• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva Standar Kromium

Percobaan diawali dengan memperoleh kurva standar (Gambar 1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum, yaitu 542.5 nm (Lampiran 1). Data absorbansi larutan kromium pada pembuatan kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 3. Kurva standar menggambarkan hubungan antara serapan sinar (absorbans) dengan konsentrasi zat yang menyerap sinar tersebut, sehingga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu zat, yang dalam penelitian ini adalah ion Cr(III) dan Cr(VI). Kurva standar yang diperoleh melalui metode regresi linear memberikan persamaan y = 0.08609x + 0.21949 dengan linearitas sebesar 99.985%.

5

Gambar 1 Kurva standar kromium. Kondisi Optimum Limbah Arang

Sekam Padi

Parameter yang digunakan untuk menentukan kondisi optimum adsorben limbah arang sekam padi, yaitu waktu adsorpsi, bobot adsorben, dan konsentrasi awal ion logam. Adsorben limbah arang sekam padi dapat digunakan untuk mengadsorpsi kromium dengan baik dalam larutan tunggalnya dengan bentuk Cr(III) dan Cr(VI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum adsorben dilakukan pada larutan tunggal ion Cr(III) dan Cr(VI).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum adsorben limbah arang sekam padi dalam proses adsorpsi ion Cr(III) pada waktu 60 menit, bobot 0.5 g, dan konsentrasi awal 250 ppm (Lampiran 4). Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (%E) berturut-turut sebesar 8.4000 mg/g dan 84.00%. Hal ini berarti setiap 0.5 g adsorben mengadsorpsi 8.4000 mg/g adsorbat dengan presentasi penurunan konsentrasi sebesar 84.00% dari konsentrasi awal ion Cr(III).

Kondisi optimum adsorben limbah sekam arang padi dalam proses adsorpsi ion Cr(VI) pada waktu 60 menit, bobot 0.5 g, dan konsentrasi awal 250 ppm (Lampiran 6). Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (%E) berturut-turut sebesar 8.4000 mg/g dan 84.00%. Hal ini berarti setiap 0.5 g adsorben mengadsorpsi 8.400 mg/g adsorbat dengan presentasi penurunan konsentrasi sebesar 84.00% dari konsentrasi awal ion Cr(VI). Nilai tersebut bukanlah nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi maksimum, akan tetapi dinyatakan optimum karena pada kondisi yang sama keduanya memiliki nilai yang cukup tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh (Lampiran 4 dan 6) diketahui bahwa nilai kapasitas adsorpsi tidak selalu berbanding

lurus dengan nilai efesiensi adsorpsi. Sebagai contoh terdapat pada Lampiran 4, pada kondisi waktu dan konsentrasi yang sama, kenaikan bobot adsorben menyebabkan penurunan kapasitas adsorpsi akan tetapi meningkatkan efisiensi adsorpsi. Hal ini terjadi karena kapasitas adsorpsi menunjukkan banyaknya adsorbat yang diadsorpsi per bobot adsorben, sehingga nilainya dipengaruhi oleh besarnya bobot adsorben. Jika bobot adsorben dinaikkan, sedangkan waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat tetap, peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran adsorbat, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan akan lebih lama. Sebaliknya, efisiensi adsorpsi menyatakan banyaknya konsentrasi ion logam yang teradsorpsi oleh adsorben sehingga nilainya hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi ion logam setelah diadsorpsi oleh adsorben, semakin banyak adsorben yang digunakan, maka semakin banyak ion logam yang dapat diadsorpsi. Hal ini memperkuat penelitian Barros et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada saat ada sebuah peningkatan bobot adsorben, maka terjadi penurunan kapasitas adsorpsi dan peningkatan efisiensi adsorpsi.

Waktu optimum adsorpsi ASP yang diperoleh untuk Cr(III) dan Cr(VI) adalah 60 menit. Setelah melewati waktu optimum, kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena kondisi adsorben telah jenuh oleh adsorbat sehingga apabila dilanjutkan, kemungkinan akan terjadi proses desorpsi atau pelepasan kembali antara adsorben dan adsorbat (Lampiran 4 dan 6).

Pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi memiliki hubungan berbanding lurus, semakin tinggi konsentrasi awal ion logam, maka nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi juga meningkat. Hal yang sama diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Amirullah (2006) dan Sulistiyawati (2008) yang menyatakan bahwa kapasitas adsorpsi akan terus mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi adsorbat. Jika konsentrasi dinaikkan, maka menyebabkan peningkatan jumlah ion logam yang terikat pada permukaan adsorben, sehingga nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi juga semakin meningkat. Konsentrasi awal yang diperoleh untuk ion logam Cr(III) dan Cr(VI) adalah 250 ppm. Nilai ini belum dapat dikatakan sebagai nilai optimum, melainkan nilai terbaik yang diperoleh melalui percobaan

6

karena mungkin saja jika konsentrasi dinaikkan maka kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi akan semakin meningkat.

Kondisi Optimum Arang Aktif Penentuan kondisi optimum arang aktif menggunakan parameter yang sama dengan adsorben limbah arang sekam padi, yaitu waktu adsorpsi, bobot adsorben, dan konsentrasi awal ion logam. Berdasarkan hasil penelitian kondisi optimum arang aktif komersial dalam proses adsorpsi ion Cr(III) pada waktu 90 menit, bobot 0.5 g, dan konsentrasi awal 250 ppm (Lampiran 8). Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (%E) berturut-turut sebesar 8.573 mg/g dan 85.73%. Hal ini berarti setiap 0.5 g adsorben mengadsorpsi 8.573 mg/g adsorbat dengan presentasi penurunan konsentrasi sebesar 85.73% dari konsentrasi awal ion Cr(III). Kondisi optimum adsorben limbah arang sekam padi dalam proses adsorpsi ion Cr(VI) pada waktu 90 menit, bobot 0.5 g, dan konsentrasi awal 250 ppm (Lampiran 10). Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (%E) berturut-turut sebesar 7.580 mg/g dan 75.80%. Hal ini berarti setiap 0.5 g adsorben mengadsorpsi 7.580 mg/g adsorbat dengan presentasi penurunan konsentrasi sebesar 75.80 % dari konsentrasi awal ion Cr(VI).

Pengaruh waktu adsorpsi dan bobot adsorben terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi oleh arang aktif komersial dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 10. Berbeda dengan adsorben limbah arang sekam padi, pada proses adsorpsi ion Cr(III) oleh arang aktif komersial didapatkan kondisi optimum dimana waktu adsorpsi dan konsentrasi awal adsorbat merupakan nilai tertinggi dari ragam yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi antara kapasitas dan efisiensi adsorpsi terbaik terjadi pada waktu adsorpsi dan konsentrasi awal adsorbat yang tertinggi.

Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi awal adsorbat optimum yang diperoleh antara limbah arang sekam padi dengan arang aktif komersial menunjukkan nilai yang sama yaitu 250 ppm. Kondisi optimum yang diperoleh Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa arang aktif mencapai kondisi optimumnya pada ujung- ujung taraf, karena pada kondisi ini diperoleh nilai tertinggi dari kombinasi kapasitas dan efisiensi adsorpsi.

Adsorpsi Larutan Tunggal Ion Cr(III) dan Cr(VI)

Arang Aktif (AA) merupakan adsorben komersial digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui kemampuan adsorben limbah arang sekam padi (ASP) dalam mengadsorpsi ion Cr(III) dan Cr(VI). Respon pembanding yang digunakan adalah kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang telah diperoleh pada kondisi optimum masing-masing (Tabel 2 dan 3). Gambar 2 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi arang aktif pada kondisi optimum dalam mengadsorpsi Cr(III) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada limbah arang sekam padi berturut-turut dengan nilai 8.573 dan 8.400 mg/g. Sedangkan Gambar 3 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi limbah arang sekam padi pada kondisi optimum dalam mengadsorpsi Cr(VI) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada arang aktif berturut-turut dengan nilai 8.400 dan 7.580 mg/g.

Gambar 2 Kapasitas adsorpsi ASP dan AA pada larutan tunggal ion Cr(III) dan Cr(VI).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa AA memiliki kapasitas adsorpsi lebih besar pada proses adsorpsi ion Cr(III) dan ASP memiliki kapasitas adsorpsi lebih besar pada adsorpsi ion Cr(VI).

Hal yang berbeda terlihat pada efisiensi adsorpsi. Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai efisiensi adsorpsi adsorben arang aktif (AA) lebih tinggi daripada arang sekam padi (ASP) pada proses adsorpsi ion Cr(III) dengan nilai berturut-turut 85.736 dan 84.00%. Sedangkan Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai efisiensi adsorpsi adsorben arang sekam padi (ASP) lebih tinggi daripada arang aktif (AA) pada proses adsorpsi ion Cr(VI) dengan nilai berturut-turut 84.00 dan 75.80%.

7

Gambar 3 Efisiensi adsorpsi ASP dan AA pada larutan tunggal ion Cr(III) dan Cr(VI).

Karakteristik

Scanning electron microscopy (SEM) digunakan dalam penelitian untuk mengetahui perbedaan mikrostruktur dari permukaan adsorben yang berbeda. Gambar 6-9 menunjukkan secara jelas bahwa terdapat perbedaan keadaan permukaan adsorben. Gambar 6 dan 7 menunjukkan keadaan ASP sebelum terjadi proses adsorpsi dan Gambar 8 dan 9 menunjukkan keadaan ASP setelah terjadi adsorpsi yang memperlihatkan mikrostruktur dari permukaan adsorben lebih padat karena ditutupi oleh ion logam yang teradsorpsi pada permukaan adsorben.

Energy dispersive x-ray (EDX) merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan dalam penelitian untuk karakterisasi kimia pada sampel. Pada umumnya EDX merupakan sistem yang bergabung dengan SEM dengan perangkat SEM-EDX yang digunakan pada karakterisasi dalam penelitian yang dilakukan. Berdasarkan hasil karakterisasi EDX yang dilakukan diperoleh informasi bahwa pada permukaan ASP sebelum adsorpsi kromium dilakukan terdapat beberapa unsur kimia, antara lain karbon (C), silikon (Si), dan kalium (K) (Lampiran 11 dan 12). Setelah dilakukan adsorpsi kromium pada permukaan ASP, diperoleh informasi bahwa terdapat senyawa Cr2O3 sebagai bentuk senyawaan

kromium yang teradsorpsi pada permukaan ASP.

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa secara kualitatif proses adsorpsi terjadi pada permukaan ASP. Hal ini ditunjukkan dengan adanya senyawa Cr2O3 pada permukaan ASP

setelah adsorpsi Cr (III) dan Cr (VI) (Lampiran 13 dan 14). Penelitian yang dilakukan menggunakan konsentrasi adsorbat dalam satuan ppm (mg/L), dimana EDX tidak

dapat mendeteksi zat dalam konsentrasi yang sangat kecil. Oleh karena itu, data EDX yang didapatkan bermanfaat dalam memberikan informasi kualitatif zat yang terdapat pada permukaan ASP.

Gambar 4 Karakterisasi ASP tanpa aktivasi.

Gambar 5 Karakterisasi ASP dengan aktivasi KOH.

Gambar 6 Karakterisasi ASP teraktivasi setelah adsorpsi Cr(III).

Gambar 7 Karakterisasi ASP teraktivasi proses adsorpsi Cr(VI).

8

Dokumen terkait