menerangkan tentang aspek manajemen kesehatan hewan. Aspek kesehatan hewan terdiri dari sub aspek pengetahuan penyakit, pencegahan penyakit, dan pengobatan hewan yang sakit. Sub aspek pengetahuan penyakit dan pencegahan penyakit merupakan sub aspek yang paling lemah. Kesadaran peternak untuk melakukan upaya pencegahan penyakit seperti vaksinasi, menjaga kebersihan kandang, memberikan obat cacing secara berkala, dan pemberian vitamin tidak dilakukan dengan baik. Koperasi melakukan vaksinasi dengan strain 19 untuk sapi pedet betina agar tahan terhadap penyakit brucellosis. Pengetahuan peternak tentang penyakit dirasakan masih rendah terutama gejala dan penyebabnya. Kejadian

39 penyakit yang sering terjadi pada ternaknya adalah bloat, mencret pada pedet, dan

mastitis. Pengobatan penyakit dilakukan oleh petugas koperasi.

Tabel 17. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan Hewan

No Aspek manajemen Pengamatan Nilai

Harapan Persen Keberhasilan (%) 1. Pengetahuan penyakit 26,52±16,23 40 66,29 2. Pencegahan penyakit 49,69±3,94 100 49,69 3. Pengobatan 54,24±12,51 60 90,40

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Pencapaian aspek kesehatan hewan merupakan aspek yang paling lemah dengan nilai 65,23% dari nilai harapan. Kesehatan hewan merupakan aspek yang cukup penting dalam keberhasilan budidaya sapi perah. Pengetahuan dan kesadaran para peternak memang perlu ditingkatkan, dengan melibatkan pemerintah atau Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan dalam melakukan vaksinasi atau penyuluhan. Tenaga keswan di tingkat koperasi mempunyai tugas untuk mengobati ternak yang sedang sakit. Hal yang baik perlu dilakukan dengan melihat contoh yang disampaiakan Sembada (2011) bahwa keberhasilan peternak sapi perah di kawasan KUNAK Kabupaten Bogor dalam kesehatan hewan adalah hasil kerjasama antara akademisi dan Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dalam memberikan pendampingan dan pencegahan penyakit.

Input dan Output Produksi Susu

Tabel 18 menjelaskan input dan output produksi susu peternak responden. Rata-rata peternak responden menggunakan input produksi berupa rumput 83,61 kg/hari atau 36,99 kg/ekor/hari, konsentrat 19,04 kg/hari atau 8,42 kg/ekor/hari, dan jam kerja 2,26 jam/hari. Penggunaan input tersebut adalah hasil perhitungan terhadap sapi dalam keadaan laktasi. Output utama pada peternakan sapi perah adalah produsi susu harian karena memiliki nilai tunai pada waktu tersebut. Rata-rata peternak memproduksi susu 31,08 liter/hari atau 13,75 liter/ekor/hari.

40 Tabel 18. Rataan dan Standar Deviasi Output serta Input yang Mempengaruhi

Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah.

Variabel Rataan SD Max Min Harga/unit (Rp)

Output

Produksi susu (lt/peternak/hari) 31,08 26,58 100 8 3.000

Input

Jumlah sapi dipelihara (ST)

Konsentrat (kg/peternak/hari) 19,04 12,64 2.300

Rumput (kg/hari/peternak) 83,61 61,71 250

Jam kerja (jam/hari) 3,47 1,63 6,5 1 20.000

Korelasi Input dan Output Produksi

Tabel 19 menjelaskan bahwa input yang digunakan untuk produksi sapi perah memiliki korelasi yang nyata terhadap produksi susu pada (P<0,05). Produksi susu

Dokumen terkait