• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI

SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK

SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR

KABUPATEN KUNINGAN

SKRIPSI DADAN SUHENDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

RINGKASAN

Dadan Suhendar. D14080088. 2012. Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi

Produksi Susu Sapi Perah Anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu Cigugur Kabupaten Kuningan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Joko Setyono, MS.

Kondisi peternakan sapi perah rakyat di Jawa Barat beberapa tahun ini mengalami kemerosotan produksi susu. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009) menyatakan salah satu kabupaten yang mengalami penurunan produksi susu cukup signifikan adalah di Kabupaten Kuningan. Produksi susu di Kabupaten Kuningan pada tahun 2004-2008 menurun sebesar 23,48%. Untuk itu perlu dipalajari tentang Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah diwilayah tersebut, penelitina ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 April Sampai 25 Mei 2012 di anggota Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati manajemen pemeliharaan sapi perah dan membandingkan dengan standar pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983, menganalisis fungsi produksi susu, nilai efisiensi, serta mengamati pengaruh manajemen terhadap nilai efisiensi.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dan wawancara. Sebanyak 33 peternak sapi perah anggota KPSP Saluyu dipilih untuk mewakili sebanyak 550 anggota. Pemilihan peternakan dilakukan dengan metode

purposive sampling. Responden yang diambil adalah peternak anggota KPSP

Saluyu, memelihara sapi perah, dan bersedia untuk diwawancarai. Responden adalah peternak dari berbagai Tempat Pengumpulan Susu (TPS). Peubah yang diamati adalah manajemen pemeliharaan sapi perah yang meliputi pemuliaaan ternak dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan hewan, sedangkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi meliputi rumput, konsentrat, tenaga kerja, dan produksi susu.

Hasil penelitian menunjukan bahwa capaian manajemen masing-masing aspek adalah pembibitan dan reproduksi 80,03%, makanan ternak 74,71%, pengelolaan 80,23%, kandang dan peralatan 71,88%, dan kesehatan hewan 65,23% dari standar yang ditetapkan Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983. Analisis faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi susu adalah tenaga kerja, konsentrat, dan rumput. Faktor produksi yang memiliki korelasi besar adalah konsentrat dan rumput. Fungsi produksi untuk konsentrat adalah Y = 27,69 - 3,783X + 0,2593X2 - 0,003087 X3 dengan nilai R2=85,3%. Fungsi produksi untuk rumput adalah Y = -4.069 + 0,706X – 0,005X2 + 0,0000199X3 dengan nilai R2=76,8%. Nilai efisiensi menggunakan analisis perbandingan NPM dan BKM adalah pengunaan konsentrat adalah -0,15 (e=-0,07) artinya tidak efisien, penggunaan konsentrat harus dikurangi dan nilai efisiensi untuk rumput 3,07 (e=0,69) artinya tidak efisien, sehingga penggunaan rumput harus ditingkatkan.

(3)

ABSTRACT

Management Practices and Efficiency Of Milk Production In Member of Saluyu Dairy Cooperation In Cigugur, Kuningan

Suhendar, D., B. P. Purwanto, and D. J. Setyono

Management practices and technical efficiency of dairy cattle farming systems were investigated in Kuningan, West Java. This research was carried out from April to June 2012. Data were collected from 33 farms by survey on based quistionare, interview, and direct measurement. Management practices included breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health were observed. Furthermore, efficiency of production also measured. Management of dairy cattle were analyzed and compared to impact point of dairy cattle management of Directorate General of Lifestock Serveces (DGLS) 1983. This results showed that achivement breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health were 80.03%, 74.71%, 80.23%, 71.88%, and 65.23% of DGLS’S standart, respictively. The production efficiency were analyzed using correlation of milk production on concentrate (Y = 27.69 – 3.783X + 0.2593X2- 0.003087 X3 with a value of R2 = 85.3%) and on forage (Y = -4.069 + 0.706X – 0.005X2 + 0.0000199X3 with R2=76.8%). According the both of equation on utilitation of concentrate and forage were inefficient. The concentrate were offered more than the animal requirement, however, the forrages were offered less than the animal requirement.

(4)

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI

SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK

SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR

KABUPATEN KUNINGAN

DADAN SUHENDAR D14080088

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(5)

Judul : Manajemen Pemeliharaan Dan Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah Anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu Cigugur Kabupaten Kuningan

Nama : Dadan Suhendar NIM : D14080088

Menyetujui,

Tanggal Ujian: 19 November 2012 Tanggal Lulus:

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M. Agr) (Ir. Dwi Joko Setyono, MS) NIP. 19600503 198503 1 003 NIP. 19601123 198903 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 24 Oktober 1989 dari pasangan Bapak Muayad Riyanto dan Ibu Eeng Rohati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yaitu Lia Melawati dan Iis Maelani.

Pendidikan formal dimulai dari SDN 1 Kahiyangan pada tahun 1996-2002. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Mandirancan pada tahun 2002-2005. Pendidikan menengah atas di SMAN 1 Mandirancan pada tahun 2005-2008. Penulis diterima di Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB pada tahun 2008 dan terdaftar di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2009.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis pernah aktif sebagai Staf Kebijakan Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB tahun 2008/2009. Aktif Sebagai Staf Politik dan Kajian Strategis BEM Fakultas Peternakan tahun 2009/2010. Penulis aktif sebagai staf Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Forum Aktifitas Mahasiswa Muslim Al-An’am Fakultas Peternakan 2010/2011. Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning (HIMARIKA) Kuningan dipercaya sebagai Ketua Umum periode 2010-2011.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohiim,

Alhamdulillahirobbilalamiin, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Robb semesta alam atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyusun skripsi ini degan baik. Solawat beserta salam selalu dipanjatkan kepada qudwah hasanah umat Islam Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, tabiin, dan umatnya hingga hari akhir nanti. Amiin

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengambil judul penelitian Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah Anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu Cigugur Kabupaten Kuningan. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat dan menjadi bahan kajian yang relevan untuk para peternak, pemerintah, akademisi dan stakeholder yang berkepentingan dalam pengembangan usaha sapi perah rakyat, terutama di peternakan Cigugur Kabupaten Kuningan.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendorong dan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan pembimbingan pada penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa digunakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan pendidikan.

Bogor, Desember 2012

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Peternakan Sapi Perah ... 3

Manajemen Pemeliharaan ... 4

Pembibitan dan Reproduksi ... 4

Pemilihan Bibit ... 4

Pubertas ... 4

Siklus Birahi ... 5

Inseminasi Buatan ... 5

Pakan Sapi Perah ... 6

Pakan Anak Sapi ... 7

Pakan Sapi Dara ... 7

Pakan Sapi Laktasi ... 8

Pakan Sapi Betina Kering ... 9

Kualitas Konsentrat ... 9

Pengelolaan ... 10

Anak Sapi (pedet) ... 10

Teknik Pemerahan ... 10

Penanganan Susu Pasca Pemerahan ... 11

Pengelolaan Limbah ... 11

Kandang dan Peralatan ... 12

Kandang ... 12

Peralatan ... 12

Kesehatan Hewan ... 13

Faktor-faktor Produksi Susu ... 15

Produksi Susu ... 16

(9)

viii

Efisiensi Produksi ... 16

Fungsi Produksi ... 17

MATERI DAN METODE ... 18

Lokasi dan Waktu ... 18

Materi ... 18

Prosedur ... 18

Rancangan dan Analisis Data ... 24

Analisis Deskriptif Manajemen Sapi Perah ... 25

Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Produksi ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Kondisi Umum Lokasi ... 27

Kondisi Geografis... 27

Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu ... 27

Karakteristik Peternak ... 28

Umur Peternak Responden ... 28

Tingkat Pendidikan ... 29

Jenis Kelamin dan Tujuan Usaha ... 29

Komposisi Sapi Perah ... 29

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah ... 30

Pembibitan dan Produksi ... 31

Pakan Ternak ... 33

Pengelolaan ... 35

Kandang dan Peralatan ... 37

Kesehatan Hewan ... 38

Input dan Output Sapi Perah ... 39

Korelasi Input dan Output ... 40

Analisis Fungsi Produksi ... 41

Efisiensi Produksi ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

UCAPAN TERIMA KASIH ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Standar Makanan untuk Sapi Dara per Hari ... 8 2. Kebutuhan Nutrisi untuk 1 Kg Susu yang Dihasilkan Sapi Perah . 9 3. Persyaratan Mutu Konsentrat Sapi Perah berdasarkan Bahan

Kering ... 10 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan

Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 ... 20 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan

Ternak Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 ... 21 6. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dri Aspek Pengelolaan

Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan 1983 ... 22 7. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan

Peralatan Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan 1983 ... 23 8. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan

Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan 1983 ... 24 9. Matriks Analisis Data Penelitian ... 24 10. Umur, Pendidikan, Jenis kelamin, dan Tujuan Usaha Peternak

Responden ... 28 11. Komposisi Sapi Perah dari Total Responden ... 30 12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis

Peternakan Sapi Perah Rakyat di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan ... 31 13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Pembibitan dan Reproduksi ... 32 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Makanan

Ternak ... 34 15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek

Pengelolaan ... 37 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Kandang

dan Peralatan ... 38 17. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan

Hewan ... 39 18. Rataan dan Standar Deviasi Output serta Input yang

Mempengaruhi Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ... 40 19. Korelasi antar Variabel dalam Produksi Susu Sapi Perah ... 40

(11)

x 20. Model Pendugaan Fungsi Produksi Produksi Susu dengan

Variabel Konsentrat dan Rumput ...

42 21. Nilai NPM dan BKM Faktor Hijauan serta Konsentrat pada

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Input dan Output Produksi Susu ... 50

2. Kondisi Sapi Perah Responden Peternak Saluyu ... 51

3. ANOVA Model Kubik Produksi Susu dengan Rumput ... 55

4. ANOVA Model Kubik Produksi Susu dengan Konsentrat ... 55

5. Perhitungan Rasio NPM dan BKM Variabel Rumput ... 55

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan usaha sapi perah di Jawa Barat tersebar diberbagai daerah kabupaten. Dinas Provinsi Jawa Barat (2009) menyebutkan kontribusi produksi susu di Jawa Barat sebesar 50,63% Kabupaten Bandung, 14,56% Kabupaten Garut, 4,67% Kabupaten Kuningan, 8,75% Kabupaten Sumedang, dan 4,22 % Sukabumi dan sisanya tersebar didaerah lain. Namun, kondisi peternakan sapi perah rakyat di Jawa Barat beberapa tahun ini mengalami produksi susu yang tidak stabil. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009) menyatakan salah satu kabupaten yang mengalami penurunan produksi susu cukup signifikan adalah di Kabupaten Kuningan. Produksi susu di Kabupaten Kuningan pada tahun 2004-2008 menurun sebesar 23,48%. Produksi susu sapi pada tahun 2004 sebesar 14.764 ton/tahun menurun pada tahun 2008 menjadi 11.297 ton/tahun.

Peternakan sapi perah di Kabupaten Kuningan dimulai sejak tahun 1979. Peternakan yang berkembang didaerah ini adalah peternakan rakyat. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat disamping usaha taninya sehingga sifat usahanya masih tradisional. Usaha peternakan sapi perah rakyat dicirikan dengan kepemilikan sapi perah yang sedikit, kepemilikan antara satu sampai empat ekor sapi betina laktasi dan produksi susu sekitar 10 liter/ekor/hari. Usaha yang demikian membuat posisi peternakan rakyat sangat lemah dan susah untuk berkembang.

Perkembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Kuningan tidak lepas dari peran koperasi dan Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi yang ada di Kabupaten Kuningan adalah Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu, Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Nugraha, dan Koptan Laras Ati. Koperasi mempunyai peran sebagai penampung susu dan penjualan susu ke IPS, pelayanan kesehatan hewan dan Inseminasi Buatan (IB), simpan pinjam anggota, peningkatan kemampuan anggota, dan penyedia pakan konsentrat. KPSP Saluyu dipilih sebagai lokasi penelitian. Koperasi Saluyu didirikan sejak bulan Juli 2006, dengan Badan Hukum Nomor 01/BH/Diskop-10.18/VII/2006. Jumlah anggota aktif pada saat ini 550 orang. Susu segar yang tertampung di KPSP Saluyu pada tahun 2011 adalah 2.899.256 liter.

(14)

2 KPSP Saluyu merupakan koperasi yang paling baru berdiri dibandingkan dengan koperasi lain. Sehingga perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah agar koperasi bisa tetap eksis dan terus berkembang dalam upaya mensejahterakan anggotanya.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi susu sapi perah adalah dengan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah. Kesejahteraan peternak akan memepengaruhi pertumbuhan peternakan sapi perah. Tingkat kesejahteraan bisa diukur dengan meningkatnya keuntungan yang dihasilkan oleh peternak. Usaha sapi perah yang menguntungkan dapat dicapai melalui dua cara yaitu, efisiensi faktor-faktor produksi (efisiensi alokatif) dan input potensial (efisiensi teknis). Efisiensi alokatif merupakan kemampuan peternak dalam menggunakan faktor-faktor produksi (seperti sapi laktasi, hijauan, konsentrat dan tenaga kerja). Efisiensi teknis merupakan kemampuan peternak dalam manajemen teknis pemeliharaan sapi perah. Direktorat Jenderal Peternakan (1983) menyebutkan bahwa manajemen pemeliharaan teknis sapi perah meliputi: pemuliaaan ternak dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan hewan. Sudono (1999) menyatakan bahwa pemeliharaan yang baik dan peningkatan jumlah sapi yang diperah akan meningkatkan efisiensi dalam usaha sapi perah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati manajemen pemeliharaan sapi perah dan membandingkan dengan standar pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan (1983). Menganalisis fungsi produksi susu dan nilai efisiensi. Mengamati pengaruh manajemen terhadap nilai efisiensi pada peternakan sapi perah rakyat di anggota KPSP Saluyu, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kuningan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat disamping usaha taninya sehingga sifat usahanya masih tradisional. Peternakan sapi perah di Indonesia telah dilakukan sejak abad ke-19 yaitu dengan mengimpor sapi dari luar negeri. Pengimporan sapi Frisian Holstein (FH) dari Belanda dilakukan pada awal abad ke-20. Bangsa sapi FH mempunyai kemampuan produksi susu yang tinggi serta mampu bertahan di daerah tropis. Sejak itu peternakan sapi perah mulai berkembang di Indonesia terutama di daerah Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Sudono, 1999).

Usaha peternakan sapi perah mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya usaha yang tetap karena fluktuasi harga sedikit, produksi dan konsumsi tidak begitu berfluktuasi, sapi perah termasuk hewan yang efisien dalam mengubah pakan menjadi susu, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman, kotorannya dapat dimanfaatkan untuk pupuk, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003). Menurut Sudono (1999) faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak, dan pemasaran yang baik.

Usaha peternakan sapi perah rakyat dilakukan secara individual dan membentuk kelompok untuk proses pemasarannya. Fungsi kelompok dalam usaha sapi perah adalah untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak guna meningkatkan kemandirian usaha tani ternak perah dan dalam rangka meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan peternak. Kriteria pengelompokan sapi perah rakyat adalah berdasarkan kepemilikan sapinya. Skala usaha kecil yaitu kepemilikan sapi < 4 ekor, skala usaha sedang 4-7 ekor, dan skala usaha besar > 7 ekor (Priyanti et al., 2009).

(16)

4

Manajemen Pemeliharaan

Manajemen pemeliharaan sapi perah yang sedang masa produksi meliputi semua aspek dalam hal cara-cara pemeliharaan, tata laksana pemberian pakan, pengaturan perkawinan, perkandangan, dan pengendalian penyakit (Sudono, 1983). Direktorat Jendral Peternakan (1983) menerangkan bahwa manajemen pemeliharaan teknis sapi perah meliputi: pembibitan ternak dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan hewan.

Pembibitan dan Reproduksi

Sudono et al. (2003) menyatakan pemilihan bibit sapi perah merupakan hal penting dari keberhasilan usaha ternak sapi perah. Bibit yang baik bisa dilihat dari genetik dan keturunan, bentuk ambing, bentuk luar, dan umur bibit. Usaha sapi perah sangat bergantung dengan keberhasilan dalam manajemen reproduksi. Pengetahuan mendasar tentang reproduksi adalah pubertas, siklus birahi, fertilitas, kebuntingan, dan kelahiran (Partodiharjo, 1982). Ginting dan Sitepu (1989) menambahkan cara perkawinan, kegagalan reproduksi, dan cara penanggulangannya.

Pemilihan Bibit

Bibit yang baik adalah bibit yang dapat menghasilkan keturunan yang baik. Bibit yang baik berasal dari keturunan dan genetik yang baik (berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan unggul), bentuk ambing (bentuk ambing yang besar, pertautan otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, puting tidak lebih dari empat), bentuk luar (proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki berdiri tegak, jarak kaki kiri dan kanan cukup lebar, dan bulu mengkilat), umur bibit (umur sapi perah yang ideal adalah 1,5 tahun, bobot 300 kg, pejantan 350 kg) (Sudono et al., 2003).

Pubertas

Pubertas atau dewasa kelamin adalah periode alat-alat reproduksi sudah berfungsi didalam tubuh. Proses dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh terjadi. Keterangan ini menjadikan catatan agar proses kawin tidak dilakukan pada saat pubertas pertama, karena rawan dengan terjadinya keguguran atau keturunan yang tidak baik. Faktor yang mempengaruhi pubertas adalah keturunan, iklim, sosial, dan makanan. Sapi FH yang dipelihara di Indonesia mencapai pubertas pada

(17)

5 umur 12 bulan dengan variasi 12-15 bulan. Jika sapi FH diberikan ransum yang memiliki kadar protein tinggi maka pubertas akan semakin cepat daripada yang diberi ransum dengan kualitas protein rendah (Partodiharjo, 1982). Sapi dara yang akan dikawinkan hendaknya berumur 18 bulan dengan bobot hidup sekitar 200-225 kg (Williamson dan Payne, 1993).

Siklus Berahi

Siklus berahi pada sapi betina yang masih dara berbeda dengan sapi betina yang sudah beranak. Siklus berahi pada sapi dara berkisar 18-22 hari, sapi betina yang sudah beranak antara 18-24 hari. Birahi pada sapi terjadi selama 18-19 jam untuk sapi betina yang sudah beranak dan 15 jam untuk sapi dara. Ciri-ciri estrus pada sapi bisa dilihat dari tanda-tanda estrus. Tanda-tanda estrus adalah:

a. Keluar lendir jernih terang dari serviks yang mengalir ke vagina. b. Gelisah, ingin keluar dari kandang

c. Melenguh-lenguh d. Menunggangi sapi lain

e. Pangkal ekor terangkat sedikit f. Vagina berwarna merah

g. Diam, tidak nafsu makan, dan tidak mau minum.

Sapi dara menunjukkan tanda-tanda estrus bisa mencapai satu hari satu malam tanpa mau ditunggangi oleh pejantan. Hal ini menjadi catatan agar tidak terburu-buru untuk kawin agar tidak gagal (Partodiharjo, 1982). Sapi perah yang sudah beranak akan birahi setelah 30-60 hari. Perkawinan setelah 60 hari akan menyebabkan sapi perah sulit untuk beranak kembali (Williamson dan Payne, 1993).

Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan (IB) adalah cara perkawinan secara buatan atau dengan bantuan inseminator. IB dilakukan dengan tujuan memperkecil biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan sapi perah. Pelaksanaan IB yang baik dilakukan dengan memperhatikan estrus pada sapi. Pelaksanaan IB yang dianjurkan adalah, jika birahi terlihat pada pagi hari ini, maka IB dilakukan pada hari ini juga dan jika sapi terlihat pada malam hari, maka IB dilakukan besok hari sebelum jam 12 siang (Partodiharjo, 1982).

(18)

6 Keuntungan yang dirasakan oleh peternak dalam melaksanakan IB adalah, peternak dapat menekan biaya pemeliharaan sapi dan keberhasilan kebuntingan lebih tinggi dibandingkan dengan kawin alam. Hasil kebuntingan bisa didapatkan setelah 30-60 hari setelah konsepsi dan keberhasilan 70% - 75%. Hasil tersebut merupakan ramalan sementara bahwa sapi telah mengalami kebuntingan, peternak tidak harus melakukan IB jika sapi tidak terjadi birahi lagi. Keberhasilan untuk IB yang dilaksanakan pada konsepsi pertama sekitar 55% dengan skala 34% - 75%. Diagnosis kebuntingan lebih akurat dilakukan dengan non return rate (NRR), palpasi rektal dan conseption rate (CR) (Leaver, 1983).

Pakan Sapi Perah

Sapi perah merupakan hewan ruminansia yang memiliki dua sistem

metabolisme yaitu: mikroba rumen dan organ tubuh. Pemberian pakan untuk sapi perah harus bisa menyeimbangkan kebutuhan untuk kedua sistem tersebut agar mendapatkan produksi yang optimal (William et al., 1996). Pakan sapi perah adalah rumput dan konsentrat sebagai penguat. Sapi perah dapat mengonsumsi berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti jerami, jagung, serta sisa pabrik misalnya ampas tahu atau bungkil kelapa. Pemberian pakan lokal untuk sapi perah diperlukan suplementasi guna mengoreksi ketidakseimbangan nutrien untuk produksi susu. Konsentrat dapat berupa limbah hasil ikutan industri pertanian seperti dedak padi dan pollard (Sudono et al., 2003).

Pemberian pakan sapi perah sangat memengaruhi kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu (Aryogi et al., 1994). Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah meningkatkan dan mempertahankan produksi susu (Sukria dan Krisnan, 2009). Menururt Sudono (1999) ransum untuk sapi perah yang baik terdiri dari 60% hijauan dan 40% konsentrat dihitung berdasarkan total bahan kering.

Satu dari beberapa faktor yang memengaruhi produksi susu adalah cara pemeberian pakan. Cara pemberian pakan yang tidak sesuai dapat menimbulkan penurunan produksi, gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Pencegahan terjadinya kerugian tersebut dilakukan dengan memperhatikan secara cermat terhadap pemberian pakan sapi perah (Sudono, 1999). Pemberian pakan

(19)

7 seharusnya mengacu pada kebutuhan gizi yang seimbang dan ditinjau aspek ekonomis menguntungkan (Sukria dan Krisnan, 2009).

Pakan Anak Sapi

Anak sapi mempunyai saluran pencernaan yang berbeda dengan sapi dewasa. Anak sapi yang baru lahir diberikan kolostrum untuk waktu 3 hari dari puting induknya. Kolostrum sangat penting untuk anak sapi, karena kolostrum mengandung sejumlah vitamin dan mineral yang jauh lebih besar dari susu biasa. Kolostrum juga dikenal sebagai antibodi pertama yang membantu melindungi dari penyakit. Setelah beberapa hari anak sapi diberikan minum dengan ember. Metode awal pembiasaan minum dengan ember adalah meletakan jari dalam mulutnya sehingga susu tumpah kedalam mulutnya (Williamson dan Payne, 1993).

Anak sapi tidak dapat memakan hijauan sampai umur tiga sampai empat bulan. Jika dipaksakan diberikan, maka pertumbuhannya akan lambat. Sebaiknya anak sapi diberikan susu dengan ember sampai siap memakan hijauan dan kosentrat. Anak sapi yang berumur dua minggu harus dibiasakan untuk mencoba konsentrat dan hijauan yang memiliki kualitas baik. Hijauan yang diberikan harus dipotong terlebih dahulu agar mudah dimakan. Pemberian air susu yang diberikan yaitu 10-12 persen dari bobot badannya/hari. Minggu ke-1 anak sapi diberikan susu 2,8 kg/hari, minggu ke-4 ditingkatkan menjadi 3,7 kg/hari (Williamson dan Payne, 1993).

Konsentrat yang diberikan kepada anak sapi lebih baik disesuaikan dengan sumberdaya lokal agar lebih hemat. Sapi yang berumur dua bulan akan memakan konsentrat sebesar 0,45 kg per hari, umur 3 bulan 0,75 kg, dan diatas 3 bulan akan segera makan 1,4-1,8 kg per hari. Anak sapi juga memulai makan hijauan. Konsentrat yang diberikan harus disuplementasi oleh mineral dan vitamin jika dipelihara dalam kandang. Anak sapi juga harus mendapatkan cukup air agar konsentrat larut didalam tubuh (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan Sapi Dara

Pemberian pakan untuk sapi dara bertujuan untuk pertumbuhan dan perkembangan kelamin. Sapi dara yang dipelihara dengan sistem kandang harus diperhatikan kebutuhan air, mineral mikro, vitamin, hijauan, dan konsentrat. Pakan

(20)

8 sapi dara disesuaikan dengan bobot badan sapi. Standar kebutuhan makanan sapi dara ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Makanan untuk Sapi Dara per Hari

Bobot Hidup (kg) Bahan Kering (Kg) TDN (kg) PK (kg) Ca (g) F (g)

150 3,6-4,4 2,30-2,80 0,43-0,53 12 11

200 4,8-5,6 2,90-3,40 0,47-0,57 13 12

250 5,8-6,6 3,30-3,80 0,57-0,69 14 13

300 6,8-7,6 3,85-4,35 0,59-0,75 15 14

Sumber : (Williamson dan Payne, 1993).

Sapi dara yang sudah dikawinkan mempunyai kebutuhan untuk tumbuh dan perkembangan janin untuk sembilan bulan. Sapi yang bunting harus diberikan pakan yang lebih bagus dari sapi yang lainnya, terutama menjelang dua bulan kelahiran. Pemberian pakan untuk sapi dara yang bunting sama dengan sapi yang sedang berproduksi dan mendapatkan tambahan konsentrat didalam kandang pemerahan. Pemberian konsentrat tambahan selama periode kebuntingan dikenal dengan pemanasan. Hal yang harus diperhatikan dan dijaga adalah sapi yang sedang bunting memerlukan mineral yang lebih tinggi di dalam ransum yang diberikan. Pakan yang diberikan harus disesuaikan dengan bobot sapi tersebut. Sapi yang menjelang kelahiran harus mempunyai bobot badan yang tidak kurus dan tidak gemuk agar mempermudah dalam kelahiran (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan Sapi Laktasi

Induk laktasi merupakan arus utama pendapatan dari usaha sapi perah. Induk laktasi menghasilkan susu setiap harinya yang bernilai ekonomis tinggi. Induk laktasi akan mampu menghasilkan susu yang baik ketika diberikan makanan yang cukup dan nutrisi yang baik. Hal ini harus diperhatikan oleh peternak, karena induk laktasi akan mencapai puncak laktasi lebih cepat jika kekurangan nutrien untuk mencukupi kebutuhannya. Setelah puncak laktasi maka produksi susu akan berangsur-angsur turun. Kejadian ini mengakibatkan usaha ternak sapi perah kurang efisien (Williamson dan Payne, 1993).

Kebutuhan pakan setiap sapi jumlahnya bervariasi tergantung dari produksi susunya. Secara praktis dilapangan sulit untuk dilaksanakan pada usaha kecil, karena

(21)

9 kurang ekonomis untuk memisahkan tiap sapi yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah dipisahkan berdasarkan umur kelahiran anaknya (Williamson dan Payne, 1993). Standar kebutuhan makanan untuk sapi yang sedang berproduksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi untuk 1 Kg Susu yang dihasilkan Sapi Perah

LK Susu Bahan kering Daya cerna PK Kalsium Fospor

(%) (kg) (kg) (g) (g)

3,5 0,60 0,112 2,6 1,8

4,0 0,64 0,123 2,9 1,8

4,5 0,68 0,139 2,9 1,8

5,0 0,73 0,148 3,1 1,8

Sumber : McDonald et al. (1973).

Pakan Sapi Betina Kering

Pengaturan untuk usaha sapi perah seharusnya dibuat secara minimum. Sapi betina laktasi dapat memanfaatkan energi secara efisien. Sapi betina kering dianggap sebagai sapi tidak produktif dalam jangka waktu dua bulan. Sapi yang sedang masuk periode kering diharapkan dapat meningkatkan bobot badannya agar lebih siap untuk periode laktasi berikutnya. Sapi dikeringkan bertujuan untuk memelihara sapi dalam kondisi baik dan mengoptimalkan pertumbuhan janin di dalam induk sapi. Sapi kering biasanya diberikan konsentrat yang cukup dan diberi tambahan mineral. Kebutuhan sapi kering yaitu 2-3 kg zat makanan setara dengan tepung, protein kasar yang dicerna 0,27 kg, kalsium 17 g dan fospor 9 g (McDonald et al., 1973).

Kualitas Konsentrat Sapi

Konsentrat merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan. Konsentrat diberikan pada sapi sesuai dengan periode umur dan kondisi sapi. Berdasarkan periode umur dan kondisi sapi terbagi menjadi konsentrat pemula 1 (0-3 minggu), pemula 2 (>3minggu-6 bulan), dara (6-12 bulan), laktasi (setelah beranak-bunting 7 bulan), laktasi produksi tinggi (rata-rata 15 l/hari), kering beranak-bunting (2 bulan sebelum melahirkan), dan pejantan. Kualitas konsentrat berdasarkan SNI 3148-1-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

(22)

10 Tabel 3. Persyaratan Mutu Konsentrat Sapi Perah berdasarkan Bahan Kering

No Jenis TDN (%) KA (%) PK (%) LK (%) Ca (%) P (%)

1. Pemula 1 94 14 21 12 0,7-0,9 0,4-0,6

2. Pemula 2 78 14 16 7 0,4-0,6 0,6-0,8

3. Dara 75 14 15 7 0,6-0,8 0,5-0,7

4. Laktasi 70 14 16 7 0,8-1,0 0,6-0,8

5. Laktasi Produksi Tinggi 75 14 18 7 1.0-1,2 0,6-0,8

6. Kering bunting 65 14 14 7 0,6-0,8 0,6-0,8

7. Pejantan 65 14 12 6 0,5-0,7 0,3-0,5

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009).

Pengelolaan Anak Sapi (Pedet)

Pemeliharaan anak sapi pada sapi perah dilakukan untuk anak sapi jantan ataupun betina. Pedet betina dipelihara sebagai sapi pengganti (replacement stock) untuk sapi laktasi dan pedet jantan dipelihara sebagai sapi pedaging. Pemeliharaan pedet bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Kasus di Indonesia pada umumnya adalah daerah dengan iklim tropis yang lembab dimana resiko terhadap parasit tinggi. Sistem pemeliharaan yang menjadi pilihan adalah pemeliharaan anak sapi didalam kandang (Williamson dan Payne, 1993).

Teknik Pemerahan

Sapi perah akan menghasilkan pedet sekitar satu tahun sekali, jika didukung dengan manajemen yang baik. Pemerahan sapi perah selama satu tahun yaitu 10 bulan, dimana dua bulan digunakan untuk kering kandang jika sapi sedang bunting tujuh bulan. Pemerahan yang dilakukan terus-menerus tanpa ada periode kering kandang akan mempengaruhi produksi susu berikutnya. Periode kering kandang diperlukan oleh sapi perah untuk memperbaiki glanduri mamari dari sapi agar menguatkan dan memungkinkan untuk membentuk cadangan makanan dalam tubuh agar siap diperiode laktasi berikutnya (Williamson dan Payne, 1993).

Pemerahan bertujuan agar sapi menghasilkan susu yang optimal dari ambingnya. Jika pemerahan dilakukan tidak sempurna, maka sapi induk cenderung kering lebih cepat dan produksi total menjadi turun. Sapi induk biasanya diperah dua kali dalam sehari dengan selang waktu 12 dan 12 jam atau 16 dan 8 jam. Cara

(23)

11 pemerahan bisa dilakukan dengan tangan atau menggunakan mesin. Sapi induk memerlukan rangsangan sewaktu awal pemerahan. Kondisi alamiah puting sapi mendapatkan rangsangan dari anaknya. Peternak memberikan rangsangan kepada sapi menggunakan handuk hangat sekaligus untuk mencuci ambing. Rangsangan akan dikirimkan ke glandula pituitaria posterior yang akan mengeluarkan hormon

oxytocin. Hormon ini disirkulasikan dalam darah, dibawa ke jaringan ambing, dan

diprakarsai untuk pengeluaran susu (Williamson dan Payne, 1993).

Proses pemerahan dilakukan dengan pemberian tekanan di bagian otot-otot sekitar puting. Penambahan tekanan didalam puting mengencangkan otot sprinter dan “teat meastu” dipaksa terbuka dan susu keluar. Proses pemerahan mengakibatkan lubang diputing tidak segera tertutup rapat, perlu beberapa waktu untuk bisa rapat kembali. Lubang puting yang terbuka bisa menyebabkan penyakit mastitis. Penyakit ini dapat dikontrol secara efektif bila dilakukan striping cup dengan ketat dan tepat. Pencucian ambing secara hygiene dan sanitasi kandang merupakan langkah pencegahan yang bisa dilakukan (Williamson dan Payne, 1993).

Penanganan Susu Pasca Pemerahan

Susu merupakan salah satu produk pangan yang tergolong mudah rusak. Penanganan susu pasca pemerahan menjadi hal yang penting untuk mencegarah keruskan susu baik fisik, kimia, dan mikrobiologis. Penanganan awal setelah susu selesai diperah yaitu dilakukan proses penyaringan. Penyaringan berfungsi untuk memisahkan kotoran dalam bentuk fisik dengan susu yang terkontaminasi dari lingkungan sekitar kandang. Susu yang telah disaring segera dilakukan pendinginan. Pendinginan akan sangat membantu dalam menghambat perkembangan bakteri patogen. Bakteri yang tumbuh didalam susu akan mempengaruhi komposisi susu dan perubahan kimia susu sehingga terbentuk asam laktat. Asam laktat yang terbentuk menyebabkan protein susu menjadi rusak (Williamson dan Payne, 1993).

Pengelolaan Limbah

Peternakan menghasilkan limbah yang cukup banyak. Limbah dari peternakan harus dikelola agar tidak mencemari air, tanah, dan sungai. Produksi limbah oleh satu ekor sapi rata-rata 50-60 liter/hari dan sekitar 10%-15% bahan kering. Pengelolaan limbah secara sederhana adalah mengalirkan limbah ke dalam

(24)

12 lahan pastura. Pengelolaan yang lebih modern adalah menggunakan limbah sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, biogas, dan media tanam untuk cacing. Pengelolaan seperti itu masih dianggap tidak ekonomis (Leaver, 1983).

Kandang dan Peralatan Kandang

Kandang merupakan bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang ditujukan untuk melindungi ternak dari gangguan luar yang merugikan seperti: panas matahari, hujan, angin, binatang buas serta untuk memudahkan dalam pengelolaan. Kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan, lokasi kandang, arah kandang, dan kebersihan kandang. Syarat untuk mendirikan kandang adalah bahan bangunan kandang yang ekonomis, tahan lama, awet, mudah didapat dan tidak menimbulkan refleksi panas terhadap ternak yang dipelihara. Kandang harus memberikan rasa nyaman bagi ternak dan pemilikinya, ventilasi yang cukup untuk pergantian udara, mudah dibersihkan, dan tidak ada genangan air (Ernawati, 2000).

Lokasi kandang merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena menyangkut masalah keamanan, akses dan keramahan lingkungan. Lokasi kandang yang dianjurkan adalah terpisah dari rumah dengan jarak ± 10 meter, tidak berdekatan dengan fasilitas umum, letak kandang lebih tinggi dari daerah sekitarnya, terdapat tempat penampungan kotoran, tersedia air bersih yang cukup. Arah kandang bertujuan untuk mengatur cahaya dan angin yang masuk ke kandang. Arah kandang untuk kandang tunggal menghadap ke timur, untuk bangunan kandang majemuk membujur dari utara ke selatan. Hal ini bertujuan untuk membantu proses pembentukan vitamin D dalam tubuh ternak sekaligus pembasmi penyakit. Peralatan kandang sapi perah yang digunakan selama dikandang adalah skop, sapu, ember, sikat, troli, tali dan bangku kecil. Peralatan untuk pemerahan sapi yaitu milk can, saringan dan ember (Ernawati, 2000).

Peralatan

Peternak yang menggunakan tangan dalam pemerahan menggunakan beberapa perlengkapan seperti ember, ember pencuci, handuk, cawan untuk tes mastitis, dan bangku. Peternak juga disarankan memiliki timbangan agar mengetahui produksi susunya. Peralatan yang digunakan sangat perlu untuk

(25)

13 kepentingan pemerahan yang hygienis. Kualitas dari susu yang didapatkan sangat dipengaruhi oleh peraltan yang digunakan dan kebersihannya. Susu yang didapatkan dari proses pemerahan diperlukan alat saring dan milk can untuk menampung (Williamson dan Payne, 1993).

Kesehatan Hewan

Sapi perah mempunyai resiko dalam gangguan kesehatan. Sapi perah yang terkena penyakit akan mengakibatkan penurunan produksi susu atau lebih parahnya menyebabkan kematian. Kematian anak sapi perah di daerah tropis sangat tinggi yaitu sekitar 50%. Penyebabnya adalah pengelolaan dan makanan yang jelek. Penyakit yang umum dari pedet adalah mencret, pneumonia dan penyakit yang disebabkan oleh parasit internal (cacing gelang, cacing benang, cacing tambang, cacing paru-paru, cacing pita, coccidia dan parasit lainnya). Mastitis adalah penyakit yang umum mengenai sapi perah yang sedang berproduksi. Pencegahan dan pengobatan penyakit harus dilakukan dengan cara yang baik dan tepat. Pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan cara membersihkan kandang, memberikan hijauan yang baik, memberikan obat cacing secara berkala, memberikan vaksinansi dan pemberian vitamin dan mineral agar mempunyai daya tahan terhadap penyakit (Williamson dan Payne, 1993).

Gangguan terhadap kesehatan sapi bisa dialami oleh pedet, sapi dara, sapi laktasi dan pejantan. Penyakit yang menyerang sapi perah dikelompokkan berdasarkan organ atau sistem tubuh yang terkena gangguan. Kelompok penyakit tersebut adalah penyakit reproduksi, penyakit metabolisme/sistem pencernaan, penyakit pada ambing, penyakit pada kaki dan penyakit yang lain (Leaver, 1983).

Penyakit yang menyerang pada sistem reproduksi sapi perah antara lain distokia, kerusakan plasenta, endometritis, keterlambatan birahi, dan keberhasilan kebuntingan. Distokia sering terjadi pada sapi yang baru melahirkan pertama karena anak sapi lebih besar ukurannya daripada ukuran pembukaan pelvis atau posisi anak sapi yang tidak normal. Sapi yang mengalami distokia harus dibantu oleh dokter hewan atau peternak agar proses kelahiranya lancar. Kerusakan pada plasenta sering terjadi terhadap anak sapi yang lahir secara prematur. Hypocalcemia dan infeksi bakteri brucellosis menyebabkan plasenta tidak baik. Endometritis terjadi akibat serangan bakteri setelah terjadi kelahiran pada uterus. Penyebab terjadinya

(26)

14 endometritis adalah kebersihan yang tidak terjaga pada saat kelahiran atau beberapa waktu setelah kelahiran. Keterlambatan birahi setelah melahirkan merupakan kejadian yang sering terjaidi. Umumnya birahi terjadi setelah 3-6 minggu setelah kelahiran. Keberhasilan kebuntingan pada saat dilakukan Inseminasi Buatan (IB) adalah langkah awal dalam keberhasilan reproduksi. Keberhasilan dalam IB masih sekitar 55%. Penyebab dari ketidakberhasilan IB adalah fertilitas sperma yang rendah, salah mendeteksi birahi, sapi terlalu kurus atau terlalu gemuk dan kecukupan nutrisi rendah (Leaver, 1983).

Penyakit yang menyerang sistem metabolisme/pencernaan antara lain

hypocalcaemia, hypomagnesaemia, ketosis dan bloat. Hypocalcaemia atau “milk fever” terjadi setelah tiga hari setelah kelahiran. Hypocalcaemia terjadi ketika

kandungan susu yang terlalu banyak mengandung kalsium akibat pemberian hijauan atau konsentrat tinggi kalsium. Sementara kalsium yang berada di dalam darah mengalami penurunan dari 10 mg/100 ml menjadi 7 mg/100 ml. Sapi yang terkena

Hypocalcaemia diberi calcium borogluconate dengan injeksi (Leaver, 1983).

Penyakit lain yang menyerang sistem metabolisme tubuh hypomagnesaemia. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karena tubuh kekurangan magnesium yang dipeoleh dari pakan. Kandungan magnesium sekitar 2 mg/ 100 ml darah menyebabkan kondisi yang kritis. Kecukupan terhadap magnesium sangat diperhatikan dari manajemen hijauan yang diberikan. Ketosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang sistem metabolisme tubuh yang menyebabkan kurang nafsu makan dan produksi susu. Keton yang dihasilkan oleh tubuh menyebabkan bau terhadap susu. Pencegahan terhadap penyakit ini adalah induk setelah melahirkan diberikan pakan dengan energi tinggi pada enam minggu pertama. Bloat adalah penyakit yang disebabkan oleh tersergapnya udara didalam perut (kembung) yang diakibatkan oleh gas yang dihasilkan dari proses fermentasi. Bloat terjadi ketika sapi diberikan banyak leguminosa atau rumput yang sedikit dan konsentrat yang banyak. Cara mengobati bloat adalah menambahkan anti busa seperti kacang tanah, minyak parafin yang dicampurkan kedalam air minum (Leaver, 1983).

Mastitis merupakan penyakit yang menyerang jaringan pada ambing sapi yang disebabkan oleh satu atau beberapa jenis bakteri yang masuk kedalam lubang puting. Penyakit mastitis mula-mula subklinis yang tidak terlihat perubahan pada

(27)

15 ambing atau pada susu, tetapi jika dibiarkan akan menjadi penyakit yang klinis dimana pada susu terdapat gumpalan yang menyebabkan ambing sapi menjadi keras. Upaya pencegahan untuk penyakit mastitis adalah dengan menerapkan pemerahan yang baik dan penggunaan desinfektan setelah selesai diperah (Leaver, 1983).

Penyakit lain yang sering menyerang sapi adalah penyakit pada bagian kaki. Penyakit ini menyerang bagian kuku yang disebabkan infeksi oleh mikroorganisme. Penyakit ini terjadi ketika kuku tidak dipotong dengan baik, permukaan lantai yang basah, dan kandang jarang dibersihkan. Upaya pencegahan yang biasa dilakukan adalah membuat permukaan kaki lebih kering, membersihkan kandang dengan teratur dan membersihkan luka pada kaki dengan 5% formaldehid jika ada yang luka (Leaver, 1983).

Brucellossis adalah penyakit yang disebabkan oleh Brucella abortus.

Penyakit ini menyebabkan aborsi pada saat kebuntingan dan bisa menular melalui makanan. Penyakit ini termasuk penyakit menular sehingga perlu disolasi jika ada sapi yang terkena. Pencegahannya adalah dengan vaksinasi menggunakan vaksin strain 19 atau vaksin RPB51. Penyakit ini perlu perhatian khusus karena pengobatannya masih belum diketahui (Leaver, 1983).

Faktor-faktor Produksi Sapi perah

Soekartawi (1994) menyebutkan bahwa faktor produksi adalah sesuatu yang dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Sihite (1998) menyebutkan bahwa faktor-faktor produksi yang diukur dalam usaha peternakan rakyat yang mempengaruhi produksi susu sapi perah yaitu: jumlah produksi susu, jumlah makanan hijauan, jumlah makanan konsentrat, jam kerja produksi dan persentase sapi laktasi. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap pendapatan peternakan sapi perah di kawasan Garut dan Bogor dipengaruhi oleh peubah-peubah seperti pakan, tenaga kerja, produksi susu per ekor per hari, rasio betina laktasi dan non laktasi, dan jumlah kepemilikan sapi perah. Faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi susu adalah pakan konsentrat, pemeliharaan kesehatan ternak, tenaga kerja dan jumlah betina laktasi (Mudjadi dan Saleh, 1995).

(28)

16

Produksi Susu

Setiap bangsa sapi perah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam menghasilkan volume, warna air susu, dan komposisi susu (Sudono et al., 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu : bangsa, lama bunting, masa laktasi, bobot badan, estrus (birahi), umur, selang beranak (calving interval), masa kering, frekuensi pemerahan serta makanan dan tata laksana. Sapi yang mempunyai bobot badan besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang berbobot badan kecil dalam bangsa dan umur yang sama (Sudono, 1999).

Secara fisiologis produksi susu secara umum meningkat pada bulan pertama pasca kelahiran dan terjadi penurunan secara berangsur-angsur, sebaliknya kandungan lemak meningkat menjelang akhir laktasi (Ensminger dan Howard, 2006). Saat dalam masa bunting tua produksi susu akan mengalami penurunan karena nutrisi di dalam makanan terserap pada janin. Produksi susu berbanding terbalik dengan persentase protein dan lemak yang dihasilkan. Persentase protein dan lemak berada dititik terendah ketika produksi berada di puncak laktasi dan berangsur-angsur meningkat menjelang akhir laktasi (Schmidt et al., 1988).

Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja menjadi efisien. Penggunaan tenaga kerja dalam skala usaha peternakan sapi perah rakyat yang efisien adalah satu tenaga kerja mampu menangani enam sampai tujuh sapi perah, semakin banyak sapi yang dipelihara maka akan semakin efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha peternakan rakyat adalah tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja yang tercurah adalah tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, dan tenaga kerja anak. Kemampuan penanganan sapi perah yang semakin tinggi oleh seorang peternak meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja (Sudono, 1999).

Efisiensi Produksi

Efisiensi merupakan perbandingan antara jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Konsep efisiensi dikenal dengan konsep efisiensi teknis, efisiensi harga (allocative), dan efisiensi ekonomis. Efisiensi

(29)

17 teknis dicapai ketika peternak mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikan rupa sehingga mampu menghasilkan output yang tinggi (Daniel, 2002). Efisiensi produksi secara teknis dilihat dari nilai elastisitas dari faktor produksinya jika (e>1) maka belum mencapai efisiensi teknis. Jika (0<e<1) maka efisiensi sudah tercapai, dan jika (e<0) tidak rasional (Teken dan Asnawi, 1977). Efisiensi harga akan tercapai jika petani dapat melakukan upaya Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut atau dapat dituliskan:

NPMx = Px atau

1 = NPMx Px

Kenyataannya efisiensi jarang ditemukan, jika efisiensi tidak ditemukan maka kondisinya akan terjadi.

a. NPMx/Px <1 artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah.

b. NPMx/Px >1 artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.

(Soekartawi, 1994).

Efisiensi ekonomis dilakukan oleh peternak ketika melakukan efisiensi harga dan efisiensi teknis secara bersamaan. Efisiensi ekonomis dapat dituliskan dengan rumus:

Efisiensi ekonomis = efisiensi teknis x efisiensi harga

Tujuan dari dilakukannya efisiensi adalah agar peternak mendapatkan keuntungan yang maksimal (Colman dan Young, 1989).

Fungsi Produksi

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah fungsi matematis yang menggambarkan adanya hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dengan produksi (output). Model matematik untuk fungsi produksi adalah :

Y = f (X1, X2,..., Xn)

Keterangan :

Y = hasil produksi

(30)

18 Berdasarkan fungsi diatas, upaya yang dapat dilakukan oleh petani untuk meningkatkan produksi (Y) yaitu menambah jumlah salah satu input yang digunakan atau menambah jumlah input yang digunakan (Daniel, 2002). Bentuk dari fungsi produksi antara lain bentuk linier, kuadratik, eksponensial, polinomial akar pangkat dua, CES (Constant Elasticity of Subtitution) Transcendetal dan Translog, dimana setiap bentuk memiliki karakteristik dan fungsi sendiri (Soekartawi, 1994).

(31)

19

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat anggota KPSP Saluyu Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Waktu pelaksanaan yaitu bulan Mei sampai Juni 2012.

Materi

Populasi penelitian adalah peternak sapi perah rakyat anggota KPSP Saluyu yang berada di Kecamatan Cigugur, Kabupataen Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Peternak yang dijadikan sebagai responden sebanyak 33 peternak. Jumlah sapi perah yang diamati adalah 162 ekor, pada 33 kandang. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu borang kuesioner, alat tulis, kamera, pita ukur dan laptop.

Prosedur

Sebanyak 33 peternak sapi perah anggota KPSP Saluyu dipilih untuk mewakili sebanyak 550 anggota. Pemilihan peternakan dilakukan dengan metode

purposive sampling. Metode purposive sampling yaitu penentuan responden dari

populasi secara sengaja dengan tujuan agar sesuai dengan kriteria pengamatan (Riduan dan Akdon, 2009). Responden yang diambil adalah peternak anggota KPSP Saluyu, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, memelihara sapi perah, dan bersedia untuk diwawancarai. Responden adalah peternak dari berbagai Tempat Pengumpulan Susu (TPS).

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui observasi/pengamatan lapang yaitu pengisian kuisioner dan wawancara di lapangan. Data yang digunakan dikumpulkan dari bulan April sampai Mei 2012 melalui survei langsung. Survei ini terdiri dari pembagian kuesioner yang berisi berbagai pertanyaan mengenai manajemen pemeliharaan dan input dan output produksi. Data yang diambil adalah data tentang karakteristik peternak, jumlah dan komposisi sapi perah, produksi susu harian, konsumsi pakan konsentrat, tenaga kerja, dan manajemen pemeliharaan (pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kesehatan hewan, dan kandang dan peralatan) menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983). Data sekunder didapatkan dari informasi dari dinas

(32)

20 terkait, studi literatur dan internet. Data yang diambil seperti kondisi geografis, suhu, kelembaban, curah hujan dan perkembangan produksi susu di Jawa Barat.

Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni 30

b. Peranakan FH 20

c. Persilangan 15

d. Lain-lain 10

2. Cara Seleksi a. Produksi susu 40

b. Silsilah 30

c. Bentuk luar 10

3. Cara kawin a. IB 40

b. Alami 30

4. Pengetahuan birahi a. Paham 40

b. Kurang paham 20

c. Tidak paham 10

5 Umur beranak pertama a. 2,5 tahun 40

b. 3 tahun 20

c. Lebih dari 3 tahun 10

6. Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari 40

b. 60-90 hari 20

c. Lebih dari 90 hari 10

7. Calving interval a. 1 tahun 10

b. 1-1,5 tahun 5

c. Lebih dari 1,5 tahun 2

(33)

21 Tabel 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan Ternak

Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai

Hijauan Makanan Ternak (HMT)

1. Cara Pemeberian a. Setelah diperah 25

b. Sebelum diperah 15

2. Jumlah pemberian a. Cukup 40

b. Berlebihan 35

c. Kurang 20

3. Kualitas HMT a. Unggul 45

b. Campur 35

c. Lapangan 25

4. Frekuensi pemberian hijauan a. Dua kali 20

b. Satu kali 10

c. Tidak teratur 5

Konsentrat

1. Cara Pemberian a. Sebelum diperah 15

b. Sedang diperah 10

c. Setelah diperah 5

2. Jumlah pemberian a. Cukup 35

b. Berlebihan 30

c. Kurang 20

3. Kualitas konsentrat a. Baik dan lengkap 35

b. Baik dan kurang mineral 20

c. Kurang baik 10

4. Frekuensi pemberian a. Dua kali per hari 15

b. Satu kali 10

c. Tidak teratur 5

5. Air minum a. Tersedia terus menerus 30

b. Dua kali perhari 20

c. Tidak teratur 10

(34)

22 Tabel 6. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dri Aspek Pengelolaan Berdasarkan

Direktorat Jendral Peternakan (1983)

No Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Membersihkan sapi a. Tiap hari 20

b. Kadang-kadang 10

c. Jarang 5

2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari 20

b. Satu kali perhari 10

c. Jarang 5

3. Cara pemerahan a. Menggunakan mesin 35

b. Menggunakan tangan 25

4. Penanganan susu pasca panen a. Benar dan baik 35

b. Kurang baik 25

c. Salah 10

5. Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik 35

b. Kurang baik 25

c. Salah 10

6. Pengeringan induk sapi a. Dua bulan sebelum beranak 30 b. 1,5 bulan sebelum beranak 20 c. Kurang dari satu bulan

sebelum beranak

10

7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik 20

b. Ada dan tidak baik 10

c. Tidak ada 5

(35)

23 Tabel 7. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan Peralatan

Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan (1983)

No Faktor penentu Alternatif jawaban Nilai

1. Tata letak kandang a. Tersendiri 10

b. Jadi satu dengan rumah 5

2. Konstruksi kandang a. Memenuhi syarat 25

b. Kurang memenuhi syarat 15 c. Tidak memenuhi syarat 5

3. Drainase kandang a. Baik 15

b. Kurang baik 10

c. Tidak baik 5

4. Tempat kotoran a. Baik 15

b. Tidak baik 10

c. Tidak ada 2

5. Peralatan kandang a. Lengkap 15

b. Kurang lengkap 10

c. Tidak lengkap 5

6. Peralatan susu a. Lengkap dan sesuai

dengan persyaratan

25

b. Kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan

15

c. Tidak lengkap 5

(36)

24 Tabel 8. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan

Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan (1983)

No Faktor penentu Alternatif jawaban Nilai

1. Pengetahuan penyakit a. Baik 40

b. Cukup 30

c. Kurang 10

2. Pencegahan penyakit (vaksinasi) a. Teratur 100

b. Tidak teratur 50

c. Tidak pernah 5

3. Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan melapor 60

b. Dilakukan kurang benar 30

c. Tidak dilakukan 5

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Rancangan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer Microsoft

Excel dan SPSS. Matriks analisis data digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan

penelitian dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 9. Matriks Analisis Data Penelitian

No Tujuan penelitian Sumber data Analisis data

1. Mengamati manajemen pemeliha-raan sapi perah dan membanding-kan dengan standar Direktorat Jendral Peternakan 1983 Survei, wawancara, dan kuesioner. Analisis statistik deskripsi Microsoft Excel

2. Menganalisis fungsi produksi dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi Survei, wawancara, dan kuesioner. Analisis fungsi produksi dengan SPSS Analisis efisiensi dengan elastisitas dan NPMx = Px 3. Menganalisis hubungan manajemen

dengan efisiensi

Survei, wawancara, dan

kuesioner

(37)

25

Analisis Deskriptif Manajemen Sapi Perah

Analisis deskriptif manajemen sapi perah digunakan untuk mendeskripsikan peternak responden dengan menggunakan tabulasi frekuensi. Karakteristik yang diamati adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan manjemen pemeliharaan teknis sapi perah. Capaian manajemen pemeliharaan teknis sapi perah disajikan dengan persentase dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Peternakan 1983.Capaian manajemen pemeliharaan sapi perah dikelompokan sebagai berikut: sangat rendah : 60%-70%, rendah : 70%-80%, baik : 80%-90% dan sangat baik : 90%-100%.

Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Produksi

Data yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi adalah data produksi sapi laktasi dari 23 peternak. Model yang digunakan dalam menganalisis total produksi susu sapi perah adalah model fungsi produksi, dimana total produksi susu adalah dependent variabel (Y). Variabel-variabel yang digunakan adalah tenaga kerja, konsentrat dan rumput. Bentuk persamaan matematis dari fungsi pendugaan total produksi susu yang digunakan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2,..., Xn)

Keterangan :

Y = Produksi susu total (kg/hari) X = Faktor produksi

Matrik korelasi digunakan untuk melihat pengaruh faktor-faktor produksi dan hubungan antar faktor produksi. Faktor-faktor yang mempunyai korelasi dibawah 0,8 dengan produksi susu dianggap faktor yang lemah sehingga tidak diperlukan untuk dimasukan kedalam fungsi produksi (Soekartawi, 1994).

Fungsi produksi yang didapatkan dievaluasi berdasarkan validitas model dan nilai determinasi (R2). Validitas model produksi dilihat dari nilai p value yang didapatkan dari program SPSS. P-value < 0,05 mempunyai arti model produksi nyata pada taraf nyata 95%. Nilai R2 digunakan untuk melihat sejauh mana ketepatan atau kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam mewakili data observasi.

Efisiensi produksi dilihat dari nilai elastisitas produksi dan keuntungan maksimum. Elastisitas produksi digunakan dalam menganalisis efisiensi secara

(38)

26 teknis. Elastisitas produksi dapat dihitung jika nilai MPPi dan APPi sudah diketahui. Cara perhitungan nilai MPPi dan APPi dilihat dibawah ini:

MPPi = d (Y) d (X) Keterangan:

MPPi = Marginal phsical productivity input ke-i d (Y) = perubahan output

d (X) = perubahan input

APPi = Y

X Keterangan :

APPi = Average phisical product Y = Total output X = Total input E = MPPi APPi Keterangan: E = Elastisitas produksi

Efisiensi produksi yang menghasilkan keuntungan maksimum dilihat dari perbandingan nilai NPMx dan Px. Jika NPMx = Px maka efisiensi telah terpenuhi. NPMx < Px maka efisiensi tidak terpenuhi dan penggunaan input harus dikurangi. Jika nilai NPMx > Px maka efisiensi tidak terpenuhi dan penggunaan input harus ditambahkan.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis

Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500 mm/tahun. Suhu rata-rata harian antara 18-32 0C, dan ketinggian tempat berkisar antara 700-1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Potensi wilayah di Kecamatan Cigugur dikembangkan untuk usaha pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan, pengairan, sumber mata air, panas bumi, dan konservasi sumber daya hayati. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur terpusat di tiga koperasi susu yaitu KPSP Saluyu, KSU Karya Nugraha dan Larasati. Usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur mulai dilaksanakan pada tahun 1979. Teknik usaha yang dilakukan secara tradisional atau skala usaha rakyat hingga sekarang (Pemerintahan Kecamatan Cigugur, 2010).

Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu

Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu didirikan pada tanggal 17 Juli 2006, dengan Badan Hukum No.01/BH/Diskop-10.18/VII/2006. KPSP Saluyu didirikan atas keberlanjutan dari gabungan kelompok peternak sapi perah bersatu yang berdiri sejak Juli 2004. Usaha yang dilakukan oleh KPSP Saluyu adalah unit usaha simpan pinjam, unit usaha pengolahan dan pemasaran susu segar, unit usaha pembeliaan dan pemeliharaan pedet dan unit pelayanan sarana produksi peternakan. (KPSP Saluyu, 2012)

Produksi susu tahun 2011 oleh KPSP Saluyu sebesar 2.899.256 liter. Populasi sapi perah yang dipelihara oleh anggota sebesar 1.477 ekor dengan komposisi sapi laktasi 851 ekor, sapi dara 173 ekor, sapi anak 399 ekor, dan sapi jantan dewasa 54 ekor. Saat awal pendirian koperasi jumlah anggota yang tergabung adalah 30 anggota dan hingga akhir tahun 2011 jumlah anggota KPSP Saluyu adalah 550 anggota. KPSP Saluyu membagi 16 kelompok atau Tempat Penampungan Susu (TPS) yang bertujuan untuk memudahkan pelayanan.

(40)

28

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak yang menjadi responden pada penelitian ini meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan tujuan usaha ditulis pada Tabel 10.

Tabel 10. Umur, Pendidikan, Jenis kelamin, dan Tujuan Usaha Peternak Responden

No Uraian Jumlah Peternak

Orang Persentase (%) 1. Umur (tahun) 15-35 (muda) 11 33,33 36-51 (sedang) 16 48,49 ≥ 52 (tua) 6 18,18 2. Pendidikan Tidak sekolah - SD 18 54,55 SMP 4 12,12 SMA 9 27,27 Diploma 2 6,06 Sarjana (S1) - 0 Pasca Sarjana - 0 3. Jenis Kelamin Laki-laki 33 100 Perempuan - 0 4. Tujuan Usaha Sambilan 11 33,33 Utama 22 66,67

Umur Peternak Responden

Berdasarkan Tabel 10, peternak anggota KPSP Saluyu yang dipilih sebagai responden adalah sebesar 33,33% berusia 15-35 tahun, 48,49% berusia 36-51 tahun dan 18,18% berusia lebih dari 51 tahun. Peternak yang paling dominan diwilayah ini berusia 36-51 tahun. Usia 36-51 tahun merupakan usia yang produktif artinya secara kemampuan dan tenaga masih cukup baik untuk mengelola peternakan. Dominasi usia 36-51 tahun merupakan gambaran di daerah tersebut anak muda tidak berminat menjadi peternak, mereka lebih berminat untuk sekolah dan bekerja di luar.

(41)

29

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan peternak responden di KPSP Saluyu berdasarkan Tabel 10 berturut-turut dari yang terbanyak adalah SD, SMA, SMP, dan Diploma. Peternak responden yang tamat SD sebesar 54,55%, SMA sebesar 27,27%, SMP 12,12%, dan Diploma 6,06%. Tingkat pendidikan peternak responden masih rendah. Faktor ini dipengaruhi oleh peternak responden angkatan sedang dan tua masih mendominasi. Jaman dulu pendidikan dirasakan sangat sulit baik akses ataupun kesadaran masyarakat. Peternak yang usianya diatas 35 tahun umumnya memiliki tingkat pendidikan SD.

Jenis Kelamin dan Tujuan Usaha

Berdasarkan jenis kelamin dan tujuan usahanya menurut Tabel 10, jenis kelamin peternak adalah 100% laki-laki dan tujuan usahanya sebesar 33,33% sambilan dan 66,67% utama. Tenaga kerja laki-laki lebih cocok untuk menangani peternakan sapi perah karena kemampuan penanganan sapi perah dan tenaganya lebih kuat sehingga meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja. Peternak responden yang tujuan usahanya sambilan masih tinggi. Beternak secara sambilan menjadi pilihan karena mempunyai usaha lain atau memiliki lahan pertanian yang cukup tinggi.

Komposisi Sapi Perah

Komposisi ternak yang dimiliki oleh peternak responden menggambarkan jumlah dan persentase dari populasi dari periode pertumbuhan yaitu pedet, dara, dan dewasa (jantan, betina laktasi, dan betina kering). Komposisi ternak yang dipelihara responden secara lengkap pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, rataan ternak yang dipelihara oleh peternak responden adalah 3,82 ST. Peternak responden memelihara sapi perah anatara 1,50-13,00 ST. Sapi perah yang dipelihara adalah sapi pedet jantan, pedet betina, dara, jantan muda, laktasi, kering kandang dan jantan. Persentase sapi yang dipelihara adalah 65,87% sapi laktasi, 10,32% sapi kering kandang, 10,71% sapi dara, 1,59% pedet jantan, 4,36% pedet betina, dan 7,14% sapi jantan.

(42)

30 Tabel 11. Komposisi Sapi Perah dari Total Responden

No Uraian Jumlah

Angka (ekor) ST Persentase (%)

1 Dewasa Laktasi 83 83,0 65,87 Kering kandang 13 13,0 10,32 2 Sapi dara 27 13,5 10,71 3 Pedet Jantan 8 2,0 1,59 Betina 22 5,5 4,36 4. Jantan 9 9,0 7,14 Jumlah 162 126 100

Komposisi sapi perah yang dipelihara merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan efisiensi produksi. Pendapatan peternak secara tunai adalah dari produksi susu sapi laktasi. Biaya yang dikeluarkan untuk manajemen operasional sehari-hari dikalkulasikan dari hasil penjualan susu. Menurut Sudono (1999) menyatakan peternakan yang baik adalah peternakan yang memilki jumlah sapi laktasi >60%. Berdasarkan data diatas maka peternakan sapi perah responden memiliki komposisi sapi perah yang baik.

Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang berkelanjutan, pemeliharaan sapi induk selain menghasilkan susu juga diharapkan untuk menghasilkan bibit. Sapi yang dijadikan bibit adalah pedet yang dipelihara sampai produksi. Sapi dara yang dipelihara merupakan replacement stock untuk sapi yang sudah tua atau produksi susunya menurun. Pemeliharaan jantan dilakukan oleh peternak dengan tujuan untuk dibesarkan dan dijadikan sapi pedaging. Pemeliharaan sapi perah di Cigugur menghasilkan produk utama berupa susu, pedet untuk bibitan dan sapi pejantan untuk dijadikan sapi pedaging.

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah

Menurut Sudono (1999) faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan manajemen yang baik. Manajemen pemeliharaan sapi perah adalah pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan,

Gambar

Tabel 1.  Standar Makanan untuk Sapi Dara per Hari
Tabel 2.  Kebutuhan Nutrisi untuk 1 Kg Susu yang dihasilkan Sapi Perah
Tabel 4.  Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi  Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
Tabel 9.  Matriks Analisis Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui karakteristik peternak dan sumbangan usaha peternakan terhadap pendapatan Mengetahui perbedaan tingkat produksi susu, cara penggelolaan sapi perah dan

Pendapatan Peternak dan Strategi Pengembangan Unit Usaha Sapi Perah pada Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Di Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat ” adalah salah satu

pednga fungd produksi skala usaha besar, yang berarti pada skela maha kecil.. kersgaman proctulcsi rmrru ti&amp;. Pada kedua persamaan pen-, maping-masing hauya

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Guna mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah, peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tatalaksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik,

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 peternak sapi perah lokal dan 6 peternak sapi perah impor anggota koperasi Warga Mulya di Kabupaten Sleman, dilakukan

Usaha sapi perah nasional telah memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan subsektor peternakan, antara lain sebagai lahan usaha peternak, sumber protein hewani (susu dan

Usaha susu sapi perah pada Koperasi Peternak Galur Murni Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember berada pada posisi white area sehingga bisa menggunakan strategi SO yaitu dengan cara