Manajemen Panen
Buah kelapa sawit yang dipanen merupakan buah yang tepat matang, sehingga mempunyai kuantitas dan kualitas minyak yang maksimal. PT. SLS selalu mengejar kualitas minyak yang optimal karena kualitas minyak yang optimal akan mendatangkan pemasukan yang maksimal bagi perusahaan, sehingga dapat membiayai operasional kebun. Kualitas minyak yang optimal berhubungan dengan manajemen panen yang baik di kebun.
Beberapa hambatan yang ditemukan dalam kegiatan panen buah sawit di PT. SLS, Kebun Tanglo, Afdeling OP adalah pengawasan oleh mandor yang kurang, sistem pinalty yang tidak memberi dampak ke pemanen, tenaga kerja yang sudah tidak layak/kurang ahli. Hambatan tersebut dapat mempengaruhi tonase TBS yang dipanen sehingga berdampak pada menurunnya keuntungan yang didapat perusahaan. Permasalahan yang ditemukan dalam manajemen panen di Afdeling OP adalah tenaga kerja panen, rotasi panen, kontrol kualitas panen, kriteria panen, sanksi panen, transportasi panen serta losis panen.
Tenaga Pemanen
Tenaga pemanen di Afdeling OP merupakan karyawan tetap yang dispesialisasi hanya melakukan kegiatan panen setiap hari kerja sehingga kualitas ancak akan semakin baik serta meminimalisasi kehilangan hasil akibat kesalahan panen. Indeks tenaga kerja panen yang digunakan di PT. SLS adalah 0.07/ha, maka kebutuhan tenaga panen Afdeling OP dapat dicari: 0.07/ha x 450.32 ha = 32 orang. Kenyataan di lapang, jumlah tenaga panen yang ada di Afdeling OP berjumlah 27 orang, sehingga dapat dikatakan bahwa afdeling ini kekurangan tenaga pemanen sebanyak 5 orang. Selain memanen mereka juga melakukan
prunning sehingga tidak ada pelepah sengkleh dan pemotongan yang tidak
sempurna. Perusahaan menetapkan luasan ancak masing-masing pemanen di afdeling OP adalah 3.5-4 ha untuk daerah datar dan 3 ha untuk daerah berbukit. Pemanen melakukan pekerjaan potong buah, kutip brondolan serta mengangkut
buah ke TPH. Namun kenyataan di lapang, afdeling ini masih terjadi losis yang tinggi, seperti buah tinggal di pokok dan brondolan tidak dikutip. Data pengamatan di lapangan terkait jumlah pemanen dan hasil panen yang didapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengamatan Perbandingan Jumlah Pemanen dengan Jumlah Produksi Tanggal Jumlah HK
(orang)
Jumlah Produksi (ton)
Rataan Hasil Panen (kg/orang) Jumlah HK Absen (orang) 15/ 04/ 2010 21 11.84 564 6 19/ 04/ 2010 26 21.99 846 1 30/ 04/ 2010 27 13.11 486 0 04/ 05/ 2010 24 25.50 1063 3 11/ 05/ 2010 27 29.76 1102 0
Sumber: Pengamatan Lapangan (2010)
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah kehadiran tenaga pemanen mempengaruhi jumlah produksi yang didapatkan. Namun produktivitas dipengaruhi kondisi lapangan kebun, seperti luas ancak pemanen, jumlah pokok produktif di ancak tersebut serta angka kerapatan panen. Pengamatan tanggal 4 Mei 2010 menunjukkan kehadiran pemanen berjumlah 24 orang dengan produksi yang didapatkan 25.50 ton, sedangkan pada tanggal 11 Mei 2010 ketika semua pemanen hadir, jumlah produksi yang didapatkan 29.76 ton. Kekurangan tenaga pemanen ini bisa disebabkan karena izin, sakit atau mangkir. Hasil wawancara penulis dengan pemanen menunjukkan bahwa beberapa pemanen yang mendapat ancak yang berat (bukit, lembah dan rawa) sering izin dan sakit dikarenakan basis borong yang ditetapkan terlalu berat apalagi kerapatan rendah (basis minimum tidak terpenuhi), brondolan yang dikutip terlalu banyak (terutama bila buah yang dipanen di kontur miring sehingga pemanen harus mengutip brondolan dan bahkan memanggul buah dari lembah ke TPH yang terletak di atas), karyawan yang tidak laik untuk panen (usia renta) dan tidak adanya pengutip brondolan khusus. Menurut Fairhurst dan Rankine (1998) jika jumlah pemanen terbatas, mungkin lebih efisien jika pemanen hanya memotong tandan, sedangkan pengumpulan brondolan dilakukan oleh pekerja lain. Pengutip brondolan biasanya adalah istri pemanen dan mereka tidak mendapat upah dari
perusahaan, sehingga pemanen hanya mempekerjakan bila kerapatan buah tinggi (minimal 1.5 kali basis borong). Hal ini yang membuat seksi panen menjadi berantakan, karena blok yang seharusnya selesai dikerjakan hari ini, terpaksa harus dikerjakan keesokan harinya. Kerugian ini akan mengakibatkan peningkatan biaya panen dan rotasi panen untuk ancak yang ditinggalkan bertambah. Di samping itu, kerugian lainnya berupa kualitas minyak tidak maksimal diakibatkan penambahan asam lemak bebas (ALB) dari tandan lewat matang yang harus dipanen. Untuk mengatasi masalah bagi karyawan yang menjadikan sakit sebagai alasan tidak bekerja diperlukan ketegasan oleh mandor dan kepala afdeling serta mempersiapkan cadangan pemanen, sehingga panen dan rotasi dapat berlangsung sesuai target. Untuk mempercepat kegiatan panen, perlu pertimbangan spesialisasi pekerjaan panen dan pengutipan brondolan yang diharapkan dapat meminimalkan brondolan tertinggal di lapangan.
Rotasi Panen
Rotasi panen merupakan interval waktu antara satu panen dengan panen berikutnya yang dinyatakan dalam hari. Rotasi panen yang berlaku di PT. SLS yaitu 6/7. Artinya seluruh areal di afdeling dibagi menjadi 6 seksi dan dipanen selama 6 hari dalam 7 hari (seminggu). Pemanen bekerja dari hari Senin sampai Sabtu, bila rotasi berada pada hari libur dan kerapatan buah tinggi, maka tetap hari kerja tetapi pembayaran secara kontan. Rincian jumlah jam kerja pemanen adalah:
• Hari Senin-Sabtu (5x7 jam) + (1x5 jam) = 40 jam
• Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu = x 100% = 17.5% • Jumat = x 100% = 12.5%
Jadi luas panen tiap Hari Jumat harus lebih sedikit yaitu .
. kali luas areal
panen Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu. Pembagian seksi panen disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Pembagian Blok Panen Berdasarkan Seksi Panen
Seksi Panen (hari) Blok Panen Luas Areal Panen (ha) Senin 3, 6, 17, 18 68.23 Selasa 19, 20, 21, 22 79.00 Rabu 1, 4, 12A, 14 A 51.36 Kamis 7, 14, 15, 22A 76.68 Jumat 2, 5, 9, 11, 13 92.70 Sabtu 8, 10, 12, 16 82.35 Total 450.32 Sumber: Kantor Afdeling OP, 2010
Jika luas Afdeling OP 450.32 ha, dengan menggunakan rotasi 6/7 maka luas panen Hari Jumat adalah:
= ( .
. x 450.32 ha) : (6x1 hari)
= 53.61 ha/ hari
Luas panen tiap Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu adalah = . .
= 79.34 ha/hari
PT. SLS mengejar mutu dan kualitas minyak yang optimum, sehingga rotasi panen yang diterapkan harus tepat. Rotasi panen yang panjang mengakibatkan buah lewat matang dipanen dengan banyak brondolan yang jatuh di piringan dan memiliki kandungan ALB tinggi sehingga kualitas minyak menurun, sedangkan rotasi panen yang pendek akan berakibat pada buah mentah (setengah matang) terpanen, sehingga bobot tandan yang didapatkan rendah.
Kontrol Kualitas Panen
Kontrol panen yang benar akan memperoleh kualitas panen yang baik. Menurut Lubis (1992) panen yang baik adalah:
1. Tidak ada buah mentah yang dipanen
2. Tidak ada buah matang yang tinggal di piringan pokok
3. Tidak ada buah yang tertinggal di pasar panen, TPH dan di lapangan
4. Tandan dan berondolan harus bersih dan berondolan dimasukkan di karung.
5. Janjang kosong tidak ada yang terbawa ke pabrik 6. Gagang tandan dipotong mepet berbentuk V
7. Pelepah cabang dipotong tiga dan diletakkan di gawangan mati dan ditelungkupkan.
8. Potongan cabang daun (leaf base) mepet ke batang berupa tapak kuda membuat sudut 15 – 30 derajat ke arah dalam.
Kriteria kontrol yang dilakukan di PT. SLS meliputi tandan mentah dan matang yang terpanen, tandan matang yang masih tertinggal di pokok, tandan busuk yang tertinggal di pokok, brondolan yang tertinggal di piringan, pasar pikul, dan TPH, tangkai panjang kurang dari 2 cm, pelepah sengkleh, penyusunan pelepah di gawangan mati.
Kontrol kualitas panen dilakukan oleh mandor panen, verifikator panen, kepala afdeling, dan kepala kebun. Kontrol kualitas panen Kebun Tanglo terdiri atas:
1. Kontrol harian dilakukan oleh mandor panen, verifikator panen dan kepala afdeling. Mandor panen mengawasi semua kegiatan panen setiap anggotanya, verifikator panen mengawasi buah di TPH, tangkai panjang, brondolan di piringan, sedangkan kepala afdeling hanya mengawasi 10 % dari luas areal yang dipanen pada hari tersebut.
2. Kontrol mingguan dilakukan oleh seluruh mandor 1, mandor panen, verifikator panen, kepala afdeling dan Kepala Kebun Tanglo. Areal yang dikontrol merupakan areal yang telah dipanen hari sebelumnya. Kontrol mingguan ini dilaksanakan untuk mengetahui perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan ke depannya.
Menurut Fairhurst dan Rankine (1998) mandor agar selalu memeriksa seluruh tanaman pada baris yang dipanen, khususnya jika akses ke dalam areal tersebut sulit (misalnya areal rawa, terjal, atau berkontour). Mandor panen harus memeriksa tandan dan brondolan yang jatuh menggelinding ke areal rendahan atau parit agar dikumpulkan dan dikirim ke pabrik. Penulis melakukan pengamatan mengenai kontrol kualitas panen pada tanggal 14 April 2010 dan 21 April 2010 (Tabel 8 dan 9).
Tabel 8. Pengamatan Kontrol Kualitas Panen 14 April 2010 Blok Mandor No.
Panen Sample F2 F00, F1 Busuk Tangkai Panjang Hitam Brondol 15 2 30 4 4 13 3 3 1 20 4 4 1 17 7 6 1 2 19 7 7 2 Total 25 24 (96%) 1 (4%) 6 (24%) 3 1 6 9 9 13 8 8 7 4 3 1 2 5 5 2 1 6 6 Total 32 31 (96%) 1 (3%) 2 (6%) Tabel 9. Pengamatan Kontrol Kualitas Panen 21 April 2010
Blok Mandor No.
Panen Sample F2 F00, F1 Busuk Tangkai Panjang Hitam Brondol 15 2 20 5 5 1 19 4 4 1 1 24 5 5 25 4 4 22 3 3 Total 21 21 (100%) 2 (10%) 1 (5%) 3 1 12 4 4 5 7 6 1 11 4 4 1 4 5 4 1 6 3 3 Total 23 21 (91%) 2 (8%) 1 (4%)
Tabel pengamatan di atas menunjukkan bahwa masih ada pemanen yang memanen buah mentah, buah busuk (over rotasi), serta tangkai panjang yang tidak dipotong oleh pemanen. Usaha untuk meminimalkan hal tersebut adalah adanya ketegasan oleh mandor panen.
Setelah kontrol mingguan dilaksanakan kemudian diproses bersama di kantor afdeling. Hasil dari kontrol bersama akan menjadi perbaikan bagi afdeling
tersebut. Bila terdapat kesalahan yang tidak fatal, seperti; brondolan di piringan tidak dikutip bersih, sekalipun piringan bersih, maka mandor dan pemanen akan mendapat surat teguran. Namun bila terdapat kesalahan fatal, atau yang disengaja, seperti pokok yang terdapat banyak buah busuk (tidak pernah dipanen), maka mandor dan pemanen akan langsung mendapat surat peringatan.
Pengawasan mandor panen harus lebih tegas dan ditingkatkan. Sanksi berupa surat teguran dan peringatan ke pemanen sampai saat ini tidak membuat pemanen jera, bahkan menurut wawancara yang penulis lakukan, pemanen tersebut bahkan sengaja tidak mengutip brondolan sebagai tanda protes atau kesal karena tidak adanya penghargaan yang diberikan bila pengutipan brondolan dilakukan serta piringan yang kotor.
Kriteria Panen
Kriteria matang panen adalah indikator yang dibuat untuk menetapkan apakah suatu buah dari pohon kelapa sawit sudah bisa dipanen. Kriteria panen umum digunakan berdasarkan derajat kematangan buah di pohon yang didasarkan oleh warna buah dan jumlah buah yang membrondol. Menurut Lubis (1992), tingkat kematangan tandan atau dikenal sebagai fraksi ditentukan berdasarkan kriteria jumlah buah lepas (Tabel 10). Hubungan rendemen minyak dan kadar asam lemak bebas pada tandan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 10. Kriteria Tingkat Kematangan Tandan
Fraksi Jumlah Brondol Lepas Derajat Kematangan 00 Tidak ada, buah hitam Sangat mentah
0 1% - 12.5% Mentah 1 12.5% - 25% Kurang matang 2 25% - 50% Matang 1 3 50% - 75% Matang 2 4 75% - 100% Lewat matang 1 5 Buah dalam ikut brondol Lewat matang 2 Sumber: Lubis (1992)
Tabel 11. Hubungan Rendemen Minyak dan Kadar ALB Berdasarkan Fraksi Fraksi Rendemen Minyak (%) Kadar Asam Lemak Bebas (%)
0 16.0 1.6 1 21.4 1.7 2 22.1 1.8 3 22.2 2.1 4 22.2 2.6 5 21.9 3.8 Sumber: Lubis (1992)
Menurut Lubis (1992), tingkat kematangan pada fraksi 2 dan 3 merupakan hasil panen yang baik. Pada fraksi ini rendemen minyak paling tinggi dan asam lemak bebas relatif rendah. PT. SLS menetapkan kriteria matang panen adalah 2 brondolan untuk setiap kg berat tandan buah segar yang jatuh secara alami di piringan. Bila BJR blok tersebut 18 kg maka saat buah dipanen, minimal terdapat 36 brondol lepas dari tandan. Peraturan ini membuat pemanen ragu–ragu untuk menurunkan buah sebab menurut Fairhurst (1998), kriteria 2 brondolan/kg ini ternyata menyulitkan pemanen maupun mandor sehingga saat ini banyak digunakan jumlah brondolan di piringan sebagai cara praktis menentukan buah matang panen.
Bila terdapat buah berwarna merah, tetapi brondolan tidak terdapat di piringan, maka pemanen harus mencungkil buah tersebut dengan egrek untuk memastikan apakah brondol lengket di ketiak pelepah (buah laik panen) atau belum laik panen.
Permasalahan buah mentah masih dijumpai di lapangan, diantaranya karena buah masak pucuk atau buah sakit (Gambar 17) dan buah abnormal, bukan hanya itu, pemanen juga sengaja menurunkan buah mentah dengan alasan untuk mendapatkan premi ketika produksi buah rendah. Untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan ketegasan dalam pengawasan mandor agar perusahaan tidak merugi.
Sa menghuku panen, me bekerja de kepada pe berupa pe kriteria pe Ke berdampak didapatkan dengan tar antara 96 sedangkan Rp 25.25/ tidak akan sebesar Rp sedangkan anksi yang um pemanen endidik dan engan baik emanen, m nurunan ka enilaian yan elas peman k bila has n rendah. N rif premi se <B<100, d n nilai untu /kg. Bila pe n berdamp p 44 880. U n untuk kate g diberikan n, mandor p n membias dan benar s mandor dan ategori kelas ng telah dite nen yang te sil panen Nilai yang di ebesar Rp 3 dengan prem uk kelas pa emanen tida ak ke pem Untuk kateg egori kelas p Gamba Sanksi Pa n kepada panen dan k akan pema serta untuk krani pan s panen bila tapkan (Tab erdiri dari melebihi b idapatkan u 37.13/kg, ni mi yang ak anen final C ak mencapai manen dan gori kelas pa panen C sko ar 17. Buah anen pemanen krani panen anen, mand meningkatk nen. Bagi p a melakuka bel 11). kelas pan basis boron untuk kelas p ilai untuk k kan didapat C adalah < i basis boro pemanen a anen A, sko or yang dida Masak Puc ditujukan n tetapi untu dor panen d kan hasil. S pemanen, s an pelangga en A, B d ng, sehing panen final kelas panen tkan sebesa < 95 dengan ong, maka k akan mend or yang dida apatkan 1 (T cuk n bukan u uk menjaga dan krani p Sanksi diken sanksi dibe
ran dari kri dan C ini gga premi A adalah > final B ber ar Rp 29.7 n premi se kelas panen apat gaji p apatkan yai Tabel 12). untuk mutu panen nakan erikan iteria-akan yang > 100, rkisar 70/kg, ebesar n final penuh itu: 2,
Tabel 12. Kriteria Penilaian Panen
No Item Penilaian Kriteria Penilaian Kategori
Panen Bobot 1 Output Pemanen > 100% A 2 < 100% C 2 Buah mentah dipanen 0% A 10 > 0% C 3 Tangkai panjang 0% A 9 > 100% C 4 Brondolan di TPH
Semua brondolan dalam goni A
3 Tidak semua brondolan dalam goni C
5 Buah di TPH resmi 100% A 3 < 100% C 6 Brondolan di piringan
Maks. 2 brondolan per tapak panen A
6 Ada 1 pokok terdapat > 2 brondol C
7 Buah masak tinggal
Tidak ada buah masa tinggal A
6 Ada buah masak tinggal C
8 Susunan pelepah
Susunan pelepah benar
(gawangan mati) A 2 Susunan pelepah tidak benar C
9 Pemotongan pelepah
Tidak over pruning A 9
Over pruning C
Sumber: Kantor afdeling OP, 2010
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan (Lampiran 8, 9, dan 10), dapat diketahui kelas panen final yang akan diperoleh pemanen-pemanen tersebut dengan mengacu pada bobot di Tabel 12. Perhitungan kelas panen final berdasarkan kriteria panen dapat dilihat pada Tabel 13, 14, dan 15.
Tabel 13. Perhitungan Kelas Panen Final Nomor Pemanen 03 Tanggal 7 Mei 2010 Kriteria Panen Kategori Panen Skor Bobot Nilai Output Pemanen C 1 2 2 Buah Mentah dipanen C 1 10 10
Tangkai Panjang A 2 9 18 Brondolan di TPH A 2 3 6 Buah di TPH resmi A 2 3 6 Brondolan di Piringan A 2 6 12
Buah Masak tinggal C 1 6 6 Susunan Pelepah A 2 2 4 Pemotongan Pelepah A 2 9 8
Tabel 14. Perhitungan Kelas Panen Final Nomor Pemanen 12 Tanggal 5 Mei 2010 Kriteria Panen Kategori Panen Skor Bobot Nilai Output Pemanen A 2 2 4 Buah Mentah dipanen A 2 10 20
Tangkai Panjang A 2 9 18 Brondolan di TPH A 2 3 6 Buah di TPH resmi C 1 3 6 Brondolan di Piringan A 2 6 12
Buah Masak tinggal A 2 6 12 Susunan Pelepah C 2 2 4 Pemotongan Pelepah A 2 9 8
Total 95
Tabel 15. Perhitungan Kelas Panen Final Nomor Pemanen 17 Tanggal 5 Mei 2010
Kriteria Panen Kategori Panen Skor Bobot Nilai Output Pemanen A 2 2 4 Buah Mentah dipanen A 2 10 20
Tangkai Panjang A 2 9 18 Brondolan di TPH A 2 3 6 Buah di TPH resmi A 2 3 6 Brondolan di Piringan A 2 6 12
Buah Masak tinggal A 2 6 12 Susunan Pelepah A 2 2 4 Pemotongan Pelepah A 2 9 18
Total 100 Dengan mengikuti perhitungan di atas, maka kelas panen final untuk
seluruh nomor pemanen yang diamati per tanggal pengamatan disajikan pada Tabel 19.
Tabel 16. Kelas Panen Final Pemanen yang Diamati per Tanggal Pengamatan Tanggal Kemandoran 1 (No. Panen) Kemandoran 2 (No.Panen)
12 06 07 03 11 21 14 16 19 17 5 Mei 2010 C C C C C C C C A A 7 Mei 2010 C C A B C C A C A A 10 Mei 2010 C C A C C C A C C C 11 Mei 2010 C C C C A C C C A A
Sanksi diberikan bagi mandor panen berupa penghilangan premi. Tiga kriteria untuk mendapatkan premi mandor, yaitu:
1. Buah busuk < 2%. 2. Buah mentah 0% 3. Tangkai panjang 0%.
Sanksi yang diberikan bagi krani merupakan penghilangan premi bila buah tidak terangkut habis dalam satu hari dan kesalahan perhitungan buah, brondolan dan premi pemanen, maka premi dua hari berturut-turut tidak dibayar.
Tabel 16 menunjukkan bahwa sanksi yang telah ditetapkan perusahaan tidak membuat pemanen jera, bahkan pemanen tetap saja melakukan pelanggaran seperti buah mentah dipanen, buah tidak di TPH resmi, brondolan masih tertinggal di piringan serta buah masak tinggal. Dalam administrasi panen, krani masih melindungi pemanen agar mandor dan krani panen mendapat premi. Untuk mengatasi hal ini kepala afdeling harus bertindak tegas dengan melaksanakan kontrol di lapangan, dan mengubah kebijakan bagi pemanen yang memotong buah mentah sehingga pemanen terdidik untuk tidak memotong buah mentah dan memberikan penghargaan untuk brondolan yang telah dikutip dan dikarungi.
Transportasi Panen
Transportasi panen terdiri dari dua bagian, yaitu transportasi TBS dari dalam blok ke TPH yang terletak di pinggir jalan blok dan transportasi TBS dari TPH ke PKS. Angkong digunakan sebagai transportasi TBS dari dalam blok ke TPH melalui jalan pasar pikul, selanjutnya buah diangkut menggunakan truk dan dibawa menuju PKS. Pengangkutan TBS dari dalam blok ke TPH dan dari TPH ke truk sampai ke loading ramp harus dilakukan secara hati-hati sebab menurut Lubis (1992), pelukaan buah akan mempercepat peningkatan ALB dan terjadi saat buah jatuh ke tanah sebesar 0.9–1.0 %, membawa ke TPH maupun mengangkut ke truk, semakin cepat buah diangkut ke pabrik akan semakin baik. Keterlambatan transportasi panen ini akan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah dan mutu produk akhir.
Perusahaan tidak mentolerir buah yang menginap di lapangan (restan), sebab bila terjadi maka akan terjadi perubahan kualitas dan kuantitas minyak,
yaitu menurunnya rendemen minyak terhadap buah dan meningkatnya ALB (Tabel 17).
Tabel 17. Rendemen dan ALB Minyak Berondolan yang Restan
Lama Restan (hari) Rendemen Minyak terhadap Buah (%) ALB (%)
0 50.44 3.9
1 51.6 5.01
2 50.73 6.09
3 48.66 6.9
Sumber: Purba dan Lubis, 1987
Pelaksanaan transportasi TBS di afdeling OP dilakukan oleh: 1. Pihak kontraktor dengan pembayaran tonase.
Pihak kontraktor telah menandatangani surat perjanjian transportasi TBS dan mematuhi semua aturan berlaku dengan pihak afdeling, sedangkan pihak afdeling tetap mengawasi kegiatan pihak kontraktor. Pihak kontraktor menyediakan pemuat buah serta pihak kontraktor dibayar berdasarkan tonase yang diangkut truk tersebut.
2. Pihak PT dan kontraktor.
Cara ini dilakukan dengan menambah alat angkut dari pihak perusahaan, apabila truk pihak kontraktor tidak datang atau mengalami kerusakan dan terpuruk pada saat pengangkutan TBS berlangsung.
Afdeling OP bekerja sama dengan dua kontraktor transportasi panen. Truk kemandoran satu berkapasitas maksimal 7 ton sedangkan truk kemandoran dua berkapasitas maksimal 9 ton, dengan total taksasi harian berkisar antara 20-30 ton TBS per hari.
PKS menetapkan waktu (kamban) bagi masing-masing afdeling untuk mengantar TBS masuk ke pabrik. Kamban Afdeling OP pukul 11.00-12.00 WIB untuk trip pertama, selanjutnya pukul 13.00-14.00 WIB untuk trip dua, pukul 16.00-17.00 WIB untuk trip tiga dan 20.00-21.00 WIB untuk trip empat. Pada saat penulis magang, kondisi buah trek sehingga hanya berlaku dua trip per kemandoran, tetapi saat di lapangan transportasi sering terkendala sehingga pengangkutan buah sampai malam, yang seharusnya pukul 11.00 WIB sudah masuk pabrik tetapi terkendala sampai pukul 13.15 WIB sehingga untuk trip
pertama, Afdeling OP menggunakan kamban kedua. Terkadang truk harus menunggu kamban yang telah ditetapkan dikarenakan keterlambatan tiba di PKS sehingga untuk trip berikutnya pengangkutan buah ke pabrik bisa sampai malam hari (kamban terakhir).
Curah hujan yang tinggi menjadi kendala transportasi panen, sehingga jalan menjadi becek, banjir dan tidak padat sehingga menyebabkan kendaraan terpuruk di lokasi yang topografi buruk, sering terjadi pada jalan blok, persimpangan dan tanjakan. Kejadian ini akan bertambah berat bila gleder sebelumnya telah meratakan atau memadatkan tanah serta membuat parit jalan poros. Kendala yang dijumpai di lapangan ketika krani buah telah memberitahukan taksasi sebelumnya ke kontraktor, dan tonase TBS yang diangkut rendah (kurang dari 6 ton), supir tidak mengangkut buah tersebut dengan alasan tidak dapat membayar minyak dan pemuat buah atau merugikan kontraktor sehingga memperlama proses pengangkutan TBS sebab pihak afdeling harus melapor ke asisten transport dan menunggu truk yang akan membantu.
Losis Panen
Losis merupakan hal yang harus dihindari untuk mencapai kuantitas produksi yang maksimal. Sumber losis panen di lapangan yang dijumpai antara lain: buah masak tidak dipanen, brondolan tidak dikutip, brondolan di ketiak pelepah, serta buah mentah terpanen.
Penulis melaksanakan pengamatan berupa penimbangan brondolan yang tidak dikutip baik di TPH dan di piringan. Penimbangan ini dilakukan di blok 4 dengan BJR 18, dibagi menjadi tiga kategori yaitu brondolan kecil, sedang dan besar. Losis 1 kg brondolan kecil berjumlah 138 brondolan, brondolan sedang berjumlah 83 brondolan sedangkan brondolan besar 54 brondolan, sehingga rata-rata losis 1 kg brondolan berjumlah 92 brondolan dalam satu pasar dan satu TPH. Bila dilakukan generalisasi ke blok 4 yang memiliki 30 TPH akan terdapat losis
30 kg brondolan. Harga jual brondolan berdasarkan wawancara adalah Rp 5 000/kg sehingga kerugian yang di alami Afdeling OP ialah Rp 150 000. Bila
digeneralisasikan ke blok panen hari tersebut, maka afdeling OP banyak mengalami kerugian.
Beberapa faktor penyebab terjadinya losis panen antara lain faktor manusia dan faktor lahan. Faktor manusia meliputi ketelitian pemanen dan ketegasan mandor. Kenyataan di lapangan hampir ditemukan tiap hari pemanen yang tidak mengikuti prosedur pemanenan, diantaranya pemanen yang berumur lanjut (tidak laik panen) sehingga sering ditemukan buah masak tinggal terutama bila buah masak tersebut terdapat di arah gawangan mati. Pemanen yang nakal, meninggalkan buah masak di pohon di daerah rawa dengan alasan mandor tidak akan mengkontrol daerah tersebut. Selain ketelitian pemanen, ketegasan mandor panen yang kurang dalam memberikan sanksi kepada pemanen, dan umumnya