• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Hasil

Tabel 3 berikut ini menyajikan nilai beberapa parameter yang diamati, antara lain pertumbuhan relatif, gonado somatik indek pra salin dan setelah salin, fekunditas, derajat pembuahan, derajat penetasan telur, dan tingkat kelangsungan hidup larva.

Tabel 3. Pertumbuhan relatif (PR), Gonado Somatik Indeks pra salin minggu ke-1, 2, 3 dan 4 (GSI I,II,III dan IV) dan Gonado Somatik Indeks setelah salin (GSIs), Fekunditas (F), derajat pembuahan telur (FR), derajat penetasan telur (HR), dan tingkat kelangsungan hidup larva 5 hari (SR5)

Kadar Vitamin E (mg/kg pakan) Parameter A (325) B (375) C (425) D (475) PR (%) 135.51±10.60a 138.04±24.94a 132.84±36.10 a 133.38±26.74 a GSI I (%) 16.78±4.19a 15.07±5.26a 14.35±3.74a 16.48±5.23a GSI II (%) 24.36±7.11a 19.39±7.15a 17.87±4.67a 21.89±9.19a GSI III (%) 20.22±2.68a 24.04±0.8a 22.56±5.11a 23.69±1.69a GSI IV (%) 12.07±3.67a 17.76±5.02 a 15.76±3.68 a 20.31±6.27a GSIs (%) 24.19±5.91 a 19.67±3.76 a 26.91±7.41 a 26.08±4.63 a F (Btr/g induk) 693.33±394.13 a 784.06±115.98 a 884.19±246.94 a 404.33±234.29 a FR (%) 63.89±28.36 a 98.857±0.28 a 73.92±36.99 a 58.39±33.59 a HR (%) 42.67±31.05 a 63.12±25.75 a 84.92±12.41 a 90.09±14.01 a SR (%) 95.83±7.22 a 93.33±5.77 a 88.33±12.58 a 90.00±7.07 a

Keterangan : huruf sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Hasil pengolahan statistik (P>0.05) menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata dari perlakuan terhadap semua parameter yang diuji yaitu: Pertumbuhan Relatif (PR), Gonado Somatik Indeks pra salin minggu ke-1,2,3, dan 4 (GSI I, II, III, dan IV), Gonado Somatik Indeks salin (GSIs), Fekunditas, Derajat Pembuahan (FR), Derajat Penetasan Telur (HR), dan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva 5 hari (SR5). Hal ini menunjukkan bahwa induk yang diberi pakan dengan asam lemak n-3/n-6 (1:3) dengan vitamin E berbeda memberikan pengaruh yang sama terhadap semua parameter uji. Hasil analisa statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Pada Gambar 1 disajikan hubungan antara perlakuan pemberian asam lemak n-3 dan n-6 (1:3) dengan kadar vitamin E berbeda terhadap nilai GSI yang diamati tiap minggu. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan nilai GSI tertinggi umumnya terjadi pada minggu ke-3. Sedangkan perlakuan A dengan

kadar vitamin E sebanyak 325 mg/kg pakan, GSI tertinggi terjadi pada minggu ke-2 dan pada minggu berikutnya nilai GSI makin turun.

Gonado Somatik Indeks Pra Salin

0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000 30.0000 1 2 3 4 Minggu ke-GSI (%)

325 375 425 475 mg vit E/kg pakan

Gambar 1. Gonado Somatik Indeks Mingguan

Berikut ini disajikan grafik hubungan antara GSIs dengan penambahan vitamin E, 30 hari setelah pemijahan.

Hubungan Antara GSIs Dengan Vitamin E

0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000 30.0000 35.0000 40.0000 325 375 425 475 Kadar Vitamin E GSIs(%)

Gambar 2. Hubungan antara kadar vitamin E dengan GSIs 30 hari setelah pemijahan

Setelah 30 hari pasca pemijahan ke-3 induk zebra yang diberi pakan dengan vitamin E sebanyak 425 mg/kg pakan mempunyai GSIs yang tertinggi

diband ingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan GSIs terendah terdapat pada perlakuan B (375 mg Vitamin E/ kg pakan).

Besar kecilnya telur ditentukan oleh komponen nutrien yang tersimpan dalam telur. Komposisi nutrien telur berhubungan dengan keberhasilan pemijahan karena nutrien yang tersimpan dalam telur dimanfaatkan untuk perkembangan embrio. Komposisi nutrien telur induk zebra disajikan pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Komposisi nutrien telur ikan zebra Brachydanio rerio (% bobot kering) Pakan/Kadar Vitamin E

(mg/kg pakan) Kadar Air Protein Lemak

A (325) 70.18 75.35 19.65

B (375) 71.15 66.79 29.08

C (425) 64.38 60.61 27.26

D (475) 64.77 59.72 23.87

Berdasarkan Tabel 4 di atas, seiring dengan bertambahnya vitamin E, kadar protein telur menurun sedangkan untuk kadar lemak mula- mula bertambah dan pada level penambahan vitamin E sebesar 375 mg kemudian menurun kembali. Kadar lemak pada perlakuan A (325 mg vitamin E/kg pakan) lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan kadar lemak pada pakan perlakuan B (375 mg vitamin E/kg pakan) lebih tinggi dari perlakuan yang lain.

Tabel 5. Komposisi nutrien tubuh induk ikan zebra Brachydanio rerio (% bobot Kering)

Ikan Awal Ikan Akhir

Pakan/Kadar Vitamin E

(mg/kg pakan) Kadar Air Protein Lemak Kadar

Air Protein Lemak A (325) 73.95 41.98 17.88 73.07 56.97 22.74 B (375) 73.95 41.98 17.88 74.04 51.59 23.15 C (425) 73.95 41.98 17.88 73.29 52.65 23.62 D (475) 73.95 41.98 17.88 72.51 50.88 26.92

Pemberian pakan dengan asam lemak n-3/n-6 tetap dan vitamin E berbeda dapat meningkatkan kadar protein awal (41.98%) dan lemak awal (17.88%) dalam tubuh ikan. Hal ini menunjukkan adanya lemak dan protein yang disimpan dalam tubuh induk zebra. Berdasarkan Tabel 5 di atas, makin tinggi kadar vitamin E

4.2 Pembahasan

Laju pertumbuhan relatif (Tabel 3) tidak dipengaruhi oleh kadar vitamin E. Meskipun ikan zebra di sini merupakan induk yang sudah memijah dua kali , dimana energi dari pakan lebih digunakan untuk maintenance, aktivitas dan metabolisme, serta reproduksi tetapi ikan masih mengalami pertumbuhan. Hal ini karena adanya penambahan bobot gonad yang juga mempengaruhi bobot tubuhnya.

Pemberian pakan dengan komposisi asam lemak n-3/n-6 sebesar 1 : 3 dan kadar vitamin E berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi Gonado Somatik Indeks baik pra salin (GSI) maupun pasca salin (GSIs). Nilai GSI menunjukkan persentase gonad yang telah terbentuk dibandingkan dengan bobot tubuh selama masa pemeliharaan. Semakin tinggi persentase gonad dapat menunjukkan jumlah telur yang semakin banyak dan juga ukuran telur yang besar. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel ( Lie et al., 1994 dalam Mokoginta et al. 2000). Makin tinggi kadar vitamin E makin besar peluang asam lemak untuk tidak teroksidasi, sehingga makin banyak cadangan asam lemak yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan gonad. Hal ini terlihat pada parameter GSIs yang cenderung tinggi pada kadar vitamin E lebih tinggi (C dan D). Sedangkan untuk nilai GSI tiap minggu tidak menunjukkan pola yang sama seperti pada GSIs. Nilai GSI tertinggi tiap minggu tidak selalu terdapat pada perlakuan dengan penambahan vitamin E yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena respon terhadap pakan yang diberikan berbeda-beda dari tiap ikan. Perbedaan ini diduga karena induk tidak berasal dari keturunan yang sama.

Peningkatan nilai GSI dan GSIs disebabkan oleh perkembangan oosit. Volume oosit membesar karena proses vitelogenesis. Vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati oleh hormon estradiol-17ß, serta penyerapan vitelogenin yang terbawa dalam aliran darah ke dalam oosit (Yaron, 1995). Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh (Tyler, 1991 dalam Affandi dan Tang, 2001). Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar (Yaron, 1995).

Hubungan a-tokoferol dan asam lemak dengan aktifitas hormon pada waktu vitelogenesis, kemungkinan berhubungan dengan aktifitas Luteinizing hormon (LH) dan prostaglandin (Syahrizal, 1998). Sebagaimana diungkapkan oleh Djosoebagio (1990) dalam Syahrizal (1998), hormon LH akan memacu folikel memproduksi estrogen dan progesteron. Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mengekskresi hormon-hormon steroid ke dalam peredaran darah. Salah satu sasaran hormon-hormon steroid terutama 17ß-estradiol adalah hati. Hormon ini merangsang sintesis dan transport vitelogenin ke gonad.

Fase sebelum vitelogenesis adalah fase previtelogenesis. Konsentrasi hormon estradiol-17ß selama siklus reproduksi ikan lele betina rendah pada fase previtelogenesis dan meningkat secara cepat pada fase vitelogenik dan mencapai puncaknya pada akhir fase vitelogenesis (Nayak dan Singh, 1992 dalam Suhendar, 1997). Pada Gambar 1, fase vitelogenik terjadi pada minggu ke-2 dan akhir fase vitelogenesis umumnya terjadi pada minggu ke-3 dimana nilai GSI mencapai maksimum. Hal ini diduga karena adanya peningkatan hormon estradiol-17ß yang tinggi sehingga memacu terbentuknya vitelogenin. Sebagaimana dikatakan oleh Dojosoebagio (1990) dalam Syahrizal (1998) hubungan antara vitamin E (a-tokoferol) dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit ternyata melalui prostaglandin. Dalam hal ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak tak jenuh sedangkan vitamin E berfungsi mempertahankan adanya asam lemak tersebut.

Berdasarkan Gambar 1 di atas nilai GSI mencapai maksimum pada minggu ke-3 pemeliharaan induk. Oleh karena induk diberi pakan perlakuan setelah 10 hari pemijahan ke-2 maka dikatakan bahwa GSI mencapai maksimum setelah 4 minggu masa salin. Hal ini terlihat juga pada nilai GSIs yang diukur 30 hari setelah induk memijah untuk yang ke-3 kali. Sedangkan pada perlakuan A (325 mg vitamin E/kg pakan ) nilai maksimum GSI terjadi setelah 2 minggu pemeliharaan induk. Hal ini menunjukkan ikan pada perlakuan A(325 mg vitamin E/kg pakan) mengalami kematangan gonad lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kematangan gonad yang lebih cepat pada perlakuan A

diduga karena metabolisme dan transportasi nutrien dari pakan yang diberikan tidak terhambat. Metabolisme protein dan karbohidrat di dalam hati lebih lanjut dapat menghasilkan asam lemak yang merupakan komponen penyusun lemak Dengan demikian cadangan lemak tubuh lebih banyak meskipun vitamin E yang diberikan lebih sedikit. Makin banyak cadangan lemak tubuh, makin banyak peluang lemak yang dapat dimetabolis untuk perkembangan gonad. Sebagai contoh, kelebihan glukosa 6 fosfat yang tidak digunakan untuk membuat glukosa darah atau glikogen hati dipecah melalui proses glikolisis dan piruvat dehidrogenase menjadi asetil-KoA, yang diubah menjadi malonil- malonil KoA dan kemudian menjadi asam-asam lemak. Asam-asam lemak tersebut digunakan untuk membentuk senyawa-senyawa triasilgliserol dan fosfolipid yang sebagian dikirim ke luar menuju jaringan-jaringan yang lain terutama jaringan pada organ reproduksi (gonad) oleh plasma-plasma lipoprotein (Lehninger 1982). Pada perlakuan yang lain proses metabolisme seperti yang tersebut di atas sedikit terhambat yang disebabkan ketidakseimbangan antara asam lemak dan kadar vitamin E yang diberikan.

Peningkatan kematangan gonad dapat dilihat pada hasil histologi gonad setiap minggu (Lampiran 13). Seperti pada ikan mas, ikan zebra termasuk golongan tipe ikan yang mempunyai ovari tidak sinkron, dimana ovari memiliki oosit pada semua tingkat perkembangan (Affandi dan Tang, 2001). Ikan awal sebelum diberi perlakuan mempunyai ovari pada tingkat kematangan II dan III (TKG II dan TKG III). Setelah diberi perlakuan ovari tidak hanya terdiri dari satu stadia oosit yang matang saja tetapi terdiri dari semua stadia perkembangan oosit.

Seperti halnya GSI dan GSIs, nilai fekunditas dari tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Fekunditas menunjukkan banyaknya telur yang berhasil diovulasikan oleh induk betina pada waktu memijah. Makin besar nilai fekunditas menunjukkan makin banyak telur yang diovulasi. Seiring dengan bertambahnya kadar vitamin E pakan, rata-rata fekunditas juga meningkat namun menurun kembali pada level 475 mg/kg. Nilai fekunditas yang rendah pada perlakuan D (475 mg vitamin E/ kg pakan) diduga karena ketidakseimbangan vitamin E dengan asam lemak, dimana vitamin E yang ditambahkan berlebih sehingga dapat menghambat metabolisme asam lemak yang merupakan prekursor prostaglandin.

Mekanisme ovulasi dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam antara lain Gonadotropin releasing hormon (GnRH), Gonadotropin Release-Inhibitings Factors (GRIF), Pituitary Gonadotropin (GTH) dan penghubung lokal Ovari dari Kerja GtH seperti steroid dan Prostaglandin (Affandi dan Tang, 2000). Mekanisme ovulasi pada Brachydanio dipengaruhi oleh feromon dan hambatan metabolit. Hal ini terlihat pada perlakuan D (475 mg vitamin E/kg pakan), dimana jumlah rata-rata telur yang dikeluarkan per g bobot induk hanya mencapai (404,33±234,29). Kelebihan vitamin E menghambat metabolisme lemak yang pada gilirannya akan menghambat pelepasan hormon yang mempengaruhi mekanisme ovulasi. Asam lemak telah diketahui sebagai prekursor prostaglandin yang dapat merangsang ovulasi (Affandi dan Tang, 2000) Selain itu pada ikan goldfish prostaglandin dapat merangsang tingkah laku seksual dan sinkronisasi antara jantan dan betina pada saat pemijahan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai fekunditas adalah sifat dari ikan zebra sendiri yang merupakan salah satu jenis ikan partial spawner, sehingga jumlah telur yang dikeluarkan akan berbeda baik dari perlakuan yang sama maupun dari perlakuan yang berbeda dengan bobot induk yang sama.

Derajat pembua han dan penetasan telur juga tidak berbeda nyata dari tiap perlakuan. Derajat pembuahan secara langsung dipengaruhi oleh tingkah laku pemijahan. Tingkah laku pemijahan dapat dipengaruhi oleh prostaglandin (PG) yang dihasilkan oleh EPA. Pada ikan goldfish betina menghasilkan PGs seperti PGFs yang dapat merangsang tingkah laku seksual induk jantan (Sorensen et al., 1988 dalam Izquierdo et al., 2001). Kualitas induk jantan akan mempengaruhi derajat pembuahan dari penelitian ini yang selanjutnya akan memepengaruhi derajat penetasan.

Berdasarkan Tabel 3, nilai derajat pembuahan tidak menunjukkan adanya pola seiring dengan bertambahnya kadar vitamin E. Hal ini diduga karena faktor dari induk jantan yang tidak mendapatkan perlakuan sama seperti induk betina. Sedangkan nilai rata-rata derajat penetasan menunjukkan adanya pola peningkatan seiring dengan bertambahnya vitamin E.

Penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan derajat tetas telur yang tinggi. Sedangkan rendahnya derajat tetas

telur dapat disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio, sehingga embrio tidak berkembang dengan baik (Mokoginta et al., 2000) Hubungan antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tak jenuh (Yulfiperius, 2001).

Asam lemak esensial berfungsi sebagai prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Jika telur kekurangan asam lemak maka berlangsungnya proses embriogenesis akan gagal (pada pembelahan sel ke-16, 32 dan organogenesis ) dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah (Leray et al,. 1985 dalam Mokoginta et al., 2000). Sebagaimana diungkapkan oleh Mokoginta et al. (2000) bahwa apabila rasio asam lemak n-3/n-6 kurang atau berlebih di dalam telur akan menyebabkan derajat tetas telur yang rendah.

Kuning telur merupakan komponen yang mendominasi volume sel telur. Kuning telur merupakan sumber energi pada saat embriogenesis dan setelah larva menetas. Komponen kuning telur didominasi oleh protein. Pada saat embriogenesis, sebagai sumber energi utamanya adalah lemak, sedangkan protein meskipun mempunyai proporsi terbesar lebih berperan dalam pembentukan jaringan embrio (Affandi dan Tang, 2000). Perkembangan embrio menunjukkan adanya penyerapan kuning telur sehingga volume kuning telur mengalami penyusutan. Perkembangan stadia selama embriogenesis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.

Dari hasil analisa proksimat telur makin tinggi kadar vitamin E umumnya makin rendah kadar lemak telurnya. Hal ini menunjukkan lemak yang disimpan dalam organ tubuh pada induk yang lain lebih banyak dibandingkan yang berhasil diangkut ke organ reproduksi untuk pematangan gonad. Gangguan transportasi lemak ini diduga karena ketidakseimbangan nutrien dan sistem endokrin. Ketidakseimbangan nutrien di sini adalah kombinasi yang kurang tepat antara asam lemak n-3/n-6 dengan level vitamin E yang diberikan tersebut berlebih atau bahkan kurang. Penambahan vitamin E sebesar 375 mg/kg pakan, menghasilkan komposisi nutrien telur yang lebih baik dibandingkan perlakuan lain (Tabel 4). Komposisi nutrien telur ini akan mempengaruhi kualitas telur yang dihasilkan. Dilihat dari segi protein makin tinggi kadar vitamin E, kadar protein makin turun,

hal ini menunjukkan makin tinggi kadar vitamin E maka makin banyak protein yang dirombak untuk pembentukan sel-sel tubuh induk yang rusak atau untuk sumber energi untuk aktivitas yang lain.

Tingkat kelangsungan hidup larva tidak dipengaruhi oleh kadar vitamin E dengan asam lemak tetap n-3/n-6 sebesar 1:3. Tingkat kelangsungan hidup larva (SR5) untuk semua perlakuan tergolong tinggi lebih dari 80%. Dengan adanya penambahan vitamin E, lemak pada kuning telur dapat terlindungi peroksidasi sehingga banyak cadangan lemak yang dapat dimanfaatkan larva sebagai sumber energi selama endogenous feeding.

Berdasarkan hasil analisa proksimat tubuh ikan akhir penelitian, makin tinggi kadar vitamin E, makin tinggi kadar lemak dalam tubuhnya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa induk yang diberi pakan dengan n-3/n-6 sebesar 1:3 dan vitamin E 475 mg/kg pakan dapat meningkatkan kandungan lemak awal paling banyak dibandingkan pakan dengan komposisi asam lemak yang sama dan kadar vitamin E lebih rendah dari 475 mg/kg pakan. Makin banyak cadangan lemak dalam tubuh, seharusnya makin banyak peluang lemak yang dimanfaatkan untuk reproduksi, sehingga kualitas reproduksi tinggi. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi antara asam lemak n-3/n-6 sebesar 1:3 dengan kadar vitamin E yang berbeda pada induk ikan zebra tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi penampilan reproduksinya. Akan tetapi hasil penelitian ini lebih baik dari segi derajat tetas telur (46-82%) dan tingkat kelangsungan hidup larva 5 hari (76-90%), dibandingkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (kompri 2005*) yang menggunakan asam lemak n-3/n-6 sebesar 1:2.

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian tentang kombinasi asam lemak n-3/n-6 sebesar 1:3 dengan kadar vitamin E yang berbeda memberikan pengaruh yang sama pada penampilan reproduksi induk ikan zebra. Kadar vitamin E sebesar 375 mg/kg pakan pada penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik dari segi kandungan nutrien telur.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kombinasi asam lemak n-3/n-6 tetap dan kadar vitamin E yang berbeda dengan memberikan perlakuan terhadap induk jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. Dan Tang, U.M. 2001. Biologi reproduksi ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Universitas Riau.

Axelrod, H.R., Burgess, W. E. , Pronek, N., dan Walls, J.G. 1997. Dr.Axelrod’s Atlas of Freshwater Aquarium Fishes. Ninth Edition. T.F.H Publications. Inc. USA.305p.

Effendie, M. I. 1979. Metoda biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri, Cikuray 46- Bogor.

Eschmeyer, W.N. 1990.Catalog of The Genera of Recent Fish.es. California Academy of Sciences. San Fransisco. 697p.

Froese, R. dan Pauly, D. 2003.Zebra danio. http//www.fishbase.org.[24 Agustus 2005]

Furuichi, M. 1988. Fish nutrition. Di dalam: T. Watanabe (Editor). Fish nutrition and mariculture . JICA Texbook The General Aquaculture Course Department of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries.

Gatlin, D.M. III., Bai, S. C. and Erickson, M.C.1992. Effects of dietary vitamin E and synthetic antioxidants on compotition and storage quality of channel catfish Ictalurus punctatus. Aquaculture. 106:323-332.

Hammilton, 2004. Zebra danio. http://www. Fishbase.com. [24 Agustus 2005]

Izquierdo, M.S., Fernandez-palacios H. dan Tacon, A. G. J. 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish.. Aquaculture 197:25-42

Kamler, 1992. Early life history of fish and energetic approach. Chapmann and hall., London. 181 p.

Ketare, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lehninger, A.L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publishers, inc.

Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme. (terjemahan). Universitas Indonesia press. Jakarta. 781 hal.

Maack G. Dan Segner, H. 2004.The Gonadal development of the zebrafish (Danio rerio). http: //www.fishbase.com [24 Agustus 2005]

Dokumen terkait