• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi tanaman (cm)

Data tinggi tanaman umur 21, 26, 31, 36 dapat dilihat pada Lampiran 1,3,5 dan 7 dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 2,4,6 dan 8. Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk anorganik cair tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 21 HST, 26 HST, 31 HST dan 36 HST.

Data rataan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk anorganik cair dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk anorganik cair umur 21 – 36 HST selang 5 hari Perlakuan Tinggi tanaman 21 HST 26 HST 31 HST 36 HST S0 16,32 25,04 31,94 39,49 S1 20,00 31,06 39,96 46,07 S2 19,56 31,01 39,35 42,50 S3 19,13 28,92 36,77 42,53 S4 15,72 22,89 29,93 35,05 S5 17,90 27,11 34,96 41,61

Dari Tabel 1 diketahui tinggi tanaman tertinggi pada pengamatan 36 HST diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 46,07 cm, dan tinggi tanaman terendah diperoleh pada perlakuan S4 yaitu sebesar 35,05 cm.

Luas daun (cm3)

Data luas daun tanaman umur 40 hst dapat dilihat pada Lampiran 9 dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari hasil analisis sidik

ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun.

Data rataan luas daun pada pemberian pupuk anorganik cair dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan luas daun terhadap pemberian pupuk anorganik cair Perlakuan Ulangan Rata-rata

I II III IV S0 139,59 166,98 140,90 211,48 164,74 S1 192,38 189,49 290,30 187,47 214,91 S2 228,70 27,09 137,77 217,23 152,70 S3 219,72 251,65 170,65 221,19 215,80 S4 186,73 166,62 152,71 84,65 147,68 S5 181,11 253,93 181,67 174,36 197,77 Rata-rata 191,37 175,96 179,00 182,73 182,27

Dari tabel 2 diketahui bahwa luas daun terbesar diperoleh pada perlakuan S3 yaitu sebesar 215,80 cm3, sedangkan luas daun yang terkecil diperoleh pada perlakuan S4, yaitu sebesar 147,68 cm3.

Jumlah klorofil daun (unit/6 mm3)

Data jumlah klorofil daun umur 40 hst dapat dilihat pada Lampiran 11 dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah klorofil daun.

Data rataan jumlah klorofil daun pada pemberian pupuk anorganik cair dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah klorofil daun terhadap pemberian pupuk anorganik cair Perlakuan Ulangan Rata-rata

I II III IV S0 26,84 27,75 31,19 23,91 27,42 S1 29,13 31,46 35,17 22,05 29,45 S2 28,41 30,49 31,87 25,57 29,09 S3 25,37 30,44 33,46 27,74 29,25 S4 39,35 25,55 30,89 19,59 28,85 S5 39,81 29,19 26,23 23,32 29,64 Rata-rata 31,49 29,15 31,47 23,70 28,95

Dari tabel 3 diketahui bahwa jumlah klorofil daun terbanyak diperoleh pada perlakuan S5 yaitu sebesar 29,64 unit/6 mm3, sedangkan jumlah klorofil daun yang terkecil diperoleh pada perlakuan S0, yaitu sebesar 27,42 unit/6 mm3.

Bobot biomassa per tanaman sampel (g)

Data bobot biomassa per tanaman sampel pada umur 40 hst dapat dilihat pada Lampiran 13 dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap biomassa per tanaman sampel.

Data rataan bobot biomassa per tanaman sampel terhadap pemberian pupuk anorganik cair dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan bobot biomassa per tanaman sampel terhadap pemberian pupuk anorganik cair

Perlakuan Ulangan Rata-rata I II III IV S0 332,00 288,00 80,00 230,00 232,50 S1 296,00 190,00 140,00 144,00 192,50 S2 154,00 294,00 260,00 128,00 209,00 S3 312,00 278,00 160,00 136,00 221,50 S4 196,00 212,00 116,00 22,00 136,50 S5 274,00 236,00 122,00 122,00 188,50 Rata-rata 260,67 249,67 146,33 130,33 196,75

Dari tabel 4 diketahui bahwa bobot biomassa per tanaman sampel terbesar diperoleh pada perlakuan S0 yaitu sebesar 232,50 g, sedangkan bobot biomassa pertanaman sampel yang terkecil diperoleh pada perlakuan S4, yaitu sebesar 136,5 g.

Bobot segar jual per tanaman sampel (g)

Data bobot segar jual per tanaman sampel pada umur 40 hst dapat dilihat pada Lampiran 15 dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar jual per tanaman sampel.

Data rataan bobot segar jual per tanaman sampel dapat terhadap pemberian pupuk anorganik cair dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot segar jual per tanaman sampel terhadap pemberian pupuk anorganik cair

Perlakuan Ulangan Rata-rata I II III IV S0 262 230 50 142 171 S1 228 116 106 110 140 S2 98 212 200 78 147 S3 262 218 114 86 170 S4 136 146 78 40 100 S5 210 182 70 80 135,5 Rata-rata 199,33 184,00 103,00 89,33 143,92

Dari tabel 5 diketahui bahwa bobot segar jual per tanaman sampel terbesar diperoleh pada perlakuan S0 yaitu sebesar 171 g, sedangkan bobot jual segar pertanaman sampel yang terkecil diperoleh pada perlakuan S4, yaitu sebesar 100 g.

Indeks panen

Dari hasil perhitungan indeks panen ternyata pengaruh pupuk cair tidak berpengaruh nyata. Perhitungan indeks panen dapat dilihat pada Lampiran 17 dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Perhitungan pengaruh pupuk cair terhadap indeks panen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan indeks panen terhadap pemberian pupuk cair Perlakuan Ulangan Rata-rata

I II III IV S0 78,92 79,86 62,50 61,74 70,76 S1 77,03 61,05 75,71 76,39 72,55 S2 63,64 72,11 76,92 60,94 68,40 S3 83,97 78,42 71,25 63,24 74,22 S4 69,39 68,87 67,24 181,82 96,83 S5 76,64 77,12 57,38 65,57 69,18 Rata-rata 74,93 72,91 68,50 84,95 75,32

Dari Tabel 6 diketahui bahwa indeks panen tertinggi didapat pada perlakuan S4 yaitu sebesar 96,83, sedangkan indeks panen terendah terdapat pada perlakuan S5 yaitu sebesar 69,18.

Pembahasan

Dari hasil sidik ragam yang diperoleh, pengaruh pupuk cair berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman 21 – 36 HST, luas daun, bobot biomassa per tanaman sampel, jumlah klorofil daun, bobot jual segar pertanaman sampel.

Pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini diduga disebabkan oleh kurangnya unsur hara makro yang terdapat di dalam pupuk anorganik cair, sedangkan unsur hara makro merupakan unsur yang

dibutuhkan dalam jumlah yang besar dan berperan penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Sesuai dengan pendapat Hakim, dkk (1986) yang menyatakan bahwa unsur hara makro relatif lebih banyak digunakan/dibutuhkan. Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit. Jadi tidak bisa hanya mengandalkan unsur hara mikro saja untuk mendorong pertumbuhan dan produksi tanaman tetapi harus juga diperhatikan pemberian pupuk unsur hara makro dengan dosis yang tepat.

Pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun, jumlah klorofil daun diduga akibat suhu yang tinggi pada saat penelitian berlangsung sehingga pertumbuhan tanaman sawi tidak berlangsung sempurna. Data suhu udara harian dapat dilihat pada Lampiran 24. Hal ini dapat mempengaruhi sifat fenotip tanaman yang tidak memerlukan suhu yang tinggi pada proses pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyono (2003) yang mengungkapkan bahwa suhu udara yang tinggi lebih dari 21 0C dapat menyebabkan tanaman sawi hijau tidak dapat tumbuh dengan sempurna.

Pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap bobot biomassa dan bobot jual segar per tanaman sampel. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh kemasaman tanah yang tinggi. Menurut Cahyono (2003) kondisi tanah yang terlalu masam menyebabkan beberapa unsur hara seperti Mg, B dan Mo menjadi tidak tersedia dan beberapa unsur hara seperti Fe, Al dan Mn dapat menjadi racun bagi tanaman. Sehingga dengan demikian bila sawi ditanam dengan kondisi yang terlalu masam, tanaman akan menderita penyakit klorosis dengan menunjukkan gejala daun berbintik-bintik kuning dan urat-urat daun berwarna perunggu dan daun berukuran kecil dan bagian tepi daun berkerut.

Pengaruh pupuk cair terhadap perhitungan indeks panen berpengaruh tidak nyata menurut analisa statistik. Hal ini diduga disebabkan banyaknya bagian tanaman yang rusak akibat faktor curah hujan yang rendah dan suhu yang tinggi. Suhu udara yang tinggi melebihi dari batasan maksimal yang dikehendaki tanaman, dapat mengakibatkan proses pertumbuhan tanaman tidak berjalan sempurna bahkan dapat mengakibatkan proses absorbsi juga berkurang, sedangkan proses respirasi meningkat lebih besar. Akibatnya produksi pati hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk energi respirasi daripada untuk pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyono (2003) yang menyatakan pada suhu udara yang tinggi tanaman sawi hijau pertumbuhannya tidak subur, tanaman kurus dan kualitas daun juga rendah.

Penggunaan pupuk cair berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter diduga disebabkan karena pengaruh suhu udara yang tinggi sehingga stomata pada daun menutup dan pupuk cair yang diberikan tidak dapat terserap kedalam daun. Hal ini didukung oleh pernyataan Novizan (2007) yang menyatakan bahwa stomata berfungsi untuk mengatur penguapan air dari tanaman sehingga aliran air dari akar dapat sampai ke daun. Saat suhu udara terlalu panas, stomata akan menutup sehingga tanaman tidak akan mengalami kekeringan. Selain itu penyemprotan pada saat suhu tinggi, sangat tidak disarankan melakukan penyemprotan pupuk daun, karena akan menyebabkan kerusakan pada daun. Sesuai dengan pendapat Novizan (2007) yang menyatakan bahwa tidak disarankan menyemprot pupuk daun pada saat suhu udara sedang panas karena

konsentrasi larutan pupuk yang sampai ke daun cepat meningkat sehingga daun cepat meningkat sehingga daun dapat terbakar.

Dokumen terkait