• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jabodetabek adalah sebuah akronim dari Jakarta-Bogor-Depok-Tanggerang-Bekasi, yaitu sebuah kawasan metropolitan Jakarta dan sekitarnya. Wilayah Jabodetabek saling terintegrasi dengan Kota Jakarta sebagai pusatnya dan kota lainnya sebagai kota penyangganya. Dengan populasi masyarakatnya yang tinggi, hal ini menunjukan wilayah Jabodetabek memiliki mobilitas yang sangat tinggi. Tabel 4 Pembagian Administratif Wilayah Jabodetabek

Pembagian Administratif Wilayah (km²) Populasi (2012)

DKI Jakarta 664 9,761,407

Kota Bogor, Jawa Barat 118.50 984,448 Kota Depok, Jawa Barat 200.29 1,835,957 Kota Bekasi, Jawa Barat 210.49 2,448,291 Kota Tangerang, Banten 164.5 1,918,556 Kota Tangerang

selatan, Banten 210 1,405,170 Kabupaten Bogor, Jawa

Barat 3,440.71 4,989,939

Kabupaten

Tangerang, Banten 1,110 3,050,929 Kabupaten Bekasi, Jawa

Barat 1,484.37 2,786,638

Wilayah Metropolitan

Jabodetabek 7,392 29,181,335

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, 2012

Dengan tingginya mobilitas masyarakat di wilayah Jabodetabek menjadi salah satu faktor tingginya pencemaran udara di wilayah Jabodetabek. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kendaraan bermotor dan pabrik industri di wilayah Jabodetabek. Penelitian ini mengambil data pada lapisan Planetary Boundary Layer (PBL) atau Atmospheric Boundary Layer (ABL) di atas wilayah Jabodetabek. Dari hasil pengambilan data koordinat menggunakan Google Earth

didapatkan wilayah Jabodetak berada pada koordinat 106o32’ – 107o32’BT dan 5o88’ – 6o79,9’ LS. Dari koordinat yang didapat ini dimasukan ke dalam software Giovanni sebagai batasan wilayah kajian. Wilayah yang didapatkan adalah Jabodetabek dengan wilayah Kepulauan Seribu tidak termasuk ke dalam wilayah kajian.

12

Gambar 2 Visualisasi Wilayah Kajian pada Google Earth

Setelah memasukan koordinat wilayah kajian dan visualisasi pada Google

Earth, masukkan juga koordinat yang sama pada software Giovanni. Koordinat pada Google Earth berfungsi untuk validasi data koordinat sehingga tidak ada perbedaan antara visualisasi pada software Giovanni dan Google Earth. Setelah penentuan daerah kajuan, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis data yang akan diambil.

Pemilihan data yang digunakan adalah memilih data polutan SO2 sebagai polutan kajian dalam penelitian ini dan data curah hujan untuk menentukan pembagian musim, data yang pertama kali diambil adalah data curah hujan bulanan periode 2005-2013 dengan opsi TOVAS. Dari data yang didapatkan dibuat diagramnya sehingga dapat terlihat curah hujan rata-rata bulanan selama 9 tahun. Dari diagram ini dapat ditentukan bulan apa saja yang dapat diklasifikasikan sebagai musim hujan, musim peralihan hujan-kemarau, musim kemarau, dan musim peralihan kemarau-hujan.

Kecenderungan (Trend) Pencemaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Data harian sebaran polutan SO2 yang didapat dari penelitian ini digunakan untuk membuat trendline dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan sebaran polutan SO2 dari tahun 2005-2013. Data harian ini dirata-ratakan sehingga mendapat nilai rata-rata polutan SO2 perbulannya. Nilai rata-rata ini dijadikan trendline untuk melihat bagaimana perkembangan polutan SO2 selama periode 2005-2013.

Data harian sebaran polutan SO2 ini didapatkan dari software Giovanni dengan satuan Dobson Unit (DU), untuk itu diperlukan konversi dari satuan DU menjadi satuan μg/m3 . Adapun konversi satuan Dobson Unit (DU) menjadi satuan μg/m3 adalah sebagai berikut :

13 ………. (1) Keterangan :

Trendline yang terbentuk dari hasil pengolahan data sebaran polutan SO2 adalah sebagai berikut :

Dapat dilihat konsentrasi gas SO2 di wiayah Jabodetabek periode 2005-2013 paling tinggi terjadi pada bulan Februari 2005 dengan nilai 0.015 μg/m3 sedangkan yang terendah terjadi pada bulan April 2013 dengan nilai -0.006 μg/m3. Terjadi penurunan yang tidak terlalu signifikan selama periode 2005-2013. Penurunan tingkat SO2 selama periode 2005-2013 pada grafik terjadi karena beberapa faktor meteorologi. Meningkatnya pemanasan oleh matahari dapat meningkatkan temperatur permukaan sehingga mempengaruhi proses konveksi.

y = -5E-06x + 0.0028 -0.01 -0.005 0 0.005 0.01 0.015 0.02 Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i S e p te m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r Ja n ua ri M e i Se pt e m b e r 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

"Trendline SO2 Periode 2005-2013"

Linear ("Trendline SO2 Periode 2005-2013")

14 0 50 100 150 200 250 300 350 400

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

Kenaikan temperatur akan menyebabkan ekspansi massa udara. Jika di dalam udara terdapat sejumlah polutan, maka polutan akan ikut terangkat ke atas sehingga konsentrasi polutan di permukaan mengalami penurunan.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dibandingkan baku mutu yang berlaku sangat jauh berbeda. Untuk baku mutu SO2 memiliki nilai 900 μg/m3 untuk jangka waktu 1 jam, 365 μg/m3 untuk jangka waktu 24 jam dan 60 μg/m3 untuk jangka waktu 1 tahun. Perbedaan yang cukup jauh dapat terlihat dari hasil penelitian dan nilai baku mutu. Perbedaan ini disebabkan karena terdapat perbedaan ketinggian pengambilan data pada penetapan baku mutu dengan satelit yang digunakan pada software Giovanni. Nilai yang sangat kecil yang didapat pada penelitian ini disebabkan polutan SO2 sudah terlebih dahulu terdispersi sebelum direkam datanya menggunakan satelit. Pada sateli Aura, pengambilan data dilakukan pada ketinggian PBL (Planetary Boundary Layer), yaitu sekitar 0,9 km dari permukaan bumi. Sehingga jarak yang cukup jauh menyebabkan terjadinya dispersi terlebih dahulu pada polutan.

Nilai negatif yang didapatkan dari hasil pengambilan data menggunakan softwar Giovanni sebenarnya tidak berlaku. Nilai negatif pada penelitian ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya kesalahan pada pola algoritma pengolahan data OMI. Nilai negatif ini umumnya terjadi pada daerah yang lebih berawan sehingga dapat terjadi efek koreksi “Ring” yang tidak sempurna atau pergeseran panjang gelombang pada cahaya yang terukur pada daerah yang lebih berawan tersebut. Tekanan medan yang tidak tepat ataupun nilai radiasi tekanan awan yang tidak tepat juga dapat menghasilkan data input yang salah.

(http://so2.gsfc.nasa.gov/Documentation/OMSO2ReleaseDetails_v111_0303.htm)

Pola Distribusi Temporal Curah Hujan di Wilayah Jabodetabek Pengambilan data bulanan curah hujan di wilayah Jabodetabek menggunakan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) yang terdapat dalam software Giovanni. Data curah hujan ini sudah dalam satuan mm/jam dan digunakan untuk membagi rata-rata musiman dalam 1 tahun selama rentan waktu 2005-2013.

15

Dari diagram tersebut dapat diklasifikasikan selama periode 2005-2013 untuk rata-rata musim hujan terjadi pada bulan Januari-Maret, rata-rata musim peralihan hujan-kemarau terjadi pada bulan April-Juni, rata-rata musim kemarau terjadi pada bulan Juli-September, dan rata-rata musim peralihan kemarau-hujan terjadi pada bulan Oktober-Desember.

Pola Distribusi Spasial dan Temporal Gas SO2 di Wilayah Jabodetabek Selanjutnya data polutan SO2 diambil menggunakan software Giovanni dengan opsi OMI. Data yang diambil merupakan data polutan SO2 harian dan bulanan selama periode 2005-2013. Untuk data bulanan dibandingkan dengan musim yang sebelumnya telah diklasifikasikan menggunakan data curah hujan sedangkan untuk data harian digunakan untuk membuat trendline sebaran polutan selama periode 2005-2013.

Data polutan SO2 bulanan ditinjau konsentrasinya terhadap klasifikasi musim berdasarkan curah hujan sehingga data bulanan SO2 dikelompokkan sesuai dengan musim yang telah diklasifikasikan sebelumnya. Hasil pengelompokkan data bulanan SO2 kemudian divisualisasikan menggunakan software ArcGIS.

Adapun contoh data yang digunakan untuk visualisasi dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5Rata-rata konsentrasi SO2 bulan Januari-Maret Periode 2005-2013 Latitude Longitude Rata - Rata Konversi (Degrees) (Degrees) Konsentrasi SO2 [DU] 1 DU = 0.03125 μg/m3

-6.875 106.375 -0.117 -0.004 -6.875 106.625 -0.005 0.000 -6.875 106.875 0.034 0.001 -6.875 107.125 0.217 0.007 -6.875 107.375 0.148 0.005 -6.625 106.375 0.060 0.002 -6.625 106.625 0.137 0.003 -6.625 106.875 0.188 0.006 -6.625 107.125 0.136 0.004 -6.625 107.375 0.102 0.003 -6.375 106.375 0.132 0.004 -6.375 106.625 0.120 0.004 -6.375 106.875 0.218 0.007 -6.375 107.125 0.308 0.010 -6.375 107.375 0.342 0.011 -6.125 106.375 0.246 0.008 -6.125 106.625 0.239 0.008 -6.125 106.875 0.312 0.010 -6.125 107.125 0.290 0.010 -6.125 107.375 0.228 0.007 -5.875 106.375 0.137 0.004 -5.875 106.625 0.088 0.003

16

Latitude Longitude Rata - Rata Konversi (Degrees) (Degrees) Konsentrasi SO2 [DU] 1 DU = 0.03125 μg/m3

-5.875 106.875 0.113 0.004

-5.875 107.125 0.130 0.004

-5.875 107.375 0.106 0.003

Rata - Rata 0.156 0.005

Dari pengelompokan data tersebut didapatkan rata-rata nilai konsentrasi polutan SO2 tertinggi adalah pada bulan Januari-Maret periode 2005-2013 dengan nilai rata-rata senilai 0.005 µg/m3 sedangkan yang terendah adalah pada bulan April-Juni periode 2005-2013 dengan nilai rata-rata 0.001 µg/m3. Visualisasi yang didapatkan dengan menggunakan software ArcGis menunjukkan sebaran dari polutan SO2 di Jabodetabek. Data yang digunakan sebagai visualisasi adalah data pengelompokkan bulanan sesuai pembagian menurut hasil pengolahan data curah hujan untuk pembagian musim. Adapun visualisasi yang didapat sebagai berikut :

Dari peta tersebut dapat terlihat bahwa pada periode Januari-Maret 2005-2013, rata-rata polutan SO2 mengalami konsentrasi tertinggi pada daerah Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi serta sedikit daerah Jakarta Utara. Tingginya nilai konsentrasi ini disebabkan karena pada wilayah tersebut terdapat banyak sekali industri dan juga banyaknya kendaraan bermotor. Untuk nilai konsentrasi SO2 nilai tertinggi pada periode ini bernilai 0.010 µg/m3 sedangkan yang terendah bernilai -0.004 µg/m3 yang tersebar di wilayah Kabupaten Bogor. Untuk nilai rata-rata sebaran SO2 pada periode ini adalah 0.005 µg/m3. Faktor lainnya yang

Gambar 5 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Januari-Maret 2005-2013 µg/m3

17

Gambar 6 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode April-Juni 2005-2013 mempengaruhi tingginya pesebaran polutan di daerah tersebut adalah topografi wilayah tersebut yang cenderung lebih rendah dibandingkan daerah selatan.

Pada periode bulan April-Juni 2005-2013, visualisasi yang didapatkan sedikit berbeda dengan periode lainnya, sebaran polutan SO2 terlihat terkotak-kotak. Hal ini dikarenakan pada periode ini, rata-rata terjadi anomali pada pola algoritma yang disebabkan oleh banyak faktor sehingga nilai negatif banyak terdapat pada periode ini. Sebaran polutan SO2 paling banyak tersebar di daerah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan beberapa bagian Kota Jakarta dengan nilai tertinggi 0.008 µg/m3. Untuk sebaran polutan SO2 yang paling sedikit terdapat di daerah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor bagian selatan dengan nilai paling rendah -0.007 µg/m3. Untuk nilai rata-rata sebaran polutan SO2 pada periode ini adalah 0,001 µg/m3. Terlihat terjadi pergeseran sebaran polutan dari kelompok periode sebelumnya. Pergeseran ini terlihat bergerak dari arah timur menuju barat. Mobilitas penduduk di wilayah Kota Jakarta dan Tanggerang memang sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari tingkat kemacetan yang terjadi di daerah tersebut sedangkan kemacetan menyumbangkan polusi yang cukup besar untuk udara. Faktor aktivitas masyarakat yang ada di wilayah Jabodetabek ini merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang cukup besar menyumbangkan polutan ke udara. Jika dibandingkan dengan periode bulan Januari-Maret, ada perbedaan letak konsentrasi sebaran polutan SO2, pada periode sebelumnya polutan SO2 terkonsentrasi di wilayah timur laut wilayah Jabodetabek sedangkan periode April-Juni terkonsentrasi di wilayah barat laut wilayah Jabodetabek. Selain itu ada kesamaan pada daerah bagian selatan Jabodetabek, yaitu kedua periode menunjukkan daerah selatan Jabodetabek memiliki tingkat konsentrasi sebaran polutan SO2 yang paling rendah.

18

Gambar 7 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Juli-September 2005-2013 Pada periode Juli-September 2005-2013 dapat dilihat konsentrasi polutan SO2 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, konsentrasi masih berpusat di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan sedikit daerah Jakarta Barat dan Utara. Untuk nilai tertinggi konsentrasi polutan SO2 pada periode ini bernilai 0.006 µg/m3 dan terendahnya bernilai -8.6 x 10-5 µg/m3. Adapun nilai rata-rata sebaran polutan SO2 pada periode ini adalah 0.002 µg/m3. Terlihat bahwa konsentrasi polutan mulai bergeser kembali ke arah timur, hal ini ditunjukkan dengan adanya konsentrasi yang cukup tinggi yang terjadi di daerah Kabupaten Bekasi.

19

Pada periode Oktober-Desember 2005-2013 dapat dilihat konsentrasi polutan SO2 berpusat tepat di daerah Kota Jakarta. Selain itu, sebagian Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi juga memiliki nilai konsentrasi yang tinggi, tetapi tidak setinggi di Kota Jakarta. Nilai tertinggi konsentrasi SO2 pada periode ini adalah 0.006 µg/m3 sedangkan yang terendahnya adalah -0.002 µg/m3. Untuk nilai rata-rata sebaran polutan SO2 pada periode ini adalah senilai 0.003 µg/m3.

Pengaruh angin sangat berperan dalam pesebaran polutan yang ada di udara. Umumnya di Indonesia terdapat 1 jenis angin yang memiliki pola tetap dan berhembus di wilayah Indonesia. Jenis angin tersebut adalah angin muson yang merupakan angin periode yang terjadi terutama di samudra Hindia dan sebelah selatan Asia. Angin muson sendiri di Indonesia terdapat 2 macam yaitu angin muson barat dan angin muson timur. Angin muson barat bergerak dari benua Asia menuju benua Australia, dengan melewati samudra pasifik yang luas, sehingga di Indonesia mengalami musim hujan dengan curah hujan cukup tinggi. Angin muson barat ini biasa bergerak pada bulan Desember-April. Hal ini sesuai dengan letak titik konsentrasi polutan yang ada di Jabodetabek, yaitu pada periode Januari-Maret, polutan berkumpul di wilayah timur laut Jabodetabek. Berkumpulnya polutan di wilayah ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah pergerakan angin muson barat yang berhembus dari barat ke timur. Selain angin muson barat, terdapat juga angin muson timur yang bergerak dari benua Australia menuju benua Asia. Angin muson timur tidak membawa air yang cukup banyak karena hanya melewati lautan yang kecil sehingga tidak terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi di Indonesia. Angin muson timur ini biasanya terjadi pada bulan April-Oktober. Pergerakan angin muson timur ini sesuai dengan letak titik konsentrasi polutan yang ada di Jabodetabek, yaitu periode April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember. Polutan pada ketiga periode tersebut berkumpul di barat laut wilayah Jabodetabek. Berkumpulnya polutan tersebut disebabkan oleh banyak faktor dan angin merupakan faktor yang memiliki peran penting dalam pesebaran polutan di udara. Pada ketiga periode tersebut terjadi di Indonesia angin muson timur yang bergerak dari arah timur menuju barat.

Dapat terlihat dari keempat peta visualisasi sebaran polutan SO2, daerah utara Jabodetabek selalu memiliki nilai konsentrasi yang lebih besar dibandingkan daerah selatan Jabodetabek. Untuk daerah utara sendiri terdiri dari Kota Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi. Sedangkan daerah selatan terdiri dari Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Untuk Kota Depok berada ditengah-tengah dari kedua daerah ini. Visualisasi hasil pengolahan data sebaran polutan SO2 yang terjadi pada daerah-daerah tersebut sesuai dengan kondisi asli dari daerah tersebut. Kota Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi memiliki tingkat populasi dan mobilitas yang tinggi dibandingkan daerah selatan. Selain itu pusat pemerintahan dan perekonomian Indonesia yang terdapat di Jakarta menjadi daya tarik tersendiri untuk banyak orang hidup di Jakarta. Dengan begitu tingginya populasi ini menyebabkan penggunaan bahan bakar dan kendaraan bermotor juga meningkat sehingga produksi polutan pun meningkat.

Banyaknya pabirk yang terdapat di daerah utara juga menjadi salah satu sumber polutan tidak bergerak. Sehingga dengan jumlah populasi yang tinggi dan

20

keberadaan pabrik yang banyak menyebabkan daerah utara Jabodetabek memiliki sebaran polutan SO2 yang lebih besar dibandingkan daerah selatan. Untuk daerah selatan, yaitu Kabupaten dan Kota Bogor, masih banyak terdapat ruang terbuka hijau dan juga tingkat populasi yang tidak sebanyak daerah utara. Hal ini sangat mendukung rendahnya tingkat konsentrasi polutan yang ada di daerah selatan ini. Hal ini sesuai dengan hasil keempat visualisasi pengolahan data sebaran polutan SO2 yang menunjukkan daerah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor konsisten selalu tiap periodenya meiliki nilai konsentrasi polutan yang rendah. Jumlah populasi penduduk juga tidak terlalu banyak dibandingkan populasi yang ada di daerah utara Jabodetabek. Untuk Jabodetabek sendiri memiliki populasi yang cukup besar jumlahnya yaitu sekitar 27 juta jiwa yang sebagian besar terdapat di daerah utara Jabodetabek dengan perbandingan antara daerah selatan dan daerah utara Jabodetabek sekitar 6 : 20 jiwa.

Untuk Kota Depok yang berada ditengah-tengah, kondisinya terpengaruh oleh daerah utara dan daerah selatan yaitu konsentrasi polutan SO2 yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat suatu daerah pertemuan antara polutan yang ada di daerah utara Jabodetabek dan daerah Selatan Jabodetabek.

21

Dokumen terkait