• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Investasi Asing di Pulau Jawa

Kegiatan investasi merupakan kegiatan dalam rangka usaha untuk mentransformasikan sumber daya potensial yang dimiliki menjadi kekuatan yang mendorong pembangunan ekonomi riil. Sumber daya yang dimiliki oleh masing– masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Namun, dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada perlu diperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup demi kepentingan dimasa mendatang.

Peranan investasi asing langsung di Pulau Jawa cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan banyaknya dana yang diperlukan dalam melakukan pembangunan ekonomi. Karenanya investasi merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan proses pembangunan jangka panjang. Pada dasarnya yang terpenting dalam kegiatan investasi bukanlah besarnya nilai investasi yang ditanamkan melainkan seberapa efisienkah investasi yang telah ditanamkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi suatu daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteran masyarakat di daerah tersebut secara adil dan merata.

Persentase perbandingan Investasi asing langsung di Pulau Jawa terhadap Indonesia dapat dilihat di Tabel 2. Investasi asing merupakan salah satu ciri sistem ekonomi yang kian mengglobal. Investasi asing di Indonesia kian membaik semenjak terjadinya krisis periode 1997-1998. Pulau Jawa merupakan pulau yang paling besar investasi asingnya diantara pulau-pulau yang lain. Persentase investasi asing langsung di Pulau Jawa turun sekitar 50 persen pada tahun 1999. Penurunan investasi asing tersebut diakibatkan karena krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara.

Pada tahun 2004, investasi asing langsung di Pulau Jawa dan Indonesia mengalami penurunan yang diakibatkan dari naiknya harga minyak dunia. Investasi asing langsung di Pulau Jawa dan investasi asing Indonesia sangat sensitif terhadap guncangan ekonomi. Sedangkan pada periode 2009-2011, Indonesia sebenarnya tidak terkena dampak besar dari krisis keuangan yang berawal dari Negara Amerika, akan tetapi negara-negara yang terkena impact dari Negara Amerika dan sekitarnya yang dilanda krisis keuangan tersebut menjadikan para investor asing sulit untuk berinvestasi di negara-negara tujuan mereka khususnya di negara berkembang seperti Indonesia.

24

Tabel 2 Persentase perbandingan FDI di Jawa terhadap FDI di Indonesia

Tahun Jawa Indonesia Persentase Perbandingan FDI Jawa/Indonesia

1997 2,909,239 3,405,526 85.43 1998 3,581,907 4,721,124 75.87 1999 3,956,337 7,831,457 50.52 2000 8,168,140 11,123,190 73.43 2001 2,481,583 3,392,875 73.14 2002 2,702,389 3,041,201 88.86 2003 4,515,351 5,446,345 82.91 2004 3,040,241 4,399,892 69.10 2005 7,215,239 8,832,790 81.69 2006 4,383,496 5,960,509 73.54 2007 8,377,161 10,180,600 82.29 2008 13,285,696 14,572,415 91.17 2009 8,953,125 10,117,963 88.49 2010 11,498,774 16,214,772 70.92 2011 12,324,542 19,474,532 63.29

Sumber : Badan Koordinasi Investasi (diolah).

Hal ini bisa dikatakan bahwa apabila ada sebuah krisis ekonomi arus masuk modal investasi jangka pendek yang pertama bereaksi, menunjukkan reaksi yang berlebihan. Sedangkan investasi jangka panjang (FDI) yang sifatnya tidak mudah bergerak dibandingkan investasi jangka pendek biasanya kurang peka terhadap suatu krisis ekonomi yang pada waktu itu dianggap oleh pelaku usaha sebagai suatu fenomena jangka pendek atau suatu gejala normal dalam suatu siklus bisnis ekonomi. Bahkan bila sektor-sektor tujuan FDI terpuruk akibat sebuah krisis ekonomi (misalnya permintaan pasar domestik menurun terhadap output, dari atau bahan baku tidak tersedia bagi produksi di sektor-sektor itu), arus masuk modal investasi jangka panjang hanya akan melambat, selama gangguan tersebut hanya bersifat sementara. Dalam kata lain, krisis global tersbut tidak harus berdampak sangat buruk pada investasi asing. Jadi ini mengindikasikan bahwa meskipun pada periode krisis tersebut FDI di Pulau Jawa persentasenya menurun terhadap FDI di Indonesia akan tetapi nilai realisasi FDI di Pulau Jawanya tidak mengalami penurunan.

Inflasi membawa pengaruh yang buruk bagi perekonomian, antara lain yaitu dapat menurunkan kesejahteraan riil masyarakat yang berpenghasilan tetap dan juga dapat menurunkan minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di suatu negara. Inflasi yang terlampau tinggi akan mengakibatkan terjadinya overheating economy yang mengarah pada situasi resesi. Pada masa resesi pengusaha swasta akan mengadakan rasionalisasi melalui pembatalan investasi yang telah disetujui karena beban bunga yang terlampau tinggi disertai prospek usaha yang menurun drastis.

Wimanda (2006) mengatakan bahwa inflasi di suatu region memiliki keterkaitan dengan region lainnya. Meskipun inflasi merupakan salah satu persoalan ekonomi yang cukup rumit, bukan berarti inflasi tidak dapat dikendalikan. Pada negara berkembang seperti Indonesia, inflasi bukan

semata-mata dipengaruhi oleh fenomena moneter saja, tetapi juga fenomena struktural juga memberikan pengaruh. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur perekonomian regionalnya yang berbeda satu sama lain.

Gambar 6 Perbandingan Laju Inflasi dengan Laju FDI

Berdasarkan gambar di atas, selama periode 2001-2011 di wilayah Pulau Jawa, tercatat inflasi tertinggi dan terendah terjadi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 19,58 persen pada tahun 2005 dan 2,11 pada tahun 2009. Bila dilihat dari struktur, pada Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor industri, disusul oleh sektor perdagangan kemudian sektor pertanian. Hal tersebut berimplikasi kepada meningkatnya harga output barang dan jasa pada tahun 2005 yang mengakibatkan tingkat investor asing yang ingin menanamkan modalnya menjadi turun.

Inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang ringan atau moderat akan membuat perekonomian menjadi meningkat karena dapat mendorong laju investasi asing yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan menciptakan

26

ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Kondisi infrastruktur mempunyai peranan penting di dalam aliran distribusi produk. Semakin membaik kondisi infrastruktur tentunya akan semakin memperlancar aliran distribusi produk dan penghematan dalam waktu perjalanan. Penghematan biaya ini tentunya akan memberikan keuntungan bagi pihak investor dalam mengefektifkan kelancaran distribusi barang dan jasa.

Gambar 7 Perbandingan Laju FDI dengan Laju Infrastruktur

Gambar 7 memberikan gambaran mengenai hubungan antara investasi asing dengan persentase panjang jalan di Pulau Jawa. Dapat dilihat bahwa saat terjadi kenaikan panjang jalan, hal tersebut kemudian akan disusul oleh kenaikan penanaman modal asing di setiap provinsi di Pulau Jawa. Peningkatan kondisi infrastruktur, selain akan menurunkan biaya transportasi terkait dengan lancarnya arus barang ke dalam atau ke luar suatu wilayah, disamping itu juga akan meningkatkan volume ekspor dan impor antar wilayah sehingga akan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di wilayah yang memiliki kualitas infrastruktur yang baik.

Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

Estimasi model untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa yang menggunakan analisis data panel, dapat dilakukan melalui tiga pendekatan estimasi model yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).

Tahap pertama, dilakukan estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dengan pendekatan PLS menghasilkan estimasi model dengan nilai R2 sebesar 0,793810. Dengan melihat nilai Prob (F-statistic) sebesar 0.000000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata α sebesar 1 persen, hal ini berarti model PδS menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara inflasi, infrastruktur, PDRB dan upah minimum provinsi yang secara signifikan memengaruhi investasi asing dengan tingkat kepercayaan 99 persen.

Selanjutnya, estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dilakukan dengan metode FEM menghasilkan estimasi model dengan R2 sebesar 0,892745. Secara sekilas estimasi model dengan pendekatan FEM menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan PLS, namun Chow Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan model terbaik antara PLS dan FEM. Hasil Chow Test menunjukkan nilai statistik dengan probability sebesar 0.0000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata α 1 persen. Hal tersebut menyatakan bahwa pendekatan FEM lebih baik daripada pendekatan PLS.

Langkah berikutnya adalah mengestimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa melalui pendekatan REM menghasilkan estimasi model dengan R2 sebesar 0.433912. Jika dilihat dari perbandingan diatas, pendekatan FEM masih menunjukkan hasil yang lebih baik daripada pendekatan REM, namun Hausman Test harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik diantara FEM dan REM. Hasil Hausman Test menunjukkan nilai statistik dengan probability sebesar 0.0022 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan taraf nyata α 5 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa pendekatan FEM lebih baik daripada pendekatan REM, sehingga berdasarkan Chow Test dan Hausman Test dinyatakan bahwa pendekatan terbaik untuk mengestimasi model pada penelitian ini adalah FEM.

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika

Tahapan pemilihan pendekatan model terbaik berdasarkan Chow Test dan Hausman Test menunjukkan bahwa FEM merupakan pendekatan terbaik untuk mengestimasi model penelitian. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian asumsi klasik terhadap model estimasi data panel FEM. Pengujian asumsi klasik harus tetap dilakukan agar model dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Liniear Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikoliniearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

28

Uji Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera Test yang terdapat dalam software Eviews 6. Hasil perhitungan dengan menggunakan software Eviews 6 menghasilkan output pada Lampiran 7. Dari hasil tersebut diperoleh nilai probability p-value sebesar 0.290312. Hal tersebut menandakan bahwa nilai p-value lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata α 5 persen, dimana jika nilai p-value lebih besar menandakan H0 tidak ditolak dan menandakan bahwa residual berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria model estimasi telah terpenuhi.

Uji Multikoliniearitas

Multikoliniearitas menandakan terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Uji multikoliniearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi sederhana (Pearson correlation coefficient) antar peubah bebasnya. Persyaratan kecukupan (sufficient condition) yang perlu dipenuhi apabila syarat cukup tidak terpenuhi adalah nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak boleh melebihi 5 atau 10. Selain itu data yang digunakan adalah data panel sehingga secara teknis masalah multikoliniearitas dapat dikurangi.

Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan software Eviews 6 menghasilkan output pada Lampiran 1. Dengan melihat hasil output tersebut, tidak terdapat nilai koefisien korelasi yang melebihi nilai R2 sebesar 0.89 pada peubah bebas dalam model, dengan demikian persyaratan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikoliniearitas dalam estimasi model penelitian.

Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat Lampiran 3 terdapat nilai Sum square resid Weighted Statistic yang lebih besar daripada nilai Sum square resid Unweighted statistics pada model fixed effect. Di samping hal tersebut, heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan melakukan plotting pada sebaran standardized residualnya. Apabila secara grafis terlihat bahwa residual dari model terdistribusi normal maka dapat dikatakan tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas. Lampiran 8 menunjukkan uji heteroskedastisitas berdasarkan grafik. Berdasarkan grafik tersebut dapat disimpulkan tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas. Hasil tersebut pada penelitian ini dapat dikatakan telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antar anggota serangkaian yang diurutkan menurut waktu atau diurutkan menurut ruang. Autokorelasi menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Pengujian untuk mendeteksi permasalahan autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson Statistic pada model dan membandingkannya dengan nilai DW-Tabel. Terlebih dahulu kita menentukan nilai dL dan dU dengan derajat kebebasan n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel independen tidak termasuk konstanta. Pada tabel Durbin Watson dengan jumlah observasi sebanyak 66 dan jumlah variabel independen sebanyak 4 diperoleh nilai dL = 1,4758 dan dU =

1,733. Sedangkan nilai Durbin Watson yang diperoleh berada diantara 2,268 < 2.335 < 2.524 maka dapat disimpulkan tidak ada keputusan ada atau tidak autokorelasinya.

Namun, karena model sudah diestimasi dengan menggunakan metode pembobotan GLS Weights Cross section SUR maka masalah tersebut langsung dapat terkoreksi. Metode GLS Weights Cross section SUR dapat digunakan untuk mengoreksi masalah autokorelasi. Dengan demikian, model estimasi regresi data panel pada penelitian ini telah terbebas dari masalah autokorelasi.

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika

Setelah dilakukan tahapan pengujian asumsi klasik maka dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik pada penelitian ini menggunakan pendekatan Fixed Effect dengan pembobotan GLS Weights cross section SUR. Dengan nilai R2 model sebesar 0.892745 menandakan bahwa variabel inflasi, infrastruktur panjang jalan, produk domestik regional bruto dan upah minimum provinsi mampu menjelaskan keragaman dalam investasi asing langsung di Pulau Jawa sebesar 89,27 persen dan sisanya sebesar 10,73 persen keragaman dalam investasi asing langsung di Pulau Jawa dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Kriteria statistik lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai Statistik Model Investasi Asing langsung di Pulau Jawa

Kriteria Statistik Nilai

R2 0.892745

Adjusted R2 0.875508

S.E of regression 1.043072

F-statistic 51.79109

Prob(F-statistic) 0.000000

Mean dependent var 35.05777

S.D. dependent var 16.81750

Sum square resid 60.92795

Durbin-Watson statistic 2.335685

Dengan melihat nilai Prob(F-statistic) sebesar 0.000000 yang lebih kecil jika dibandingkan taraf nyata α sebesar 1 persen, hal ini menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara inflasi, infrastruktur panjang jalan, produk domestik regional bruto dan upah minimum provinsi yang secara

30

signifikan memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dengan tingkat kepercayaan 99 persen.

Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai t-statistic dari masing-masing variabel yang lebih kecil dari taraf nyata α sebesar 10 persen (variabel infrastruktur panjang jalan) serta beberapa signifikan pada taraf nyata α 5 persen (kondisi inflasi dan produk domestik regional bruto), maka dapat disimpulkan bahwa infrastruktur panjang jalan, inflasi, dan produk domestik regional bruto berpengaruh secara signifikan terhadap investasi asing di Pulau Jawa, sementara variabel upah minimum provinsi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa.

Selanjutnya, dengan melihat koefisien dari masing-masing variabel dapat diketahui bahwa semua variabel yang signifikan memiliki pengaruh positif terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Tabel 4 menyajikan hasil estimasi untuk masing-masing variabel dalam model investasi asing langsung di Pulau Jawa.

Tabel 4 Hasil Estimasi Model Investasi Asing Langsung di Pulau Jawa

Variabel Koefisien Standar Error t-Statistic Prob

C -42.31284 10.16624 -4.162094 0.0001**

IFL 0.036594 0.008686 4.212945 0.0001**

IPJ 0.040845 0.020656 1.977346 0.0529*

PDRB 3.392451 0.799198 4.244818 0.0001**

UMP -0.508293 0.407694 -1.246751 0.2177

Keterangan : ** signifikan pada taraf nyata 5 persen; * signifikan pada taraf nyata 10 persen

Hasil estimasi parameter variabel-variabel yang memengaruhi nilai investasi asing di Pulau Jawa berdasarkan metode fixed effect menunjukkan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai pengaruh yang terbesar bagi investasi asing dibandingkan dengan provinsi lain, dimana nilai konstanta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta paling tinggi yaitu sebesar 3,047259. Sedangkan yang mempunyai pengaruh terendah bagi investor asing untuk menanamkan modalnya adalah Provinsi Jawa Timur dimana nilai konstanta yang dimiliki sebesar -2,410212. Hasil estimasi ini mungkin disebabkan oleh belum tersosialisainya kondisi potensial yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Timur secara maksimal kepada investor asing.

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi

Estimasi yang diberikan oleh pendekatan FEM menunjukkan hasil cukup baik karena telah melampaui berbagai syarat-syarat pengujian model. Tahap selanjutnya perlu diperiksa kembali tanda dari koefisien regresi, apakah sudah sesuai dengan nilai parameter yang diharapkan. Berdasarkan empat penduga koefisien yang diperoleh melalui metode FEM, satu diantaranya yaitu upah minimum provinsi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Anomali dari dampak upah minimum provinsi memiliki pengaruh yang sesuai dengan teori namun tidak signifikan terhadap investasi asing, diduga bahwa permintaan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Hal ini berarti berapapun perubahan permintaan tenaga kerja di Pulau Jawa sebenarnya tidak masalah bagi perusahaan untuk berinvestasi. Banyak faktor diantaranya perusahaan menilai keuntungan investasi lebih besar daripada perubahan permintaan tenaga kerja (naiknya upah minimum provinsi) dan perusahaan lebih mementingkan faktor lain yang memengaruhi investasi selain upah minimum provinsi, contohnya suku bunga, pengaruh inflasi, pengaruh infrastruktur, dan keadaan politik. Selanjutnya variabel-variabel yang signifikan memengaruhi investasi asing dijelaskan pada subbab berikut:

Dokumen terkait