• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Pembibitan Mangrove di Desa Percut, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Pembibitan Mangrove di Desa Percut, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PEMBIBITAN MANGROVE (WAHANA BAHARI) DI DESA PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Rijal F Banjarnahor 081201056/Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Pembibitan Mangrove (Wahana Bahari) di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Nama : Rijal F. Banjarnahor

NIM : 081201056

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Mengetahui

(3)

ABSTRAK

RIJAL F. BANJARNAHOR. Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Pembibitan Mangrove (Wahana Bahari) di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan YUNASFI.

Pemanfaatan mangrove secara ekonomi saat ini, kurang memperhatikan aspek ekologis dan fungsi fisik hutan mangrove. Bagaimana tekhnik pemanfaatan mangrove secara ekonomi dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan mangrove belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan teknik pembibitan mangrove, untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial usaha pembibitan mangrove dan untuk mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) usaha pembibitan mangrove. Untuk mengetahui proses pembibitan dilakukan dengan cara wawancara dan ovservasi, sementara untuk analisis finansial mengunakan analisis biaya produksi dan pendapatan. Setelah mengetahui biaya produksi dan pendapatan dilanjutkan dengan analisis R/C ratio dan Break Event Point (BEP) dan untuk strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan tekhnik pembibitan dilakukan secara tradisional. Adapun tahapan pembibitan adalah: pemilihan lokasi persemaian, tempat persemaian, pemilihan buah, pembuatan bibit dan pemeliharaan. Usaha pembibitan layak untuk dijalankan karena R/C ratio yang lebih besar dari satu yaitu jenis Rhizophora stylosa, R. apiculata, Soneratia, Bruguiera sebesar 1,2642, R. mucronata sebesar 2,4737 dan Avicenia sebesar 1,1939. Berdasarkan analisis SWOT, posisi saat ini usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari berada pada Kuadran II yang berarti usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari menghadapi berbagai ancaman tetapi memiliki peluang yang besar.

(4)

ABSTRACT

RIJAL F. BANJARNAHOR. Financial Feasibility Analysis and Strategy Development Mangrove Nursery (Wahana Bahari) in the Village Percut, District Percut Sei Tuan Deli Serdang Regency. Under academic by AGUS PURWOKO and YUNASFI.

Utilization of mangrove economic times, lack of attention to ecological aspects and physical function of mangrove forests. How mangrove utilization techniques economically with due regard to the preservation of mangrove forests has not been much studied.

This study aims to determine the processes and techniques of mangrove nurseries, to determine the level of financial feasibility mangrove breeding and to find strength (strength), weakness (Weakness), opportunities (opportunity) and threats (threat) mangrove breeding. To determine the seeding is done by interviews and ovservasi, while for financial analysis using production cost and revenue analysis. After knowing the cost of production and revenue followed by analysis of R / C ratio and Break Event Point (BEP) and for the development of strategies using SWOT analysis.

The results showed in traditional breeding techniques. The nursery stage are: site selection nursery, nursery, fruit selection, creation and maintenance of seedlings. Breeding feasible to run due to the R / C ratio greater than one, namely Rhizophora stylosa, R. apiculata, Soneratia, Bruguiera at 1.2642, R. mucronata at 2.4737 and at 1.1939 Avicenia. Based on the SWOT analysis, the current position of the mangrove breeding rides are in Quadrant II Marine significant mangrove nursery Wahana Bahari face many threats Nautical rides but has a great opportunity.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “ Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Pembibitan Mangrove di Desa Percut, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang” ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan hasil penelitian ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2012

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujaun Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Hutan Mangrove ... 4

Habitat dan Struktur Vegetasi Mangrove ... 5

Flora dan Keragamanya ... 8

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 9

Hutan Mangrove di Indonesia ... 11

Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia ... 13

Pembibitan Mangrove... 16

Analisis Kelayakan Proyek ... 17

Analisis SWOT ... 19

METODE PENELITIAN ... 21

Waktu dan Tempat ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Responden ... 21

Metode Pengambilan Data ... 21

Analisis Data ... 22

Proses pembibitan mangrove ... 22

Analisis kelayakan usaha ... 22

Analisis SWOT ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Gambaran Umum Usaha ... 29

Tujuan Pembibitan Mangrove Wahana Bahari ... 29

Tenaga Kerja ... 30

(7)

Tempat persemaian ... 32

Pemilihan buah ... 33

Pembuatan bibit ... 34

Pemeliharaan... 35

Analisis Finansial Pembibitan Mangrove Wahana Bahari ... 36

Biaya produksi dan pendapatan ... 36

Analisis R/C ratio ... 38

Analisis Break Even Point (BEP) ... 39

Analisis SWOT ... 39

Identifikasi faktor internal dan eksternal ... 40

Pendekatan kualitatif matrik analisis SWOT ... 41

Pendekatan kuantitatif analisis SWOT... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Identifikasi faktor internal ... 23

Tabel 2. Identifikasi faktor eksternal ... 24

Tabel 3. Matrik analisis SWOT ... 24

Tabel 4. Skoring dan pembobotan faktor internal ... 25

Tabel 5. Skoring dan pembobotan faktor eksternal... 25

Tabel 6. Sitem penggajian berdasarkan jenis pekerjaan ... 30

Tabel 7. Harga bahan bahan baku (buah mangrove) berdasarkan jenis... 31

Tabel 8. Biaya produksi dan pendapatan pembibitan mangrove Wahana Bahari ... 37

Tabel 9. Nilai R/C ratio berdasarakan jenis bibit ... 38

Tabel 10. Nilai BEP masing-masing jenis bibit ... 39

Tabel 11. Identifikasi faktor internal usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari ... 40

Tabel 12. Identifikasi faktor eksternal usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari ... 41

Tabel 13. Matrik analisis SWOT ... 47

Tabel 14. Skoring dan pembobotan faktor internal ... 49

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka pemikiran ... 4

Gambar 2.Analisis SWOT ... 20

Gambar 3.Kuadran analisis SWOT ... 28

Gambar 4. Lokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari ... 32

Gambar 5. Plot pembibitan dengan ukuran 2 x 2 meter ... 33

Gambar 6. Bibit mangrove yang berdaun 5 yang siap untuk dijual ... 36

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

ABSTRAK

RIJAL F. BANJARNAHOR. Analisis Kelayakan Finansial dan Strategi Pengembangan Pembibitan Mangrove (Wahana Bahari) di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan YUNASFI.

Pemanfaatan mangrove secara ekonomi saat ini, kurang memperhatikan aspek ekologis dan fungsi fisik hutan mangrove. Bagaimana tekhnik pemanfaatan mangrove secara ekonomi dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan mangrove belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan teknik pembibitan mangrove, untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial usaha pembibitan mangrove dan untuk mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) usaha pembibitan mangrove. Untuk mengetahui proses pembibitan dilakukan dengan cara wawancara dan ovservasi, sementara untuk analisis finansial mengunakan analisis biaya produksi dan pendapatan. Setelah mengetahui biaya produksi dan pendapatan dilanjutkan dengan analisis R/C ratio dan Break Event Point (BEP) dan untuk strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan tekhnik pembibitan dilakukan secara tradisional. Adapun tahapan pembibitan adalah: pemilihan lokasi persemaian, tempat persemaian, pemilihan buah, pembuatan bibit dan pemeliharaan. Usaha pembibitan layak untuk dijalankan karena R/C ratio yang lebih besar dari satu yaitu jenis Rhizophora stylosa, R. apiculata, Soneratia, Bruguiera sebesar 1,2642, R. mucronata sebesar 2,4737 dan Avicenia sebesar 1,1939. Berdasarkan analisis SWOT, posisi saat ini usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari berada pada Kuadran II yang berarti usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari menghadapi berbagai ancaman tetapi memiliki peluang yang besar.

(12)

ABSTRACT

RIJAL F. BANJARNAHOR. Financial Feasibility Analysis and Strategy Development Mangrove Nursery (Wahana Bahari) in the Village Percut, District Percut Sei Tuan Deli Serdang Regency. Under academic by AGUS PURWOKO and YUNASFI.

Utilization of mangrove economic times, lack of attention to ecological aspects and physical function of mangrove forests. How mangrove utilization techniques economically with due regard to the preservation of mangrove forests has not been much studied.

This study aims to determine the processes and techniques of mangrove nurseries, to determine the level of financial feasibility mangrove breeding and to find strength (strength), weakness (Weakness), opportunities (opportunity) and threats (threat) mangrove breeding. To determine the seeding is done by interviews and ovservasi, while for financial analysis using production cost and revenue analysis. After knowing the cost of production and revenue followed by analysis of R / C ratio and Break Event Point (BEP) and for the development of strategies using SWOT analysis.

The results showed in traditional breeding techniques. The nursery stage are: site selection nursery, nursery, fruit selection, creation and maintenance of seedlings. Breeding feasible to run due to the R / C ratio greater than one, namely Rhizophora stylosa, R. apiculata, Soneratia, Bruguiera at 1.2642, R. mucronata at 2.4737 and at 1.1939 Avicenia. Based on the SWOT analysis, the current position of the mangrove breeding rides are in Quadrant II Marine significant mangrove nursery Wahana Bahari face many threats Nautical rides but has a great opportunity.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan yang terjadi pada wilayah pesisir dan laut tidak hanya sekedar gejala alam semata, tetapi kondisi ini sangat besar dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang ada di sekitarnya. Wilayah pesisir merupakan wilayah pintu gerbang bagi berbagai dampak dari aktivitas tersebut. Dengan kata lain wilayah pesisir merupakan wilayah yang pertama kali dan paling banyak menerima tekanan dibandingkan dengan wilayah lain. Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan pemukiman dan aktivitas perdagangan karena wilayah pesisir paling rentan terhadap perubahan baik secara alami atau fisik sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan, salah satunya adalah ekosistem mangrove (Huda, 2008).

Ekosistem mangrove dikenal sebagai hutan yang mampu hidup beradaptasi pada lingkungan pesisir yang sangat ekstrim, tapi keberadaannnya rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan tersebut disebabkan adanya tekanan ekologis yang berasal dari alam dan manusia. Bentuk tekanan ekologis yang berasal dari manusia umumnya berkaitan dengan pemanfaatan mangrove seperti konversi lahan menjadi pemukiman, pertambakan, pariwisata, pencemaran, dan penebangan hutan secara besar-besaran (Pratiwi 2009).

(14)

negara, karena fungsi hutan mangrove dapat mensejahterakan masyarakat bukan hanya di pesisir pantai namun juga di daerah daratan (Arief, 2001).

Penurunan luas hutan mangrove terjadi secara terus menerus sepanjang tahun. Kerusakan mangrove dapat terjadi secara alamiah atau melalui tekanan masyarakat. Secara alami umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil daripada kerusakan akibat ulah manusia. Kerusakan alamiah timbul karena peristiwa alam seperti adanya topan badai atau iklim kering berkepanjangan. Banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat mangrove sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di hutan mangrove (Irwanto, 2008).

(15)

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses dan teknik pembibitan mangrove?

2. Bagaimana tingkat kelayakan finansial usaha pembibitan mangrove? 3. Bagaimana kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang

(opportunity) dan ancaman (threat) usaha pembibitan mangrove?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembibitan mangrove

2. Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial usaha pembibitan mangrove 3. Untuk mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang

(opportunity) dan ancaman (threat) usaha pembibitan mangrove

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber referensi untuk pengembangan usaha pembibitan mangrove

2. Membuka wawasan masyarakat sekitar hutan mangrove untuk mengembangkan usaha pembibitan mangrove

(16)

Kerangka Pemikiran

Hutan mangrove memiliki manfaat/fungsi ekonomi, ekologis dan fisik. Pemanfaatan mangrove secara ekonomi saat ini, kurang memperhatikan aspek ekologis dan fungsi fisik hutan mangrove. Bagaimana teknik pemanfaatan mangrove secara ekonomi dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan mangrove belum banyak diteliti. Satu diantara beberapa unit usaha yang memanfaatkan keberadaan mangrove, yaitu usaha pembibitan mangrove yang di dalamnya tercakup aspek yang diteliti adalah pembibitan mangrove, analisis kelayakan finansial dan strategi pengembangan. Kerangka pelaksanaan penelitian ini secara garis besar disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran HUTAN MANGROVE

EKOLOGIS

PEMBIBITAN MANGROVE MANFAAT/FUNGSI

EKONOMI

ANALISIS KELAYAKAN

EKONOMI PROSES

PEMBIBITAN

FISIK

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut Soerianegara dalam Noor et al. (2006) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,

Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di daerah relindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam. Hutan mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. (Kusmana, 1995).

(18)

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem perakarannya. Beberapa jenis mangrove berkembang dengan buah yang sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya (vivipar), seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops dan Rhizophora (Noor et al., 2006).

Habitat dan Struktur Vegetasi Mangrove

Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air payau. Hutan mangrove ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32º Lintang utara dan 38º Lintang Selatan. Hidup pada suhu dari 19º sampai 40º C dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10º C (Irwanto, 2006).

(19)

beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor et al., 2006).

Hutan mangrove memiliki formasi yang khas daerah tropika. Hutan mangrove terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat pengaruh pasang surut air laut, dimana tidak ada ombak keras. Hutan ini disebut juga hutan bakau karena dominasi tegakannya jenis bakau atau disebut hutan payau karena hidup di lokasi yang payau akibat mendapat buangan air dari sungai atau air tanah. Pohon-pohon yang tumbuh pada hutan mangrove umumnya berdaun tebal dan mengkilat karena adaptasi evavotranspirasi. Tajuk pepohonan hanya satu dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50 m. Komposisi hutan bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas mulai dari pantai menuju ke darat (Arief, 2001).

Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove dapat digolongkan ke dalam sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat sebagai berikut (Indriyanto dalam Syahputri, 2010):

1. Jalur pedada yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Avicenia spp. dan Sonneratia spp.

(20)

3. Jalur tancang yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Bruguera spp. dan kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., kandelia spp. dan Aegiceras spp.

4. Jalur transisi antar hutan mngrove dengan hutan dataran rendah yang umunya adalah hutan nipah dengan jenis Nypa fruticans.

Vegetasi mangrove dapat berupa habitus, pohon, herba atau semak, termasuk paku-pakuan dan palem, yang umum terlihat di rataan lumpur, tepian sungai di pesisir-pesisir tropika Indonesia (Saputro et al., 2009).

Menurut Noor et al (2006) secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.

1. Mangrove terbuka, yaitu mangrove yang berada pada bagian yang berhadapan dengan laut.

2. Mangrove tengah, yaitu mangrove yang terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona inibiasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. 3. Mangrove payau, yaitu mangrove yang berada di sepanjang sungai berair

payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia.

(21)

Flora dan Keragamannya

Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa pembangunan yang mengakibatkan kerusakan dan peralihan peruntukan lahan mangrove telah terjadi di mana-mana. Hal ini berarti jenis-jenis yang tercatat dalam daftar diatas kemungkinan sebenarnya sudah tidak ditemukan di pulau tertentu (Noor et al., 2006).

Untuk kepentingan konservasi serta pengelolaan sumberdaya alam, jenis-jenis yang bersifat langka dan endemik haruslah diberi perhatian lebih. Hanya sedikit jenis mangrove yang bersifat endemik di Indonesia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena buah mangrove mudah terbawa oleh gelombang dan tumbuh di tempat lain. Selain Amyema anisomeres (mangrove sejati), masih terdapat 2 jenis endemik lainnya (mangrove ikutan), yaitu Ixora timorensis (Rubiaceae) yang merupakan jenis tumbuhan kecil yang diketahui berada di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, serta Rhododendron brookeanum (Ericaceae) yang merupakan epifit berkayu yang diketahui berada di Sumatera dan Kalimantan.

Dalam hal kelangkaan, di Indonesia terdapat 14 jenis mangrove yang langka, yaitu (Noor et al., 2009):

(22)

Jenis-jenisnya adalah Ceriops decandra, Scyphiphora hydrophyllacea, Quassia

indica, Sonneratia ovata, Rhododendron brookeanum (dari 2 sub-jenis,

hanya satu terkoleksi).

2. Lima jenis yang langka di Indonesia tetapi umum di tempat lainnya, sehingga secara global tidak memerlukan pengelolaan khusus. Jenis-jenis tersebut adalah Eleocharis parvula, Fimbristylis sieberiana, Sporobolus virginicus, Eleocharis spiralis dan Scirpus litoralis.

3. Empat jenis sisanya berstatus langka secara global, sehingga memerlukan pengelolaan khusus untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Jenis-jenis tersebut adalah Amyema anisomeres, Oberonia rhizophoreti, Kandelia candel dan Nephrolepis acutifolia. Dua diantaranya, A. anisomeres dan N.acutifolia hanya terkoleksi satu kali, sehingga hanya diketahui tipe setempat saja.

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Pemanfaatan hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar dan bahan baku untuk membuat arang dan juga utnuk dibuat pulp. Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang alam (LPP Mangrove, 2008).

(23)

Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Rochana, 2009).

Hutan mangrove mempunyai fungsi-fungsi penting dan fungsi ganda, antara lain sebgai berikut;

1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (pembebasan air laut) dan proses abrasi (erosi air laut).

2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang dan tempat bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar lingkungannya.

3. Fungsi kimia, yakni sebagai tempat proses dekomposisi bahan organik dan proses-proses kimia lainya yang berkaitan dengan tanah mangrove.

4. Ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan pertanian dan perikanan, obat-obatan , dan usaha-usaha pembibitan.

Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu;

1. Manfaat ekonomis yang terdiri atas:

a. Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiang/pancang).

b. Hasil bukan kayu. Hasil hutan ikutan (non kayu) dan lahan (Ecotourisme dan lahan budidaya)

(24)

Hasil hutan mangrove non kayu sampai dengan sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat mendukung pengelolaan hutan mangrove (Junaidi dalam Irmayeni 2010).

Hutan Mangrove di Indonesia

Tekanan terhadap mangrove meningkat sejak tahun 1982. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang memiliki efek “domino” seperti pertambahan populasi manusia, peningkatan produksi pangan, peningkatan kebutuhan bahan industri dan peningkatan alih fungsi lahan mangrove menjadi lahan pemukiman, pertanian atau budidaya. Oleh karena itu, proporsi luas hutan mangrove menurun tajam. Dewasa ini diera teknologi modern diperkenalkan banyak bahan penghasil

chip atau pulp dieksploitasi dari hutan mangrove. Namun, kebanyakan dari

kegiatan eksploitasi tersebut tidak diikuti oleh pertanggungjawaban atas kerusakannya. Akhirnya banyak di antara lahan-lahan konversi tersebut ditinggalkan begitu saja setelah tidak produktif lagi dan berubah menjadi lahan terlantar dan kritis (Saputro et al., 2009).

Di Indonesia perkiraan luas mangrove juga sangat beragam. Luas mangrove Indonesia 2,5 juta hektar, Direktorat Bina Program INTAG dalam Noor et al (2006) menyebutkan 3.5 juta hektar dan Spalding, et al dalam Noor et al (2006) menyebutkan seluas 4,5 juta hektar. Dengan areal seluas 3,5 juta hektar,

Indonesia merupakan tempat mangrove terluas di dunia (18 - 23%) melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha).

(25)

978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19%). Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistem lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di daerah tersebut (Noor et al., 2006).

Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis. Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan hutan seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra landsat (1992) luasnya tersisa 3,812 juta ha. Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah, di antaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan. Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th (Anwar dan Gunawan, 2006).

Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan Avicennia marina dengan ketinggian 1 - 2 meter pada pantai yang tergenang air

(26)

Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal

sebagai jenis mangrove ikutan (mangrove asociate). Di seluruh dunia, sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati. Dengan demikian terlihat bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi.

Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia

Menurut Rochana (2009) pengelolaan mangrove di Indonesia didasarkan atas tiga tahapan utama (isu-isu). Isu-isu tersebut adalah : isu ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum, serta strategi dan pelaksanaan rencana.

1. Isu ekologi dan isu sosial ekonomi

(27)

2. Isu kelembagaan dan perangkat hukum

Di samping lembaga-lembaga lain, Departemen Pertanian dan Kehutanan, serta Departemen Kelautan dan Perikanan, merupakan lembaga yang sangat berkompeten dalam pengelolaan mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan mangrove adalah mendesak untuk dilakukan saat ini. Aspek perangkat hukum adalah peraturan dan undang-undang yang terkait dengan pengelolaan mangrove. Sudah cukup banyak undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan mangrove. Yang diperlukan sekarang ini adalah penegakan hukum atas pelanggaran terhadap perangkat hukum tersebut.

3. Strategi dan pelaksanaan rencana

Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove (Bengen dalam Rochana, 2009). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.

(28)

kawasan Budidaya (hutan produksi, areal penggunaan lain). Saat ini dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove partisipatif yang melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkan dalam pengelolaan mangrove dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya (ilmu) maupun ekonominya. Pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan adalah pola partisipatif meliputi : komponen yang diawasi, sosialisasi dan pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi (Santoso dalam Rochana, 2009).

Mengingat fungsi dan manfaat hutan mangrove yang sangat penting, maka perlu suatu strategi pengamanan dan pengembangannya, antara lain (Arief, 2001):

1. Mengamankan, yaitu melindungi genetik, spesies habitat, dan ekosistemnya terutama menjaga penurunan kualitas komponen-komponen utama dan mengembalikan spesies-spesies yang hilang ataupun punah ke habitat aslinya.

2. Mempelajari, yaitu berusaha mendokumentasikan karakteristik sifat biologis, ekologis dan sosial ekonomi yang berupa pengertian peran dan manfaat genetik, spesies dan ekosistem.

3. Memanfaatkan, yaitu pengembangan secara lestari dan seimbang dengan teknik-teknik yang mampu mempertahankan keberadaan ekosistemnya sebagai penunjang kehidupan secara adil.

Pembibitan Mangrove

(29)

penanaman banyak, kegiatan pembibitan dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah disekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada, kegiatan pembibitan sebaiknya dilaksanakan. Adanya kebun pembibitan akan menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu, penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh yang tinggi.

Kegiatan pembibitan meliputi pemilihan lokasi persemaian, pembangunan bedeng persemaian, pembuatan bibit. pohon bakau yang baik sebagai sumber buah berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon soneratia dan avicenia dari tegakan berumur sekitar 8 - 10 tahun (Khazali, 1999).

Analisis Kelayakan Usaha

Studi kelayakan adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai layak tidaknya investasi yang akan dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomis. Investasi atau penanaman modal dalam suatu perusahaan tidak lain adalah menyangkut penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan dimasa yang akan mendatang. Apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Adapun manfaat yang diharapkan dilakukannya studi kelayakan proyek adalah memberikan masukan informasi kepada decision maker dalam rangka untuk memutuskan dan menilai alternatif proyek investasi yang akan dilakukan (Suratman, 2001).

(30)

suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di waktu yang akan datang dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective), mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) baik biaya-biayanya maupun hasilnya yang dapat diukur (Kadariah et al., 1999).

Suatu usaha dikatakan baik dan layak bila dalam perhitungan kelayakan usaha memenuhi keriteria. Adapun beberapa perhitungan yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha antara lain B/C ratio dan Break Evebt Point (BEP).

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis usaha pembibitan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 1997).

(31)

membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

Untuk dapat memenangkan sebuah persaingan, suatu unit usaha harus memliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif akan membedakan unit usaha dengan kompetitornya dalam hal bagaimana meraih sukses yang menyebabkan pemilik usaha tersebut mempunyai prestasi yang jauh lebih daripada kompetisinya. Keunggulan bersaing merupakan hasil dari kemampuan usaha tersebut menanggulangi faktor persaingan secara lebih ketimbang para kompetitornya. Bentuk kuadran analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 2 (Suratman, 2001).

2. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi turn-arround agresif

3. Mendukung strategi 4. Mendukung strategi

difensif diversifikasi

Gambar 2. Analisis SWOT BERBAGAI

PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN KELEMAHAN

INTERNAL

[image:31.595.147.488.370.608.2]
(32)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Percut, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Juni 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kamera digital, kalkulator, alat-alat tulis dan perangkat komputer, kuisioner dan panduan wawancara. Bahan yang digunakan adalah usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari.

Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pemilik usaha, staf administrasi dan tenaga kerja.

Metode Pengambilan Data

Menurut Suratman (2001), jenis data yang diperlukan dalam studi kelayakan dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.

(33)

Analisis Data

Proses pembibitan mangrove

Untuk mengetahui proses pembibitan mangrove Wahana Bahari. Diperoleh dengan observasi (pengamatan di lapangan), wawancara, dokumentasi dan kuisioner.

Analisis kelayakan usaha

Menurut Suratman (2001), analisis kelayakan usaha diperlukan untuk menilai layak tidaknya investasi yang dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomi. Dalam studi kelayakan usaha, dilakukan analisis biaya produksi dan pendapatan. Setelah mengetahui biaya produksi dan pendapatan dilanjutkan dengan analisis R/C ratio dan Break Event Point (BEP)

1. Analisis biaya produksi dan pendapatan

Analisis biaya dan pendapatan dilakukan perhitungan biaya produksi total yang terdiri dari dua, yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total. Setelah diketahui biaya produksi dilanjutkan dengan perhitungan penerimaan dan keuntungan. Menurut Aziz (2003) dalam perhitungan biaya produksi dan pendapatan digunakan rumus sebagai berikut:

- Biaya produksi TC = TFC + TVC Keterangan:

TC = Total cost (biaya total)

TFC = Total fix cost (biaya tetap total)

(34)

-Penerimaan TR = P x Q Keterangan:

TR = Total revenue (penerimaan total) P = Price per unit (harga jual per unit) Q = quantity (jumlah produksi)

-Pendapatan/keuntungan Keuntungan = TR – TC Keterangan:

TR = Total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total)

2. Revenue Cost Ratio (R/C)

Metode R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006), untuk menghitung R/C ratio dapat digunakan rumus sebagai berikut:

R/C = TC

TR

Keterangan:

TR = Total Revenue TC = Total Cost Kriteria penilaian R/C :

R/C < 1 = Usaha tidak layak R/C > 1 = Usaha layak

(35)

3. Pendekatan Break Even Point (BEP)

Analisis Break Even Point (BEP) adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan biaya yang sama dengan pendapatan. Menurut Aswoko (2009) perhitungan BEP dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:

- BEP biaya produksi = Biaya total Harga produk - BEP harga produksi = Biaya total

Total produksi

Analisis Strategi Pengembangan

Menurut Rangkuti (1997), proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu: tahap pengumpulan data (identifikasi faktor internal dan eksternal), tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif matrik SWOT dan pendekatan kuantitatif analisis SWOT.

1. Identifikasi faktor internal dan eksternal

Identifikasi faktor internal mencakup kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang berasal dari dalam usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari seperti, Sumber Daya Manusia (SDM), bahan baku, modal, pemasaran, sistem manajemen dan faktor lainnya. Sementara identifikasi faktor eksternal mencakup faktor peluang (opportunity) dan tantangan (threath) yang berasal dari luar usaha seperti kompetitor, peran serta pemerintah, kondisi sosial, dan data faktor lainnya. Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal disajikan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Identifikasi faktor internal

No Kekuatan (strength) Kelemahan (weakness)

1 2 dst.

(36)

Tabel 2. Identifikasi faktor eksternal

No Peluang (opportunity) Tantangan (threat)

1 2 dst.

2. Pendekatan kualitatif matrik SWOT

Dari hasil identifikasi faktor internal dan eksternal dilakukan analisis kedalam matrik SWOT yang menggambarkan keterkaitan satu sama lain. Matrik analisis SWOT disajikan pada Tabel 3berikut.

Tabel 3. Matrik analisis SWOT

Faktor eksternal Faktor internal Peluang (O) - - - Anacaman (T) - - - Kekuatan (S) - - -

Strategi (SO) (a) -

- -

Strategi (ST) (b) - - - Kelemahan (W) - - -

Strategi (WO) (c) -

- -

Strategi (WT) (d) -

- - Sumber : Rangkuti (1997)

Keterangan:

(a) Strategi mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang (b) Strategi menggunakan kekuatan untuk mencegah dan mengatasi

ancaman/tantangan

(c) Strategi mengurangi kelemahan untuk memanfaatkan peluang

(37)

3. Pendekatan kuantitatif analisis SWOT.

[image:37.595.111.512.222.584.2]

Skoring dan bobot faktor internal dan eksternal dilakukan untuk mengetahui kondisi usaha yang diteliti dan prioritas strategi yang akan dilaksanakan untuk pengembangan usaha tersebut. Bentuk skoring dan pembobotan faktor internal dan eksternal disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Skoring dan pembobotan faktor internal

No Kekuatan (strength) Skor (a) Bobot (b) Total (c)

1 2 dst.

Total kekuatan

No Kelemahan (weakness) Skor Bobot Total

1 2 dst.

Total kelemahan

Selisih total kekuatan – Total kelemahan = S – W = x

Tabel 5. Skoring dan pembobotan faktor eksternal

No Peluang (opportunity) Skor (a) Bobot (b) Total (c)

1 2 dst.

Total peluang

No Tantangan (threat) Skor Bobot Total

1 2 dst.

Total tantangan

Selisih total peluang – Total tantangan = O – T = y

Keterangan Tabel 4 dan Tabel 5:

(38)

poin faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengaruhi penilaian terhadap poin faktor yang lainnya. Untuk menghitung bobot (b) masing-masing poin faktor dilaksanakan secara saling berketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu poin faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan poin faktor lainnya. Dengan demikian, formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (dengan rentang nilainya maksimal sama dengan banyaknya jumlah poin faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah poin faktor.

- Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (x = S-W) dan faktor O dengan T (e = O-T); Perolehan angka (d = x).

Ketentuan batasan nilai bobot dan skoring faktor SWOT; - Pembobotan faktor SWOT :

1 = Sangat tidak berpengaruh 2 = agak berpengaruh

3 = Cukup berpengaruh 4 = Berpengaruh 5 = Sangat berpengaruh

- Skoring (scoring) faktor SWOT : 1 = Sangat kecil

(39)
[image:39.595.218.408.187.399.2]

Nilai x dan y dimasukkan kedalam anilisis SWOT berupa kuadran (Rangkuti, 1997). Bentuk kuadran Pearce dan Robinson dalam Rangkuti (1997) analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kuadran analisis SWOT Pearce dan Robinson dalam Rangkuti (1997)

Keterangan Gambar 3 kuadran analisis SWOT:

Kuadran I : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Usaha tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran II : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, usaha ini masih memiliki peluang dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Rekomendasi strategis yang diberikan

y

II I

x

(40)

adalah ubah Strategi, artinya disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya.

Kuadran III : Usaha tersebut rmempunyai peluang yang sangat besar, tetapi lain pihak, usaha menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi usaha ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang dihadapkan pada situasi eksternal yang sulit menyebabkan perusahaan berada pada pilihan dilematis.

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Usaha

Usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari berlokasi di Dusun XVI Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Usaha ini berdiri pada tahun 1990. Berdirinya usaha ini atas dasar inisiatif pengusaha yang mempunyai kepedulian terhadap keberadaan hutan mangrove yang terus-menerus mengalami degradasi akibat ulah manusia seperti pembukaan tambak dan eksploitasi kayu mangrove sebagai bahan baku pembuatan arang.

Dulunya pembibitan mangrove ini berskala kecil, hanya untuk memenuhi kebutuhan penanaman mangrove dilahan sendiri yang secara terus-menerus mengalami perkembangan. Usaha ini semakin berkembang setelah adanya motivasi dari Yayasan Indonesia Untuk Kemajuan Masyarakat (YASIKA) dan pemerintah untuk menggalakkan penanaman mangrove dan pembibitan mangrove sehingga kebutuhan bibit mangrove semakin meningkat yang mempengaruhi terhadap perkembangan usaha pembibitan Mangrove Wahana Bahari.

Sebagai salah satu usaha yang bergerak dibidang pembibitan mangrove, Wahana Bahari terus mengembangkan usaha pembibitan dengan adanya kerja sama dengan Yayasan Gajah Sumatera (YAGASU) yang bersifat proyek sebagai lembaga swadaya yang berkonsentrasi dibidang lingkungan walaupun tidak berkelanjutan.

Tujuan Pembibitan Mangrove Wahana Bahari

(42)

bergantung pada keberadaan hutan mangrove. Jadi, kelestariannya harus tetap terjaga. Tujuan didirikannya usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari, yaitu:

1. Memenuhi permintaan bibit dari pemerintah, lembaga swadaya dan masyarakat untuk kegiatan penanaman

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan mangrove

3. Mengembangkan hutan mangrove yang lestari

4. Menambah pendapatan pemilik usaha dan masyarakat (tenaga kerja).

Tenaga Kerja

[image:42.595.113.524.632.701.2]

Tenaga kerja usaha pembibitan Mangrove Wahana Bahari bersifat tidak tetap, artinya banyaknya tenaga kerja bergantung pada besarnya permintaan bibit yang akan diproduksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh buah mangrove yang bersifat musiman sehingga pembibitan tidak dapat dilakukan setiap saat. Adapun sistem penggajian tenaga kerja terdapat dua sistem, yaitu harian dan borongan. Untuk harian menerima gaji setiap harinya dengan besaran yang sudah ditetapkan dan untuk penggajian borongan berdasarkan jumlah bibit yang dibibitkan (polibag). Jenis pekerjaan yang ada pada usaha pembibitan ini, yaitu pengorek lumpur, pembibit, pemupukan dan perawatan. Pada Tabel 6 disajikan sistem penggajian berdasarkan jenis pekerjaannya.

Tabel 6. Sitem penggajian berdasarkan jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan Sitem penggajian Upah (Rp)

Pengorek lumpur Harian 60.000,00

Pembibit Borongan 35/polibag

Pemupukan Harian 30.000,00

(43)

Perbedaan upah kerja menurut jenis pekerjaannya ini berdasarkan tingkat kesulitan dan tenaga yang dibutuhkan dalam pengerjaannya. Upah pengorekan lumpur untuk tanah pembibitan lebih besar, yaitu Rp 60.000,00 karena tingkat kesulitan dan membutuhkan tenaga yang lebih besar. Sistem penggajian pemolibagkan bibit berbeda dengan sistem penggajian jenis pekerjaan lainnya. hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian pemilik usaha.

Ketersediaan Bahan Baku

[image:43.595.114.512.546.643.2]

Ketersediaan bahan baku bersifat musiman. Pohon mangrove tidak dapat menghasilkan buah secara terus-menerus sehingga berpengaruh terhadap kapasitas pembibitan per tahunnya. Bahan baku berupa buah mangrove diperolah dari lahan milik dan hutan masyarakat. Buah yang berasal dari hutan masyarakat dibeli berdasarkan harga yang sudah ditetapkan. Besarnya harga buah mangrove berdasarkan jenisnya. Jenis mangrove yang biasa diproduksi dalam usaha pembibitan ini adalah jenis Rhizophora mucronata, R. stylosa, R. apiculata, Avicenia marina, Soneratia dan Bruguiera Sp.. Harga bahan baku berupa buah mangrove berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Harga bahan bahan baku (buah mangrove) berdasarkan jenis

Jenis mangrove Harga (Rp)

Rhizophora muronata 100

Rhizophora stylosa 100

Rhizophora apiculata 100

Soneratia 100

Bruguiera Sp. 100

Avicenia marina 50

(44)

Proses Pembibitan

Pemilihan lokasi persemaian

Lokasi persemaian pembibitan berada di pinggiran hutan mangrove seluas 4 ha yang merupakan lahan milik yang sebelumnya merupakan lahan kosong kemudian dilakukan rehabilitasi mangrove dengan bentuk agroforestry silvofishery dengan sistem empang parit. Lahan kosong yang dijadikan tambak ikan ditanami pohon bakau ditengah-tengah kolam dengan jarak tanam 2 x 3 dengan tujuan untuk meminimalisai biaya pakan, tempat pemijahan ikan dan menjaga kelestarian hutan bakau.

[image:44.595.177.449.537.697.2]

Lokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari merupakan tanah lapang dan datar. Lokasi pembibitan terhindar dari jangkauan binatang ternak seperti kambing dan kepiting. Untuk menghindari hal tersebut lokasi pembibitan dibatasi oleh aliran air sehingga tidak bisa dijangkau oleh binatang ternak. Kriteria lokasi pembibitan terendam ketika pasang dan bebas genangan ketika surut, tanah berlumpur, terdapat cukup naungan dan sifat air asin. Lokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari dapat dilihat pada Gambar 4.

(45)

Tempat persemaian

Dari luas areal pembibitan mangrove Wahana Bahari yang tersedia, sekitar 80 % dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 20 % digunakan untuk jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Tempat persemaian dibuat 2 x 2 meter untuk setiap plotnya. Atap atau naungan bibit menggunakan daun nipah. Pada lokasi pembibitan tidak membutuhkan banyak naungan karena banyak terdapat pohon yang sengaja ditanam sebagai naungan.

[image:45.595.146.474.492.715.2]

Untuk setiap plot ukuran 2 x 2 meter terdapat 1000 polibag bibit mangrove dengan tingkat persentase hidup sebesar 90 %. Artinya, untuk 1000 bibit per plot di dapat hasil 900 bibit yang siap jual. Antar plot dibuat jalan inspeksi untuk memudahkan dalam perawatannya. Lain hal dengan jenis Rhizophora mucronata terdapat 500 bibit per plot karena ukuran polibag yang digunakan lebih besar. Bentuk plot pembibitan dapat dilihat pada Gambar 5.

(46)

Pemilihan buah

Dalam rangkaian kegiatan penanaman mangrove, masing-masing jenis mangrove memiliki karakter yang berbeda. Pengumpulan buah mangrove akan mudah dan dalam jumlah banyak apabila dilakukan di musim puncaknya. Musim puncak berbuah ini berbeda-beda, tergantung pada jenis dan lokasi. Dilokasi pembibitan mangrove Wahana Bahari pengumpulan buah biasanya dilakukan setiap 2 kali dalam setahun pada pertengahan dan akhir tahun. Sumber buah berasal dari pohon mangrove yang sudah tua. Menurut Khazali (1999), pohon bakau yang baik sebagai sumber buah berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon Soneratia dan Avicenia dari tegakan berumur sekitar 8 - 10 tahun.

Pemilihan buah pembibitan mangrove Wahana Bahari harus memenuhi beberapa kriteria. Buah mangrove yang layak untuk disemaikan harus sudah cukup tua dan bebas dari hama penyakit. Ciri-ciri buah yang sudah tua adalah sudah lepas dari bandulan (pericarp), warna kekuningan dan kelihatan bening atau mengkilat. Menurut Noor (1999) menyatakan bahwa buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang hama penyakit, serta belum berdaun. Cirri kematangan propagul kotiledon berwarna hijau kekuning-kuningan berbentuk seperti cincin melinkar (untuk jenis Rhizophora).

(47)

segar dan membuat benih berkerut. Dengan kondisi demikian maka kepiting/ketam tidak mau memakannya.

Pembuatan bibit

Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu tanah lumpur dari sekitar persemaian atau lumpur dari dasar tambak. Polibag dengan 10 x 15 cm untuk jenis Rhizophora stylosa, R. apiculata, Aviceni marina, Soneratia, Bruguiera Sp. dan ukuran 20 x 30 untuk jenis Rhizophora mucronata di isi dengan lumpur, kemudian dipadatkan. Sebelum disemaikan, buah diberi perlakuan perendaman dengan menggunakan pestisida yang dicampur dengan air. Tujuannya adalah untuk menghindar serangan hama seperti serangan jamur dan bakteri. Setelah disemaikan, bibit dipindahkan ke tempat persemaian ukuran 2 x 2 meter yang telah disiapkan.

Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan semai-semai yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan evaporasi. Naungan bendeng persemaian mengunakan daun nipah dengan ketinggian antara 1-2 meter dan pohon-pohon yang ditanamai disekitar pembibitan sebagai naungan dengan intensitas cahaya 70 %. Hal ini tidak sesuai pernyataan Wibisono (2006) bahwa bendeng persemaian sebaiknya diberi naungan denagn intensitas cahaya sebesar 50% dengan lama pemberian naungan 1-2 bulan. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuahn bibit dilapangan.

(48)

karena buah sering keluar dari polibag sewaktu mau berkecambah. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Wibisono (2006) bahwa untuk benih yang kecil perlu dibuat bendeng tabur yang berfungsi untuk mengecambahkan benih. Untuk jenis Rhizophora mucronata ukuran media tanam (polibag) lebih besar karena ukuran buahnya yang relatif besar dan panjang.

Pemeliharaan

Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan menyangkut kegiatan penyiraman, penyiangan, perlindungan dari hewan ternak dan pengendalian serangan hama penyakit..

Pada pembibitan mangrove Wahana Bahari tidak ada pemeliharaan yang bersifat rutinitas. Kegiatan penyiangan sangat jarang dilakukan. Bibit disiram setiap harinya pada sore hari jika bibit mengalami kekeringan. Hal nii sesuai dengan pernyataan Simarmata (2011) bahwa Apabila air pasang mencapai persemaian maka penyiraman tidak perlu dilakukan karena bibit akan tergenangi secara alami. Namun jika air pasang tidak mencapai persemaian maka penyiraman sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air payau dari sumber terdekat pada pagi dan sore hariBibit yang sudah berumur diatas satu minggu dan belum menunjukkan pertumbuhan harus segera dilakukan pemupukan untuk meransang pertumbuhan vegetatifnya. Pupuk yang digunakan adalah jenis NPK jenis urea dan KCl yang dilarutkan dengan air dan dicampur dengan insektisida.

(49)
[image:49.595.190.429.139.358.2]

layak untuk dijual. Contoh bibit mangrove yang layak jual dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Bibit mangrove yang berdaun 5 yang siap untuk dijual

Analisis Finansial Pembibitan Mangrove Wahana Bahari

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan pembibitan mangrove di tempat lain. Analisis finansial yang telah dilakukan pada usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari adalah sebagai berikut:

Biaya produksi dan pendapatan

(50)

dipengaruhi oleh jumlah produksi, seperti: gaji pimpinan, sewa lahan, dan biaya perawatan peralatan. Hasil analisis biaya variabel dan biaya tetap dapat dilihat pada Lampiran 2.

[image:50.595.114.512.346.424.2]

Dari hasil analisis (Lampiran 2), diketahui bahwa pendapatan total berasal dari pengurangan penerimaan dengan biaya total. Perhitungan biaya produksi yang dikelompokkan kedalam tiga jenis bibit berdasarkan harga bahan baku dan harga jual bibit dengan jumlah produksi sebanyak 40000 bibit/jenis. Hasil rekapitulasi biaya produksi dan pendapatan untuk masing-masing jenis dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Biaya produksi dan pendapatan pembibitan mangrove Wahana Bahari

Jenis bibit TC (Rp) TR (Rp) I (Rp)

Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Soneratia dan Bruguiera Sp.

15.820.000 20.000.000 4.180.000

Rhizophora mucronata 16.170.000 40.000.000 23.830.000 Avicenia marina 13.820.000 16.500.000 2.680.000

Berdasarkan Tabel 8 diketahui biaya total (total cost) pembibitan paling besar adalah mangrove Rhizophora mucronata Rp 16.170.000,00. Hal ini disebabkan oleh biaya variabel berupa polibag lebih tinggi daripada jenis lainnya. Harga jual jenis bibit ini juga lebih tinggi yaitu Rp 1.000,00 sehingga menghasilkan penerimaan terbesar (total revenue) Rp 40.000.000,00 dan dapat mendatangkan keuntungan (income) Rp 23.830.000,00 per periode.

(51)

Analisis R/C ratio

[image:51.595.113.514.289.374.2]

Analisi R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Sementara penerimaan merupakan perkalian antara harga produk dengan volume produksi. Tujuan dilakukan analisis R/C ratio adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha dengan kriteria penilaian tertentu. Rekapitulasi nilai R/C ratio untuk setiap jenis bibit dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai R/C ratio berdasarakan jenis bibit

Jenis bibit R/C ratio

Rhizophora stylosa,

Rhizophora apiculata, Soneratia, Bruguiera Sp.

1,2642

Rhizophora mucronata 2,4737

Avicenia marina 1,1939

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat nilai R/C ratio lebih dari satu. Menurut Kuswadi (2006) menyatakan bahwa apabila nilai R/C lebih besar dari satu, usaha tersebut layak untuk dijalankan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari layak untuk diusahakan.

(52)

Analisis Break Even Point (BEP)

[image:52.595.112.507.230.390.2]

Analisis Break Even Point (BEP) diperlukan dalam studi kelayakan adalah untuk menunjukkan titik impas dimana usaha tidak rugi dan tidak untung. Break Even Point (BEP) bertujuan untuk menunjukkan biaya yang sama dengan pendapatan. Nilai BEP untuk masing-masing jenis bibit disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai BEP masing-masing jenis bibit

Jenis Bibit BEP Biaya

Produksi (Bibit) Produksi (Bibit) BEP Harga Produksi (RP) Harga Peoduk (RP) Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Soneratia, Bruguiera Sp.

31640 40000 395,5 500

Rhizophora mucronata

16170 40000 404,2 1000

Avicenia marina 34550 40000 345,5 400

Dari Tabel 10 didapat nilai BEP terendah adalah jenis Rhizophora mucronata dengan BEP biaya produksi sebanyak 16170 bibit dan BEP harga produksi sebesar Rp 404,2,00 Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan penjualan 16170 bibit usaha pembibitan Wahana Bahari sudah mncapai titik impas dimana usaha tidak untung dan tidak rugi, dimana untuk memproduksi satu bibit diperlukan biaya sebesar Rp 404,2,00.

Analisis SWOT

(53)

perlu ada identifikasi untuk mengetahui faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan faktor eksternal (peluang, tantangan) tersebut sehingga didapat suatu strategi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di pembibitan mangrove Wahana Bahari di Dusun XVI Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang maka dibuat analisis strategi dengan menggunakan metode analisi SWOT.

Identifikasi faktor internal dan eksternal

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan maka dapat diketahui faktor internal, yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang terdapat dalam tubuh usaha yang mempengaruhi mobilitas pembibitan Wahana Bahari. Kekuatan (strength) merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha baik dari keberlanjutan produksi maupun keuntungan yang diperoleh. Sedangkan kelemahan (weakness) merupakan faktor penghambat keberhasilan usaha tersebut. Pada Tabel 11 akan disajikan faktor-faktor internal, kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang terdapat pada usaha pembibitan Wahana Bahari.

Tabel 11. Identifikasi faktor internal usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari

No Kekuatan (strength) Kelemahan (weakness)

1 Dekat dengan sumber bahan bibit Bahan bibit bersifat musiman

2 Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) Kurangnya motivasi pelaku usaha

3 Tidak membutuhkan modal yang besar Serangan hama dan penyakit

4 Proses pembibitan yang sederhana Masih mengunakan cara tradisional

5 Tempat utau lokasi pembibitan Sistem manajemen yang kurang baik

6 Kualitas bibit yang dihasilkan Pemasaran yang belum optimal

(54)
[image:54.595.108.522.253.396.2]

usaha yang ada pada waktu sekarang atau masa mendatang yang mempengaruhi keberhasilan pembibitan Wahana Bahari untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan. Sedangkan tantangan (threat) merupakan faktor penghambat keberhasilan usaha tersebut. Pada Tabel 12 disajikan faktor-faktor eksternal, peluang (opportunity) dan tantangan (threat) yang terdapat pada usaha pembibitan Wahana Bahari.

Tabel 12. Identifikasi faktor eksternal usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari

No Peluang (opportunity) Tantangan (threat)

1 Dukungan dari pemerintah dan LSM Tidak ada ijin usaha

2 Kondisi sosial yang cukup kondusif Munculnya kompetitor yang lebih

unggul

3 Meningkatnya isu lingkungan Penanaman dari pemerintah/LSM

yang bersifat proyek

4 Tingkat kompetitor yang rendah Kemampuan konsumen untuk

membibitkan sendiri

5 Luas lahan mangrove yang terdegradasi Cakupan pasar yang terbatas (tidak

bersifat umum)

Pendekatan kualitatif matrik analisis SWOT

Dari Tabel 11 dan Tabel 12 dibuat suatu analisis strategi dengan melihat fakor internal dan eksternal yang diadopsi kedalam matrik analisis SWOT (Tabel 13), sehingga dapat dilihat keterkaitan satu sama lain. Analisis strategi ini merupakan suatu analisis untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan untuk pengembangan dan pencapaian tujuan yang ingin didapatkan usaha pembibitan mangrove Wahana Bahari. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Strategi S-O

(55)

- Lokasi yang dekat dengan sumber bahan bibit didukung dengan SDM yang baik dan proses pembbitan yang sederhana merupakan kekuatan untuk menangkap peluang berupa dukungan dari pemerintah dan LSM dan kondisi sosial yang kondusif

- Modal yang kecil dan didukung dengan lokasi atau tempat pembibitan dan kualitas bibit merupakan kekuatan untuk menangkap peluang tingkat kompetitor yang rendah, isu lingkungan dan kegiatan rehabilitasi

Perusahaan mempunyai banyak kelemahan, mau tidak mau perusahaan harus mengatasi kelemahan itu menjadi kuat. Sedangkan jika perusahan mengahadapi banyak ancaman maka perusahaan harus berusaha menghindarinya dan berusaha berkonsentrasi pada peluang yang ada (Umar, 2005). Dengan memanfaatkan keberadaan lokasi pembibitan, SDM, sistem pembibitan yang sederhana, modal yang kecil dan kualitas bibit diharapkan pembibitan Mangrove Wahana Bahari dapat memanfaatkan secara optimal keberadaan instansi pemerintah terkait, LSM dan kondisi sosial yang mendukung serta kompetitor yang rendah untuk menangkap peluang berupa kegiatan rehabilitasi akibat dari isu lingkungan seperti penurunan kualitas lingkungan.

2. Strategi S-T

Strategi ini didapat dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk mengantisifasi ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis didapat rumusan stertegi sebagai berikut:

(56)

- Meningkatkan kualitas bibit dengan memanfaatkan kondisi tempat pembibitan yang mendukung merupakan kekuatan untuk memperkecil ancaman kemapuan masyarakat membibitkan sendiri dan munculnya kompetitor baru

- Meningkatkan kegiatan pemasaran untuk memperluas cakupan pasar dengan memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kualitas bibit merupakan kekuatan untuk menghindari produksi yang stagnan akibat dari penanaman yang bersifat proyek.

Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal (Umar, 2002). Perijinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha karena mempengaruhi terhadap legalitas usaha dan kepercayaan (trust) konsumen untuk membeli bibit (porduk) yang diproduksi. Kualitas bibit merupakan salah satu pertimbangan konsumen untuk mau membeli produk usaha. Dengan kualitas bibit yang baik maka diharapkan akan semakin banyak konsumen yang mau bekerja sama (instansi pemerintah dan LSM) dan membeli sehingga menambah income pembibitan mangrove Wahana Bahari.

(57)

yang berkonsentrasi dibidang pelestarian lingkungan di daerah-daerah lain sebagai pemasok bibit yang bersifat kontinuitas.

3. Strategi W-O

Strategi ini didapat dengan menekan atau meminimalisasi kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis didapat rumusan strategi sebagai berikut:

- Meningkatkan motivasi pelaku usaha untuk memperkuat kerja sama dengan pemerintah dan LSM dalam penyediaan bibit untuk kegiatan rehabilitasi

- Memperbaiki sistem manajemen dan pemasaran yang optimal untuk menangkap peluang tingkat kompetitor yang rendah

- Memanfaatkan keberadaan masyarakat yang kondusif untuk memenuhi kekurangan bahan baku

- Peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas dengan menerapkan sentuhan teknologi untuk menangkap peluang tingginya permintaan akibat dari isu lingkungan.

(58)

mengadakan suatu kerjasama (joint venture) dengan usaha lain yang memiliki kompetensi (Umar, 2002).

Stategi W-O yang dicoba untuk diterapkan bagi pengembangan pembibitan mangrove Wahana Bahari dengan menerapkan sentuhan teknologi baru baik dan dalam penanganan hama dan penyakit. Strategi ini diterapkan untuk mengatasi kelemahan motivasi pelaku usaha yang rendah dan serangan hama dan penyakit yang berpengaruh terhadap kualitas bibit mangrove yang dihasilkan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada berupa permintaan dan tingkat kompetitor yang rendah.

4. Strategi W-T

Startegi ini didapat dengan meminimalisasi kelemahan yang dimiliki untuk mengantisipasi ancaman yang ada saat ini atau untuk menghadapi kemungkinan acaman yang ada dimasa yang akan datang. Berdasarkan hasil analisis didapat rumusan strategi sebagai berikut:

- Meningkatkan motivasi pelaku usaha untuk membuat kerjasama dengan instansi terkait untuk pembuatan ijin usaha

- Meningkatkan teknologi produksi dan mutu produk untuk menekan ancaman dari munculnya kompetitor baru yang lebih unggul

- Memperbaiki sistem manajemen dan pemasaran untuk memperluas permintaan untuk memperkecil ancaman dari penanaman yang bersifat proyek.

(59)

Strategi W-T merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta mengindari ancaman. Suatu usaha yang dihadapkan pada sejumlah kelemahan internal dan ancaman eksternal sesungguhnya berada dalam posisi yang berbahaya. Menurut Umar (2002) menyatakan bahwa unit usaha harus berjuang untuk tetap dapat bertahan melakukan strategi-strategi seperti merger, declared, bankrupty, retrench atau liquidation.

(60)
[image:60.842.81.760.126.490.2]

Tabel 13. Matrik analisis SWOT Faktor eksternal Faktor internal Peluang (O)

1. Dukungan dari pemerintah dan LSM

2. Kondisi sosial yang cukup kondusif

3. Meningkatnya isu lingkugan

4. Tingkat kompetitor yang rendah

5. Luas lahan mangrove yang terdegradasi

Anacaman (T)

1. Tidak ada ijin usaha

2. Munculnya kompetitor yang lebih unggul

3. Penanaman dari pemerintah/LSM yang

bersifat proyek

4. Kemampuan konsumen untuk membibitkan

sendiri

5. Cakupan pasar yang terbatas (tidak bersifat

umum)

Kekuatan (S)

1. Dekat dengan sumber bahan baku

2. Potensi Sumber Daya Manusia (SDM)

3. Tidak membutuhkan modal yang besar

4. Proses pembibitan yang sederhana

5. Kondisi alam yang mendukung proses

pembibitan

6. Kualitas bibit yang dihasilkan

Strategi (S-O)

1. Lokasi yang dekat dengan sumber bahan

bibit didukung dengan SDM yang baik dan proses pembbitan yang sederhana dan kondisi alam merupakan kekuatan untuk menangkap peluang berupa dukungan dari pemerintah dan LSM untuk dan kondisi sosial yang kondusif

2. Modal yang kecil dan didukung dengan

lokasi pembibitan dan kualitas bibit merupakan kekutan untuk menangkap peluang tingkat kompetitor yang rendah, isu lingkungan dan kegiatan rehabilitasi

Strategi (S-T)

1. Memanfaatkan potensi Sumber Daya Manusia

(SDM) untuk membuat ijin usaha yang mempengaruhi terhadap kontinuitas usaha

2. Meningkatkan kualitas bibit dengan

memanfaatkan kondisi tempat atau lokasi pembibitan yang mendukung merupakan kekuatan untuk memperkecil ancaman kemapuan masyarakat membibitkan sendiri dan munculnya kompetitor baru

3. Meningkatkan kegiatan pemasaran untuk

(61)

Kelemahan (W)

1. Bahan baku bersifat musiman

2. Kurangnya motivasi pelaku usaha

1. Serangan hama dan penyakit

2. Masih mengunakan cara tradisional

3. Sistem manajemen yang kurang baik

4. Pemasaran yang belum optimal

Strategi (W-O)

1. Meningkatkan motivasi pelaku usaha

untuk memperkuat kerja sama dengan pemerintah dan LSM dalam penyediaan bibit untuk kegiatan rehabilitasi

2. Memperbaiki sistem manajemen dan

pemasaran yang optimal untuk menangkap peluang tingkat kompetitor yang rendah

3. Memanfaatkan keberadaan masyarakat

yang kondusif untuk memenuhi kekurangan bahan baku

4. Peningkatan kualitas, kuantitas dan

kontinuitas dengan menerapkan sentuhan teknologi untuk menangkap peluang tingginya permintaan akibat dari isu lingkungan.

Strategi (W-T)

1. Meningkatkan motivasi pelaku usaha untuk

membuat kerjasama dengan instansi terkait untuk pembuatan ijin usaha

2. Meningkatkan teknologi produksi dan mutu

produk untuk menekan memperkecil ancaman dari munculnya kompetitor baru yang lebih unggul

3. Memperbaiki sistem manajemen dan

pemasaran untuk memeperluas permintaan untuk memperkecil ancaman dari penanaman yang bersifat proyek

4. Membuat permintaan bahan bibit di daerah

(62)

Pendekatan kuantitatif analisis SWOT

[image:62.595.113.513.284.512.2]

Pendekatan kuantitatif analisis SWOT merupakan suatu pendekatan untuk mengetahui posisi suatu unit usaha dengan melakukan perhitungan skor dan bobot faktor internal dan eksternal dengan kriteria yang telah ditentukan. Besar nilai yang diberikan tergantung responden yang diwawancarai. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, maka didapat hasil skoring dan pembobotan yang disajikan pada Tabel 14 dan Tabel 15.

Tabel 14. Skoring dan pembobotan faktor internal

No Kekuatan (strength) Skor Bobot Total

1 Dekat dengan sumber bahan baku 4 0,66 2,64

2 Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) 3 0,83 2,49

3 Tidak membutuhkan modal yang besar 3 0,5 1,5

4 Proses pembibitan yang sederhana 2 0,33 0,66

5 Tempat atau lokasi pembibitan 3 0,83 3,32

6 Kualitas bibit yang dihasilkan 3 0,5 1,5

Gambar

Gambar 2 (Suratman, 2001).
Tabel 4. Skoring dan pembobotan faktor internal
Gambar 3. Kuadran analisis SWOT Pearce dan Robinson  dalam Rangkuti (1997)
Tabel 6. Sitem penggajian berdasarkan jenis pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Seksi Operasi &amp; Pemeliharaan Balai PSDA Serang Lusi Juana selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan;. PEMERINTAH PROVINSI

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa

[r]

Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penetapan kadar secara spektrofotometri dengan ferri klorida dan 2,2’bipiridil, karena metode ini dapat menetapkan

[r]

Bahasa di daerah Kabupaten Kampar bagian timur dan di daerah bekas Kerajaan Siak masih murni karena tidak terdapat pengaruh yang. besar dari

renewable , buah kelapa juga memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa lignin