• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA

PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI YENI MARLIANI

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

YENI MARLIANI. D34104051. 2008. Analisis Kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak Anggota KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS

Pembimbing anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MAgr Sc.

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian secara umum, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk dan penciptaan lapangan pekerjaan. Pilar utama peternakan nasional adalah peternakan rakyat yang secara umum dicirikan dengan terbatasnya penguasaan sumberdaya, rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan dalam mengakses sumber modal, kepemilikan ternak sedikit, masih dikelola dengan cara tradisional dan dilakukan secara turun temurun. Semua ciri-ciri tersebut menyebabkan rendahnya penerapan teknologi, sehingga produktivitas peternak rendah.

Menurut Apriyantono (2007), populasi sapi perah di dalam negeri saat ini kurang dari satu juta ekor, dari jumlah tersebut 65 persen merupakan sapi betina dengan 45 persen-nya merupakan sapi laktasi atau sapi dalam keadaan siap berproduksi. Jumlah kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton pertahun, sementara produksi dalam negeri mencapai 342 ribu ton pertahun. Kondisi tersebut menuntut adanya impor susu untuk pemenuhan kebutuhan susu nasional.

Kecamatan Lembang merupakan salah satu daerah dengan jumlah peternak sapi perah yang tinggi yakni mencapai 6.000 peternak. Hingga saat ini usahaternak sapi perah yang dilakukan merupakan usaha pendamping bagi usaha lainnya.

Pentingnya mengetahui kontribusi pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga adalah sebagai bahan informasi dalam mengambil keputusan dan kelangsungan usahaternak yang dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pendapatan usahaternak sapi perah yang diperoleh peternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), (2) menganalisis pendapatan rumah tangga peternak anggota KPSBU, dan (3) menganalisis besarnya sumbangan (kontribusi) pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak anggota KPSBU. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dari bulan Juli hingga September 2007 yang didesain sebagai penelitian survey di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung.

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode cluster random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah peternak anggota KPSBU yang berjumlah 5.894 peternak dan terbagi kedalam tiga wilayah kerja yakni Barat, Tengah, dan Timur. Jumlah peternak yang dianalisis 229 peternak. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usahaternak sapi perah, analisis pendapatan rumah tangga, dan analisis kontribusi pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak.

Rata-rata pendapatan bersih dari usahaternak sapi perah peternak per tahun masing-masing Rp 17.211.860 pada wilayah kerja Barat, Rp 14.449.170 pada

(3)

wilayah kerja Tengah, dan Rp 16.556.540 pada wilayah kerja Timur. Rata-rata pendapatan peternak per tahun yang hanya berprofesi sebagai peternak sapi perah masing-masing Rp 16.592.370 pada wilayah kerja Barat, Rp 13.156.387 pada wilayah kerja Tengah, dan Rp 16.074.340 pada wilayah kerja Timur.

Rata-rata pendapatan per tahun peternak sapi perah yang juga memiliki usahatani selain sapi perah masing-masing Rp 11.092.821 pada wilayah kerja Barat, Rp 19.180.875 pada wilayah kerja Tengah, dan Rp 18.763.600 pada wilayah kerja Timur. Kontribusi usahaternak sapi perah terhadap rumah tangga masing-masing 59,73 persen, 78,41 persen, dan 75,55 persen. Rata-rata pendapatan per tahun peternak sapi perah yang juga memiliki usaha non pertanian masing-masing Rp 35.789.266 pada wilayah kerja Barat, Rp 23.629.867 pada wilayah kerja Tengah, dan Rp 25.479.841 pada wilayah kerja Timur. Kontribusi usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga masing-masing 70,58 persen, 78,41 persen, dan 57,71 persen.

Kata-kata kunci : Pendapatan, rumah tangga peternak, usahaternak sapi perah, wilayah kerja

(4)

ABSTRACT

Income Contribution Analysis of Dairy Cattle Farm Business Upon Its Total Income from All Activities of the Member KPSBU Farmers Household in

Lembang, Bandung

Marliani, Y., Z. Moesa, and S. Mulatsih

The objectives of this research are : (1) to analyze the amount of income from dairy cattle farm business, (2) to analyze the total income of the farmers household from all activities, covering farm and non farm business, and (3) to analyze the contribution of the farmers household income from its dairy cattle farm business upon its total income from all activities. The research was conducted for three months (July to September 2007) in Lembang, Bandung. The population of this research includes 5.894 farmer household, they are spread in three work area (West, Centre, and East area). Technically, the sampling method used the cluster random sampling method. 229 samples are taken as analyzed objects. Data were analyzed by descriptive analysis, income from dairy cattle farm business analysis, total income of the farmer household analysis, and contribution of the farmer household income from its dairy cattle farm business upon its total income from all activities analysis.

The result of income analysis shows that the annually average net income from dairy cattle farm business are Rp 17.211.860 in West area, Rp 14.449.170 in Centre area, and Rp 16.556.540 in East area. In percentages, the average income contribution of dairy cattle farm business to total income from combination of dairy cattle farm business and other farm business excluding dairy cattle farm business is 71,23%, (59,73% in West area, 78,41% in Centre area, and 75,55% in East area). The average contribution of dairy cattle farm business to total income from combination of dairy cattle farm business and non farm business is 63,01%, (70,58% in West area, 60,74%

in Centre area, and 57,71% in East area).

Keywords : Income, farmer household, dairy cattle farm business, work area

(5)

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA

PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

YENI MARLIANI D34104051

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA

PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

Oleh

YENI MARLIANI D34104051

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Maret 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Zulfikar Moesa, MS. Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc. Agr.

NIP. 130 516 995 NIP. 131 849 397

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr.

NIP. 131 955 531

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1986 di Sukabumi, Jawa Barat.

Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ujang Maman dan Ibu Idah Holidah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Pondokkaso Landeuh I, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN I Cicurug dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN I Cibadak. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi meliputi HIMASEIP (Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan) periode tahun 2004-2005 dan periode tahun 2006-2007 selaku staff Departemen Kewirausahaan dan staff Departemen Profilus (Profesi, Ilmu dan Kewirausahaan), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pada periode tahun 2005-2006 selaku staff Kominfo (Komunikasi dan Informasi), dan Ikatan Mahasiswa Sukabumi (Ikamasi) pada periode tahun 2004-2005 dan periode tahun 2005-2006 selaku staff Hublu (Hubungan Luar).

Penulis aktif mengikuti lomba-lomba karya tulis ilmiah meliputi karya ilmiah berjudul “Komersialisasi Pasta Daging Kerbau Berkolesterol Rendah” dalam rangka lomba Proposal Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI (Direktorat Jendral Perguruan Tinggi), karya ilmiah yang berjudul “Tablet Hisap Putih Telur” dalam rangka lomba karya ilmiah yang diselenggarakan oleh L-Ramp IPB, karya tulis dengan tema “Corporate Social Responsibility” dalam rangka lomba karya tulis yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), karya tulis

“Komersialisasi Chicken Jelly Drink” dalam rangka lomba Bisnis Plan yang diselenggarakan oleh ITB (Institut Teknologi Bandung).

(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Peternakan sapi perah di Lembang merupakan gambaran peternakan rakyat yang secara umum dicirikan dengan terbatasnya penguasaan sumberdaya, rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan dalam mengakses sumber modal, kepemilikan ternak sedikit, masih dikelola dengan cara tradisional dan dilakukan secara turun temurun.

Kondisi saat ini terjadi ketimpangan antara jumlah kebutuhan susu nasional dengan tingkat produksi dalam negeri, kondisi tersebut menuntut adanya impor susu untuk pemenuhan kebutuhan susu nasional. Usahaternak sapi perah yang dimiliki peternak di Lembang dijalankan dengan usaha-usaha lain, sehingga penting mengetahui kontribusi pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga.

Atas segala rahmat dan karunia Allah SWT, penulisan skripsi yang berjudul

“Analisis Kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak Anggota KPSBU Lembang Kabupaten Bandung” ini pun dapat diselesaikan. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat bermanfaat serta dijadikan sebagai bahan informasi dalam mengambil keputusan dan kelangsungan usahaternak yang dilakukan.

Bagi para pembaca, skripsi ini tentu bukanlah skripsi yang sempurna dan bebas dari kesalahan. Untuk itu, masukan-masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang sangat penulis nantikan. Akhirnya, kepada Allah segalanya terpulang.

Penulis memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan. Amin.

Bogor, Maret 2008

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian... 3

Kegunaan Penelitian... 3

KERANGKA PEMIKIRAN ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Usaha Peternakan ... 6

Usaha Peternakan Sapi Perah ... 7

Produksi Susu ... 8

Pakan Ternak ... 9

Tenaga Kerja ... 10

Modal ... 11

Analisis Pendapatan Usahaternak ... 12

Penerimaan ... 12

Biaya ... 13

Pendapatan ... 14

Kontribusi Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak... 15

METODE PENELITIAN ... 16

Lokasi dan Waktu Penelitian... 16

Populasi dan Sampel... ... 16

Desain Penelitian... ... 16

Data dan Instrumentasi ... 17

Pengumpulan Data ... 17

Analisis Data ... 17

Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah ... 18

Analisis Pendapatan Rumah Tangga Peternak... ... 18

Analisis Kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga peternak... 19

(10)

Definisi Istilah ... 20

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

Kecamatan Lembang... 22

Kondisi Geografis dan Administratif... 22

Keadaan Demografi ... 23

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU)... 24

Keadaan Umum Usaha Peternakan Sapi Perah ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Karakteristik Responden... ... 28

Umur Peternak Sapi Perah………. ... 28

Tingkat Pendidikan Formal Peternak Sapi Perah... 28

Pengalaman Beternak Sapi Perah ……… 29

Alasan Beternak Sapi Perah ……….. 29

Kendala Beternak Sapi Perah ……….... 30

Sumber Pendapatan Responden ……… 30

Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah ………. 31

Kepemilikan Ternak Sapi Perah ………..… 31

Perkandangan ………. 32

Perlengkapan dan Peralatan ……….. 34

Pemeliharaan Ternak ……… 34

Penanganan Penyakit dan Reproduksi ……….. 35

Pemberian Pakan ………. 35

Pemerahan dan Pemasaran Susu ……… 36

Tenaga Kerja yang Digunakan ……….. 38

Pendapatan Usahaternak Sapi Perah ……… 40

Penerimaan Usahaternak Sapi Perah ……… 40

Biaya Usahaternak Sapi Perah ……….. 43

Pendapatan ………. 45

Pendapatan Usahatani Selain Beternak ………. 46

Pendapatan Usahaternak Selain Sapi Perah ………. 46

Pendapatan Usaha Non Pertanian ………. 47

Pendapatan Rumah Tangga Peternak ……… 47

Kontribusi Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak ……… 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

UCAPAN TERIMA KASIH ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 55

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Model Perhitungan Pendapatan

Usahaternak Sapi Perah ………... 20

2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Lembang (ha) ... 23

3. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Lembang ... 23

4. Klasifikasi Penduduk Kecamatan Lembang Berdasarkan Mata Pencaharian ………... 24

5. Populasi Ternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2007 (Ekor)……… …….... 27

6. Karakteristik Responden Menurut Umur ………... 28

7. Tingkat Pendidikan Formal Responden ……..…... 29

8. Pengalaman Responden... .. 29

9. Alasan Beternak Sapi Perah... ... 29

10. Kendala Beternak Sapi Perah... ... 30

11. Rata-Rata Pemilikan Sapi Perah dan Produksi Susu ... 31

12. Rataan Produksi Susu Pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di Beberapa Daerah di Indonesia ... 32

13. Rata-Rata Jarak, Luas Kandang dan Lama Penggunaan Kandang Sapi Perah... 33

14. Rata-Rata Pemberian Pakan ... 36

15. Sumber Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah... 38

16. Curahan Tenaga Kerja Keluarga per Hari Pada Usahaternak Sapi Perah ... 39

17. Penjualan Ternak Sapi Perah Selama Satu Tahun ... 41

18. Rata-Rata Nilai Penjualan Produk Sampingan ... 41

19. Pembelian Ternak Sapi Perah Selama Satu Tahun ... 42

20. Rata-Rata Biaya Pakan serta Biaya Vaselin dan Minyak Tanah Selama Satu Tahun ... 44

21. Rata-Rata Biaya Perlengkapan ... 44

22. Rata-Rata Pendapatan Usahaternak Sapi Perah ... 45

23. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Selain Beternak yang Dikelola oleh Responden ... 46

24. Rata-Rata Pendapatan Usahaternak Selain Sapi Perah ... 46

25. Rata-Rata Pendapatan Usaha Non Pertanian ... 47

26. Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Peternak ... 48

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran... 5

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rata-Rata Pendapatan Peternak dari Usahaternak

Sapi Perah (Rp.000/tahun)... 56 2. Rata-Rata Pendapatan Peternak dari Usahaternak

Sapi Perah Tanpa Kombinasi

Usaha Lain (Rp.000/tahun) ... ... 57 3. Rata-Rata Pendapatan Peternak dari Usahaternak

Sapi Perah dengan Kombinasi Usahatani

Selain Sapi Perah (Rp.000/tahun) ... 58 4. Rata-Rata Pendapatan Peternak dari Usahaternak

Sapi Perah dengan Kombinasi

Usaha Non Pertanian ... 59 5. Peta Wilayah Kecamatan Lembang ... 60

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian secara umum, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk, dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Pilar utama peternakan nasional adalah peternakan rakyat yang secara umum dicirikan dengan terbatasnya penguasaan sumberdaya, rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan dalam mengakses sumber modal, kepemilikan ternak sedikit, masih dikelola dengan cara tradisional dan dilakukan secara turun temurun. Semua ciri-ciri tersebut menyebabkan rendahnya penerapan teknologi, sehingga produktivitas peternak rendah.

Menurut Apriyantono (2007), populasi sapi perah di dalam negeri saat ini kurang dari 1 juta ekor, dari jumlah tersebut 65 persen merupakan sapi betina dengan 45 persen-nya merupakan sapi laktasi atau sapi dalam keadaan siap berproduksi.

Jumlah kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton pertahun, sementara produksi dalam negeri mencapai 342 ribu ton pertahun. Kondisi tersebut menuntut adanya impor susu untuk pemenuhan kebutuhan susu nasional.

Kecamatan Lembang merupakan salah satu daerah dengan jumlah peternak sapi perah yang tinggi yakni mencapai 6.000 peternak. Hal ini didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai untuk pemeliharaan sapi perah serta sumberdaya alam yang melimpah. Hingga saat ini usahaternak sapi perah yang dilakukan sebagian peternak adalah sebagai pendamping bagi usahatani sayuran dan usahatani padi sawah. Selain itu, masih banyak peternak yang menjadikan ternak sapi perah sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual apabila peternak membutuhkan uang. Penelitian tentang kontribusi usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga sangat diperlukan terutama bagi peternak agar dapat mengetahui seberapa besar usahaternak sapi perah memberikan sumbangan terhadap pendapatan rumah tangga, dengan demikian peternak dapat memperoleh bahan informasi dalam mengambil keputusan dan kelangsungan usahaternak sapi perah yang dilakukannya.

(15)

Perumusan Masalah

Kecamatan Lembang terletak pada ketinggian antara 1.200 hingga 1.257 meter di atas permukaan laut dan memiliki suhu yang berkisar antara 15,6-16,80C pada musim hujan dan 30,5-32,70C pada musim kemarau (rataan suhu mencapai 15- 180C). Keadaan ini sangat menunjang dalam budidaya pertanian dan perkebunan.

Peternakan sapi perah di Lembang Kabupaten Bandung dimulai sejak zaman Belanda dan memiliki populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat, yaitu sebanyak 103.576 ekor dengan 91.150 sapi betina dan 12.426 sapi jantan.

Pengelolaan dan pemeliharaan sapi perah adalah salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Petani peternak di daerah ini umumnya merupakan petani peternak kecil dengan kepemilikan ternak dua hingga tiga ekor dan menjadikan usahaternak sapi perah sebagai pendamping bagi usaha lain yang dilakukan. Meningkatnya harga makanan ternak dan biaya angkut pakan menyebabkan biaya produksi usahaternak sapi perah meningkat pula. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang diperoleh petani peternak tidak akan maksimal, selain itu berakibat sulitnya petani peternak untuk melakukan perkembangan usahaternaknya terutama dalam hal memenuhi permintaan susu oleh Industri Pengolah Susu (IPS) yang cukup tinggi.

Suatu usaha peternakan memerlukan perhitungan yang cermat dan harus berorientasi kepada perhitungan ekonomi agar usaha tersebut dapat berjalan dengan baik, bertahan lama dan mengalami perkembangan atau perluasan usaha. Sejumlah usaha yang dilakukan peternak menyebabkan peternak mengalami kesulitan dalam menghitung pendapatan dari usahaternak yang dilakukan, umumnya petani peternak tidak melakukan pencatatan terhadap keuangan mereka baik pengeluaran maupun pemasukan. Mereka selalu menganggap untung apabila telah mendapatkan hasil dari usahanya tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain misalnya tenaga kerja keluarga.

Karena tidak ada informasi khususnya mengenai kontribusi pendapatan dari usahaternak sapi perah yang dilakukan bagi pendapatan rumah tangga peternak, menyebabkan tidak ada pengambilan keputusan terbaik bagi kelangsungan usahaternak sapi perah yang dilakukan, akibatnya usaha yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berkembang,

(16)

Sejalan dengan waktu, tidak menutup kemungkinan peternak di daerah Lembang meninggalkan usahaternak sapi perah dan beralih melakukan usaha lain yang membutuhkan modal sedikit dan tidak mempunyai biaya yang tinggi, walaupun memiliki daerah yang berpotensi dalam mendukung budidaya pertanian dan perkebunan termasuk usahaternak sapi perah.

Permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini yaitu:

1. Berapa besarnya pendapatan yang diperoleh peternak anggota KPBSU Lembang dari usahaternak sapi perah yang dilakukan?

2. Berapa besarnya pendapatan rumah tangga peternak sapi perah anggota KPSBU Lembang?

3. Berapa persen kontribusi pendapatan dari usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak anggota KPSBU Lembang?

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis besarnya pendapatan usahaternak sapi perah yang diperoleh peternak anggota KPBSU Lembang

2. Menganalisis besarnya pendapatan rumah tangga peternak sapi perah anggota KPSBU Lembang, dan

3. Menganalisis besarnya sumbangan (kontribusi) pendapatan dari usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak anggota KPSBU Lembang.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

1. Masukan bagi peternak dalam pengembangan usahaternak sapi perah yang dijalankan

2. Masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan keputusan atau penentuan kebijakan pengembangan peternakan di daerah Lembang Kabupaten Bandung

3. Bahan Informasi bagi peneliti-peneliti berikutnya

(17)

KERANGKA PEMIKIRAN

Peternak sapi perah anggota KPSBU umumnya memiliki berbagai jenis usaha di luar peternakan sapi perah dalam mendukung kontinuitas pendapatan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangganya, sehingga pendapatan rumah tangga terdiri dari pendapatan usaha pertanian (usahatani selain beternak, usahaternak sapi perah, dan usahaternak selain sapi perah) dan usaha non pertanian (buruh bangunan, guru, karyawan, ojeg, pegawai negeri sipil, wirausaha, dan buruh lepas). Berbagai usaha tersebut memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap pendapatan rumah tangga peternak. Kontribusi usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak dapat dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan.

Pendapatan dari usahatani selain usahaternak sapi perah diperoleh dengan mengurangkan penerimaan total usaha dengan biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut. Pendapatan dari usaha non pertanian dilakukan dengan mengurangkan penerimaan total dengan biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut. Analisis pendapatan rumah tangga peternak dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan yang diperoleh dari berbagai jenis usaha (usaha pertanian dan non pertanian). Kontribusi usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga merupakan perbandingan antara tingkat pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah dengan tingkat pendapatan rumah tangga dari keseluruhan aktivitas usaha yang dilakukan keluarga peternak. Gambar 1 adalah kerangka pemikiran yang disusun dalam bentuk bagan.

(18)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Kontribusi Usahaternak

Sapi perah Terhadap Pendapatan Rumah

Tangga Peternak

Usaha Non Pertanian

Pendapatan Rumah Tangga Peternak Sapi

Perah Usahaternak Sapi

Perah

Usaha Pertanian

Rumah Tangga Peternak Sapi Perah

Pendapatan dari Berbagai Jenis Usaha

Usahatani selain Beternak, dan Usahaternak selain

Sapi Perah

buruh bangunan, guru, karyawan, ojeg, pegawai negeri sipil, wirausaha, dan buruh

lepas

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan

Menurut Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.940/kpts/OT.210/10/97, usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan dan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak bibit/ternak potong, telur, susu, serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan.

Saragih (2000) membagi tipologi usaha peternakan rakyat menuju industri sebagai berikut : (1) usahaternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan pendapatan dari usahaternak kurang dari 30 persen; (2) usahaternak sebagai cabang usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 30-70 persen; (3) usahaternak sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sampingan dan pendapatan dari usahaternak sebesar 70-100 persen; dan (4) industri peternakan yaitu usahaternak secara khusus dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 100 persen.

Berdasarkan hasil penilitian Pamei (1992), peternak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung menjadikan usahaternak sapi perah sebagai usaha sambilan di samping usaha pokoknya, yaitu bertani bunga dan sayur. Usahatani, khususnya usahaternak sapi perah dilakukan dengan pertimbangan kontinuitas pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Besarnya pendapatan rata-rata peternak per hari adalah Rp.3.320,127 atau Rp.1.287,132 per ekor sapi laktasi per hari.

Hasil penelitian Effendi (2002) menunjukkan bahwa sebagian besar peternak di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor menjadikan usahaternak sapi perah sebagai usaha pokok dengan kontribusi pendapatan rata-rata sebesar 71,64 persen.

Menurut Kay et al. (2004), manajemen usahatani atau usaha peternakan menyangkut keputusan yang mempengaruhi keuntungan dari bisnis usahatani atau usaha peternakan. Dalam sistem keuangan usaha tani atau usaha peternakan, ada tiga macam aktivitas bisnis yang harus dimasukkan. Pertama, aktivitas produksi.

Transaksi keuangan untuk kegiatan produksi berhubungan dengan produksi tanaman dan ternak. Kedua, kegiatan investasi. Kegiatan ini berhubungan dengan pembelian,

(20)

penyusutan (depresiasi) dan penjualan kekayaan (asset) berusia lama, misalnya lahan, gedung, mesin dan pemeliharaan ternak. Ketiga, kegiatan pembiayaan, yaitu semua transaksi yang berhubungan dengan peminjaman uang dan pembayaran bunga serta segala macam utang pokok.

Usahatani atau usaha peternakan mempunyai beberapa ciri khas yang mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.

Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi. Selain itu pembagian kerja dan tugas manajemen dalam usahatani dan usaha peternakan jarang dilakukan, kecuali untuk skala usaha besar (Kay et al., 2004).

Petani markisa di Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat banyak menanggung resiko kerugian, terutama jika terjadi kelebihan produksi pada saat panen besar, karena buah markisa mempunyai sifat mudah busuk (Ramdhani, 1998). Hal ini dialami pula oleh peternak sapi perah, karena susu sapi perah pun bersifat mudah busuk atau mudah rusak (Sudono, 1999).

Bedasarkan hasil penelitian Pamei (1992), peternak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung selain bertindak sebagai pelaksana kegiatan-kegiatan usahatani, juga bertindak sebagai manajer yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan usahataninya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan peternak adalah memerah susu (14,83%) dari waktu kerja total peternak per hari yang digunakan untuk beternak, memberi makan dan minum sapi (11,99%), memandikan sapi (3,64%), membersihkan kandang (8,64%), mencari dan menyabit rumput (38,00%), mengantar susu ke pos penampungan susu (18,14%), serta menyiapkan alat dan perlengkapan (6,28%).

Usaha Peternakan Sapi Perah

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No.751/Kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Susu dalam Negeri, usaha peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah rakyat maupun perusahaan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki kurang dari 20

(21)

ekor sapi perah campuran, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau lebih atau memiliki jumlah keseluruhan 20 ekor sapi perah campuran atau lebih (Pulungan dan Pambudy, 1993).

Menurut Sudono (2002), usaha peternakan sapi perah memiliki keuntungan- keuntungan dibanding dengan peternakan lainnya, yaitu: 1) merupakan suatu usaha yang tetap, artinya produksi susu dalam suatu peternakan sapi perah tidak banyak bervariasi dari tahun ke tahun (biasanya tidak lebih dari 2%), 2) sapi perah sangat efisien mengubah makanan ternak menjadi protein hewani dan kalori, 3) jaminan pendapatan yang tetap, 4) penggunaan tenaga kerja yang tetap, 5) sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, misalnya jerami jagung, dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas bir, ampas kecap, dan lain-lain, 6) kesuburan tanah dapat dipertahankan.

Dibandingkan dengan ayam broiler, ayam petelur, babi, kalkun, sapi daging, dan biri-biri, sapi perah merupakan jenis ternak yang paling efisien mengubah makanan ternak menjadi protein hewani dan kalori dengan persentase efisien sebesar 33,6 persen protein dan 25,8 persen kalori, sedangkan ayam broiler sebesar 16,7 persen dan 5,8 persen, ayam petelur 15,6 persen dan 10,4 persen, babi 12,7 persen dan 4,6 persen, kalkun 12,3 persen dan 5,6 persen, sapi pedaging 8,5 persen dan 2,6 persen, serta biri-biri 5,4 persen dan 2,1 persen (Sudono, 2002).

Berdasarkan penelitian Hidayat (2001), besarnya pendapatan setiap hari dari usahaternak sapi perah di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali masih lebih besar bila dibandingkan dengan upah buruh tani yang berlaku di daerah tersebut yaitu sebesar Rp.5000,00 setiap orang per hari.

Produksi susu

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Susu dalam Negeri, produksi sapi perah yang utama adalah susu, disamping bibit sapi perah, daging maupun kandang (Pulungan dan Pambudy, 1993)

Menurut Sudono (1999), pada umumnya keuntungan yang diperoleh peternak akan naik dengan naiknya produksi susu, walaupun kebutuhan pakan untuk sapi-sapi yang berproduksi tinggi akan bertambah.

(22)

Berdasarkan hasil penelitian Wiyono (1997), keuntungan peternak KPS Bogor dari penjualan susu murni adalah Rp.13,16 per liter dan dari susu pasteurisasi Rp.137,19 per liter. Total keuntungan yang diperoleh adalah Rp.213.587 per hari dengan peningkatan produksi susu sebesar 17,3 persen, maka keuntungan yang diperoleh meningkat menjadi Rp.251.641,56 per hari.

Suhartini (2001) mengemukakan bahwa jumlah produksi susu suatu usaha peternakan sapi perah ditentukan oleh jumlah ternak sapi laktasi yang dimiliki.

Usaha peternakan saat ini berjalan pada kondisi rata-rata kepemilikan sapi perah relatif kecil dan dibawah skala ekonomis. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih mahalnya harga sapi perah, tidak dapat dipungkiri bahwa sapi perah merupakan input utama dalam produksi susu sapi disamping input lainnya seperti pakan dan tenaga kerja.

Menurut penelitian Putra (2002), pendapatan sebesar Rp.607.454 disumbangkan oleh rata-rata 2,44 ekor sapi laktasi, artinya setiap ekor sapi laktasi memberikan keuntungan Rp.248.957 per bulan untuk skala usaha kecil sedangkan untuk skala usaha besar dapat memberikan keuntungan Rp.1.372.693 per 4.98 ekor sapi laktasi, artinya setiap satu ekor sapi laktasi dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.275.641 per bulannya.

Pakan Ternak

Menurut Sudono (2002), salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang produksi susunya tinggi sekalipun, bila tidak mendapatkan makanan yang cukup baik kuantitas dan kualitasnya, maka tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan, bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Bahan pakan sapi perah terbagi menjadi dua golongan yaitu bahan pakan berserat (hijauan) dan bahan pakan konsentrat untuk pemenuhan TDN (Total Digestible Nutrient), protein, energi, dan pakan tambahan seperti dedak padi dan ampas tahu. Cara untuk memperoleh ransum sapi perah yang murah dan koefisien cerna yang tinggi, digunakan makanan hijauan sebanyak-banyaknya, yaitu 60 persen dari bahan kering yang dibutuhkan terdiri dari hijauan, sedangkan sisanya berasal dari konsentrat.

(23)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2001), jumlah rata-rata pakan hijauan ternak yang diberikan adalah 62 kg per hari atau 19,92 kg per ST (Satuan Ternak) per hari, konsentrat sebesar 8,54 kg per peternak per hari atau 2,71 kg per ST per hari, ubi kayu sebesar 9,78 kg per peternak per hari atau 3,14 kg per ST per hari, bekatul sebesar 2,6 kg per peternak per hari atau 0,84 kg per ST per hari dan ampas tahu sebesar satu kg per peternak per hari atau 0,32 kg per ST per hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan pakan ternak adalah (1) tipe ternak yang digunakan (2) kesukaan pakan (palatabilitas) dan (3) metode pengelolaan ternak (Williamson dan Payne, 1993). Berdasarkan penelitian Andri (1992), peternak sapi perah di Pengalengan Kabupaten Bandung mengalami penurunan pendapatan karena pemanfaatan konsentrat oleh ternak kurang efisien, disebabkan peternak memberikan konsentrat dalam jumlah yang sama antara sapi yang memiliki tingkat produksi susu yang berbeda.

Tenaga kerja

Tenaga kerja atau man power menurut Simanjuntak (1998) adalah kelompok penduduk dalam usia kerja (Working Age Population). Secara praktis, pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. UU No.25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun, sehingga tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. Secara umum peternak di daerah Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali berkisar antara 25 sampai 65 tahun atau rata-rata sebesar 46,43 tahun (Hidayat, 2001) Menurut Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga ahli (skilled). Waktu yang digunakan untuk memelihara satu satuan ternak sapi di Kecamatan Cisarua adalah sebesar 1,416 jam per hari (Pamei, 1992)

Bedasarkan penelitian Effendi (2002), peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor menggunakan tenaga kerja keluarga (suami, istri dan

(24)

anak) juga menggunakan tenaga kerja keluarga lain (misalnya adik suami atau istri, keponakan), bahkan sebagian peternak memperkerjakan tenaga kerja upahan untuk mengerjakan pekerjaan berat, seperti mencari rumput. Waktu kerja produktif rata- rata di Kecamatan Cisarua yang diperoleh yaitu 1,13 HKP atau 9,04 jam.

Menurut penelitian Andri (1992), usaha peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Pecet yang tidak menggunakan tenaga kerja keluarga dan yang menggunakan tenaga luar keluarga memiliki R/C masing-masing 2,86 dan 1,95 serta pendapatan bersih atau keuntungan tunai masing-masing Rp.10.385.710 dan Rp.20.498.857 untuk satu masa produksi. Nilai pendapatan bersih untuk keduanya adalah Rp.10.385.710 untuk peternak sapi perah yang tidak menggunakan tenaga kerja keluarga atau sekitar Rp.865.475 setiap bulannya dan Rp.20.498.857 untuk peternak sapi perah yang menggunakan tenaga luar keluarga atau sekitar Rp.1.708.238 setiap bulannya.

Modal

Modal pertanian dapat berbentuk uang kartal, uang giral, atau dalam bentuk barang yang dipakai di dalam kegiatan produksi di bidang pertanian. Karena modal dalam bentuk uang dapat berfungsi sebagai pengukur, disamping sebagai alat pembayar dan alat penukar, maka dalam fungsinya yang pertama disebut seluruh aset perusahaan bila dikonversikan ke dalam kesatuan mata uang (Kadarsan,1995).

Menurut Daniel (2004), dalam arti sehari-hari modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang, yaitu semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil, dan lain sebagainya yang dimiliki. Menurut Von Bohm Bawerk dalam Daniel (2004), modal atau kapital adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat, sebagian kekayaan itu digunakan untuk memproduksi barang-barang baru dan yang sering disebut modal masyarakat atau modal sosial.

Berdasarkan hasil penelitian Liyanti (2002), peternak di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor menggunakan modal usahatani berupa lahan, ternak sapi perah, kandang, peralatan dan perlengkapan beternak (milk can, sabit, ember, selang dan lain-lain). Tenaga kerja yaitu peternak dan keluarganya merupakan modal manusiawi.

(25)

Analisis Pendapatan Usahaternak

Analisis pendapatan memerlukan data penerimaan (revenue) dan pengeluaran (expenses) baik yang menyangkut tetap (fixed) maupun biaya operasi (operating expenses). Semuanya dalam perhitungan tunai (cash). Jumlah yang dijual (termasuk yang digunakan untuk keperluan sendiri) dikalikan dengan harga merupakan jumlah yang diterima, itulah yang disebut penerimaan. Bila penerimaan dikurangi dengan biaya produksi hasilnya dinamakan pendapatan (Hernanto, 1993). Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui dan mengukur apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak. Terdapat dua tujuan utama dari analisa pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Penerimaan

Menurut Kay et al. (2004), penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama. Boediono (2002), menyatakan bahwa penerimaan adalah hasil penjualan output yang diterima produsen dan jumlah penerimaan dari suatu proses produksi dapat ditentukan dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produk tersebut.

Penerimaan-penerimaan usahatani mencakup banyak hal, yaitu tidak saja penerimaan yang diperoleh langsung dari penjualan produksi, tetapi juga termasuk penerimaan-penerimaan yang berasal dari hasil menyewakan dan atau penjualan benda-benda modal yang kelebihan atau tidak terpakai lagi, menyewakan tenaga ternak, dan penambahan nilai inventori. Penerimaan yang seringkali tidak diperhitungkan adalah penerimaan dalam bentuk fasilitas yang diterima petani dan keluarganya dari usahataninya sendiri (fasilitas menempati tempat tinggal, fasilitas menggunakan kendaraan, dan fasilitas menggunakan produksi usahatani untuk konsumsi) dan penerimaan dalam bentuk hadiah dan subsidi dari pemerintah (Hernanto, 1993).

Effendi (2002) dalam penelitiannya menentukan penerimaan usahaternak sapi perah menjadi dua jenis, yaitu penerimaan tunai yang berasal dari penjualan susu, ternak sapi perah, dan kotoran (feces), sedangkan penerimaan tidak tunai berasal dari nilai susu yang dikonsumsi pedet dan keluarga peternak, serta perubahan nilai ternak.

Penerimaan terbesar yang diperoleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua

(26)

berasal dari penjualan susu, yaitu sebesar Rp.39.816.356,25 per peternak per tahun atau sebesar Rp.3.318.029,69 per peternak per bulan dan dipengaruhi oleh jumlah produksi susu yang diterima masing-masing peternak dan jumlah pemilikan sapi laktasi atau sapi betina dewasa.

Biaya

Boediono (2002) menyatakan bahwa biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah- ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

Daniel (2004) menyatakan bahwa biaya produksi adalah kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun secara tidak tunai.

Biaya tunai terdiri dari upah kerja untuk biaya persiapan dan penggarapan tanah, upah kerja untuk pemeliharaan ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida, dan lain-lain. Biaya tidak tunai terdiri dari biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan pajak- pajak.

Bedasarkan hasil penelitian Effendi (2002), biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak di Kecamatan Cisarua meliputi biaya pajak, listrik, transportasi, sewa lahan, penyusutan kandang, dan penyusutan milk can. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan peternak terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, perlengkapan, tenaga kerja upahan, dan tenaga kerja keluarga.

Hasil penelitian Pamei (1992), memperlihatkan bahwa jumlah rata-rata biaya produksi harian per peternak di Kecamatan Cisarua adalah Rp.8.043,073 atau Rp.3.116,262 per ekor sapi laktasi per hari meliputi biaya hijauan, konsentrat dan tenaga kerja, dengan rincian berturut-turut sebesar 18,83 persen untuk biaya hijauan, 62,27 persen untuk biaya konsentrat dan 18,90 persen untuk tenaga kerja.

Penelitian Putra (2002), biaya makanan ternak yang dikeluarkan oleh peternak rata-rata sebesar Rp.412.050 per peternak per bulan untuk skala usaha kecil sedangkan untuk skala usaha besar sebesar Rp.775.210 per bulan, pendapatan

(27)

peternak untuk skala usaha kecil sebesar Rp.607.454 per bulan atau setara dengan Rp.20.249 per harinya, sedangkan untuk skala usaha besar sebesar Rp.1.372.693 per bulan atau setara dengan Rp.45.756 per harinya

Pendapatan

Indikator keberhasilan dari usahatani atau usahaternak dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani atau peternak dalam mengelola suatu usahatani atau usahaternak. Semakin besar pendapatan yang diterima petani atau peternak akan semakin besar pula tingkat keberhasilan usahatani maupun usahaternaknya. Pendapatan adalah ukuran perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran pada periode tertentu, apabila perbedaan yang diperoleh adalah positif mengindikasikan keuntungan bersih yang diperoleh, dan apabila negatif mengindikasikan kerugian (Kay et al., 2004).

Saputra (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan adalah luasan usahaternak, tingkat produksi dan tingkat koefisien penggunaan faktor produksi. Pendapatan dari usahaternak sapi perah selain dari susu juga tergantung pada produksi susu per ekor, biaya makanan, biaya tenaga kerja dan jumlah sapi laktasi. Sedangkan Effendi (2002) menunjukkan faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan usahaternak sapi perah adalah jumlah pemilikan sapi perah, banyak sedikitnya jenis dan jumlah produk sapi perah yang dijual, serta produktivitas ternak.

Kay et al. (1994), menyatakan bahwa pada umumnya pendapatan bersih usahatani (net farm income) dapat dibedakan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah pendapatan tunai usahatani yang merupakan selisih antara peneriman tunai total (total cash income) dengan biaya tunai total (total cash expenses). Pendapatan tunai ini masih perlu disesuaikan dengan beberapa pengeluaran non tunai seperti penyusutan dan perubahan inventaris. Selanjutnya yang dimaksud dengan kategori kedua adalah pendapatan bersih usahatani (net farm income) yang merupakan hasil penyesuaian (pengurangan) antara pendapatan tunai dan biaya-biaya non tunai.

Pendapatan yang diperoleh petani dapat berasal dari usahatani maupun dari luar usahatani (Soekartawi, 2002).

Hasil penelitian Effendi (2002) menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga yang diperoleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua rata-rata dari

(28)

usahaternak non sapi perah sebesar Rp.7.466.950 per peternak per tahun atau Rp.622.245,83 per peternak per bulan dan pendapatan rata-rata dari non usahatani yang diperoleh peternak sebesar Rp.300.614,58 per peternak per bulan. Hasil dari penelitian Pamei (1992), besarnya pendapatan rata-rata peternak per hari adalah Rp.3.320,127 atau Rp. 1.287,132 per ekor sapi laktasi per hari.

Kontribusi Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak

Berdasarkan hasil penelitian Hidayat (2001), besarnya kontribusi pendapatan dari usahaternak sapi perah yang dilakukan di Kecamatan Cepogo berada antara 30 sampai 70 persen. Peternak pada pola I yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai usaha sambilan sebesar 57,14 persen, sebagai cabang usaha sebesar 35,71 persen, dan sebagai usaha pokok sebesar 7,15 persen. Pada pola II peternak yang menjadikan usahaternak sebagai usaha sambilan, cabang usaha dan usaha pokok masing-masing secara berurutan sebesar 33,33 persen, 44,45 persen, dan 22,22 persen. Sedangkan untuk pola III yang menjadikan usahaternak sebagai cabang usaha sebesar 66,67 persen dan sisanya sebesar 33,33 persen menjadikan usahaterna sebagai usaha pokok.

Hasil penelitian Effendi (2002) menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga peternak di Kecamatan Cisarua sebesar 71,64 persen. Kontribusi usahaternak sapi perah terbesar diperoleh peternak di kelompok Tirta Kencana, yaitu 88,78 persen, karena pendapatan yang diperoleh dari usahaternak sapi perah sangat besar, sedangkan pendapatan dari usaha lain relatif kecil dan hanya sebagai tambahan penghasilan saja. Kontribusi paling kecil bagi peternak di kelompok Baru Sireum (66,60%) karena memiliki usaha-usaha lain yang cukup besar, sehingga kontribusi pendapatan dari usaha-usaha tersebut cukup besar.

(29)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa-desa yang berada di Kecamatan Lembang dan merupakan Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung pada bulan Juli hingga September tahun 2007. Kecamatan Lembang ini ditetapkan karena memiliki populasi sapi perah terbanyak di tingkat Jawa Barat dan sebagian besar masyarakatnya melakukan usaha peternakan sapi perah.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 5.894 peternak yang tersebar di Kecamatan Lembang dan merupakan anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang masih aktif sebagai anggota. Metode pengambilan sampel menggunakan metode Cluster Random Sampling. Penentuan jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin.

Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Taraf eror

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin (taraf eror 6,5%) diperoleh jumlah sampel untuk dianalisis berjumlah 229 sampel. Sampel yang dianalisis terbagi ke dalam 20 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK), 20 TPK tersebut dibagi kembali menjadi tiga wilayah kerja, yakni Wilayah Kerja Barat, Tengah dan Timur. Responden Wilayah Kerja Barat berjumlah 62 peternak tersebar pada TPK Manoko, Citespong, Pojok, Pasar Kemis, Barunagri, Pamecelan, Keramat dan Nagrak. Responden Wilayah Kerja Tengah berjumlah 99 peternak tersebar pada TPK Genteng, Pasir Ipis, Pencut, Bukanagara, Pagerwangi, Cibodas dan Suntenjaya.

Responden Wilayah Kerja Timur berjumlah 68 peternak tersebar pada TPK Gunung Putri, Cilumber, Cibogo, Cikawari dan Cibedug.

Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian survey yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan

n =

(

1+NNe2

)

(30)

mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, dan politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Penyelidikan dilakukan dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah individu atau unit, baik secara sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir, 1999)

Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan diperoleh melalui wawancara dengan peternak yang terpilih menjadi responden dan juga dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur dan dipersiapkan terlebih dahulu, untuk memperoleh gambaran tentang masukan, keluaran, serta besarnya kegiatan usaha peternakan sapi perah, kegiatan usaha ternak non sapi perah, kegiatan usaha tani, dan kegiatan diluar usaha tani dan usaha ternak.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan dari bahan tertulis atau pustaka yang dapat dipercaya dan berhubungan dengan penelitian berupa hasil penelitian, dan data-data pendukung lainnya yang diperoleh dari instansi yang terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, Kantor Kecamatan Lembang, Kantor KPSBU Lembang dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung selama tiga bulan yaitu dari bulan Juli hingga September 2007. Data yang mendukung penelitian yang berasal dari dinas-dinas terkait dikumpulkan secara bersamaan sehingga mencukupi kebutuhan penelitian.

Analisis Data

Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan objek penelitian secara lengkap. Analisis ini meliputi gambaran kondisi usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung, berupa deskripsi karakteristik peternak, tatalaksana usaha peternakan sapi perah, pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah, pendapatan usahatani selain

(31)

usahaternak sapi perah, pendapatan usahaternak selain ternak sapi perah, pendapatan di luar usahatani, pendapatan rumah tangga peternak, dan kontribusi pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak.

Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah

Pendapatan usahaternak sapi perah merupakan hasil pengurangan dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi perah tersebut. Penerimaan yang diperoleh dari usahaternak sapi perah dibedakan atas peneriamaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai meliputi nilai penjualan susu, ternak sapi perah dan hasil sampingan, sedangkan penerimaan tidak tunai meliputi nilai susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak serta perubahan nilai ternak.

Biaya yang digunakan dalam usaha ternak sapi perah juga dibedakan atas biaya tunai dan tidak tunai. Biaya tunai dibedakan lagi menjadi biaya tetap tunai dan biaya variabel tunai. Biaya tetap tunai meliputi biaya air, listrik (untuk usahaternak sapi perah), telepon (untuk usahaternak sapi perah), sewa dan pajak lahan, serta perawatan kandang, selanjutnya biaya variabel tunai meliputi biaya pakan (hijauan dan penguat), vaselin dan minyak tanah, perlengkapan dan tenaga kerja upahan.

Biaya tidak tunai juga dibedakan menjadi biaya tetap tidak tunai dan biaya variabel tidak tunai. Biaya tetap tidak tunai meliputi biaya penyusutan (kandang, peralatan dan ternak), sedangkan biaya variabel tidak tunai adalah biaya tenaga kerja keluarga.

Model analisis pendapatan yang akan digunakan dalam pengolahan data disajikan pada Tabel 1.

Analisis Pendapatan Rumah Tangga Peternak

Untuk mengetahui besarnya pendapatan rumah tangga peternak, dilakukan penjumlahan antara pendapatan dari usahaternak sapi perah, pendapatan usahatani selain usahaternak sapi perah, dan pendapatan di luar usahatani. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y = X1 + X2 + X3 Keterangan :

Y = pendapatan rumah tangga peternak (Rp/peternak/tahun) X1 = pendapatan usaha ternak sapi perah (Rp/peternak/tahun)

(32)

X2 = pendapatan usahatani selain usahaternak sapi perah (Rp/keluarga/tahun) X3 = pendapatan diluar usahatani (Rp/keluarga/tahun).

Perhitungan pendapatan dari sumber lain selain usahaternak sapi perah dilakukan sebagai berikut :

1. Pendapatan dari usahatani selain usahaternak sapi perah diperoleh dengan mengurangkan penerimaan total usaha dengan biaya yang dikeluarkan untuk selain usahaternak sapi perah tersebut,

2. Pendapatan dari luar usahatani, meliputi pendapatan dari usaha dagang, wiraswasta, buruh tani, pegawai negeri, dsb :

a) Usaha dagang dan wiraswasta diperoleh dengan menilai besarnya pendapatan dalam sebulan sesuai dengan jawaban peternak.

b) Buruh tani dihitung dari jumlah hari kerja dalam sebulan dikalikan dengan upah perhari atau berdasarkan upah per bulan yang diperoleh (jika upah yang diperoleh adalah upah bulanan),

c) Pegawai negeri diperoleh dari pendapatan bersih yang dibawa pulang peternak sesuai dengan golongan kepegawaian atau jabatan yang bersangkutan.

Analisis Kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi perah terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak

Kontribusi pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Keterangan :

KP =kontribusi pendapatan usahaternak sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak (%)

X = pendapatan bersih usahaternak sapi perah (Rp/peternak/tahun), dan Y = pendapatan rumah tangga peternak (Rp/peternak/tahun)

KP = Y

X x 100%

(33)

Tabel 1. Model Perhitungan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Wilayah Kerja Uraian

Tunai Tidak tunai Inventaris Total Penerimaan

Penjualan susu 9 9

Penjualan ternak 9 9

Penjualan produk sampingan 9 9

Pembelian ternak 9 9

Konsumsi keluarga peternak 9 9

Perubahan nilai ternak 9 9

Total 9 9 9 9

(-) Biaya variable

Pakan hijauan 9 9

Pakan penguat 9 9

Vaselin dan minyak tanah 9 9

Perlengkapan 9 9

Tenaga kerja upahan 9 9

Tenaga kerja keluarga 9 9

Total 9 9 9

(-) Biaya tetap

Air 9

Listrik 9

Telepon 9

Sewa dan pajak 9 Perawatan kandang 9

Penyusutan kandang 9

Penyusutan peralatan 9

Penyusutan ternak 9

Total 9 9 9 9

Pendapatan usahaternak 9 9 9 9

Definisi Istilah

1. Rumah tangga peternak adalah seorang atau sekelompok orang yaitu peternak, istrinya, dan anak-anaknya yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan tinggal bersama serta makan dari satu dapur.

2. Pendapatan usahaternak sapi perah adalah selisih antara penerimaan usahaternak sapi perah dengan total pengeluaran (biaya variabel dan biaya tetap) selama satu tahun meliputi penerimaan dan biaya yang bersifat tunai maupun non tunai.

3. Pendapatan rumah tangga peternak sapi perah adalah penjumlahan pendapatan dari berbagai usaha yang dijalankan, seperti usahaternak sapi perah, usahatani selain beternak, usahaternak selain sapi perah, dan usaha non pertanian selama satu tahun.

Sumber : Soekartawi et al. (1986)

(34)

4. Perubahan nilai ternak adalah selisih antara nilai ternak pada akhir tahun dengan nilai ternak pada awal tahun.

5. Penyusutan adalah penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan, seperti penyusutan peralatan, kandang, dan ternak.

6. Usaha pokok adalah suatu usaha yang menghasilkan pendapatan lebih dari 70 persen dari pendapatan rumah tangga.

7. Cabang usaha adalah suatu usaha yang menghasilkan pendapatan lebih dari 30 persen hingga 70 persen dari pendapatan rumah tangga.

8. Usaha sambilan adalah suatu usaha yang menghasilkan pendapatan kurang dari atau sama dengan 30 persen dari pendapatan rumah tangga.

9. Biaya pakan hijauan merupakan biaya pembelian pakan hijauan ditambah dengan biaya tenaga kerja untuk mencari rumput serta ditambah biaya transportasi dan pembelian urea.

10. Perlengkapan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha dengan masa ekonomis penggunaannya antara satu bulan hingga satu tahun.

11. Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha dengan masa ekonomis penggunaannya lebih dari satu tahun.

12. Satuan Ternak adalah ukuran yang digunakan untuk menghubungkan berat badan ternak dengan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak.

(35)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kecamatan Lembang

Kondisi Geografis dan Administratif

Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 45 Kecamatan di Kabupaten Bandung yang berjarak 36,5 km dari Kabupaten Bandung dan merupakan salah satu kawasan yang sangat cocok dalam pengembangan sapi perah. Kecamatan Lembang berbatasan dengan Kabupaten Subang di sebelah Utara, sebelah Timur dengan Kabupaten Sumedang dan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, sebelah Selatan dengan Kota Bandung dan sebelah Barat dengan Kecamatan Parompong Kabupaten Bandung.

Berdasarkan topografinya Kecamatan Lembang memiliki ketinggian tempat 1.200 - 1.257 m dpl. Temperaturnya berkisar antara 15,6-16,8 0C pada musim hujan dan 30,5-32,7 0C pada musim kemarau. Luas total wilayah Kecamatan Lembang 8.952,48 ha yang terdiri dari 16 Desa dan 43 Dusun. Keadaan lingkungan tersebut sangat sesuai untuk usaha peternakan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) bahwa daerah sejuk dan kering yang sesuai untuk sapi perah adalah pegunungan berketinggian minimal 800 m diatas permukaan laut dan bersuhu 18,30C.

Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang terbagi ke dalam enam kategori, yaitu lahan sawah yang meliputi sawah irigasi dan sawah tanah hujan, lahan kering yang meliputi pekarangan, bangunan, halaman, penggembalaan/padang rumput, tegal/ladang dan pemukiman, lahan basah yang meliputi tambak dan kolam/empang, lahan perkebunan yang meliputi perkebunan rakyat dan Negara, lahan fasilitas umum yang meliputi kas desa, lapangan dan perkantoran pemerintah, serta lahan hutan yang meliputi hutan lindung dan hutan produksi. Sebagian besar lahan di Kecamatan Lembang digunakan untuk lahan kering sebesar 3.499,95 ha atau sebesar 39,10 persen. Data penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2.

(36)

Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Lembang (ha) Desa

Lahan Sawah

Lahan kering

Lahan basah

Lahan Perkebunan

Lahan fasilitas

umum

Lahan

hutan Jumlah Suka jaya - 250,00 - 2,00 10,00 - 262,00 Cikahuripan - 586,68 - 2,00 12,42 441,49 1.042,59 Gd

Cikahuripan 789,00 225,74 2,50 127,50 5,15 14,39 1.164,28 Jaya giri 16,25 - - 248,08 12,20 527,75 804,28 Wangun sari - 241,54 0,25 38,00 99,49 - 379,28 Lembang 4,02 631,36 10,00 10,50 5,00 0,59 661,47

Pagerwangi - - - - 22,90 - 22,90

Kayu ambon 19,42 57,19 - 19,42 123,02 0,28 219,33 Cibogo 4,67 145,59 - 64,69 47,73 9,66 272,34 Cikidang 294,02 22,27 - - 13,16 150,00 479,45 Langensari 16,28 27,00 - 107,22 38,05 16,78 205,33 Mekarwangi - 319,32 - - 4,50 200,00 523,82 Wangunharja 2,00 2,00 - - 157,25 122,21 283,46

Cibodas - 365,70 - - 2,69 370,00 738,39

Suntenjaya - 410,56 - 164,00 889,00 1.463,56

Cikole - 215,00 - 200,00 15,00 - 430,00

Jumlah 1145,67 3.499,95 12,75 983,41 568,55 2.742,15 8.952,48 Sumber : Potensi Desa di Kecamatan Lembang, 2006 (data diolah)

Keadaan Demografi

Penduduk Kecamatan Lembang pada tahun 2006 berjumlah 109.297 jiwa yang terbagi ke dalam 25.238 kepala keluarga. Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Lembang sebagian besar tamat SD/Sederajat yakni sebesar 61,73 persen, sedangkan masyarakat yang tamat Strata Satu hanya 0,12 persen. Rincian tingkat pendidikan masyarakat Lembang tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Lembang Jumlah Tingkat Pendidikan

orang (%)

Belum sekolah 12.425 11,37

Tidak Tamat SD 10.610 9,71

Tamat SD/Sederajat 67.467 61,73

Tamat SMP/ Sederajat 15.395 14,09

Tamat SMU/ Sederajat 2.841 2,59

Tamat Akademi/ Universitas 559 0,51

Jumlah 109.297 100

Sumber : Potensi Desa di Kecamatan Lembang, 2006 (data diolah)

Mata pencaharian masyarakat Lembang terbesar yaitu pada bidang pertanian sebanyak 7.567 orang dengan proporsi 20,68 persen, sedangkan yang bermata pencaharian dibidang peternakan sebanyak 3.668 orang dengan proporsi 10,02

(37)

persen. Sisanya bermata pencaharian sebagai buruh tani, pegawai negeri, TNI/POLRI, buruh, pensiunan, pedagang, dan pegawai swasta. Pendapatan perkapita masyarakat Kecamatan Lembang adalah Rp. 850.678,00 per bulan. Klasifikasi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Penduduk Kecamatan Lembang Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah Mata pencaharian

orang (%)

Pertanian 7.567 20,68

Buruh tani 1.137 3,11

Peternakan 3.668 10,02

Pegawai Negeri 2.243 6,13

TNI/POLRI 1.674 4,57

Buruh 6.432 17,57

Pensiunan 1.054 2,88

Pedagang 6.336 17,31

Pegawai Swasta 3.276 8,95

Profesi lain-lain 3.211 8,77

Jumlah 36.598 100

Sumber : Rencana Kerja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Tahun 2008 Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU)

Sekitar satu abad yang lalu, peternakan sapi perah di Lembang mulai diperkenalkan oleh Bangsa Belanda, seiring dengan berjalannnya waktu, banyak bangsa pribumi yang mulanya sebagai pekerja mulai memelihara sapi perah sendiri dan pada akhirnya berkembanglah di seluruh Lembang. Jumlah peternak yang semakin banyak mendorong adanya kebutuhan untuk memasarkan produk susu yang dihasilkan. Pada tanggal 8 Agustus 1971, berdirilah sebuah koperasi susu dengan diprakarsai oleh 35 orang peternak, hal ini didorong oleh keinginan untuk memperkuat posisi tawar peternak sapi perah di Lembang akibat harga susu yang diterapkan oleh loper-loper susu dan swasta seringkali tidak memuaskan. Selanjutnya koperasi susu itu dinamakan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara yang saat ini lebih dikenal dengan singkatan KPSBU. Jumlah anggota KPSBU tersebar ke dalam 21 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK), pada tahun 2006 keanggotaan mencapai 6.163 orang dengan anggota laki-laki berjumlah 5.189 orang dan perempuan berjumlah 974 orang, serta populasi sapi mencapai 15.947 ekor.

(38)

KPSBU memiliki pengaruh penting sebagai salah satu pelaku dalam arena gerakan koperasi nasional. Selain itu KPSBU terus berupaya mencapai tujuan menjadi model koperasi dalam mensejahterakan anggota dengan membangun manajemen koperasi yang berbasis pada hasil dan berorientasi pada kebutuhan anggota. Sistem manajemen yang telah diterapkan oleh KPSBU antara lain penilaian prestasi kerja untuk karyawan yang dapat memotivasi karyawannya menjadi giat bekerja, penyusunan dan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) manajemen, pemberian pendidikan wajib mengenai dasar-dasar koperasi bagi anggotanya dan dukungan terhadap transparansi serta demokrasi anggota dengan sistem satu anggota satu suara pada pemilihaan pengurus dan pengawas.

Selama perkembangannya, KPSBU selalu memfokuskan daya usaha untuk melaksanakan peran dan fungsi bagi kepentingan komunitasnya, dalam hal pelayanan, kelangsungan proses produksi, pendidikan anggota, kesejahteraan anggota, dan beasiswa. Pelayanan yang dilakukan oleh KPSBU terhadap anggotanya meliputi pelayanan peternakan yang dimulai sejak praproduksi susu ternak sapi perah dan pelayanan keuangan. Pelayanan yang dimulai sejak praproduksi antara lain pelayanan pemeliharaan kesehatan hewan yaitu dengan pemberian obat cacing secara rutin setiap enam bulan sekali, pelayanan Inseminasi Buatan (IB), pelayanan perkembangan populasi dengan adanya program sapi bergulir mandiri, dan pelayanan makanan ternak. Pelayanan keuangan adalah melalui perkreditan sapi bergulir yang berasal dari Menegkop dan UKM, serta program simpan pinjam tanpa bunga dan biaya administrasi.

Kegiatan usaha dan bisnis di KPSBU yaitu produksi susu, pemasaran susu, pertokoan (Waserda), dan pembibitan sapi. Usaha-usaha untuk mengembangkan koperasi ini pun terus berlanjut sampai sekarang dengan terjalinnya beberapa kerjasama baik dalam bentuk pemberian pelatihan untuk sumber daya manusia baik karyawan maupun anggota-anggota KPSBU, serta penyediaan alat-alat pendukung dengan pihak asing seperti HVA International Belanda dan Canadian Cooperative Association (CCA). KPSBU dalam pertumbuhannya mempunyai visi “Menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam mensejahterakan Anggota” dan misi

“Mensejahterakan anggota melalui layanan prima dalam industri persusuan dengan manajemen yang berkomitmen dan meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi

(39)

melalui pendidikan, pemberdayaan SDM dan kemitraan strategis”. Visi dan misi ini didukung oleh nilai-nilai yang diterapkan didalamnya yaitu inovatif, dinamis, berorientasi pada kualitas, keterbukaan, keadilan, demokratis dan mandiri, selain itu didukung pula dengan perumusan slogan KPSBU “Murni Koperasinya, Murni Susunya”. Keberhasilan KPSBU dapat terukur dengan diberikannya penghargaan Indonesia Cooperative Award dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan Majalah SWA pada tahun 2006.

Struktur organisasi KPSBU terdiri dari pengurus dan badan pengawas.

Pengurus bertugas mengelola koperasi yang dibantu oleh para karyawan, sedangkan badan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Rapat Anggota Tahunan (RAT) memegang kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi koperasi. Pelaksanaan operasional KPSBU mendapat binaan dari Departemen Koperasi dan Dinas Peternakan Tingkat Kabupaten atau Propinsi. RAT dilaksanakan setahun sekali yang berisi laporan pertanggungjawaban pengurus dalam melaksanakan tugasnya, menetapkan kebijakan umum dan membuat rencana kerja.

Keadaan Umum Usaha Peternakan Sapi Perah

Kecamatan Lembang merupakan salah satu daerah yang potensial dalam usahaternak sapi perah karena memiliki lingkungan yang mendukung dari segi banyaknya masyarakat yang beternak sapi perah, berdasarkan data pada Tabel 4 dan Tabel 5, jumlah sapi perah yang dimiliki per rumah tangga peternak (RTP) adalah empat hingga lima ekor sapi perah.

Pemasaran produk hasil ternak sapi perah seperti susu menjadi hal yang mudah karena di Kecamatan Lembang juga terdapat koperasi peternak sapi perah.

Koperasi tersebut memberi pelayanan dan pembinaan untuk keberlangsungan usahaternak sapi perah melalui program-program yang direncanakan.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Bandung pada bulan Juni tahun 2007, dari 45 kecamatan di Kabupaten Bandung terdapat 22 Kecamatan yang memiliki ternak sapi perah. Kecamatan Lembang memiliki populasi ternak sapi perah terbesar yaitu berjumlah 16.275 ekor yang terdiri dari 1.627 ekor jantan dan 14.648 ekor betina. Populasi ini mengalami peningkatan dari tahun 2006 sebesar 499 ekor. Data populasi sapi perah dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Kontribusi Usahaternak
Tabel 1. Model Perhitungan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah  Wilayah Kerja  Uraian

Referensi

Dokumen terkait

Pada delay 30 detik dan juga 60 detik, rata-rata selisih waktu tamu terdeteksi yang didapatkan dengan delay 30 detik yaitu 6.05 detik dan delay 60 detik didapatkan

Frekuensi Karakteristik Tumbuh Kembang (Tumbang) Anak Balita di Posyandu Melati RT 009/RW 03 Desa Muncul Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan, menunjukkan bahwa

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa uji t menunjukkan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap arus kas masa depan, disebabkan karena arus kas

Pengaruh pengaktifan zeolit, yaitu dapat memurnikan zeolit dari komponen pengotor, menghilangkan jenis kation logam tertentu dan molekul air yang terdapat dalam rongga,

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ngaruiya et al (2014) dengan judul Pengaruh Transaksi Uang Beredar terhadap Kinerja Keuangan Usaha Kecil dan Menengah di Kawasan Pusat

Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi (PUS) tidak menggunakan alat kontrasepsi yang diteliti di Desa Sigulang Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Semua yang telah diberikan kepada penulis sungguh amatlah berharga, semoga Allah SWT dapat memberikan balasan yang lebih baik atas semua kebaikan yang telah diberikan kepada