• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Adaptasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis data.

Semua data yang diperoleh, dianalisis dengan sidik ragam dan diuji pada taraf 5 % dan 1 %, menggunakan program SAS (N.C. Release 6.12) dan bila analisis ragam menunjukkan hasil yang nyata maka perbandingan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey. Sedangkan untuk membandingkan karakter-karakter yang diamati antar kelompok genotipe digunakan Uji t. Untuk mengetahui komponen utama yang berpengaruh pada toleransi terhadap naungan digunakan Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis) dan untuk mengetahui komponen utama yang mana yang berpengaruh langsung terhadap toleransi digunakan Analisis Lintas (Path Analysis).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Karakter Agronomi dan Morfologi Padi Gogo Terhadap Naungan

Komponen pertumbuhan.

Tanaman padi gogo yang tumbuh pada kondisi ternaungi yang mendapat intensitas cahaya rendah, akan memberi tanggap dengan melakukan perubahan-perubahan, baik terhadap karakter morfologi maupun karakter fisiologisnya. Hal

ini sebagai upaya adaptasi terhadap kondisi ternaungi tersebut. Tanaman yang meningkatkan intersepsi cahaya dengan memproduksi daun yang lebih lebar, merupakan salah satu bentuk respon morfologi.

Tinggi tanaman. Pemberian naungan paranet 50 % menyebabkan perubahan-perubahan antara kelompok genotipe toleran berbeda dengan peka dan besarnya perubahan tersebut disajikan pada Tabel 1. Naungan paranet 50 % menyebabkan peningkatan tinggi tanaman, rata-rata peningkatan tinggi tanaman pada (Lampiran 2) kelompok genotipe toleran mencapai 22.78 % lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok peka sebesar 19.77 %. Berdasarkan hasil uji nilai rata-rata antar kelompok (Tabel 1) didapatkan bahwa pada naungan 0 % kelompok toleran tidak berbeda nyata dengan kelompok peka, namun pada naungan 50 % genotipe toleran berbeda nyata. Perbedaan peningkatan tinggi tanaman ini diduga berkaitan dengan kemampuan tanaman dalam merespon cahaya radiasi matahari.

Tanaman yang mengalami kekurangan intensitas atau distribusi cahaya biasanya lebih tinggi dibandingkan tanaman yang mendapat cahaya cukup. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa peningkatan tinggi tanaman pada tanaman yang ternaungi merupakan adaptasi terhadap lingkungan yang tidak memungkinkan tanaman untuk menaikan daunnya ke atas dengan cara memanjangkan batangnya.

Tabel 1. Uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe padi gogo untuk karakter morfologi dan agronomi pada naungan 0 % dan 50 %

Naungan

Karakter 0% 50%

Toleran Peka Toleran Peka

Tinggi tanaman 102.75 a 106.00 b 125.50 a (122,78) 121.89 b (119,77) Jumlah daun 104.70 a 97.22 b 44.50 a (42,44) 42.33 a (41,53) Jumlah anakan maks. 27.71 a 26.67 a 12.79 a (48,31) 11.00 b (40,66) Jumlah anakan prod. 17.50 a 18.78 b 10.88 a (63.34) 8.67 b (43.68) Umur berbunga 73.75 a 70.67 b 73.21 a (99,27) 69.33 b (98,44) Umur panen 103.96 a 101.78 a 103.62 a (99,68) 99.56 b (98,00) Panjang malai 24.81 a 22.92 a 25.51a (103,23) 21.60 b (94,09) Jumlah gabah/malai 172.88 a 128.56 b 170.71 a (98,93) 118.44 b (91,54) Persen gabah hampa 15.76 a 18.22 b 23.59 a (155,59) 39.99 b (217,25) Bobot 1000 Butir 26.63 a 26.54 a 26.29 a (98,70) 25.81 a (97,29) BG kering giling 45.52 a 44.70 a 30.68 a (69,46) 22.77 b (47,60)

Ket: Angka dalam kurung adalah nilai relatif terhadap nilai kontrol (0%) dan huruf yang sama dalam baris yang sama pada kondisi naungan yang sama, berarti tidak

Peningkatan tinggi tanaman ini juga terjadi karena adanya perbedaan pemanjangan sel tanaman yang diakibatkan oleh aktivitas hormon auxin dalam tubuh tanaman dan adanya sifat fotomorfogenetis yang banyak dipengaruhi oleh infrared sebagai akibat pembauran radiasi oleh tajuk tanaman bagian atas (Salisbury dan Ross 1995). Perbedaan penambahan tinggi tanaman ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Chozin et al. (2000); Lautt (2003) yang memperlihatkan genotipe toleran memberikan respon penambahan tinggi tanaman lebih besar dibandingkan dengan genotipe peka.

Jumlah daun. Jumlah daun akibat pemberian naungan 50 %, menyebabkan penurunan jumlah daun baik pada kelompok toleran maupun kelompok peka. Berdasarkan hasil uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe (Tabel 1) nampak bahwa jumlah daun pada naungan 0 % kelompok toleran berbeda nyata dengan kelompok peka, namun pada naungan 50 % genotipe toleran tidak berbeda nyata. Penurunan jumlah daun lebih besar terjadi pada kelompok genotipe peka dibandingkan genotipe toleran. Berdasarkan nilai perubahannya (Lampiran 3), jumlah daun tanaman unrtuk genotipe toleran menurun sebesar 57.56 % sedangkan untuk genotipe peka menurun sebesar 58.47 %. Perubahan ini bila dilihat pada uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe menunjukkan bahwa pada kondisi 0 % untuk genotipe toleran dan peka berturut-turut 104.71 dan 97.22 helai berkurang menjadi 44.50 dan 42.33 helai pada kondisi 50 %. Jumlah daun yang tertinggi pada kondisi 0 % terdapat pada genotipe toleran B 149 F-MR–7 (110.33 helai) dan terendah terdapat pada genotipe peka Kalimutu (62.33 helai), sedangkan pada kondisi 50 % genotipe toleran Dodokan memiliki jumlah daun tertinggi 52.33 helai dan paling rendah 22.67 helai pada genotipe peka Kalimutu.

Perubahan jumlah daun pada naungan 50% secara statistik tidak berbeda nyata antar kelompok genotipe. Hal ini menunjukkan bahwa naungan tidak secara langsung berpengaruh terhadap jumlah daun tetapi kemungkinan lebih dipengaruhi hara tanaman terutama N yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan daun kurang terpenuhi. Menurut Lawlor (2002) bahwa pada cahaya rendah laju penyerapan N rendah, sementara N dibutuhkan untuk pertumbuhan daun melalui jumlah daun dan ukuran daun. Jumlah daun yang tinggi akan berimplikasi pada luas daun total semakin meningkat. Intersepsi cahaya bergantung pada indeks luas daun (LAI : nisbah luas daun terhadap luas permukaan bagian bawah). Dengan meningkatnya indeks luas daun, intersepsi cahaya juga akan meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan aktivitas

fotosintesis. Peningkatan aktivitas fotosintesis akan mempercepat laju pertumbuhan yang dapat meningkatkan hasil tanaman (Taiz dan Zeiger 1991). Umur berbunga. Kondisi naungan 50 % menyebabkan umur berbunga padi gogo genotipe toleran maupun genotipe peka bertambah lebih cepat beberapa hari, namun perubahan ini sangat kecil (Tabel 1). Rata-rata umur berbunga untuk genotipe toleran 73.75 hari tanpa naungan (0 %) dan pada naungan 50 % berkurang menjadi 73.21 hari. Pada genotipe peka tanpa naungan 70.67 hari berkurang menjadi 69.33 hari pada naungan 50 %. Rata-rata perubahan umur berbunga lebih cepat terjadi pada kelompok genotipe peka (1.56 hari) dibandingkan dengan kelompok genotipe toleran (0.73 hari ).

Umur berbunga padi gogo tercepat (berumur pendek) pada genotipe peka Kalimutu baik tanpa naungan ( 0% ) 63.33 hari maupun pada naungan 50 % 64.33 hari (Lampiran 4). Sedangkan umur berbunga pada genotipe toleran tercepat pada varietas Dodokan 66.00 hari pada naungan 0%, dan 64.67 hari pada naungan 50 %. Umur berbunga padi gogo berdasarkan hasil analisis ragam tidak dipengaruhi oleh naungan tetapi dipengaruhi oleh galur (Lampiran 1), meskipun berdasarkan hasil uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe, umur berbunga berbeda nyata antara genotipe toleran dengan genotipe peka, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh faktor genotipe dimana perbedaan ini lebih bersifat genetis.

Umur panen. Perlakuan naungan 50 %, mengakibatkan perubahan pada umur panen menjadi lebih cepat baik pada genotipe toleran maupun genotipe peka, namun perubahan umur panen tersebut lebih cepat terjadi pada kelompok genotipe peka 1.99 hari dibandingkan genotipe toleran 0.32 hari (Tabel1). Rata-rata umur panen terbesar dimiliki oleh genotipe toleran TB 177 E – 30 – B – 2 (109.33 hari) sedangkan umur panen terendah dimiliki oleh genotipe peka Kalimutu (94.67 hari).

Hasil uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe, umur panen genotipe toleran dan peka tidak berbeda nyata pada kondisi tanpa naungan (0%), akan tetapi pada kondisi naungan 50 % genotipe toleran berbeda nyata dengan genotipe peka. Perbedaan ini diduga berkaitan erat dengan perbedaan kondisi suhu udara. Suhu udara rata-rata di tempat terbuka pada kondisi tanpa naungan lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada naungan 50 %. Hal ini ditunjukkan pada hasil penelitian Haris et al.(1998) bahwa rata-rata suhu udara pada kondisi 0 % lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu udara pada naungan 50 %.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Las (1982) bahwa umur tanaman cenderung lebih pendek apabila ditanam pada daerah yang mempunyai suhu tinggi dibanding dengan daerah bersuhu rendah.

Jumlah anakan maksimum. Penurunan jumlah anakan maksimum yang diberi naungan 50 % terjadi baik pada kelompok genotipe toleran maupun genotipe peka, namun penurunan pada kelompok genotipe peka lebih besar dibanding dengan kelompok genotipe toleran. Naungan 50 % menurunkan rata-rata jumlah anakan maksimum pada genotipe toleran sebesar 51.69 % yaitu dari 27.21 anakan turun menjadi 12.79 anakan, sedangkan pada genotipe peka 59.34 % yaitu 26.67 turun menjadi 11.00 anakan (Tabel 1). Tampak pula bahwa penurunan jumlah anakan maksimum paling sedikit terjadi pada genotipe toleran TB 165 E – TB – 6 yaitu sebesar 12 % dari 16.70 anakan berkurang menjadi 14.67 anakan (Lampiran 6 ). Berdasarkan hasil uji nilai rata-rata kelompok genotipe, pada naungan 50 % nampak bahwa jumlah anakan maksimum kelompok genotipe toleran berbeda nyata dengan kelompok genotipe peka. Ini menunjukkan bahwa genotipe toleran mampu mempertahankan kehidupannya pada kondisi ternaungi dan mampu bersaing akan kekurangan radiasi matahari, hara maupun air di antara anakan itu sendiri untuk menjadi anakan produktif. Jumlah anakan yang banyak akan lebih menguntungkan karena mampu mengkompensasi rumpun yang mati dan luas daun total tanaman akan bertambah (Gupta dan O’Toole 1986).

Produksi dan Komponen Produksi Tanaman.

Panjang malai. Kondisi naungan 50 % menyebabkan perubahan panjang malai sangat bervariasi, namun dari hasil uji nilai rata-rata kelompok genotipe, genotipe toleran bertambah panjang sebesar 3.23 % yaitu dari 24.81 cm menjadi 25.51 cm dibandingkan dengan kelompok genotipe peka justru menurun sebesar 5.91 % yaitu dari 22.92 menjadi 21.60 cm (Tabel 1). Rata-rata panjang malai (Lampiran 7) bervariasi dari 19.20-28.07 cm pada naungan 50%, sementara pada naungan 0% adalah 20.77-29.73 cm. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 1), panjang malai tidak dipengaruhi oleh naungan tetapi galur sangat nyata mempengaruhi panjang malai. Panjang malai mencapai maksimum setelah daun bendera keluar dan nilainya sangat dipengaruhi oleh galur/varietas. Ini

mengindikasikan bahwa panjang malai lebih ditentukan oleh genotipe, dengan demikian karakter panjang malai lebih bersifat genetis tanaman.

Jumlah anakan produktif. Pemberian naungan 50% menyebabkan perubahan dan nyata mengurangi jumlah anakan produktif (jumlah malai per rumpun) baik pada kelompok toleran maupun kelompok genotipe peka. Pengurangan terbesar terjadi pada kelompok genotipe peka Kalimutu sebesar 70.20 % dan 57.35 % pada genotipe toleran TB 13 G – TB – 2. Namun ada genotipe toleran yang paling sedikit penurunan jumlah anakan produktifnya adalah genotipe TB 165 E – TB – 6 hanya sebesar 17.92 % yaitu dari 13.00 anakan menjadi 10.67 anakan (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa galur tersebut mempunyai kemampuan yang tinggi membentuk anakan maksimum menjadi anakan produktif. Las dan Muladi (1986) menyatakan bahwa anakan yang telah membentuk 4 daun atau lebih pada fase anakan maksimum dicapai akan mampu menghasilkan malai. Banyaknya malai terbentuk juga erat kaitannya dengan jumlah anakan yang banyak pada varietas tersebut.

Jumlah gabah per malai. Kondisi naungan 50 % mengakibatkan perubahan pada jumlah gabah per malai (Tabel 1) . Perubahan ini sangat bervariasi baik pada kelompok genotipe toleran maupun kelompok genotipe peka. Rata-rata perubahan pada genotipe peka lebih besar pengurangannya mencapai 8.46 %, sedangkan perubahan pada genotipe toleran sebesar 1.07 %.

Jumlah gabah per malai pada naungan 50 % tertinggi dimiliki oleh genotipe toleran TB 165 E – TB – 6 mencapai 209 butir (Lampiran 9) dan bila di lihat dari hasil perubahannya juga meningkat sebesar 0.16 %. Genotipe toleran lainnya yaitu Dodokan juga mengalami peningkatan sebesar 5.37 % pada naungan 50 %. Hal ini erat kaitannya dengan laju pertumbuhan tanaman tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya gabah dalam tiap malai adalah perkembangan dan berat kering tanaman.

Peningkatan jumlah gabah per malai, ini dimungkinkan karena memilki jumlah daun banyak dan jumlah anakan produktif cukup tinggi bahkan terdapat galur yang memiliki jumlah anakan produktif melebihi dari yang dimiliki oleh galur toleran Jatiluhur. Jumlah daun yang banyak yang berdampak pada penambahan luas daun total tanaman. Hal ini pula yang memungkinkan peningkatan laju fotosintesis sehingga diharapkan translokasi fotosintat secara efisien dari source ke sink pada tanaman dengan kata lain fotosintat akan mencukupi untuk pembentukan dan pengisian gabah.

Persentase gabah hampa. Pemberian naungan 50 % menyebabkan terjadinya peningkatan persentase kehampaan. Rata-rata persentase kehampaan pada naungan 0% genotipe toleran 15.76% dan peka 18.22% setelah dinaungi kehampaan meningkat sebesar 23.50 % (toleran) dan 39.99% (peka) ini artinya perubahan pada genotipe toleran sebesar 55.59% sedangkan pada genotipe peka mencapai 117.25 % (Tabel 1). Peningkatan persentase kehampaan pada kedua kelompok genotipe ini bervariasi dan nampak bahwa yang mempunyai persen kehampaan paling sedikit adalah galur toleran TB 117 E – 30 – B – 2 sebesar 3.79 % yaitu persen kehampaan meningkat dari 19.53 % menjadi 20.27 % (Lampiran 10). Berdasarkan hasil uji Tukey’s galur tersebut tidak berbeda nyata dengan galur toleran Jatiluhur sebesar 9.55 % atau peningkatan persentase kehampaannya dari 18.53 menjadi 20.30 %. Pada genotipe peka yang mempunyai persentase kehampaan paling tinggi sebesar 174.23 % pada galur peka IRAT 379 yaitu persentase kehampaannya dari 18.90 menjadi 51.83 % dan tidak berbeda nyata dengan varietas peka Kalimutu (145.79 %).

Berdasarkan hasil uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe, nampak bahwa persentase gabah hampa genotipe toleran berbeda nyata dengan genotipe peka, baik pada tanpa naungan (0%) maupun pada naungan 50 % (Tabel 1).

Kehampaan yang tinggi menyebabkan hasil berkurang. Peningkatan persentase kehampaan kemungkinan disebabkan oleh jumlah gabah yang dihasilkan cukup tinggi. Akibatnya jumlah asimilat yang dihasilkan tidak cukup untuk mengisi semua gabah dengan sempurna. Makin tinggi jumlah gabah yang dihasilkan suatu varietas/galur padi kebutuhan akan asimilat makin besar, jika tidak diimbangi dengan suplai karbohidrat dari sumbernya, akan makin banyak gabah yang tidak terisi dengan demikian persentase gabah isi makin berkurang dan tingkat kehampaan makin tinggi.

Menurut Chaturvedi et al. (1994) bahwa sterilitas yang tinggi pada padi pada kondisi cahaya rendah disebabkan oleh gangguan metabolisme N dan akumulasi N terlarut pada malai (panicle) tinggi, yang menyebabkan gangguan dalam pengisian biji. Selain faktor di atas diduga pada kelompok genotipe peka yang dinaungi 50 % sebagian energi yang tersimpan pada fase vegetatif digunakan untuk membentuk tunas-tunas, karena jumlah gabah tiap rumpun yang terbentuk cukup banyak sehingga energi yang tersedia untuk pengisian gabah-gabah menjadi terbatas. Akibatnya persentase gabah hampa makin tinggi. Demikian sebaliknya, pada genotipe toleran yang mempunyai persentase

kehampaan rendah diduga energi yang tersedia untuk pengisian gabah cukup memadai sehingga persentase gabah hampa yang terbentuk relatif sedikit. Bobot 1000 butir. Penurunan pada bobot 1000 butir juga terjadi sebagai akibat pemberian naungan 50 %. Penurunan bobot 1000 butir terjadi pada kelompok genotipe toleran rata-rata sebesar 1.30 % lebih kecil dibandingkan dengan kelompok genotipe peka rata-rata sebesar 2.71 %. Penurunan bobot 1000 butir sangat bervariasi pada setiap galur/varietas baik pada genotipe toleran maupun genotipe peka. Namun berdasarkan hasil uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe, bobot 1000 butir kelompok genotipe toleran tidak berbeda nyata dengan kelompok genotipe peka. Hal ini menunjukkan bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh naungan kemungkinan hal ini merupakan sifat genetis tanaman.

Dalam penelitian ini varietas/galur yang memiliki bobot 1000 butir tertinggi dicapai oleh varietas/galur peka IRAT 379 sebesar 32.47 gram yang diikuti oleh galur peka Kalimutu sebesar 23.30 gram sedangkan pada genotipe toleran tertinggi terjadi pada galur TB 177 E- 30 – B -2 (31.20 gram), yang diikuti oleh varietas toleran Jatiluhur sebesar 28.90 gram pada naungan 50 %. Variasi bobot 1000 butir antar varietas/galur berkisar antara 21.67 gram hingga 32.47 gram (Lampiran 11).

Bobot gabah kering giling. Pemberian naungan 50 % sangat nyata menurunkan bobot gabah kering giling padi gogo. Penurunan ini sangat bervariasi diantara kelompok genotipe toleran dan genotipe peka. Hasil uji nilai rata-rata antar kelompok genotipe (Tabel 2) nampak bahwa kelompok genotipe toleran berbeda nyata dengan kelompok genotipe peka. Rata-rata penurunan bobot gabah kering giling (BGKG) terbesar terjadi pada kelompok genotipe peka sebesar 52.40 % sedangkan pada kelompok genotipe toleran sebesar 30.54 %. Penurunan bobot gabah kering giling pada varietas toleran Jatiluhur tampak paling rendah (20.46 %) yaitu dari 41.55 gram pada naungan 0 % menurun menjadi 33.05 gram pada naungan 50 %. Varietas peka Kalimutu mengalami penurunan bobot gabah paling tinggi (66.17%) yaitu dari 39.40 gram pada naungan 0% menjadi 13.35 gram pada naungan 50 %. Hasil bobot gabah kering giling sangat erat kaitannya dengan hasil pada komponen tumbuh maupun komponen produksi. Hal ini dapat ditunjukkan pada hasil analisis lintasan (Path Analysis) bahwa jumlah daun, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah gabah per malai berpengaruh positif

terhadap produksi relatif ( % control). Karakter daun merupakan salah satu karakter morfologik yang memilki kaitan erat dengan produktivitas tanaman. Tabel 2. Perubahan bobot gabah kering giling varietas/galur toleran dan peka pada naungan paranet 50 %

Tingkat Naungan Rerata Kelompok Genotipe 0% 50% Uji Tukey :1.08 TOLERAN - g/rumpun - JATILUHUR 41.55 33.05 (79,54) 37.30 (89.77) TB177E-30-B-2 34.70 26.82 (77,29) 30.76 (88.65) B9266F-PN-7-MR-2-PN-4 45.10 36.78 (81,55) 40.94 (90.78) TB165E-TB-6 33.33 24.85 (74,56) 29.09 (87.28) TB 13G-TB-2 56.59 33.93 (59,96) 45.26 (79.98) B194F-MR-7 63.50 34.01 (53,56) 48.76 (76.78) DODOKAN 31.09 22.13 (71,18) 26.61 (85.59) ITA24719 58.32 33.86 (58,06) 46.09 (79.03) Rata-rata Toleran 45.52 30.68 (69,46) 38.10 (84.73) PEKA KALIMUTU 39.40 13.33 (33,83) 26.37 (66.92) IRAT 379 36.44 14.18 (38,91) 25.31 (69.46) TB 154 E-TB-1 58.26 40.81 (70,05) 49.54 (85.02) Rata-rata Peka 44.70 22.77 (47,60) 33.74 (73.80) Rerata 45.30 28.52 81.75

Keterangan: Angka dalam kurung adalah nilai relatif terhadap nilai kontrol (0%).

Karakter daun yang dikehendaki adalah daun yang tumbuh tegak. Karakter yang demikian memungkinkan distribusi cahaya merata karena permukaan daun yang menerima cahaya lebih luas atau indeks luas daunnya besar. Hal ini yang menyebabkan kemampuan intersepsi radiasinya menjadi lebih besar dan titik kompensasi cahaya tercapai sehingga berat kering tanaman yang dihasilkan juga menjadi besar.

Rendahnya rata-rata penurunan bobot gabah kering giling pada varietas toleran Jatiluhur selain ditentukan oleh sifat genetis dari varietas tersebut juga disebabkan karena memiliki indeks luas daun yang cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lautt (2003) bahwa varietas toleran Jatiluhur memiliki luas daun maksimum 3203.40 cm2 yang berbeda sangat nyata dengan genotipe peka. Dengan meningkatnya indeks luas daun, intersepsi cahaya juga akan meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan laju fotosintesis. Peningkatan laju fotosintesis akan meningkatkan perolehan jumlah fotosintat. Dengan demikian, diharapkan translokasi fotosintat secara efisien dari source ke

sink pada tanaman yang dapat mempercepat laju pertumbuhan sehingga dapat meningkatkan produksi bahan kering tanaman (Lawlor, 1987; Taiz dan Zeiger, 1991; Pessarakli, 1996).

Evaluasi Konsistensi Toleransi Genotipe Padi Gogo Terhadap Naungan

Evaluasi Genotipe Toleran pada Naungan Tegakan Karet (In–Situ).

Berdasarkan hasil penelitian evaluasi plasma nutfah padi gogo untuk toleransi terhadap naungan alami di bawah tegakan tanaman karet yang berumur 1 sampai 4 tahun menunjukkan bahwa distribusi dari 200 genotipe padi gogo mempunyai hasil relatif yang sangat beragam berturut-turut pada karet yang berumur 1 tahun 65 – 90 %, untuk karet umur 2 tahun 45 – 75 % dan untuk karet yang berumur 3 tahun 50 - 55 %, serta untuk karet umur 4 tahun memberikan hasil relatif yang paling rendah yaitu hanya 5 – 35 % untuk keseluruhan genotipe (Chozin et al. 2000).

Beragamnya hasil relatif ini sangat ditentukan oleh seberapa besar lolosnya intensitas cahaya matahari yang sampai kepermukaan tanaman padi gogo. Hasil penelitian Haris et al. (1998) menunjukkan bahwa rata-rata intensitas cahaya pada naungan alami tanaman karet berumur 3 tahun adalah sebesar 120.5 kalori/cm2/hari, besarnya intensitas cahaya ini setara dengan intensitas cahaya pada naungan buatan paranet 50 % sebesar 130.14 kalori/cm2/hari. Menurut Las (1983) bahwa untuk menunjang pertumbuhan padi gogo dibutuhkan intensitas cahaya matahari minimum sebesar 256 kalori/cm2/hari. Ini berarti intensitas cahaya matahari pada naungan karet umur 3 tahun dan naungan paranet 50 % sudah mencapai setengah dari kebutuhan intensitas cahaya minimum padi gogo. Hal ini diduga menyebabkan penurunan rata-rata bobot gabah kering giling baik pada genotipe toleran maupun genotipe peka.

Kombinasi hasil skoring terhadap performa pertumbuhan dan hasil relatif dari 200 genotipe padi gogo yang diamati sehingga diperoleh 3 kelompok genotipe yaitu: 25 genotipe toleran, 83 genotipe moderat dan 92 genotipe peka dan dari 25 genotipe toleran terdapat 9 genotipe toleran yang mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi berkisar 1.73 sampai 3.5 ton per hektar.

Evaluasi Genotipe Toleran pada Naungan Paranet (Ex–Situ).

Evaluasi genotipe toleran pada naungan paranet menggunakan 3 kelompok genotipe padi gogo hasil dari evaluasi pada naungan tegakan karet (In-situ) sejumlah 13 galur/varietas yang terdiri atas 8 galur/varietas toleran, 2 galur/varietas moderat dan 3 galur/varietas peka. Evaluasi genotipe-genotipe ini berdasarkan pada 11 karakter morfologi pertumbuhan dan produksi dari 13 galur yang terpilih dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis).

Tabel 3. Hasil analisis komponen utama terhadap 13 galur/varietas padi gogo pada kondisi naungan paranet 50 %

Eigenvalue Karakter

Z 1 (58.8 %) Z 2 (20.5 %) Z 3 (7.9 %)

Bobot gabah kering giling -0.203 0.529 -0.004

Jumlah gabah per malai 0.337 -0.176 0.186

Persen gabah hampa -0.335 -0.098 -0.041

Jumlah anakan produktif -0.344 -0.102 -0.237

Jumlah anakan maksimum -0.270 0.393 -0.090

Panjang malai 0.227 -0.442 -0.425 Bobot 1000 butir -0.331 -0.200 -0.330 Umur berbunga -0.332 -0.188 -0.331 Umur panen 0.222 0.349 -0.591 Tinggi tanaman -0.296 -0.349 0.210 Jumlah daun -0.346 0.015 0.327

Hasil analisis komponen utama terhadap 13 galur/varietas nampak pada Tabel 3, yang menunjukkan Nilai Eigen (Eigenvalue) tiga komponen utama terbesar yang dapat menggambarkan sekitar 87.2 % dari keragaman total. Nilai Eigen tersebut menurut Gaspersz (1991) bahwa 87.2 % keragaman dari skor komponen yang diamati dapat dijelaskan melalui tiga komponen utama.

Komponen utama pertama (Z1) menjelaskan 58.8 % keragaman dari peubah yang diamati, terdapat 5 karakter yang memiliki nilai terbesar antara lain jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, jumlah anakan produktif, umur

berbunga dan jumlah daun. Juga terdapat 5 karakter terbesar yang digambarkan oleh komponen utama kedua (Z2) sebesar 20.5 % yaitu bobot gabah kering giling, jumlah anakan maksimum, panjang malai, umur panen dan tinggi tanaman serta terdapat 2 karakter terbesar yang digambarkan oleh komponen utama ketiga (Z3) sebesar 7.9 % adalah panjang malai dan umur panen.

Hasil diagram penyebaran berdasarkan skor komponen dari proyeksi aksis komponen Z1 dan Z2 terhadap skor komponen morfologi dan pertumbuhan dari 13 galur/varietas padi gogo pada naungan 50 % menunjukkan adanya 3 kelompok utama (Gambar 4).

Aksis skor komponen utama Z1 dan Z2. Z1 7 6 4 5 9 10 8 11 1 2 12 13 3

Gambar 4. Diagram skor komponen genotipe toleran ( ), moderat ( ) dan peka ( ) pada naungan 50 %.

Z2

Ketiga kelompok utama tersebut secara berurutan sesuai dengan kelompok genotipe toleran, moderat dan peka berdasarkan hasil seleksi pada naungan paranet 50%. Nampak pada Gambar 4, kelompok genotipe toleran dipisahkan secara nyata oleh komponen utama kedua (Z2), artinya genotipe toleran mempunyai bobot gabah kering giling, jumlah anakan maksimum yang tinggi, panjang malai yang pendek, umur panen yang dalam dan tanaman yang tinggi. Sedangkan kelompok genotipe moderat dipisahkan secara nyata oleh

komponen utama pertama (Z1) antara lain jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, jumlah anakan produktif, umur berbunga dan jumlah daun dan