• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara Ciamis, Jawa Barat

Kabupaten Ciamis terletak di ujung timur Propinsi Jawa Barat merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 ha, yang terdiri atas 51.688 ha lahan sawah; 192.791 ha lahan darat; serta memiliki pantai sepanjang 91 km. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada koordinat 108o 20"-108o 40" BT dan 70 40" 20"-7o 41" 20" LS (Dinas Propinsi Jawa Barat, 2010). Pada ketinggian 731 m dpl. Suhu harian per tahun 21-31 oC; dengan tingkat kelembaban 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Kabupaten Ciamis di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan; di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya; di sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar; dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Peternak ayam Kampung di Kabupaten Ciamis berada dalam naungan Himpunan Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI). Sekretariat HIMPULI sektor Ciamis terletak di Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa Kecamatan Imbanagara. Gambar 19 menyajikan peta lokasi pengamatan ayam Kampung. Pengambilan data ayam Kampung hanya dilakukan di Desa Tanjung Manggu.

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 19. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

Secara umum mata pencaharian masyarakat Ciamis adalah petani, pedagang, nelayan dan beternak ayam. Masyarakat Ciamis memelihara berbagai macam ayam lokal salah satunya adalah ayam Kampung secara semi intensif. Kepemilikan ayam Kampung masyarakat Ciamis berkisar antara 5-10 ekor per kepala keluarga.

Ayam Kampung dikandangkan secara individu. Kandang dibuat bertingkat. Kandang dibuat dari bambu, seng dan kawat. Peternak yang memiliki lahan yang luas, membangun kandang di belakang rumah yang dilengkapi dengan area tempat ayam beraktivitas pada siang hari, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 20. Beberapa peternak yang tidak memiliki lahan luas, membiarkan ayam Kampungnya untuk beraktivitas di luar kandang, yaitu di area kebun yang ditanami pohon kelapa, rambutan, jati, pisang, jambu biji dan bambu.

Ayam Kampung hanya dikandangkan pada malam hari. Setiap pagi sebelum ayam dilepas (diumbar), peternak memberi makan sisa-sisa dapur yang dicampur dedak padi. Sisa-sisa dapur yang diberikan juga memasukkan sisa-sisa pembuatan galendo yang merupakan makanan khas masyarakat Ciamis. Galendo merupakan hasil ikutan pembuatan minyak goreng dari bahan kelapa (Cocos nucifera L). Vitamin sebagai anti stress yang dicampur dengan air minum diberikan setiap minggu.

Gambar 20. Tipe Kandang Ayam Kampung pada Masyarakat yang Memiliki Lahan Luas di Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara, Kabupaten Ciamis

Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah

Kabupaten Tegal terletak di Propinsi Jawa Tengah, yang secara topografis dibagi menjadi daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Kabupaten Tegal memiliki luasan wilayah daratan sebesar 87.879 ha dan lautan 121,50 km2. Secara geografis terletak pada 108o 57'6"-109o 21'30" BT dan antara 60 50'41"-7o 15'30" LS (Dinas Pemerintah Kabupaten Tegal, 2011). Pada ketinggian 1.200-2.050 m dpl. Suhu harian per tahun 23-32 oC dengan kelembaban 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012)

Lokasi pengamatan ayam Kampung dilaksanakan di Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Lokasi tersebut di sebelah utara berbatasan dengan Kota Tegal dan Laut Jawa; di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pemalang; di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes; dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyumas. Gambar 21 menyajikan peta lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur.

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 21. Peta Lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah

Mata pencaharian masyarakat desa Dampyak adalah bertani, berladang, dan buruh industri perkayuan (perabotan kayu jati) serta beternak ayam. Ayam yang diternakkan adalah ayam ras luar negeri (broiler) dan ayam Kampung. Pemeliharaan ayam Kampung secara semi intensif yaitu ayam dilepas (diumbar) sepanjang hari dan

beristirahat di kandang pada malam hari. Kepemilikan ayam Kampung sekitar 3-8 ekor per kepala keluarga.

Ayam dikandangkan secara individu. Kandang dibuat bertingkat yang dibuat dari bahan bambu, kawat dan seng. Kandang dilengkapi dengan tirai plastik. Beberapa kandang dibangun di rumah kosong yang sudah tidak digunakan. Kandang juga didirikan di belakang rumah terpisah dari rumah. Untuk kepemilikan 3-5 ekor, pada umumnya ayam tidak memiliki kandang tetapi dikumpulkan di sudut ruang dapur dengan menggunakan kurungan ayam. Gambar 22 menyajikan ilustrasi kandang individu yang bertingkat di desa Dampyak Mejasem Timur.

Ayam yang dilepas (diumbar), dibiarkan beraktivitas di areal persawahan, kebun yang ditanami mangga, jambu biji, rambutan, pisang dan kelapa. Ayam disamping mencari makan sendiri, setiap pagi diberi pakan berupa sisa-sisa dapur yang dicampur dedak padi.

Gambar 22. Tipe Kandang Ayam Kampung di desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal

Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur

Secara geografis Kabupaten Blitar terletak di Propinsi Jawa Timur terletak di kawasan selatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Gambar 23

menyajikan peta lokasi Duren Talun Kabupaten Blitar. Luasan Kabupaten Blitar adalah

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 23. Peta Lokasi Desa Duren, Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur 1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yaitu pada 111o40'-112o10' BT dan 78o58'-8o9' LS (Dinas Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Pada ketinggian 150 m dpl. Suhu harian per tahun berkisar antara 20-30 oC dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012)

Gambar 24. Tipe Kandang Kelompok Ayam Kampung di Desa Duren, Talun, Kabupaten Blitar

Mata pencaharian masyarakat Desa Duren, Talun, Kabupaten Blitar adalah bertani, berladang dan beternak ayam secara semi intensif. Warga memelihara ayam Kampung secara semi intensif, yaitu ayam diumbar dari pagi hingga sore hari dan beristirahat di kandang pada malam hari. Kepemilikan ayam Kampung berkisar antara 10-20 ekor per kepala keluarga.

Kandang yang dibangun merupakan kandang kelompok yang dibuat dari bambu, kawat dan diberi naungan berupa genteng. Kandang kelompok didirikan di belakang rumah pada area khusus. Gambar 24 menyajikan ilustrasi tipe kandang kelompok tersebut.

Pakan yang diberikan berupa sisa-sisa dapur yang dicampur dengan dedak, jagung dan vitamin. Vitamin sebagai anti stress dalam air minum, diberikan setiap minggu.

Analisis Statistik Deskriptif

Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

Pengamatan ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, disajikan pada Tabel 2 dan 3. Berdasarkan pada tabel yang telah disajikan dapat disimpulkan bahwa ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan lebih besar dibandingkan dengan ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar.

Soeparno (2005) menjelaskan bahwa ternak jantan pada umur yang sama dengan betina, lebih cepat tumbuh. Jantan memiliki testosteron sebagai suatu steroid androgen yang merupakan hormon pengatur pertumbuhan. Androgen dihasilkan sel-sel interstisial dan kalenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah testosterone yang dihasilkan testis. Sekresi testosterone yang tinggi pada jantan menyebabkan sekresi androgen menjadi tinggi pula, sehingga pertumbuhan ternak jantan dibandingkan betina, lebih cepat terutama setelah sifat-sifat kelamin sekunder muncul. Menurut Mufti (2003) bahwa ayam Kampung jantan memiliki ukuran-ukuran tubuh lebih besar pada umur yang sama. Herren (2000) menyatakan bahwa tinggi jengger ayam Kampung jantan dua kali lipat tinggi jengger ayam Kampung betina. Sifat ini merupakan salah satu ciri untuk menentukan jenis kelamin ayam. Menurut Mansjoer (1985), sifat tinggi jengger ini dipengaruhi jenis kelamin.

Koefisien keragaman ukuran-ukuran linear permukaaan tubuh ayam Kampung yang diamati, disajikan pada Tabel 2 dan 3. Berdasarkan nilai koefisien keragaman Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-Ukuran Tubuh

Ayam Kampung Jantan pada Lokasi Ciamis, Tegal dan Blitar Variabel Ciamis n = 45 Tegal n = 20 Blitar n = 38 ---(mm)--- Panjang Femur (X1) 127,39±15,53 12,19% 129,45±16,32 12,61% 129,57±17,29 13,34% Panjang Tibia (X2) 162,11±16,12 9,95% 152,70±17,75 11,62% 170,02±16,31 9,59% Panjang Shank (X3) 103,22±10,82 10,48% 99,10±10,59 10,68% 114,95±10,42 9,06% Lingkar Shank (X4) 52,63±7,03 13,36% 48,85±5,70 11,66% 53,34±6,70 12,55% Panjang Sayap (X5) 163,55±18,55 11,34% 154,06±15,06 9,77% 151,75±19,70 12,98% Panjang Maxilla (X6) 36,36±5,05 13,89% 32,46±6,04 18,59% 37,11±4,44 11,97% Tinggi Jengger (X7) 26,55±15,10 56,87% 19,23±9,70 50,42% 18,79±8,36 44,47% Panjang Jari Ketiga (X8) 62,16±7,55

12,15% 64,33±7,43 11,54% 71,35±5,48 7,68 % Panjang Dada (X9) 151,75±15,27 10,06% 145,30±13,03 8,97% 146,71±13,81 9,41% Lebar Dada (X10) 82,89±9,16 11,06% 83,82±7,06 8,43% 84,33±7,16 8,49% Dalam Dada (X11) 79,10±9,54 12,06% 70,73±9,20 13,00% 73,58±12,75 17,34% Lebar Pinggul (X12) 75,63±8,17 10,81% 71,68±7,06 9,84% 71,65±5,93 8,28%

Keterangan: n = jumlah contoh; persen menunjukkan koefisien keragaman

tersebut, dapat ditentukan apakah suatu variabel ukuran linear permukaan tubuh sudah atau belum terseleksi. Peternak ayam Kampung telah melakukan seleksi terhadap sifat pedaging dan petelur pada ayam Kampung, sehingga ayam Kampung dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna (Sulandari et al., 2007). Bila peternak lebih menginginkan telur yang banyak pada ayam Kampung, maka seleksi ayam Kampung

Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-Ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina pada Lokasi Ciamis, Tegal dan Blitar

Variabel Ciamis n = 56 n = 89 Tegal n = 80 Blitar ---(mm)--- Panjang Femur (X1) 120,12±18,50 15,40% 117,63±16,45 13,98% 118,12±16,62 14,07% Panjang Tibia (X2) 142,64±20,55 14,41% 136,74±18,45 13,49% 146,02±13,33 9,13% Panjang Shank (X3) 85,48±11,94 13,97% 82,04±7,89 9,62% 88,18±8,88 10,07% Lingkar Shank (X4) 44,82±3,86 8,61% 41,88±3,96 9,45% 43,40±3,64 8,39% Panjang Sayap (X5) 154,67±20,48 13,24% 139,96±16,11 11,51% 148,12±16,56 11,18% Panjang Maxilla (X6) 32,86±3,63 11,04% 30,41±4,80 15,78% 32,52±4,03 12,40% Tinggi Jengger (X7) 10,76±6,13 56,99% 10,58±5,60 52,95% 7,85±3,26 41,55% Panjang Jari Ketiga (X8) 53,72±7,05

13,12% 54,46±5,90 10,84% 60,79±7,01 11,53% Panjang Dada (X9) 143,05±17,19 12,01% 135,85±13,68 10,07% 136,38±13,00 9,53% Lebar Dada (X10) 77,34±8,44 10,91% 77,28±9,04 11,70% 76,48±6,46 8,45% Dalam Dada (X11) 72,70±7,93 10,91% 67,49±8,12 12,04% 65,31±8,64 13,23% Lebar Pinggul (X12) 73,51±9,80 13,34% 67,91±6,55 9,64% 67,74±6,44 9,51%

Keterangan: n = jumlah contoh; persen menunjukkan koefisien keragaman

lebih diarahkan ke produksi telur. Bila peternak lebih menginginkan ayam Kampung dijual hidup untuk dipotong, maka peternak menyeleksi ayam Kampung lebih ke arah bobot badan. Seleksi terhadap produksi telur dan bobot ayam pada ayam Kampung diikuti dengan seleksi tidak langsung terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh. Koefisien keragaman ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang rendah mengindikasikan bahwa ukuran tubuh tersebut merupakan hasil seleksi (Martojo, 1992). Menurut Noor (2008), seleksi buatan berperan sangat dominan

dalam menentukan ternak yang boleh bereproduksi berdasarkan sifat-sifat yang diseleksi untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Menurut Sulandari et al. (2007), ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna, tetapi pada kenyataannya peternak melakukan seleksi ke arah pedaging atau petelur yang disesuaikan dengan permintaan pasar. Seleksi peternak ke arah tipe pedaging dan petelur berkaitan dengan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh; yang pada pengamatan ini meliputi panjang femur, panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul. Seleksi terhadap ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung dilakukan tidak langsung oleh peternak, tetapi melalui seleksi terhadap bobot badan dan produksi telur. Pada penelitian ini, seleksi alam berperan pada pemeliharaan ayam Kampung di lokasi pengamatan berdasarkan keterlibatan peternak yang tidak banyak; yang pada pengamatan ini meliputi panjang shank, lingkar shank, panjang maxilla, tinggi jengger dan panjang jari ketiga. Menurut Noor (2008) seleksi alam merupakan seleksi terhadap adaptasi lingkungan yang tinggi yang menentukan apakah seekor ternak mampu menghasilkan keturunan yang lebih baik dari individu ternak lain.

Seleksi peternak yang paling ketat secara tidak langsung yaitu terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan diantara lokasi pengamatan (Tabel 2), ditemukan sebanyak dua buah di Blitar (panjang tibia, lebar pinggul), tiga buah di Tegal (panjang sayap, panjang dada, lebar dada) dan dua buah di Ciamis (panjang femur, dalam dada). Perolehan rataan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh tidak selalu bersesuaian dengan variabel yang paling ketat terseleksi. Ayam Kampung jantan Blitar memiliki ukuran yang besar, sedangkan ayam Kampung jantan Tegal berukuran paling kecil, berdasarkan perolehan rataan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh.

Seleksi peternak yang paling ketat secara tidak langsung pada ayam Kampung betina (Tabel 3) terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh diantara lokasi pengamatan, ditemukan sebanyak lima buah di Blitar (panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada dan lebar pinggul), satu buah di Tegal (panjang femur) dan satu buah di Ciamis (dalam dada). Panjang tibia, lingkar shank, panjang sayap, panjang maxilla, panjang dan lebar dada; menurut Hutt (1949), Sartika (2000) dan Mufti (2003) berkorelasi erat dengan bobot badan. Variabel yang paling ketat

terseleksi tidak selalu memiliki ukuran yang tinggi. Ayam Kampung betina Ciamis memiliki ukuran yang besar, yang mengindikasikan bahwa ayam tersebut berproduksi telur sedikit. Menurut Nestor et al. (2000), ayam dengan ukuran tubuh besar, memiliki produksi telur yang sedikit. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ayam Kampung jantan Ciamis tidak termasuk ayam jantan berukuran terbesar, tetapi ayam Kampung betina Ciamis yang memiliki tubuh yang besar, dan kemungkinan produksi telur yang sedikit, sehingga mengarahkan pada kesimpulan bahwa ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe pedaging. Hal yang tidak demikian, ditemukan pada populasi ayam Kampung Tegal. Ayam Kampung Tegal, baik jantan maupun betina memiliki variabel ukuran linear permukaan tubuh yang paling ketat terseleksi tetapi memiliki rataan ukuran yang tidak pernah paling besar. Ayam Kampung Tegal dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang kemungkinan lebih diarahkan ke tipe petelur karena berukuran tubuh paling kecil. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ayam Kampung Blitar pada jantan memiliki ukuran tubuh yang terbesar tetapi ukuran tubuh ayam Kampung betina Blitar lebih kecil dibandingkan dengan ayam Kampung betina Ciamis. Kemungkinan produksi telur ayam Kampung betina Blitar di atas produksi ayam Kampung betina Ciamis. Hal tersebut mengarahkan pada kesimpulan bahwa ayam Kampung Blitar merupakan ayam tipe dwiguna.

Seleksi alam paling ketat berdasarkan perolehan koefisien keragaman terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada ayam Kampung jantan di Tegal ditemukan pada lingkar shank dan Ciamis tidak ditemukan (Tabel 2). Seleksi terhadap panjang shank, panjang maxilla, tinggi jengger dan panjang jari ketiga, telah ketat dilakukan alam pada ayam Kampung jantan Blitar (Tabel 2). Hal yang berbeda ditemukan pada ayam Kampung betina (Tabel 3). Seleksi paling ketat ditemukan pada panjang shank dan panjang jari ketiga di Tegal, lingkar shank dan tinggi jengger di Blitar, sedangkan panjang maxilla di Ciamis pada ayam Kampung betina.

Perolehan rataan ukuran tinggi jengger dan panjang jari ketiga memberikan kecenderungan yang sama pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; baik pada jantan maupun betina. Perolehan ukuran tinggi jengger terendah ditemukan pada ayam Kampung Blitar dan tertinggi pada ayam Kampung Ciamis. Perolehan

ukuran panjang jari ketiga terendah ditemukan pada ayam Kampung Ciamis dan tertinggi pada ayam Kampung Blitar (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa alam tidak membedakan jenis kelamin dalam seleksi terhadap sifat-sifat tersebut. Jengger berperanan dalam sistem sirkulasi darah sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Aliran darah dari anastomes Artery Venous (A-V) menuju vena bertujuan untuk menghangatkan sebagian darah yang dingin dari kapiler pada saat suhu lingkungan dingin (Lucas dan Stettenheim, 1972). Suhu lingkungan Blitar yang lebih rendah dibandingkan Ciamis berakibatkan pada ayam Kampung dengan tinggi jengger yang kecil berkembang baik di Blitar. Jengger dengan tinggi yang besar ditemukan pada ayam Kampung Ciamis karena dibutuhkan ayam untuk menghangatkan sebagian darah tubuh yang dingin. Menurut McLelland (1990), posisi dari jari-jari pada kaki burung berhubungan dengan posisi burung pada saat bertengger atau tidak bertengger. Seleksi alam terhadap sifat panjang jari ketiga pada ayam Kampung Blitar dimungkinkan karena tempat tenggeran (batang kayu, batang bambu, alat rumah tangga yang sudah tidak dipakai) lebih banyak digunakan pada saat melakukan aktivitas istirahat pada malam hari; dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis. Ayam Kampung Ciamis pada umumnya menempati kandang individu sebagai tempat beristirahat pada malam hari.

Perolehan ukuran panjang maxilla pada ayam Kampung jantan dan betina berbeda pada setiap lokasi penelitian. Alam membedakan ayam Kampung jantan dan betina dalam menyeleksi sifat panjang maxilla. Menurut Rusdin (2007), maxilla adalah bagian kepala yang berfungsi sebagai alat untuk memasukkan makanan ke dalam tubuh ayam. Seleksi terketat pada panjang maxilla ditemukan pada ayam Kampung jantan Blitar dan ayam Kampung betina Ciamis; dengan perolehan ukuran panjang maxilla paling tinggi. Hal tersebut dimungkinkan karena ukuran tubuh ayam Kampung jantan Blitar terbesar diantara ayam Kampung jantan yang diamati dan ayam Kampung betina Ciamis terbesar diantara ayam Kampung betina yang diamati. Ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam Kampung tipe dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe pedaging. Ukuran panjang maxilla ayam Kampung betina Blitar ditemukan diantara ukuran panjang maxilla ayam Kampung betina Ciamis dan Tegal. Ayam Kampung Blitar merupakan tipe dwiguna, yang sama kuat diarahkan ke tipe pedaging dan petelur. Panjang maxilla ayam Kampung Tegal berukuran paling

kecil baik pada jantan maupun betina. Ayam Kampung Tegal berukuran kecil. Hasil ini bersesuaian dengan hasil seleksi peternak secara tidak langsung terhadap ukuran linear permukaan tubuh yang berhubungan dengan produksi; sehingga dapat dinyatakan bahwa seleksi alam bersinergi dengan seleksi peternak. Ayam Kampung Tegal merupakan ayam Kampung dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe petelur.

Uji Statistik T2 -Hotelling

Hasil uji T2 -Hotelling yang disajikan pada Tabel 4 memberikan hasil perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang sangat nyata antara ayam Kampung jantan dan betina di setiap lokasi pengamatan adalah (P<0,01). Menurut Noor (2008) sifat kuantitatif yang diekspresikan merupakan pengaruh genetik, lingkungan serta interaksi genetik terhadap lingkungan. Martojo (1992) menyatakan bahwa lingkungan internal ternak yang terdiri dari hormon mempengaruhi pertumbuhan ternak. Pada pengamatan ini ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda dengan betina pada setiap lokasi pengamatan (Tabel 2 dan 3). Soeparno (2005) menjelaskan bahwa ternak jantan pada umur yang sama dengan betina, lebih cepat tumbuh. Ukuran tubuh jantan lebih daripada betina pada umur yang sama karena pengaruh hormon pengatur pertumbuhan. Pengaruh lingkungan pengamatan seperti suhu lingkungan, pancaran sinar matahari dan pola pakan di masing-masing lokasi tidak berpengaruh terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan dan betina di setiap lokasi pengamatan. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil T2 -Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara

Ayam Kampung Jantan dan Betina pada Setiap Lokasi Lokasi Statistik

T2 –Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan ♂ Ciamis vs ♀ Ciamis 1,862 13,656 0,000 **

♂ Tegal vs ♀ Tegal 1,495 11,957 0,000 ** ♂ Blitar vs ♀ Blitar 3,223 28,201 0,000 **

Keterangan: ** = sangat nyata (P < 0,01)

Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

Perbedaan ayam Kampung Ciamis jantan vs ayam Kampung Tegal jantan, ayam Kampung Ciamis jantan vs ayam Kampung Blitar jantan, ayam Kampung Tegal jantan vs ayam Kampung Blitar jantan, ayam Kampung Ciamis betina vs ayam

Kampung Tegal betina, ayam Kampung Ciamis betina vs ayam Kampung Blitar betina dan ayam Kampung Tegal betina vs ayam Kampung Blitar betina disajikan pada Tabel 5 berdasarkan uji statistik T2 -Hotelling.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Olahan T2 -Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar pada Jantan dan Betina Lokasi Statistik

T2 –Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan ♂ Ciamis vs ♂ Tegal 1,006 4,359 0,000 ** ♂ Ciamis vs ♂ Blitar 1,422 8,297 0,000 ** ♂ Tegal vs ♂ Blitar 1,143 4,287 0,000 ** ♀ Ciamis vs ♀ Tegal 0,568 6,247 0,000 ** ♀ Ciamis vs ♀ Blitar 1,005 10,296 0,000 ** ♀ Tegal vs ♀ Blitar 0,539 7,005 0,000 **

Keterangan: ** = sangat nyata (P < 0,01)

Hasil tabel mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh antara ayam Kampung yang diamati, masing-masing pada jantan dan betina, sangat berbeda (P<0,01). Perbedaan tersebut menurut Noor (2008) disebabkan pengaruh genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik disebabkan perbedaan tujuan pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 2 dan 3, ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar merupakan ayam Kampung tipe dwiguna yang masing-masing lebih diarahkan ke tipe pedaging, tipe petelur dan tipe pedaging dan petelur. Pengaruh lingkungan disebabkan perbedaan suhu dan kelembaban di masing-masing lokasi pengamatan, perbedaan perkandangan, perbedaan kualitas pakan dan perbedaan pakan tambahan (vitamin). Menurut Williamson dan Payne (1993) iklim tropis sangat bervariasi dan banyak dipengaruhi faktor-faktor yang tetap seperti garis lintang, ketinggian tempat dan topografinya. Iklim merupakan gabungan dari beberapa elemen yaitu suhu dan kelembaban. Pada pengamatan ini, suhu yang berbeda mengakibatkan pertumbuhan ternak yang berbeda pula. Kabupaten Ciamis memiliki suhu yang paling rendah 21-31 oC dan kelembaban udara 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012); Kabupaten Tegal 23-32 oC dan 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012); sedangkan Blitar 20-30 oC dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Kandang individu dimiliki ayam Kampung Ciamis dan Tegal, sedangkan

kandang kelompok di Blitar. Kualitas pakan ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan tergantung pada habitat dan budaya setempat, seperti jenis tanaman dan sisa-sisa dapur yang berbeda. Menurut Soeparno (2005) konsumsi dan kualitas pakan yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan dari ternak. Pemberian vitamin sebagai anti stress tidak diberikan pada ayam Kampung Tegal; yang menurut Kusnadi et al. (2006) pemberian vitamin pada ayam Kampung bertujuan untuk mengurangi stress lingkungan panas.

Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar Berdasarkan Analisis Komponen Utama

Hasil olahan Analisis Komponen Utama pada populasi ayam Kampung merupakan persamaan ukuran dan persamaan bentuk. Keragaman total (KT) dan nilai Eigen ( ) diperoleh pada persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung di masing-masing lokasi pengamatan. Hal tersebut disajikan pada Tabel 6, 7 dan 8.

Ayam Kampung Ciamis

Persamaan komponen utama pertama merupakan persamaan ukuran tubuh pada populasi ayam Kampung Ciamis, disajikan pada Tabel 6. Vektor Eigen terbesar yang merupakan penciri ukuran tubuh pada persamaan ukuran tubuh ayam Kampung Ciamis, ditemukan pada panjang tibia (X2) yaitu sebesar 0,562. Korelasi antara panjang tibia (X2) dan ukuran (Y1) ditemukan sebesar +0,789 yang merupakan tertinggi diantara korelasi antara ukuran (Y1) dan variabel-variabel lain. Semakin besar nilai panjang tibia maka skor ukuran tubuh ayam Kampung Ciamis akan semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan penelitian Nishida et al. (1982) dan Mufti (2003) yang melaporkan bahwa skor ukuran pada ayam Kampung dipengaruhi panjang tibia. Menurut Mansjoer (1981) dan Sartika (2000), panjang tibia merupakan tempat pelekatan daging pada tubuh ayam. Menurut Kusuma (2002) nilai korelasi terbesar sebagai penduga bobot badan secara khusus pada ayam Kampung

Dokumen terkait