• Tidak ada hasil yang ditemukan

tikus dan contoh perhitungan 24 12 Aktivitas antioksidan SOD hati tikus

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penyimpanan terhadap Kondis

Sampel Hati

Sampel hati yang digunakan telah mengalami penyimpanan selama 12 bulan di dalam freezer. Dalam penyimpanan sampel menjadi rawan terhadap kerusakan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pengujian yang dapat menunjukkan apakah sampel masih dalam kondisi baik atau tidak. Jika sampel masih dalam keadaan baik maka enzim SOD dalam sampel hati yang mengalami penyimpanan akan tetap memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Pengujian dilakukan dengan membandingkan aktivitas enzim SOD dari sampel hati yang telah mengalami penyimpanan (diwakili oleh sampel hati tikus kelompok perlakuan normal) dengan sampel hati segar yang diperoleh dari tikus berumur 6,5 bulan (sama dengan usia tikus yang dipergunakan sebagai hewan percobaan dan tidak mengalami penyimpanan sebelum diukur aktivitas antipksidan SODnya). Aktivitas antioksidan SOD ditentukan dengan mengukur daya hambat yang diberikan ekstrak hati pada proses autooksidasi pirogalol. Aktivitas antioksidan SOD dinyatakan dalam bentuk persen hambatan proses autooksidasi pirogalol.

Dari hasil pengukuran didapatkan daya hambat untuk sampel hati kelompok perlakuan normal adalah sebesar 47.96±12.37% dan sampel hati segar sebesar 22.98±7.93% (Gambar 4). Daya hambat yang diberikan oleh kedua kelompok sampel berbeda nyata secara statistik (p<0.05). Walaupun berbeda nyata, tetapi sampel hati dapat dikatakan masih dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat terlihat dari persentase hambatan yang diberikan oleh sampel hati kelompok perlakuan normal yang dua kali lebih besar dibandingkan dengan sampel hati segar. Besarnya persentase hambatan yang

9

diberikan menunjukkan bahwa SOD dalam sampel hati yang telah disimpan selama 12 bulan masih dalam kondisi baik dan masih dapat menjalankan fungsinya sebagai enzim antioksidan.

Lebih tingginya daya hambat dari sampel hati perlakuan normal disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan tikus. Tikus yang digunakan sebagai pembanding tidak mengalami penyekokan dan hanya mengalami pengambilan darah sebanyak satu kali sehingga stres akibat perlakuan yang diterima oleh kedua kelompok tikus ini berbeda. Stres akibat perlakuan dapat memicu terjadinya stres oksidatif pada tikus. Menurut Ellah et al. (2008) stres oksidatif pada tikus dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas enzim SOD pada hati tikus.

Gambar 4 Aktivitas antioksidan SOD pada sampel hati tikus yang telah mengalami penyimpanan dan yang tidak mengalami penyimpanan

Pengaruh Pakan Kolesterol terhadap Aktivitas SOD

Sampel hati yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tikus yang berasal dari penelitian Mustika (2010). Tikus ini didesain untuk penelitian mengenai potensi ekstrak mahoni sebagai pencegah hiperkolesterolemia, sehingga dalam tahapan perlakuannya semua tikus, kecuali kelompok normal, mendapat asupan kolesterol dalam dietnya. Rata-rata aktivitas antioksidan SOD hati tikus untuk kelompok normal (47.96±12.37%) dan kelompok hiperkolesterolemia (44.22±13.68%) tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05) (Gambar 5).

Fki et al. (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi hiperkolesterolemia dapat mengurangi

antioksidan di dalam tubuh dan juga mengurangi aktivitas dari enzim SOD dan katalase hingga 24% jika dibandingkan dengan kelompok normal pada penelitiannya. Rata-rata konsentrasi kolesterol darah minggu ke-0 dan ke-8 untuk kelompok normal adalah sebesar 63.77±6.76 mg/dL dan 76.49±8.23 mg/dL dan untuk kelompok hiperkolesterolemia sebesar 63.26 ±7.33 mg/dL dan 95.34±15.24 mg/dL (Mustika 2010). Konsentrasi kolesterol tikus kelompok normal antara minggu ke-0 dan minggu ke -8 tidak berbeda nyata sedangkan konsentrasi kolesterol tikus kelompok hiperkolesterolemia pada minggu ke-8 mengalami kenaikan sebesar 52.27% dibanding konsentrasi kolesterolnya pada minggu ke-0. Jika dilihat dari persentase kenaikan konsentrasi kolesterol pada kelompok hiperkolesterolemia maka dapat dikatakan bahwa tikus pada kelompok tersebut telah mengalami hiperkolesterolemia. Namun nilai rata-rata konsentrasi kolesterol pada kedua kelompok perlakuan masih termasuk normal karena kolesterol darah tikus dikatakan hiperkolesterolemia saat konsentrasinya lebih dari 130 mg/dL (Malole & Pramono 1989). Zhao dan Wright (2010) melaporkan bahwa kolesterol akan menyebabkan stres oksidatif saat telah terjadi kondisi hiperkolesterolemia karena pada saat kondisi hiperkolesterolemia akan terjadi peningkatan pembuangan kolesterol dari dalam tubuh. Artinya pada penelitian ini tidak terjadi peningkatan pembuangan kolesterol dari dalam tubuh tikus sehingga tidak terjadi keadaan stres oksidatif yang dapat mempengaruhi konsentrasi SOD pada hati tikus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil dengan hasil penelitian dari Fki et al. (2005)

Gambar 5 Aktivitas antioksidan SOD hati tikus pada kelompok pemberian pakan normal dan pakan kolesterol. 0 10 20 30 40 50 60 70 Sampel yang tidak mengalami penyimpanan Sampel yang mengalami penyimpanan P e rs e n ta se H a m b a ta n (% ) 0 10 20 30 40 50 60 70 Normal HK P e rs e n ta se H a m b a ta n (% )

10

Pengaruh Pemberian Ekstrak Mahoni terhadap Aktivitas SOD

Penelitian ini menganalisis aktivitas antioksidan SOD yang terdapat di dalam hati tikus sebagai gambaran pengaruh pemberian ekstrak mahoni terhadap aktivitas antioksidan SOD. Aktivitas antioksidan SOD yang terukur dari kelompok hiperkolesterolemia, kelompok ekstrak 1, dan ekstrak 2 secara berurutan adalah 44.29±13.68%, 43.83±11.77%, dan 40.58±11.99% (Gambar 6). Secara statistik aktivitas antioksidan SOD dari ketiga kelompok ini tidak berbeda nyata. Dalam kata lain kelompok yang menerima asupan ekstrak dalam perlakuannya tidak mengalami peningkatan jumlah SOD dalam tubuhnya.

Jika dilihat konsentrasi lipid peroksida darahnya, lipid peroksida kelompok HK (3.380 nmol/mL) masih lebih tinggi dibandingkan kelompok ekstrak 1 (2.353nmol/mL) dan kelompok ekstrak 2 (2.789 nmol/mL). Peroksidasi lipid kelompok perlakuan ekstrak lebih kecil dibandingkan dengan kelompok HK. Hal ini berarti kinerja ekstrak sebagai antioksidan tetap ada. Namun, berdasarkan konsentrasi lipid peroksida dapat dikatakan bahwa ekstrak kulit kayu mahoni tidak bertindak sebagai antioksidan dengan cara meningkatkan aktivitas antioksidan endogen (SOD) tetapi kemungkinan besar komponen-komponen ekstrak bekerja secara langsung dalam mencegah terjadinya peroksidasi lipid.

Kelompok lovastatin digunakan sebagai kontrol positif dalam mencegah hiperkolesterolemia pada penelitian Mustika (2010). Lovastatin, salah satu senyawa golongan statin, merupakan inhibitor

Gambar 6 Aktivitas antioksidan SOD pada kelompok pemberian ekstrak

HMG-KoA reduktase yaitu salah satu enzim yang berperan dalam proses biosintesis kolesterol.Lovastatin, walaupun secara struktur tidak dapat bereaksi sebagai molekul antioksidan, mampu menghambat rekasi isoprenoid dalam proses aktivasi NADPH oksidase, melalui cara itu lovastatin dapat menghambat pembentukan radikal superoksida sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya peroksidasi lipid oleh radikal bebas (Bokoch & Prossnitz 1992). Aktivitas antioksidan SOD dari kelompok ini, yang ditunjukkan melalui besarnya penghambatan autooksidasi dari pirogalol, adalah sebesar 48.03±6.04%. Besarnya aktivitas dari kelompok ini tidak berbeda nyata dengan aktivitas SOD kelompok normal.

Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian lain yang menunjukkan bahwa lovastatin dapat mempertahankan aktivitas enzim SOD dalam keadaan stres oksidatif. Chen et al. (1997) melaporkan bahwa penggunaan lovastatin pada tikus hiperkolesterolemia dapat menurunkan tingkat peroksidasi lipid dan mempertahankan aktivitas SOD hingga taraf normal (hingga sama dengan aktivitas SOD pada kelompok normal dengan penelitian Chen et al. 1997). Ma et al. (2003) menyatakan bahwa peningkatan peroksidasi lipid dapat menyebabkan penurunan aktivitas enzim SOD.

Ekstrak air kulit mahoni yang dipergunakan diketahui mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan triterpenoid (Ningsih 2010). Flavonoid yang terkandung pada ekstrak termasuk ke dalam kelompok flavon dan flavonol. Ningsih (2010) melaporkan bahwa konsentrasi flavonoid yang terkandung adalah setara dengan 0.0402% (b/b) kuersetin, kuersetin merupakan senyawa golongan flavonol yang paling aktif dan umumnya terdapat pada tanaman.

Senyawa polifenol diketahui memiliki berbagai aktivitas di dalam sistem biologis tubuh, misalnya saja antioksidan, tetapi pengetahuan tentang mekanisme senyawa polifenol di dalam tubuh sebagai antioksidan masih belum diketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan polifenol akan mengalami proses metabolisme ketika masuk ke dalam tubuh, sehingga memungkinkan terjadinya kehilangan kemampuan sebagai antioksidan.

Beberapa aktvitas biologis dari senyawa polifenol di dalam tubuh yang telah diketahui antara lain senyawa polifenol, terutama senyawa flavonoid golongan flavon, memiliki

0 10 20 30 40 50 60 70 HK Lovas E1 E2 P e rs e n ta se h a m b a ta n (% )

11

aktivitas sebagai inhibitor enzim xantin oksidase sehingga dapat mengurangi pembentukan radikal bebas yang dihasilkan oleh xantin oksidase (Hoorn et al. 2002). Senyawa isoflavon, genistein, juga diketahui dapat meningkatkan ekspresi gen dari enzim glutation peroksidase yang menyebabkan meningkatnya pertahanan antioksidan endogen dalam tubuh (Suzuki et al. 2002). Selain itu, kuersetin diketahui dapat menghambat pembentukan radikal bebas karena kemampuannya dalam mengkelat ion logam sehingga dapat mencegah terjadinya pembentukan radikal bebas melalui rekasi Fenton, kuersetin juga diketahui dapat meningkatkan ekspresi gen dari enzim antioksidan terutama kelompok enzim glutation (Moskaug et al. 2004).

Dokumen terkait