• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses produksi alkil poliglikosida (APG) dilakukan dengan memodifikasi tutup reaktor untuk proses dengan tekanan tinggi atau kondisi vakum. Tutup reaktor dilengkapi dengan tiga buah kran yang masing-masing kran dihubungkan dengan barometer tekanan tinggi, barometer vakum, dan pendingin. Untuk proses butanolisis, kran pada barometer tekanan tinggi dibuka sedangkan yang lain ditutup, sedangkan untuk proses transasetalisasi kran pada barometer tekanan tinggi ditutup dan kran pada barometer vakum serta kran pendingin dibuka.

Reaktor yang digunakan merupakan reaktor double jacket yang

dilengkapi dengan thermoset digital untuk mengatur suhu dengan memanaskan

silicon oil sebagai media panas untuk memanaskan reaktor. Foto reaktor dengan tutupnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Untuk keamanan pada proses dengan tekanan tinggi (butanolisis) dipasang safety valve yang diatur sesuai dengan tekanan maksimum yang dipergunakan. Seal antara penutup reaktor dengan reaktor menggunakan seal silicon yang tahan sampai suhu 2000C. Sedangkan untuk mengukur suhu dalam reaktor menggunakan termometer manual dengan kisaran suhu 0 sampai 3000C yang diletakan dalam wadah/lubang tutup reaktor.

Pengadukan dalam reaktor masih menggunakan pengaduk magnetik berukuran 6 cm dengan kecepatan putaran sekitar 200 rpm. Pada tutup reaktor terdapat lubang untuk memasukan bahan dan mengontrol perputaran pengaduk magnetik dengan menggunakan kawat batang pengaduk. Selain itu lubang tersebut dapat berfungsi untuk mengontrol kekentalan APG dalam reaktor pada saat destilasi sehingga alkohol lemak yang masih ada dalam reaktor sudah minimum.

Proses destilasi pada sintesa APG adalah untuk memisahkan butanol dan alkohol lemak yang tidak bereaksi dari APG, perbedaan titik didih akan memisahkan komponen tersebut dari APG. Komponen uap akan diubah dalam bentuk cair dalam kondensor dan masuk dalam separator stainless steel. Proses pemakuman menggunakan pompa vakum 0,5 PK. Gambar rangkaian peralatan proses produksi APG dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Reakt or berj aket dan t hermoset

Gambar 10 Rangkaian peralatan proses produksi APG keterangan :

1 = reaktor berjaket

2 = barometer bertekanan tinggi 3 = barometer vakum

4 = safety valve

5 = wadah untuk termometer 6 = lubang kontrol stirer 7 = kondensor

7a = inlet 7b = outlet 8 = separator 9 = tangki silika gel 10 = pompa vakum 7 10 1 9 2 3 4 5 6 8 7b 7a

Proses Produksi APG dengan Dua Tahap

Sintesa APG dua tahap meliputi: (1) Butanolisis; mereaksikan pati sagu dengan butanol (C4) dengan katalis asam; (2) Transasetalisasi; mereaksikan hasil butanolisis (butil glikosida) dengan alkohol lauril (dodekanol) dengan katalis asam dengan mengganti butil oleh lauril dan menguapkan butanol dan air; (3) Netralisasi katalis asam yang digunakan pada proses butanolisis dan transasetalisasi; (4) Destilasi dodekanol yang tidak bereaksi; (5) Pelarutan dengan air dan (6) Pemucatan produk APG) yang terbentuk.

1. Butanolisis

Tahapan butanolisis pada sintesa APG merupakan tahapan reaksi dalam reaktor double jacket antara pati sagu dengan butanol, air dan katalisator asam p-toluena sulfonat. Pada tahapan ini air akan menghidrolisis pati sagu memecah ikatan glikosida yang selanjutnya bereaksi dengan butanol pada suhu proses antara 130-1500C, tekanan sekitar 4 - 5 bar, dengan katalisator asam p-toluena sulfonat selama 30 menit. Hasil akhir proses butanolisis menghasilkan larutan butil glikosida yang berwarna coklat muda. Foto hasil akhir dari tahapan butanolisis dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil akhir proses butanolisis

Transasetalisasi

Secara umum tahapan ini merupakan proses penggantian C4 oleh C12 dengan katalis asam p-toluena sulfonat sebanyak 50 % dari proses butanolisis dan kondisi selama reaksi pada suhu 110-120oC, tekanan vakum selama 2 jam..

Alkohol lemak pada APG diperlukan untuk memperoleh gugus alkilrantai panjang sebagai bagian yang bersifat hidrofobik. Semakin panjang rantai gugus alkil, sifat non polar akan semakin tinggi. Pemilihan alkohol lemak yang tepat juga akan berpengaruh pada suhu transasetalisasi berlangsung sebab semakin panjang rantai maka titik didih alkohol lemak semakin tinggi. Wuest et al. (1992)

menyatakan bahwa penggunaan alkohol lemak lebih disarankan untuk menggunakan fatty alkohol dengan panjang rantai C 8- C12.

Penambahan dodekanol pada larutan hasil proses butanolisis secara langsung ternyata membentuk kristal dan tidak dapat bercampur karena perbedaan polaritas larutan hasil butanolisis dengan dodekanol sehingga diperlukan solubilizer. McDaniel et al. dalam Balzer (2000) menggunakan solubelizer N-metil 2 pyrrolidone (NMP) untuk melarutkan metil monoglikosida dengan dodekanol. Namun NMP ini bersifat racun terhadap lingkungan. Salah satu solubilizer sejenis NMP yang tidak mencemari lingkungan adalah dimetil sulfoxida (DMSO) dengan rumus kimia (CH3)2SO yang merupakan asam lemah dan toleran terhadap basa kuat dengan titik didih 189oC yang akan terpisah dari APG pada saat proses destilasi.

Pada proses transasetalisasi, dengan penambahan DMSO pada campuran larutan hasil butanolisis dengan dodekanol menghasilkan larutan berwarna coklat tua yang terdiri dari dodecil poliglikosida dan dodekanol berlebih. Derajat keasaman larutan yang dihasilkan mempunyai pH antara 4 dan 5. Sedangkan air dan butanol terdestilasi dan ditampung dalam separator. Hasil akhir proses transasetalisasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Hasil akhir proses transsetalisasi

Netralisasi

Proses netralisasi dilakukan pada suhu 70-900C dan dilakukan pada tekanan normal. Tahapan netralisasi ini bertujuan untuk menetralisir asam p- toluena sulfonat dengan menambahkan basa NaOH 50 % hingga tercapai suasana basa yaitu pada pH sekitar 8-10.

Penggunaan larutan sodium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan karena NaOH tidak bereaksi terhadap alkohol atau produk. Selain proses penambahan akan lebih mudah karena berbentuk larutan dan tidak memerlukan penyaringan untuk menghilangkan garam yang terbentuk (Wuest et al., 1996).

Destilasi

Tahapan destilasi dilakukan pada interval suhu sekitar 160-1800 C dengan kondisi vakum dan lamanya tergantung pada jenis alkohol lemak dan jumlahnya.

Pada tahapan destilasi diharapkan kandungan dodekanol yang tidak bereaksi kurang dari 5% dari berat produk APG yang dihasilkan. Keberadaan alkohol lemak dalam APG yang dihasilkan dapat terlihat dari kekentalan dan tercium dari bau alkohol lemaknya. Lamanya destilasi tergantung dari jumlah dodekanol yang tidak bereaksi pada proses transasetalisasi. Pada penelitian ini, lamanya destilasi sekitar 60 menit dengan cara mengontrol aliran alkohol lemak dari kondensor, jika alkohol lemak sudah tidak mengalir, suhu segera dimatikan.

Hasil akhir proses destilasi akan diperoleh dodecil poliglikosida (APG) kasar berbentuk pasta yang berwarna coklat tua dan kerak hitam yang menempel pada dinding reaktor. Bentuk pasta ini akan segera mengeras pada suhu ruang sehingga dengan segera dicampur air sesuai kemurnian yang dikehendaki. Gambar APG kasar dari hasil akhir destilasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 13 Hasil akhir destilasi

Pelarutan

Proses pelarutan bertujuan untuk menentukan derajat kemurnian APG yang diinginkan dengan cara penambahan air dan untuk menjaga pH netral atau basa dapat ditambahkan kembali NaOH 50% karena pH asam akan merusak produk APG (Hill et al., 1996.)

Penambahan air pada dodecil glikosida menyebabkan terbentuknya buih karena sifat APG yang menghasilkan banyak busa. Dalam penelitian ini kemurnian APG ditentukan 70 % sesuai dengan APG komersial. Menentukan jumlah air yang ditambahkan pada APG dengan kemurnian 70 % adalah 3/7 x berat rendemen APG yang dihasilkan.

Pemucatan (Bleaching)

Proses pemucatan bertujuan untuk membuat penampakan (warna) yang lebih cerah pada produk APG. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2 35%. Proses pemucatan dilakukan pada suhu 80-

900C selama 30-120 menit pada tekanan normal. Pada penelitian ini

ditambahkan sekitar sekitar 2 ml H2O2 untuk menghasilkan produk akhir APG berbentuk pasta dan berwarna coklat muda. Hasil akhir pemucatan dapat dilihat pada Gambar 14.

Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH (http://www.h2o2.com).

Gambar 14 Hasil akhir pemucatan

Optimasi Proses Produksi APG

Pengaruh faktor suhu butanolisis dan rasio mol pati sagu : alkohol lemak terhadap kestabilan emulsi air:xilene

Stabilitas emulsi air : xilene dengan variasi suhu butanolisis dan variasi rasio mol pati sagu-alkohol lemak dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengaruh suhu butanolisis dan rasio mol pati sagu - dodekanol terhadap kestabilan emulsi air : xilena dengan penambahan APG dapat dilihat pada Tabel 10.

Suhu butanolisis (X1) memiliki pengaruh positif terhadap kestabilan emulsi air : xilena dengan penambahan APG pada tingkat signifikansi 98,69 %. Pengaruh suhu butanolisis terhadap rasio mol pati sagu-dodekanol dapat dilihat pada Gambar 13. Butanolisis dilakukan pada suhu 130-1400C dan tekanan 3-5 bar sehingga akan terjadi hidrolisis yang menyebabkan pengikatan gugus aldehid dari polisakarida pati sagu dan gugus hidroksil dari butanol yang menghasilkan

butil glikosida. Pada proses transasetalisasi, butil glikosida bereaksi dengan dodekanol yang dilakukan pada kondisi vakum sehingga menurunkan titik didih dari dodekanol sehingga gugus OH akan menjadi lebih reaktif untuk menggantikan rantai pendek alkohol (butil) oleh rantai panjang alkohol (dodekanol) membentuk senyawa surfaktan dodecil poliglikosida (APG).

Tabel 10 Koefisien parameter, nilai signifikansi dan persen pengaruh dengan respon kestabilan emulsi air :xilene dengan penambahan surfaktan APG Koefisien parameter Signifikansi (%) Pengaruh (%) Titik potong 64,29 99,69 Suhu butanolisis (X1) 35,53 97,53 2,76 Rasio mol (X2) -9,63 60,44 -4.28 X1*X2 -20,56 77,60 X1*X1 -29,82 90,94 X2*X2 -23,09 83,98

Dari Tabel 10 menunjukkan bahwa suhu butanolisis memiliki pengaruh 2,76 % dengan selang kepercayaan 97,53 %. Suhu butanolisis berpengaruh positif terhadap nilai kestabilan emulsi air : xilene dengan penambahan surfaktan APG. Semakin tinggi suhu butanolisis sampai dengan suhu optimum menyebabkan proses butanolisis semakin sempurna sehingga APG yang dihasilkan mempunyai kemampuan untuk lebih mempertahankan kestabilan air: xilene. Sedangkan faktor rasio mol pati sagu dengan alkohol lemak memiliki pengaruh -4,28 % dengan selang kepercayaan 60,44 %. Faktor rasio mol pati sagu dengan alkohol lemak memberikan pengaruh negatif terhadap kestabilan emulsi air :xilene dengan penambahan surfaktan.

Faktor interaksi antara suhu butanolisis dan rasio mol pati sagu dengan alkohol lemak terhadap kestabilan emulsi air:xilene memiliki pengaruh negatif dengan tingkat kepercayaan 77,60 %. Interaksi suhu butanolisis terhadap rasio mol pati sagu–dodekanol dapat dilihat pada Gambar 15. sedangkan interaksi rasio mol pati sagu-dodekanol terhadap suhu butanolisis pada Gambar 16.

Gambar 15 Grafik pola interaksi faktor suhu butanolisis terhadap faktor rasio mol pati sagu-dodekanol

Gambar 16 Grafik pola interaksi faktor rasio mol pati sagu–dodekanol terhadap faktor suhu butanolisis

Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa kestabilan emulsi air:xilene meningkat dengan meningkatnya suhu butanolisis pada rasio mol pati sagu- alkohol lemak 1 : 2,5, sedangkan kestabilan emulsi air:xilene meningkat sedikit dengan meningkatnya suhu butanolis pada rasio mol pati sagu-alkohol lemak 1 : 6. Sedangkan pada Gambar 16 menunjukkan bahwa kestabilan emulsi air:xilene meningkat dengan meningkatnya rasio mol pati sagu-dodekanol dari 1: 2,5 ke 1: 6 pada suhu butanolisis 1300C, tetapi terjadi penurunan kestabilan emulsi air:xilene pada suhu butanolisis 1500C dengan meningkatnya rasio mol pati sagu-alkohol lemak dari 1 : 2,5 ke 1 : 6 . Penurunan kestabilan emulsi pada suhu 1500Cdari rasio mol pati sagu : dodekanol = 1 : 6 dapat disebabkan oleh jumlah

alkohol lemak (dodekanol) sangat berlebihan dan tidak bereaksi dengan pati sagu, yang dapat menyebabkan menambah waktu destilasi (160-1800C) yang dapat merusak produk APG yang dihasilkan dan menurunkan kestabilan emulsi APG dalam air : xilena.

Analisis hasil optimasi kestabilan emulsi air:xilene menggunakan RSM

Optimasi proses produksi APG dengan respon nilai kestabilan emulsi menggunakan analisa Response Surface Method (RSM) dengan menggunakan software Statistica versi 6.0.

Hasil optimasi diperoleh hubungan antara respon uji kestabilan emulsi air : xilena dengan penambahan APG dengan 2 faktor yaitu suhu butanolisis (X1) dan rasio mol pati sagu : dodekanol (X2) dan diperoleh persamaan:

Y= 64,29 + 35,53X1 – 29,82X12 - 9,63x2 – 23,09X22 -20,56X1X2

Dimana Y merupakan nilai kestabilan emulsi air : xilena dengan penambahan APG (%), X1 adalah suhu butanolisis (0C). dan X2 adalah rasio mol pati sagu : dodekanol.

Permukaan respon dan kontur permukaan respon kestabilan emulsi air : xilena dengan penambahan APG dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.

Pada gambar 17 dan Gambar 18 merupakan gambar grafik dan kontur permukaan respon kestabilan emulsi air : xilene . Titik optimum yang dihasilkan dari grafik dan kontur tersebut adalah pada nilai kestabilan emulsi air:xilene 72,64 %. Nilai kestabilan emulsi air : xilene sebesar 72,64 didapatkan pada faktor suhu butanolisis 0,79 dan faktor rasio mol pati sagu : alkohol lemak -0,56. Titik variabel tersebut dikembalikan dalam bentuk suhu butanolisis dan rasio mol pati jagung : alkohol lemak, yaitu :

X1 (suhu butanolisis) = 147,8 0C

Gambar 17 Permukaan respon nilai kestabilan emulsi air:xilena dengan penambahan APG

Gambar 18 Kontur permukaan respon nilai kestabilan emulsi air:xilena dengan penambahan APG

Suhu butanolisis sintesa APG pada penelitian ini hampir sama dengan paten Wuest et al. (1992) yang telah mensintesa APG dengan suhu butanolisis antara 140-1450C. Sedangkan rasio mol pati sagu : dodekanol optimum dalam penelitian adalah 1:3,27 sedangkan dalam paten Wuest et al. (1992), rasio mol pati jagung dengan alkohol lemak C12-14 adalah 1 : 5,2. Penggunaan alkohol lemak yang lebih sedikit dapat disebabkan oleh jenis pati yang digunakan atau kondisi proses yang lebih efisien. Respon suhu melebihi optimasi yang diharapkan sedangkan rasio mol pati sagu : dodekanol kurang dari yang

diharapkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh keterbatasan reaktor percobaan seperti ketebalan reaktor yang hanya dapat diberi perlakuan suhu butanolisis sampai 1500C yang seharusnya dapat mencapai 1700C dengan tekanan sekitar 7 bar namun diperkirakan reaktor tidak kuat.

Permukaan respon hasil analisis kanonik tersebut kemudian dilakukan validasi untuk mengetahui kesesuaian model permukaan respon terhadap nilai kestabilan emulsi air : xilene. Validasi dilakukan pada kondisi percobaan yang optimum, yaitu pada suhu butanolisis 147,80C dan rasio mol pati sagu:alkohol lemak 1 : 3,27 .

Hasil validasi menunjukkan nilai kestabilan emulsi air:xilena dengan penambahan APG sebesar 72,3 % hampir sama seperti pada kondisi optimum, yaitu sebesar 72,64%. Dengan demikian, model yang dihasilkan mendekati kondisi proses yang diharapkan untuk menghasilkan kestabilan emulsi air:xilene yang paling maksimum.

Karakterisasi APG

Karakterisasi pada penelitian ini meliputi kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka, mengontrol jenis pembentuk emulsi dengan menentukan nilai HLB, penentuan gugus fungsi dengan FTIR, rendemen dan pH.

Kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan

Pengukuran tegangan permukaan air dengan berbagai konsentrasi APG yang dihasilkan dilakukan dengan tensiometer metode du Nouy. Pada metode ini tegangan permukaan sebanding dengan gaya yang diperlukan untuk menarik cincin hingga lapisan tipis tepat putus.

Surfaktan APG yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan air, namun penurunan tegangan permukaan dengan penambahan APG komersial lebih besar daripada APG hasil validasi proses kondisi optimum.

Kestabilan emulsi adalah kesetimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam suatu sistem emulsi. Apabila gaya ini dapat dipertahankan tetap seimbang atau terkontrol, maka partikel- partikel dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung (Suryani,

konsentrasi APG yang digunakan maka tegangan permukaan air akan semakin menurun.

Tabel 11 Nilai uji perbandingan tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan APG pada berbagai konsentrasi

Tegangan permukaan (dyne/cm) Konsentrasi APG (%) pada

sistem emulsi APG komersial APG hasil validasi

0,1 32,20 26,250 0,2 29,04 25,875 0,3 27,12 25,375 0,4 25,54 25,250 0,5 24,96 25,125 0,6 23,96 24,875 0,7 24,00 24,750 0,8 22,96 24,375 0,9 21,98 24,250 1 21,36 23,375

Keterangan: tegangan permukaan air: 72 dyne/cm Moecthar (1989)

20 22 24 26 28 30 32 34 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Konsentrasi surfaktan (% : b/v) Te ga ng a n pe rm u k a a n (d y n e /c m ) APG Komersial APG hasil validasi

Gambar 19 Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan APG hasil sintesa dan komersial pada berbagai konsentrasi.

Kemampuan untuk Menurunkan Tegangan Antar Muka

Pengukuran tegangan antarmuka air:xilena dengan penambahan APG dengan berbagai konsentrasi dilakukan dengan menggunakan tensiometer metode du Nouy. Pengukuran ini menggunakan larutan yang yang tidak saling bercampur satu sama lain yaitu antara air (polar) dengan xilena (non polar). Besarnya tegangan antar muka sebanding dengan gaya yang diperlukan untuk menarik cincin hingga lapisan tipis pada cincin yang terbentuk pada batas dua larutan tepat putus.

Hasil pengukuran tegangan antar muka larutan APG sebanding dengan nilai tegangan permukaan hanya nilai yang diperoleh lebih kecil. Menurut Moecthar (1989) bahwa tegangan antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan tetapi nilai tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama. Dari Tabel 12 dan Gambar 20 menunjukkan bahwa penurunan nilai tegangan antarmuka air:xilena dengan peningkatan konsentrasi APG yang digunakan. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa APG hasil validasi pada kondisi proses optimum mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka lebih baik dibandingkan dengan APG komersial.

Tabel 12 Nilai uji perbandingan tegangan antar muka air : xilena Tegangan antarmuka (dyne/cm) Konsentrasi

APG (%)

APG komersial APG hasil validasi

0,1 13,08 10,33

0,2 11,50 9,17

0,3 10,00 8,50

0,4 7,96 8,17

0 2 4 6 8 10 12 14 0.1 0.2 0.3 0.4 Konsentrasi APG (%:b/v) T eg an g a n an tar m u ka ( d yn e/ cm ) APG komersial APG hasil validasi

Gambar 20 Grafik tegangan antarmuka air : xilena akibat pengaruh penambahan APG hasil validasi dan komersial pada berbagai konsentrasi.

Model tegangan permukaan dan antarmuka surfaktan non ionik (Giribabu dan Ghosh, 2007)

Persamaan adsorpsi Gibbs untuk permukaan surfaktan non ionik adalah:

c d dy RT ln 1 − = Γ (1)

Dimana γ dalah tegangan permukaan atau antar muka dan c adalah konsentrasi surfaktan. Berdasarkan isoterm adsorpsi Langmuir, permukaan dihubungkan dengan konsentrasi larutan surfaktan sebagai

c K c K L L + Γ = Γ ∞ 1 (2)

Dimana Γ∞ adalah kapasitas adsorpsi. Nilainya tergantung pada area permukaan minimum yang diduduki oleh molekul surfaktan yang teradsorpsi. Tetapan keseimbangan, KL, adalah rasio konstanta laju adsorpsi dan desorpsi.

Untuk surfaktan nonionik, tidak ada interaksi ionik yang nyata antara molekul surfaktan yang teradsorpsi pada antar muka. Namun, bila antar muka mendekati jenuh (yaitu Γ→Γ0) rantai polimer dari molekul surfaktan dapat berinteraksi

satu sama lainnya. Model Langmuir diharapkan menjadi sahih pada konsentrasi surfaktan dibawah CMC. Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh

c d c K c K RT dy L L ln 1 ⎟⎟ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + Γ − = ∞ (3)

Jika tegangan antar muka antara dua fase fluida yang tanpa surfaktan dinyatakan dengan γ0, integrasi persamaan 3 menghasilkan

(

K c

)

RT L

O − Γ +

=

γ

ln1

γ

(4)

Persamaan 4 dikenal dengan persamaan keadaan permukaan yang menghubungkan tegangan antarmuka dengan konsentrasi surfaktan. R adalah konstanta gas : 8,3147 x 10 7 dyne cm/mol K dan T suhu : 25 0C. Persamaan ini mempunyai dua parameter yang tidak diketahui, yaitu Γ∞ dan KL, yang dapat

diperoleh dengan mencocokkan harga γ terhadap c.

Untuk menghitung KL dan Γ∞dapat dengan cara optimasi non linear multi variabel yang dapat dihitung dengan metode optimasi Nedler-Mead yang diselesaikan dengan Turbo Pascal. Hasil optimasi diperoleh nilai KL dan Γ∞ dapat dilihat pada Tabel 13.

Dengan persamaan (4) dan data KL dan Γ∞ dapat diperoleh nilai tegangan permukaan percobaan dan model dari APG komersial dan APG yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 13 Nilai KL dan Γ∞ untuk tegangan peremukaan hasil optimasi metode Nedler-Mead Tegangan permukaan Parameter Komersial Percobaan KL 64.212,528 9.558.342.487,4 Γ∞ 1,3 x 10-10 0,9 x 10-10

Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan (4) ternyata model tegangan permukaan sesuai dengan tegangan permukaan APG komersial dengan kesalahan 0,7994%. Grafik tegangan permukaan model dengan tegangan permukaan APG komersial dapat dilihat pada Gambar.. Sedangkan untuk tegangan permukaan APG yang dihasilkan, ternyata model tegangan permukaan sesuai dengan tegangan permukaan APG yang dihasilkan dengan kesalahan 3,9002%. Grafik tegangan permukaan model dengan tegangan permukaan APG yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22.

Tabel 14 Perbandingan tegangan permukaan (γ) APG komersial dan APG yang dihasilkan dengan model

Tegangan permukaan APG komersial

(dyne/cm)

Tegangan permukaan APG yang dihasilkan

(dyne/cm) Konsentrasi

surfaktan (%)

Percobaan Model Percobaan Model

0 72,00 72,000 72,000 72,000 0.100 32,20 32,173 26,250 28,184 0.200 29,04 29,025 25,875 26,715 0.300 27,12 27,183 25,375 25,856 0.400 25,54 25,876 25,250 25,247 0.500 24,96 24,862 25,125 24,774 0.600 23,96 24,034 24,875 24,388 0.700 24,00 23,334 24,750 24,061 0.800 22,96 22,728 24,375 23,778 0.900 21,98 22,192 24,250 23,528 1.000 21,36 21,714 23,375 23,305 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Konsentrasi surfaktan (% : b/v) T e g a n g an p e rm u kaa n (d yn e/ c m ) TP Kom TP Mod Gambar 21. Tegangan permukaan APG komersial dan model

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Konsentrasi surfaktan (%: b/v) T e g a n g an p e rm u k a a ( d yn e/ cm ) TP Pen TP Mod

Gambar 22. Tegangan permukaan APG hasil penelitian dan model

Berdasarkan metode optimasi Nedler-Mead, hasil optimasi diperoleh nilai KL dan Γ∞ yang dapat dilihat pada Tabel 15.

Dengan persamaan (4) dan data KL dan Γ∞ dapat diperoleh nilai tegangan antarmuka percobaan dan model dari APG komersial dan APG yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 16

Tabel 15. Nilai KL dan Γ∞ untuk tegangan antarmuka hasil optimasi metode Nedler-Mead Tegangan antarmuka Parameter Komersial Percobaan KL 94.874.787,998 1.299.222.398,7 Γ∞ 1,5 x 10-10 1,3 x 10-10

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan (4) ternyata model tegangan antar muka sesuai dengan tegangan antar muka APG komersial dengan kesalahan 3,8096 %. Grafik tegangan antar muka model dengan tegangan antar muka APG komersial dapat dilihat pada Gambar.. Sedangkan tegangan antamuka APG yang dihasilkan ternyata model tegangan antar muka sesuai dengan tegangan antar muka APG yang dihasilkan dengan kesalahan 6,4704%. Grafik tegangan antar muka model dengan tegangan antar muka APG hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24.

Tabel 16. Perbandingan tegangan antar muka APG komersial dan APG yang dihasilkan dengan model

Tegangan antar muka APG komersial

(dyne/cm)

Tegangan antar muka APG yang dihasilkan

(dyne/cm) Konsentrasi

surfaktan (%)

Percobaan Model Percobaan Model

0 72,000 72,000 72,000 72,000 0.100 13,080 13,562 10,330 11,642 0.200 11,500 11,041 9,170 9,403 0.300 10,000 9,566 8,500 8,093 0.400 7,960 8,519 8,170 7,163 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Konsentrasi surfaktan (% : b/v) T eg a n g an an tar m u k a ( d y n e/ c m ) TAM Pen TAM Mod

Gambar 23 Tegangan antar muka APG komersial dan model

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Konsentrasi surfaktan (% : b/v) T eg a n g an an tar m u k a ( d y n e/ c m ) TAM Kom TAM Mod

Jenis formasi emulsi dengan menentukan nilai HLB

Metode untuk menentukan HLB dari APG adalah metode titrimetri, dengan aquades sebagai titran dan larutan yang mengandung APG 1 gr dalam 25 ml campuran (95:5 v/v) piridina (23,75 ml) dan benzena (1,25) sebagai titrat. Kepala polar yang diperoleh dari glukosa yang bersifat hidrofilik akan tarik menarik dengan molekul air yang bersifat polar dan ion nitrogen dari piridina yang bersifat semi polar. Ekor dari APG yang diperoleh dari alkohol lemak bersifat hidrofobik akan menarik molekul benzena yang non polar dan cincin heterosiklik aromatik molekul piridina. Titik akhir titrasi dicapai pada saat kekeruhan permanen. Karena pada saat kekeruhan permanen larutan telah jenuh dan molekul APG sudah tidak dapat berikatan dengan molekul air maupun

Dokumen terkait