Gambaran Umum Usaha
Usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari berlokasi di Dusun XVI Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Usaha ini berdiri pada tahun 1990. Berdirinya usaha ini atas dasar inisiatif pengusaha yang mempunyai kepedulian terhadap keberadaan hutan mangrove yang terus-menerus mengalami degradasi akibat ulah manusia seperti pembukaan tambak dan eksploitasi kayu mangrove sebagai bahan baku pembuatan arang.
Dulunya pembibitan mangrove ini berskala kecil, hanya untuk memenuhi kebutuhan penanaman mangrove dilahan sendiri yang secara terus-menerus mengalami perkembangan. Usaha ini semakin berkembang setelah adanya motivasi dari Yayasan Indonesia Untuk Kemajuan Masyarakat (YASIKA) dan pemerintah untuk menggalakkan penanaman mangrove dan pembibitan mangrove sehingga kebutuhan bibit mangrove semakin meningkat yang mempengaruhi terhadap perkembangan usaha pembibitan Mangrove Wahana Bahari.
Sebagai salah satu usaha yang bergerak dibidang pembibitan mangrove, Wahana Bahari terus mengembangkan usaha pembibitan dengan adanya kerja sama dengan Yayasan Gajah Sumatera (YAGASU) yang bersifat proyek sebagai lembaga swadaya yang berkonsentrasi dibidang lingkungan walaupun tidak berkelanjutan.
Tujuan Pembibitan Mangrove Wahana Bahari
Usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari memanfaatkan keberadan hutan mangrove dan kondisi sosial yang kondusif. Keberlanjutan usaha ini sangat
bergantung pada keberadaan hutan mangrove. Jadi, kelestariannya harus tetap terjaga. Tujuan didirikannya usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari, yaitu:
1. Memenuhi permintaan bibit dari pemerintah, lembaga swadaya dan masyarakat untuk kegiatan penanaman
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan mangrove
3. Mengembangkan hutan mangrove yang lestari
4. Menambah pendapatan pemilik usaha dan masyarakat (tenaga kerja).
Tenaga Kerja
Tenaga kerja usaha pembibitan Mangrove Wahana Bahari bersifat tidak tetap, artinya banyaknya tenaga kerja bergantung pada besarnya permintaan bibit yang akan diproduksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh buah mangrove yang bersifat musiman sehingga pembibitan tidak dapat dilakukan setiap saat. Adapun sistem penggajian tenaga kerja terdapat dua sistem, yaitu harian dan borongan. Untuk harian menerima gaji setiap harinya dengan besaran yang sudah ditetapkan dan untuk penggajian borongan berdasarkan jumlah bibit yang dibibitkan (polibag). Jenis pekerjaan yang ada pada usaha pembibitan ini, yaitu pengorek lumpur, pembibit, pemupukan dan perawatan. Pada Tabel 6 disajikan sistem penggajian berdasarkan jenis pekerjaannya.
Tabel 6. Sitem penggajian berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan Sitem penggajian Upah (Rp)
Pengorek lumpur Harian 60.000,00
Pembibit Borongan 35/polibag
Pemupukan Harian 30.000,00
Perbedaan upah kerja menurut jenis pekerjaannya ini berdasarkan tingkat kesulitan dan tenaga yang dibutuhkan dalam pengerjaannya. Upah pengorekan lumpur untuk tanah pembibitan lebih besar, yaitu Rp 60.000,00 karena tingkat kesulitan dan membutuhkan tenaga yang lebih besar. Sistem penggajian pemolibagkan bibit berbeda dengan sistem penggajian jenis pekerjaan lainnya. hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian pemilik usaha.
Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku bersifat musiman. Pohon mangrove tidak dapat menghasilkan buah secara terus-menerus sehingga berpengaruh terhadap kapasitas pembibitan per tahunnya. Bahan baku berupa buah mangrove diperolah dari lahan milik dan hutan masyarakat. Buah yang berasal dari hutan masyarakat dibeli berdasarkan harga yang sudah ditetapkan. Besarnya harga buah mangrove berdasarkan jenisnya. Jenis mangrove yang biasa diproduksi dalam usaha pembibitan ini adalah jenis Rhizophora mucronata, R. stylosa, R. apiculata, Avicenia marina, Soneratia dan Bruguiera Sp.. Harga bahan baku berupa buah mangrove berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Harga bahan bahan baku (buah mangrove) berdasarkan jenis
Jenis mangrove Harga (Rp)
Rhizophora muronata 100 Rhizophora stylosa 100 Rhizophora apiculata 100 Soneratia 100 Bruguiera Sp. 100 Avicenia marina 50
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa harga jenis buah mangrove adalah sama meskipun tingkat kesulitan memperoleh bibit berbeda-beda. Terkecuali jenis A. marina seharga Rp 50,00- yang ketersediaannya melimpah.
Proses Pembibitan
Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian pembibitan berada di pinggiran hutan mangrove seluas 4 ha yang merupakan lahan milik yang sebelumnya merupakan lahan kosong kemudian dilakukan rehabilitasi mangrove dengan bentuk agroforestry silvofishery dengan sistem empang parit. Lahan kosong yang dijadikan tambak ikan ditanami pohon bakau ditengah-tengah kolam dengan jarak tanam 2 x 3 dengan tujuan untuk meminimalisai biaya pakan, tempat pemijahan ikan dan menjaga kelestarian hutan bakau.
Lokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari merupakan tanah lapang dan datar. Lokasi pembibitan terhindar dari jangkauan binatang ternak seperti kambing dan kepiting. Untuk menghindari hal tersebut lokasi pembibitan dibatasi oleh aliran air sehingga tidak bisa dijangkau oleh binatang ternak. Kriteria lokasi pembibitan terendam ketika pasang dan bebas genangan ketika surut, tanah berlumpur, terdapat cukup naungan dan sifat air asin. Lokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari dapat dilihat pada Gambar 4.
Tempat persemaian
Dari luas areal pembibitan mangrove Wahana Bahari yang tersedia, sekitar 80 % dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 20 % digunakan untuk jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Tempat persemaian dibuat 2 x 2 meter untuk setiap plotnya. Atap atau naungan bibit menggunakan daun nipah. Pada lokasi pembibitan tidak membutuhkan banyak naungan karena banyak terdapat pohon yang sengaja ditanam sebagai naungan.
Untuk setiap plot ukuran 2 x 2 meter terdapat 1000 polibag bibit mangrove dengan tingkat persentase hidup sebesar 90 %. Artinya, untuk 1000 bibit per plot di dapat hasil 900 bibit yang siap jual. Antar plot dibuat jalan inspeksi untuk memudahkan dalam perawatannya. Lain hal dengan jenis Rhizophora mucronata terdapat 500 bibit per plot karena ukuran polibag yang digunakan lebih besar. Bentuk plot pembibitan dapat dilihat pada Gambar 5.
Pemilihan buah
Dalam rangkaian kegiatan penanaman mangrove, masing-masing jenis mangrove memiliki karakter yang berbeda. Pengumpulan buah mangrove akan mudah dan dalam jumlah banyak apabila dilakukan di musim puncaknya. Musim puncak berbuah ini berbeda-beda, tergantung pada jenis dan lokasi. Dilokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari pengumpulan buah biasanya dilakukan setiap 2 kali dalam setahun pada pertengahan dan akhir tahun. Sumber buah berasal dari pohon mangrove yang sudah tua. Menurut Khazali (1999), pohon bakau yang baik sebagai sumber buah berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon Soneratia dan Avicenia dari tegakan berumur sekitar 8 - 10 tahun.
Pemilihan buah pembibitan mangrove Wahana Bahari harus memenuhi beberapa kriteria. Buah mangrove yang layak untuk disemaikan harus sudah cukup tua dan bebas dari hama penyakit. Ciri-ciri buah yang sudah tua adalah sudah lepas dari bandulan (pericarp), warna kekuningan dan kelihatan bening atau mengkilat. Menurut Noor (1999) menyatakan bahwa buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang hama penyakit, serta belum berdaun. Cirri kematangan propagul kotiledon berwarna hijau kekuning-kuningan berbentuk seperti cincin melinkar (untuk jenis Rhizophora).
Sebelum disemaikan, terlebih dahulu dilakukan pemeraman selama 2 hari untuk mematangkan buah yang mempengaruhi terhadap kualitas bibit yang akan dihasilkan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyatan Simarmata (2011) bahwa lama penyimpanan sebaiknya kurang dari 10 hari untuk Rhizophora Mucronata dan 5
segar dan membuat benih berkerut. Dengan kondisi demikian maka kepiting/ketam tidak mau memakannya.
Pembuatan bibit
Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu tanah lumpur dari sekitar persemaian atau lumpur dari dasar tambak. Polibag dengan 10 x 15 cm untuk jenis Rhizophora stylosa, R. apiculata, Aviceni marina, Soneratia, Bruguiera Sp. dan ukuran 20 x 30 untuk jenis Rhizophora mucronata di isi dengan lumpur, kemudian dipadatkan. Sebelum disemaikan, buah diberi perlakuan perendaman dengan menggunakan pestisida yang dicampur dengan air. Tujuannya adalah untuk menghindar serangan hama seperti serangan jamur dan bakteri. Setelah disemaikan, bibit dipindahkan ke tempat persemaian ukuran 2 x 2 meter yang telah disiapkan.
Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan semai-semai yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan evaporasi. Naungan bendeng persemaian mengunakan daun nipah dengan ketinggian antara 1-2 meter dan pohon-pohon yang ditanamai disekitar pembibitan sebagai naungan dengan intensitas cahaya 70 %. Hal ini tidak sesuai pernyataan Wibisono (2006) bahwa bendeng persemaian sebaiknya diberi naungan denagn intensitas cahaya sebesar 50% dengan lama pemberian naungan 1-2 bulan. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuahn bibit dilapangan.
Untuk buah jenis Rhizophora stylosa, R. apiculata, Soneratia, Bruguiera benih dapat langsung disemaikan pada polibag yang sudah diisi dengan lumpur. Buah Avicenia marina yang juga langsung juga langsung disemaikan pada polibag tanpa walaupun ukuran buahnya relative kecil sehingga membutuhkan kontrol
karena buah sering keluar dari polibag sewaktu mau berkecambah. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Wibisono (2006) bahwa untuk benih yang kecil perlu dibuat bendeng tabur yang berfungsi untuk mengecambahkan benih. Untuk jenis Rhizophora mucronata ukuran media tanam (polibag) lebih besar karena ukuran buahnya yang relatif besar dan panjang.
Pemeliharaan
Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan menyangkut kegiatan penyiraman, penyiangan, perlindungan dari hewan ternak dan pengendalian serangan hama penyakit..
Pada pembibitan mangrove Wahana Bahari tidak ada pemeliharaan yang bersifat rutinitas. Kegiatan penyiangan sangat jarang dilakukan. Bibit disiram setiap harinya pada sore hari jika bibit mengalami kekeringan. Hal nii sesuai dengan pernyataan Simarmata (2011) bahwa Apabila air pasang mencapai persemaian maka penyiraman tidak perlu dilakukan karena bibit akan tergenangi secara alami. Namun jika air pasang tidak mencapai persemaian maka penyiraman sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air payau dari sumber terdekat pada pagi dan sore hariBibit yang sudah berumur diatas satu minggu dan belum menunjukkan pertumbuhan harus segera dilakukan pemupukan untuk meransang pertumbuhan vegetatifnya. Pupuk yang digunakan adalah jenis NPK jenis urea dan KCl yang dilarutkan dengan air dan dicampur dengan insektisida.
Serangan hama penyakit merupakan faktor utama penghambat keberhasilan pembibitan mangrove. Untuk menghindari serangan hama penyakit kemudian disemprot dengan menggunakan Solo pump. Kuantitas penyemprotan
layak untuk dijual. Contoh bibit mangrove yang layak jual dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Bibit mangrove yang berdaun 5 yang siap untuk dijual
Analisis Finansial Pembibitan Mangrove Wahana Bahari
Analisis finansial digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan pembibitan mangrove di tempat lain. Analisis finansial yang telah dilakukan pada usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari adalah sebagai berikut:
Biaya produksi dan pendapatan
Perhitungan biaya produksi dilakukan selama satu periode pembibitan dari awal sampai pemanenan, yaitu selama 2,5 bulan. Biaya total produksi terdiri atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung terhadap jumlah produksi, seperti: bahan baku, pengadaan alat, upah tenaga kerja dan biaya perawatan. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak
dipengaruhi oleh jumlah produksi, seperti: gaji pimpinan, sewa lahan, dan biaya perawatan peralatan. Hasil analisis biaya variabel dan biaya tetap dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dari hasil analisis (Lampiran 2), diketahui bahwa pendapatan total berasal dari pengurangan penerimaan dengan biaya total. Perhitungan biaya produksi yang dikelompokkan kedalam tiga jenis bibit berdasarkan harga bahan baku dan harga jual bibit dengan jumlah produksi sebanyak 40000 bibit/jenis. Hasil rekapitulasi biaya produksi dan pendapatan untuk masing-masing jenis dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya produksi dan pendapatan pembibitan mangrove Wahana Bahari
Jenis bibit TC (Rp) TR (Rp) I (Rp)
Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Soneratia dan Bruguiera Sp.
15.820.000 20.000.000 4.180.000
Rhizophora mucronata 16.170.000 40.000.000 23.830.000 Avicenia marina 13.820.000 16.500.000 2.680.000
Berdasarkan Tabel 8 diketahui biaya total (total cost) pembibitan paling besar adalah mangrove Rhizophora mucronata Rp 16.170.000,00. Hal ini disebabkan oleh biaya variabel berupa polibag lebih tinggi daripada jenis lainnya. Harga jual jenis bibit ini juga lebih tinggi yaitu Rp 1.000,00 sehingga menghasilkan penerimaan terbesar (total revenue) Rp 40.000.000,00 dan dapat mendatangkan keuntungan (income) Rp 23.830.000,00 per periode.
Penerimaan (total revenue) yang diperoleh dari jenis Avicenia lebih kecil daripada jenis lainnya yaitu Rp 16.500.000,00 dengan keuntungan (income) yang diperoleh Rp 2.680.000,00 Hal ini dipengaruhi oleh harga jualnya yang lebih rendah daripada jenis lainnya yaitu Rp 400/bibit. Tetapi biaya total (total cost) yang dikeluarkan jenis Avicenia marina yaitu Rp 13.820.000,00. Hal ini
Analisis R/C ratio
Analisi R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Sementara penerimaan merupakan perkalian antara harga produk dengan volume produksi. Tujuan dilakukan analisis R/C ratio adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha dengan kriteria penilaian tertentu. Rekapitulasi nilai R/C ratio untuk setiap jenis bibit dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai R/C ratio berdasarakan jenis bibit
Jenis bibit R/C ratio
Rhizophora stylosa,
Rhizophora apiculata, Soneratia, Bruguiera Sp.
1,2642
Rhizophora mucronata 2,4737
Avicenia marina 1,1939
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat nilai R/C ratio lebih dari satu. Menurut Kuswadi (2006) menyatakan bahwa apabila nilai R/C lebih besar dari satu, usaha tersebut layak untuk dijalankan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari layak untuk diusahakan.
Dari Tabel 9 dapat diketahui perbandingan nilai R/C ratio dari ketiga jenis bibit tersebur. Jenis bibit yang memberikan keuntungan yang lebih besar adalah Rhizophora mucronata. Dapat dinyatakan bahwa jenis tersebut yang paling layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C ratio tertinggi sebesar 2,4737. Hal ini berarti setiap dengan modal sebesar Rp 16. 170.000,00 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 2, 4737 kali jumlah modal. Berdasarkan nilai ini pendapatan yang diperoleh besar, hal ini dipengaruhi oleh modal yang kecil tetapi harga jual yang cukup tinggi.
Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point (BEP) diperlukan dalam studi kelayakan adalah untuk menunjukkan titik impas dimana usaha tidak rugi dan tidak untung. Break Even Point (BEP) bertujuan untuk menunjukkan biaya yang sama dengan pendapatan. Nilai BEP untuk masing-masing jenis bibit disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai BEP masing-masing jenis bibit
Jenis Bibit BEP Biaya
Produksi (Bibit) Produksi (Bibit) BEP Harga Produksi (RP) Harga Peoduk (RP) Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Soneratia, Bruguiera Sp. 31640 40000 395,5 500 Rhizophora mucronata 16170 40000 404,2 1000 Avicenia marina 34550 40000 345,5 400
Dari Tabel 10 didapat nilai BEP terendah adalah jenis Rhizophora mucronata dengan BEP biaya produksi sebanyak 16170 bibit dan BEP harga produksi sebesar Rp 404,2,00 Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan penjualan 16170 bibit usaha pembibitan Wahana Bahari sudah mncapai titik impas dimana usaha tidak untung dan tidak rugi, dimana untuk memproduksi satu bibit diperlukan biaya sebesar Rp 404,2,00.
Analisis SWOT
Analisis strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) usaha pembibitan mangrove. Dalam menjalankan suatu unit usaha harus memahami kondisi lingkungannya, baik lingkungan internal maupun
perlu ada identifikasi untuk mengetahui faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan faktor eksternal (peluang, tantangan) tersebut sehingga didapat suatu strategi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di pembibitan mangrove Wahana Bahari di Dusun XVI Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang maka dibuat analisis strategi dengan menggunakan metode analisi SWOT.
Identifikasi faktor internal dan eksternal
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan maka dapat diketahui faktor internal, yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang terdapat dalam tubuh usaha yang mempengaruhi mobilitas pembibitan Wahana Bahari. Kekuatan (strength) merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha baik dari keberlanjutan produksi maupun keuntungan yang diperoleh. Sedangkan kelemahan (weakness) merupakan faktor penghambat keberhasilan usaha tersebut. Pada Tabel 11 akan disajikan faktor-faktor internal, kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang terdapat pada usaha pembibitan Wahana Bahari.
Tabel 11. Identifikasi faktor internal usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari
No Kekuatan (strength) Kelemahan (weakness)
1 Dekat dengan sumber bahan bibit Bahan bibit bersifat musiman
2 Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) Kurangnya motivasi pelaku usaha
3 Tidak membutuhkan modal yang besar Serangan hama dan penyakit
4 Proses pembibitan yang sederhana Masih mengunakan cara tradisional
5 Tempat utau lokasi pembibitan Sistem manajemen yang kurang baik
6 Kualitas bibit yang dihasilkan Pemasaran yang belum optimal
Setelah identifikasi faktor internal, dilakukan indetifikasi faktor eksternal. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan maka didapatkan identifikasi faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) yang berasal dari luar
usaha yang ada pada waktu sekarang atau masa mendatang yang mempengaruhi keberhasilan pembibitan Wahana Bahari untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan. Sedangkan tantangan (threat) merupakan faktor penghambat keberhasilan usaha tersebut. Pada Tabel 12 disajikan faktor-faktor eksternal, peluang (opportunity) dan tantangan (threat) yang terdapat pada usaha pembibitan Wahana Bahari.
Tabel 12. Identifikasi faktor eksternal usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari
No Peluang (opportunity) Tantangan (threat)
1 Dukungan dari pemerintah dan LSM Tidak ada ijin usaha
2 Kondisi sosial yang cukup kondusif Munculnya kompetitor yang lebih
unggul
3 Meningkatnya isu lingkungan Penanaman dari pemerintah/LSM
yang bersifat proyek
4 Tingkat kompetitor yang rendah Kemampuan konsumen untuk
membibitkan sendiri
5 Luas lahan mangrove yang terdegradasi Cakupan pasar yang terbatas (tidak
bersifat umum)
Pendekatan kualitatif matrik analisis SWOT
Dari Tabel 11 dan Tabel 12 dibuat suatu analisis strategi dengan melihat fakor internal dan eksternal yang diadopsi kedalam matrik analisis SWOT (Tabel 13), sehingga dapat dilihat keterkaitan satu sama lain. Analisis strategi ini merupakan suatu analisis untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan untuk pengembangan dan pencapaian tujuan yang ingin didapatkan usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi S-O
Strategi ini didapat dengan memanfaatkan dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan hasil analisis didapat rumusan strategi sebagai berikut:
- Lokasi yang dekat dengan sumber bahan bibit didukung dengan SDM yang baik dan proses pembbitan yang sederhana merupakan kekuatan untuk menangkap peluang berupa dukungan dari pemerintah dan LSM dan kondisi sosial yang kondusif
- Modal yang kecil dan didukung dengan lokasi atau tempat pembibitan dan kualitas bibit merupakan kekuatan untuk menangkap peluang tingkat kompetitor yang rendah, isu lingkungan dan kegiatan rehabilitasi
Perusahaan mempunyai banyak kelemahan, mau tidak mau perusahaan harus mengatasi kelemahan itu menjadi kuat. Sedangkan jika perusahan mengahadapi banyak ancaman maka perusahaan harus berusaha menghindarinya dan berusaha berkonsentrasi pada peluang yang ada (Umar, 2005). Dengan memanfaatkan keberadaan lokasi pembibitan, SDM, sistem pembibitan yang sederhana, modal yang kecil dan kualitas bibit diharapkan pembibitan Mangrove Wahana Bahari dapat memanfaatkan secara optimal keberadaan instansi pemerintah terkait, LSM dan kondisi sosial yang mendukung serta kompetitor yang rendah untuk menangkap peluang berupa kegiatan rehabilitasi akibat dari isu lingkungan seperti penurunan kualitas lingkungan.
2. Strategi S-T
Strategi ini didapat dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk mengantisifasi ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis didapat rumusan stertegi sebagai berikut:
- Memanfaatkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membuat ijin usaha yang mempengaruhi terhadap kontinuitas usaha
- Meningkatkan kualitas bibit dengan memanfaatkan kondisi tempat pembibitan yang mendukung merupakan kekuatan untuk memperkecil ancaman kemapuan masyarakat membibitkan sendiri dan munculnya kompetitor baru
- Meningkatkan kegiatan pemasaran untuk memperluas cakupan pasar dengan memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kualitas bibit merupakan kekuatan untuk menghindari produksi yang stagnan akibat dari penanaman yang bersifat proyek.
Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal (Umar, 2002). Perijinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha karena mempengaruhi terhadap legalitas usaha dan kepercayaan (trust) konsumen untuk membeli bibit (porduk) yang diproduksi. Kualitas bibit merupakan salah satu pertimbangan konsumen untuk mau membeli produk usaha. Dengan kualitas bibit yang baik maka diharapkan akan semakin banyak konsumen yang mau bekerja sama (instansi pemerintah dan LSM) dan membeli sehingga menambah income pembibitan mangrove Wahana Bahari.
Pembibitan mangrove Wahana Bahari pada kenyataannya masih sangat kurang dalam kegiatan pemasaran. Hal ini dapat dilihat dari penjualan yang bersifat proyek, artinya permintaan tinggi ketika ada proyek rehabilitasi dari pemerintah ataupun lembaga swadaya tertentu. Perlu adanya strategi pemasaran (marketing) dengan membuat kerja sama terhadap instansi pemerintah yang terkait dalam hal ini dinas kehutanan dan dinas kelautan dan lembaga swadaya
yang berkonsentrasi dibidang pelestarian lingkungan di daerah-daerah lain sebagai pemasok bibit yang bersifat kontinuitas.
3. Strategi W-O
Strategi ini didapat dengan menekan atau meminimalisasi kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis didapat rumusan strategi sebagai berikut:
- Meningkatkan motivasi pelaku usaha untuk memperkuat kerja sama dengan pemerintah dan LSM dalam penyediaan bibit untuk kegiatan rehabilitasi
- Memperbaiki sistem manajemen dan pemasaran yang optimal untuk menangkap peluang tingkat kompetitor yang rendah
- Memanfaatkan keberadaan masyarakat yang kondusif untuk memenuhi kekurangan bahan baku
- Peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas dengan menerapkan sentuhan teknologi untuk menangkap peluang tingginya permintaan akibat dari isu lingkungan.
Strategi W-O bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Kendala perusahaan menghadapi kesulitan untuk memanfaatkan peluang-peluang karena adanya kelemahan- kelemahan internal. Kelemahan usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari yang meliputi motivasi pelaku usaha, sistem manejemen dan pemasaran yang belum baik dan kurangnya sentuhan teknologi. Salah satu alternatif untuk mengatasi kesenjangan kelemahan-kelemahan ini adalah melaui strategi W-O yakni dengan
mengadakan suatu kerjasama (joint venture) dengan usaha lain yang memiliki kompetensi (Umar, 2002).
Stategi W-O yang dicoba untuk diterapkan bagi pengembangan pembibitan mangrove Wahana Bahari dengan menerapkan sentuhan teknologi baru baik dan dalam penanganan hama dan penyakit. Strategi ini diterapkan untuk mengatasi