• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Alat Penyemprotan Pestisida Dan Pemupuk Cair Dengan Media Balon Helium

Alat penyemprotan pestisida dan pemupuk cair dengan media balon helium adalah alat yang dirancang untuk memberantas hama dan gulma dengan cara menyemprotkan pestisida dan pupuk cair secara merata terhadap tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji alat penyemprotan pestisida dan pemupuk cair dengan media balon helium yang dibuat oleh Ade Irvan Siregar (Siregar,2020). Alat penyemprotan pestisida dan pemupuk cair ini sangat diharapkan dapat mengurangi waktu kerja dan mengurangi biaya tenaga kerja.

Gambar 2.Alat Penyemprotan dan pemupukan dengan Balon Helium Alat ini menggunakan 5 balon helium dengan bahan latex dengan diameter 130cm2 dan volume 1,14m3 dan berat beban yanh dapat di angkat oleh balon adalah 1034gr. Hal ini sesuai dengan literatur Prima (2020) yang menyatakan bahwa balon pada alat yang digunakan memiliki jumlah 5 buah, balon tersebut terbuat dari bahan latex dengan tebal 1 mm. Balon yang digunakan pada alat ini memiliki ukuran diameter 130 cm dan volume balon 1,14 m3 dimana gaya angkat dari balon setiap balon adalah 14,41 N, sehingga total gaya angkat dari seluruh

23

balon adalah 72,05 N. Berat beban yang bisa di angkat oleh sebuah balon dengan diameter 130 cm adalah 1,034 kg.

Alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dan pupuk cair dengan cara penyemprotan yaitu alat yang dinamakan sprayer. Alat tersebut berfungsi untuk mengubah atau memecahkan larutan dengan nozzle. Hal ini sesuai dengan literatur Djojosumorto (2004) yang menyatakan bahwa bentuk dan mekanisme dari sprayer yaitu degan mengubah atau memecahkan larutan semprotan yang dilakukan oleh nozzle mejad butiran-butiran yang sangat halus dengan pompa tekanan tinggi.

Alat penyemprotan pestisida dan pemupukan cair ini pengoperasiannya dilakukan dengan cara ditarik oleh dua orang operator yang ditempatkan di kedua ujung pipa atau alat, dengan ketinggian antara output nozzle dengan tanaman yaitu antara 1 meter sampai 2 meter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2020) yang menyatakan bahwa pengoperasian alat penyemprotan pestisida dan pemupukan cair dilakukan dengan cara ditarik oleh dua orang operator sebagai pengarah yang ditempatkan di kedua ujung alat, dengan ketinggian dengan tanaman yaitu antara 1 meter sampai 2 meter. Alat ini dapat digunakan diberbagai jenis lahan pertanian yang terlihat jelas atau ketinggian tanaman antara 5 cm - 75 cm, seperti pada tanaman padi, semangka, labu, dan lain sebagainya. Diharapkan alat ini dapat membantu petani dalam proses pemupukan dan penyiraman pupuk maupun pestisida yang digunakan.

Alat penyemprotan dan pemupukan dengan media balon helium berbeda dengan alat yang biasa digunakan oleh para petani atau yang lebih dikenal dengan handsprayer. Dari segi waktu dengan meggunakan balon helium penyemprotan

24

dan pemupukan dapat diselesiakan kurang lebih 3 jam dalam 1 ha sedangkan dengan handsprayer diperlukan sekitar 7 jam dalm 1 ha dan pada segi biaya alat penyemprotan pestisida dan pemupukan cair lebih hemat biaya dibandingkan dengan menggunakan alat handsprayer. Hal ini sesuai dengan literatur (Siregar, 2020) yang menyatakan bahwa pada survey yang dilakukan waktu operasi dengan alat handsprayer membutuhkan waktu 7,5 jam untuk 1 ha, sedangkan menggunakan alat penyemprot pestisida dan pemupuk cair dengan media balon gas helium membutuhkan waktu 2,913 Jam untuk menyelesaikan 1 ha. Untuk biaya yang dikeluarkan pada alat penyemprot pestisida dan pemupuk cair dengan media balon gas helium ini pada luas areal 1 ha sebesar Rp 581190, sedangkan degan menggunakan handsprayer adalah sebesar Rp 666250/ha. Maka dapat disimpulkan bahwa alat penyemprot pestisida dan pemupuk cair mengeluarkan dana yang lebih kecil ketimbang alat handsprayer.

Pengujian alat menggunakan tiga ketinggian yang berbeda yaitu 1 m, 1,5 m dan 2 m hal ini untuk mengetahui ketinggian mana yang baik untuk penyiraman dan pemupukan dan bila terlalu tinggi akan menghasilkan titik titik butiran yang kecil sehingga tidak mengenai tanaman.

Pengujian alat penyiraman dan pemupukan ini menggunakan tekanan yang bervariasi dimana 8 bar, 10 bar dan 12 bar. Untuk mengetahui tekanan mana yang baik untuk alat ke tanaman dalam segi penyebarannya. Hal ini sesuai dengan literatur Moekasan dan Laksminiwati (2011) yang menyatakan bahwa tekanan optimum untuk penyiraman dan pemupukan adalah 8 bar sampai 12 bar.

25

Pengujian Alat

Alat penyemprotan pestisida dan pemupukan cair degan media balon helium diuji dengan 3 kali ulangan pada ketinggian H1= 2 m, H2= 1,5 m, H3= 1 m dengan berbeda tekanan P1= 8 bar, P2= 10 bar dan P3= 12 bar. Adapun tujuan dari perlakuan ketinggian dan tekanan tersebut adalah untuk menghitung kebutuhan pestisida cair, kebutuhan pupuk cair, keseragaman dan konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan serta analisis ekonomi alat penyemprotan dan pemupukan cair dengan media balon helium.

Pengaruh angin pada penelitian ini ditiadakan karena udara yang melayang atau angin tidak dapat diprediksi. Sedangkan media angkat berupa balon yang berisi gas helium yang kapan saja dapat melayang dan bergerak bebas. Maka cara untuk mengatasi atau mengantisipasinya adalah dengan mempresdiksi kapan angin akan bergerak cepat. Dimana waktu efektifnya alat digunakan yaitu pada pagi hari pukul 06.00 wib sampai 09.00 dan pada sore hari pada pukul 15.00 wib sampai 17.00 wib dimana pada waktu tersebut minimum angin bergerak.

Keseragaman

Uji keseragaman pada droplet untuk membandingkan butiran pestisida dan pupuk cair yang keluar dari nozzle ke permukaan kaca. Pada prosedur uji keseragaman yaitu dengan menyiapkan kaca yang digunakan untuk tempat jatuhnya pestisida cair atau pupuk cair, kemudian alat dijalankan sehingga air mengenai kaca pada dua nozzle yang berbeda, lalu mengambil video pada saat penyemprotan dan mengconvert video ke dalam format foto serta memasukan ke dalam aplikasi matlab. Untuk data keseragaman yang dihasilkan adalah jatuhnya droplet yang pertama kali untuk meghindari droplet berubah ukuran dan

26

menyentuh kaca. Dan uji keseragaman jatuhnya butiran droplet didapat hasil sebagai berikut :

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

(i)

Gambar 3. Keseragaman : (a) H1P1; (b) H1P2; (c) H1P3; (d) H2P1; (e) H2P2; (f) H2P3; (g) H3P1; (h) H3P2; (i) H3P3

27

Berdasarkan beberapa Gambar hasil keseragaman yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi matlab, di ketahui bahwa pada Gambar 3 : (a) H1P1

informasi yang diperoleh sebesar 9 persen yang berarti penumpukan terjadi cukup kecil dan pada Gambar 3 : (i) H3P3 sebesar 49 persen yang berarti penumpukan yang terjadi sangat besar.

Pada canopy closure yang terdapat pada Gambar 3 : (b) H1P2 droplet yang keluar lebih merata pada saat penyemprotan. Hal ini sesuai dengan literatur Guntur, dkk (2016) yang menyatakan bahwa ukuran droplet yang keluar mempengaruhi kecepatan jatuh ke permukaan tanah dan tidak mudah terbawa oleh angin. Semakin banyak droplet berukuran besar yang keluar maka semakin cepat dan banyak droplet yang jatuh kepermukaan akan tetapi sulit untuk menyerap pada tanaman. Semakin kecil ukuran droplet yang keluar maka proses terjadinya pelayangan akan semakin besar akan tetapi droplet yang sampai pada tanaman akan lebih mudah menyerap.

Pengambilan data keseragaman ini menggunakan metode matlab dengan canopy clouser, dimana pada metode ini tidak dapat dikatakan 100% akurat

karena kelemahan pada saat pengambilan data, ada media lain yang ikut terekam seperti pepohonan, awan dan lain lain. Serta jatuhnya titik titik air tidak dapat ditentukan besar kecilnya.

Kebutuhan Pestisida

Peranan pestisida dalam pertanian yaitu sebagai penghancur dan pengawasan setiap hama dan penyakit yang terdapat pada tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Yuantari (2009) yang menyatakan bahwa dalam idang pertanian, pestisida merupakan sarana untuk memebunuh jasad pengganggu tanaman dan

28

sebagai pencegah, penghancur dan pengawasan setiap hama termasuk terhadap manusia dan penyakit pada binatang.

Pestisida yang digunakan untuk pengujian yaitu dengan perbandingan 1 liter air dengan 2,33 ml pestisida dicampurkan. Pengujian dilakukan dengan 3 kali pengulangan dengan tekanan dan ketinggian yang bervariasi. Dapat dilihat hasil pestisida pada tabel 1 :

Pengaruh perlakuan terhadap nilai kebutuhan pestisida setelah dilakukan pengujian disebabkan oleh ketinggian dan tekanan yang berbeda. Hal ini dapat 1,78 l/Ha. Hal ini terjadi adanya pengaruh tekanan yang semakin besar membuat adanya peningkatan terhadap pestisida yang keluar.

Pada ketinggian 1,5 m dengan tekanan 8 bar di dapat nilai terkecil yaitu 1,49 l/Ha dan nilai terbesar yaitu 1,58 l/Ha. Pada tekanan 10 bar didapat nilai terkecil yaitu 1,64 l/Ha dan nilai terbesar yaitu 1,7 l/Ha. Dan pada tekanan 12 bar nilai terkecil yaitu 1,74 l/Ha dan terbesar yaitu 1,79 l/Ha. Hal ini terjadi penurunan

29

menyebabkan lebih besar pestisda yang keluar.

Pada ketinggian 1 m dengan tekanan 8 bar didapat nilai terkecil yaitu 1,51 l/Ha dan nilai yang terbesar yaitu 1,58 l/Ha. Pada tekanan 10 bar nilai terkecil yaitu 1,69 l/Ha dan terbesar 1,73 l/Ha pada tekanan 12 bar nilai terkecil yaitu 1,8 l/Ha dan yang terbesar yaitu 1,86 l/Ha. Hal ini terjadi karena penurunan ketinggian lebih kecil dan tekanan yang sama yang membuat pestisida yang keluar sangat besar dari perlakuan sebelumnya dan faktor lainnya adalah lintasan yang tidak rata. Dan disebabkan oleh kecepatan yang kurang stabil serta lintasan yang tidak rata dan kecepatan angin yang tidak stabil.

Kebutuhan Pupuk Cair

Pupuk organik cair digunakan pada tanaman pertanian khususnya pada tanaman pada yaitu berfungsi untuk merangsang pertumbuhan cabang produksi serta meningkatkan pembetukan bunga dan bakal bunga. Hal ini sesuai dengan literatur Marpaung, dkk (2014) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk cair organik digunakan untuk mengatasi kendala produksi pertanian yang dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil.

Pupuk cair organik yang digunakan untuk pengujian yaitu dengan perbandingan 1 liter air dengan 10 ml pupuk cair dicampurkan. Pengujian dilakukan dengan 3 kali pengulangan dengan tekanan dan ketinggian yang

30

berbeda.

Pengaruh pupuk cair terhadap perlakuan tinggi dan tekanan yang berbeda.

Dapat dilihat nilai kebutuhan pupuk cair perlakuan pada ketinggian 2 m dan tekanan 8 bar didapat nilai terkecil yatu 6,19 l/Ha dan nilai yeng terbesar yaitu 6,53 l/Ha. Pada tekanan 10 bar didapat nilai terkecil yaitu 6,58 l/Ha dan yang terbesar yaitu 6,98 l/Ha. Pada tekanan 12 bar nilai terkecil yaitu 7,08 l/Ha dan yang terbesar yaitu 7,57 l/Ha. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari tekanan yang semakin besar maka terjadi peningkatan keluarnya pupuk cair.

Pada perlakuan dengan ketinggian 1,5 m dan tekanan 8 bar didapat nilai terkecil yaitu 6,34 l/Ha dan yang terbesar adalah 6,73 l/Ha. Pada tekanan 10 bar nilai terkecil yaitu 6,98 l/Ha dan yang terbesar yaitu 7,23 l/Ha. Dan pada tekanan 12 bar nilai terkecil yaitu 7,43 l/Ha dan yang terbesar yaitu 7,62 l/Ha. Hal ini terjadi karena ketinggian lebih kecil dari ketinggian pada perlakuan sebelumnya sehingga lebih banyak pupuk cair yang keluar.

Pada perlakuan dengan ketinggian 1 m dan tekanan 8 bar nilai terkecil yang didapat yaitu 6,44 l/Ha dan yang terbesar yaitu 6,73 l/Ha. Pada tekanan 10 bar nilai yang terkecil yaitu 7,18 l/Ha dan yang terbesar yaitu 7,38 l/Ha. Dan pada tekanan 12bar nilai yang terkecil yaitu 7,72 l/Ha dan yang terbesar yaitu 7,92 l/Ha.

Hal ini disebabkan oleh penurunan ketinggian sehingga meningkatnya kebutuhan pupuk cair serta lintasan yang tidak rata.

Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar yang diamati pada penelitian ini yaitu dengan membandingkan jumlah kebutuhan bahan bakar yang digunakan dengan waktu kerja alat untuk menempuh jarak. Pengujian dilakukan dengan 3 kali pengulangan

31

dengan tekanan dan ketinggian yang berbeda.

Tabel.3 Konsumsi Bahan Bakar (l/jam) yang terkecil yaitu 3,13 l/jam dan yang terbesar yaitu 3,2 l/jam. Pada tekanan 10 bar di dapat nilai terkecil yaitu 3,85 l/jam dan nilai terbesar yaitu 4,11 l/jam. Pada tekanan 12 bar nilai terkecil yaitu 5,82 l/jam dan yang terbesar yaitu 5,89 l/jam.

Pada perlakuan dengan ketinggian 1,5 m dan tekanan 8 bar di dapat nilai yang terkecil yaitu 3,36 l/jam dan yang terbesar yaitu 3,6 l/jam. Pada tekanan 10bar di dapat nilai terkecil yaitu 3,85 l/jam dan nilai terbesar yaitu 4,01 l/jam.

Pada tekanan 12bar nilai terkecil yaitu 5,6 l/jam dan yang terbesar yaitu 5,79 l/jam.

Pada perlakuan dengan ketinggian 1 m dan tekanan 8 bar di dapat nilai yang terkecil yaitu 3,52 l/jam dan yang terbesar yaitu 4,14 l/jam. Pada tekanan 10 bar di dapat nilai terkecil yaitu 3,82 l/jam dan nilai terbesar yaitu 4,11 l/jam. Pada tekanan 12 bar nilai terkecil yaitu 5,84 l/jam dan yang terbesar yaitu 6,16 l/jam.

Dari hasil pengujian diatas didapat bahwa pengaruh konsumsi bahan bakar terhadap perlakuan yaitu pada waktu kecepatan pegoperasian, jarak penyiraman dan kondisi lahan.

Analisis Ekonomi Biaya pemakaian alat

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang

32

dikeluarkan pada saat produksi dengan alat ini. Dengan analisis ekonomi diketahui seberapa besar biaya produksi sampai keuntungan alat dapat diperhitungkan. Dari penelitian yang dilakukan biaya alat penyemprotan dan pemupukan cair dengan media balon helium tiap tahunnya. Diperoleh kapasitas efektif alat 0,8437 jam/Ha pada tahun pertama hingga tahun ke lima.

Biaya alat penyemprotan dan pemupukan cair dengan media balon helium merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap proses penyemprotan dan penyiraman sudah mencakup biaya modal, biaya perbaikan, biaya operator, dan biaya konsumsi bahan bakar. Nilai biaya tetap Rp 653.972/tahun dan biaya tidak tetap Rp 83.749,75/jam sehingga didapat nilai biaya operasional Rp 70.892/Ha.

Break Even Point (BEP)

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari penelitian di dapat nilai BEP (titik impas) Rp 5,94 Ha/tahun terdapat pada lampiran , menurut Pujawan (2009) yang menyatakan bahwa setelah mengetahui informasi berapa besarnya hasil titik impas yang dicapai, maka suatu industri dapat melakukan kebijakan, yaitu dengan menentukan berapa jumlah produk yang harus dijual (budget sales) maupun harga jualnya (sales price), apabila industri menginginkan laba tertentu dan dapat meminimalkan kerugian yang akan terjadi. Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan.

Net Present Value (NPV)

Menurut Afifudin (2009) yang menyatakan bahwa Net present value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus kas pada masa yang akan datang di diskonkan dengan biaya modal rata-rata yang digunakan (weighted average cost

33

of capital) kemudian dikurangi dengan nilai investasi yang telah dikeluarkan. Dan

merupakan kriteria layak atau tidaknya untuk usaha.

Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 5) pada penelitian diperoleh nilai NPV dengan suku bunga 6 % adalah Rp 1.113.408.796,8/tahun, maka usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari nol.

Dengan suku bunga coba-coba 25% diperoleh NPV yaitu Rp 709.630.127,74/tahun.

Internal rate of return (IRR)

Menurut Sullivan (2015) menyatakan metode IRR (Internal Rate Of Return) merupakan metode yang biasa digunakan untuk menampilkan tingkat

pengembalian ekonomi. Dan merupakan metode yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan analisis kinerja ekonomi suatu perusahaan.Hasil yang didapat dari perhitungan IRR adalah 77,25% maka usaha layak dijalankan dengan bunga bank lebih kecil dari 77,25% (Lampiran 5).Jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan.

Dokumen terkait