• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendistribusian jamur tiram dilakukan ke berbagai tempat baik itu pasar tradisional ataupun moderen. Waktu tempuh dari kumbung jamur ke

tempat-20

tempat penjualan berlangsung 1 - 3 jam, meskipun ada beberapa tempat yang lebih jauh sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dari 3 jam. Waktu yang dirancang untuk menjaga suhu tetap rendah selama jamur ditransportasikan adalah 2.5 jam. Rentang waktu tersebut dipilih berdasarkan waktu tempuh yang umumnya dilakukan oleh para pengumpul.

Komoditas pertanian masih mengalami proses metabolisme setelah panen yaitu respirasi dan transpirasi. Rajarathnam (1983) menyatakan jamur tiram setelah dilakukan pemanenan masih melakukan metabolisme yaitu dengan memanfaatkan cadangan makanan yang ada didalamnya. Jamur segar setelah panen memiliki tingkat aktivitas metabolik yang tinggi yang akan mempercepat penurunan kualitas dan menyebabkan kerusakan. Cahya (2014) dari hasil penelitiannya menunjukkan pada 5 jam pertama jamur segar tanpa pengemasan dan perlakuan yang disimpan pada suhu ruang mengalami laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan jamur tiram dengan kemasan PP dan perlakuan suhu rendah. Jamur yang disimpan pada suhu 20 oC mengalami laju transpirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jamur yang disimpan pada suhu 4 oC dan 12 oC (Rux 2015). Laju respirasi dan transpirasi yang tinggi pada jamur segar setelah pemanenan akan mempercepat penurunan mutu dan terjadinya kerusakan. Oleh karena itu pemberian perlakuan dingin pada awal setelah pemanenan sangat penting dilakukan agar mutu jamur dapat dipertahankan dan kerusakan dapat diperlambat.

Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses metabolisme yaitu suhu. Penurunan suhu dalam waktu 2.5 jam masa transportasi akan berdampak pada kulitas jamur setelah transportasi maupun saat penyimpanan sementara. Suhu ruang penyimpanan yang lebih rendah dari pada suhu lingkungan dapat memperlambat proses metabolisme. Semakin lambat proses metabolisme, semakin lambat pula penurunan kualitas bahan. Menurut Camelo (2004) suhu yang biasa digunakan untuk menyimpan sayur dan buah adalah 15 oC. Suhu kemasan jamur tiram dalam penelitian ini diharapkan lebih rendah dibandingkan dengan suhu lingkungan. Kemasan dingin ini dirancang untuk menurunkan suhu jamur tiram hingga kisaran 15 oC. Penurunan suhu jamur tiram hingga 15 oC didapat dari pengaplikasian ice gel dalam jumlah dan posisi yang telah ditentukan. Jamur tiram yang telah sampai di pasar tradisional maupun moderen akan mengalami masa penyimpanan sementara, yaitu waktu mulai diterimanya jamur tiram oleh penjual hingga berada di tangan konsumen. Penjualan jamur tiram di pasar modern biasanya disimpan pada pendingin terbuka (showcase). Penyimpanan sementara dirancang dengan menyimpan jamur tiram pada refrigerator dengan suhu 15 oC setelah simulasi waktu transportasi dilakukan hingga jamur tiram rusak.

Perancangan Kemasan

Kemasan plastik PP digunakan untuk mengemas jamur tiram per 250 g. Dimensi kemasan jamur yang digunakan sudah umum tersedia di pasar yaitu berukuran 30 cm x 18 cm x 0.3 cm. Perforasi yang digunakan berdiameter 5 mm dengan persentase perforasi sebesar 0.1% dan 0.3% yaitu sebanyak 6 dan 14 lubang. Perhitungan jumlah perforasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Masing-masing lubang perforasi berada di bagian tengah kemasan. Penggunaan perforasi

21 bertujuan untuk meloloskan uap air dan menjaga agar tidak terbentuknya bau yang tidak diinginkan. Fandoz (2006) menyatakan penggunaan plastik non-perforasi menyebabkan O2 semakin berkurang hingga dibawah 2% dan menyebabkan jamur berespirasi secara anaerob. Proses respirasi anaerob menyebabkan terjadinya akumulasi etanol dan acetaldehid dan mengeluarkan bau yang tidak sedap karena adanya patogen anaerob.

Kemasan berbahan karton gelombang dirancang sebagai kemasan sekunder untuk wadah kemasan ritel jamur (250 gram/pak) sebanyak 12 kemasan (3 kg) ditambah 4 buah ice gel. Kemasan karton tersebut dibentuk dengan tipe RSC dengan lapisan lilin dibagian dalam kemasan dan diberi ventilasi berbentuk oblong. Tipe RSC merupakan kemasan distribusi yang paling banyak digunakan karena memiliki bentuk yang sederhana dan ekonomis dalam penggunaan material, bahan yang digunakan minimal tetapi volumenya maksimal (Kusniati 2011). Lapisan lillin berguna untuk menahan daya serap terhadar air sehingga tidak mudah basah. Menurut Rhim (2007), sebuah penghalang uap air atau sifat kedap air dapat diperoleh dengan mengubah wettability dari permukaan kemasan karton dengan menggunakan pelapisan dengan bahan hidrofobik seperti lilin. Hasil perhitungan pada Lampiran 2 didapatkan dimensi karton 47.5 cm x 37.5 cm x 23.7 cm. Dimensi tersebut disesuaikan kembali dengan ukuran kemasan menurut Modularization, Unitization, and Metrication (MUM) sehingga dimensi karton yang dipakai adalah 50 cm x 40 cm x 24 cm dengan efisiensi penggunaan areal palet sebesar 100%.

Ventilasi kemasan karton yang dipilih adalah berbentuk oblong (oval). Jumlah ventilasi oval pada kemasan karton adalah sebanyak 6 lubang dengan masing-masing lubang sebesar 13.87 cm2. Satu lubang berada pada masing-masing sisi bagian lebar yang berfungsi pula sebagai pegangan saat kemasan diangkat, dan dua lubang berada pada masing-masing sisi bagian panjang kemasan. Perhitungan luas kemasan dapat dilihat pada Lampiran 3. Desain kemasan karton dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar kemasan karton yang telah dibentuk dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) (b)

Gambar 8 Kemasan karton (a) tampak luar (b) tampak dalam dengan lapisan lilin bagian dalam kemasan

22

Menentukan Kebutuhan Ice Gel

Ice gel dibutuhkan untuk menurunkan suhu jamur tiram hingga 15 oC dalam rentang waktu 2.5 jam. Kemasan karton berlapis lilin dengan dimensi 50 cm x 40 cm x 24 cm telah dirancang untuk mengaplikasikan ice gel pada jamur tiram. Berdasarkan perancangan tersebut, penentuan kebutuhan ice gel dipengaruhi oleh besarnya beban panas dinding kemasan, ventilasi kemasan, jamur tiram dan respirasi jamur tiram.

Beban panas dari kemasan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konduktivitas panas dan dimensi kemasan. Ice gel dapat menurunkan suhu dalam kemasan menjadi lebih rendah dibandingkan suhu lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu antara lingkungan dan dalam kemasan. Panas dari suhu lingkungan luar akan menembus dinding kemasan dari bagian luar ke dalam. Besarnya panas yang dapat menembus dinding kemasan dipengaruhi oleh konduktivitas panas kemasan. Konduktifitas panas merupakan suatu nilai konstanta dari suatu bahan yang menunjukkan kemampuan untuk mentransfer kalor dan dapat memberikan keterangan ketahanan panas dari suatu benda (Wibowo 2008). Semakin besar konduktivitas panas kemasan, panas yang menembus dinding kemasan pun semakin besar. Konduktivitas panas kemasan karton adalah 0.078 W m-1oC-1.

Pindah panas yang terjadi dari lingkungan luar ke bagian dalam kemasan adalah pindah panas secara konveksi dan konduksi. Panas dari udara luar mengalir secara konveksi ke permukaan dinding bagian luar. Dari permukaan dinding luar hingga permukaan dinding kemasan bagian dalam panas mengalir secara konduksi, sedangkan dari dinding kemasan bagian dalam panas kembali mengalir secara konveksi hingga ke dalam ruang kemasan. Berdasarkan hasil perhitungan panas kemasan karton adalah sebesar 19.64 W

Kemasan karton diberi ventilasi sebesar 1% dari total luas permukaan kemasan. Ventilasi ini akan mengalirkan panas dari lingkungan ke dalam kemasan karena panas mengalir dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Besarnya panas yang masuk melalui ventilasi ditentukan oleh besarnya kecepatan angin pada inlet dan luas ventilasi. Panas ventilasi adalah sebesar 42.61 W.

Beban panas jamur tiram dipengaruhi oleh besarnya nilai panas spesifik (Cp) dan massa jamur tiram. Dengan panas spesfik sebesar 3400 J kg-1 oC-1 (ASHRAE 1999) maka beban panas jamur tiram yang dihasilkan adalah sebesar 14.1 W.

Jamur tiram masih melangsungkan proses metabolisme setelah panen yaitu respirasi. Laju respirasi jamur tiram berdasarkan hasil pengukuran pada suhu ruang menghasilkan CO2 sebesar 707.315 mg kg-1 jam-1. Beban panas yang diperoleh dari adanya proses respirasi dalam bahan dipengaruhi oleh besarnya laju respirasi bahan. Laju respirasi jamur tiram termasuk sangat tinggi sehingga beban panas yang dihasilkan dari respirasi jamur tiram pun cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan, beban respirasi jamur tiram adalah sebesar 6.3 W.

Total beban panas yang harus diserap ice gel adalah sebesar 69.8 W, dimana beban panas paling tinggi dihasilkan dari panas ventilasi kemasan. Kemampuan ice gel sebagai sumber dingin dalam menyerap panas dihitung berdasarkan panas sensibel dan panas laten ice gel. Hasil perhitungan didapat besarnya panas ice gel adalah 32.75 W.

23 Ice gel yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu dalam kemasan didapat dari besarnya panas yang dilepaskan dibagi dengan besarnya panas yang dapat diserap oleh ice gel. Hasil yang didapat adalah 2.52 kg ice gel. Untuk membuat lempengan ice gel repack maka total jumlah ice gel dibagi 4 buah lempeng sesuai dengan letak susunan ice gel, sehingga didapat satu kemasan repack adalah sebesar 0.63 kg ice gel. Nilai beban panas dari masing-masing sumber panas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil perhitungan beban panas Sumber panas Nilai beban panas Dinding kemasan karton 19.64 W

Ventilasi kemasan karton 42.61 W

Jamur tiram 14.1 W

Respirasi jamur tiram 6.3 W

Ice gel 32.75 W

Karakteristik Ice Gel

Ice gel yang dijual di pasar umumnya tersedia dalam dimensi 30 cm x 15 cm x 3 cm dengan berat 1 kg per kemasan. Dalam penelitian ini ice gel dikemas ulang menjadi 0.63 kg per kemasan dengan dimensi 24 cm x 20 cm x 1.3 cm. Ice gel original dan hasil repack dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

Gambar 9 Ice gel (a) original (b) hasil repack

Perubahan fase ice gel hasil re-pack dari fase padat hingga fase cair pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 10.

24

Gambar 10 Grafik pengukuran suhu selama perubahan wujud ice gel dari beku hingga mencair

Gambar 8 memperlihatkan bahwa suhu beku ice gel re-pack adalah -11.3 oC dan mencair pada suhu leleh -0.2 oC. Suhu awal beku ice gel adalah suhu ice gel pada kondisi beku saat mulai diaplikasikan pada jamur dalam kemasan karton. Sedangkan suhu leleh adalah suhu ice gel pada saat mulai mencair hingga mencair keseluruhan. Suhu dibawah -0.2 oC dapat dipertahankan selama 50 menit, setelah itu ice gel pun mencair dan suhunya kembali meningkat. Peningkatan suhu dari -0.2 oC hingga 15 oC berlangsung selama 5 jam.

Ice gel yang digunakan dalam penelitian Nurkusumaprama (2014) adalah ice gel original (tanpa repack) namun memiliki merek yang sama. Dimensi kemasan ice gel tersebut adalah 30 cm x 15 cm x 3 dengan suhu beku -7 oC dan titik leleh pada suhu 0 oC. Suhu beku ice gel re-pack lebih rendah dibandingkan ice gel original dengan suhu leleh yang lebih rendah pula sehingga lebih cepat mencair. Hal ini dikarenakan permukaan ice gel repack yang lebih luas dengan volume yang lebih kecil sehingga mudah mencair. Dengan demikian ice gel re-pack memliki potensi untuk menurunkan suhu jamur lebih cepat.

Singh et al. (2008) mengatakan bentuk ice gel sangat berperan penting dalam pendinginan produk. Ice gel dengan permukaan yang luas dan volume kecil akan mencair lebih cepat tetapi produk akan tetap dingin. Sedangkan ice gel dengan permukaan yang kecil dan volume besar, ice gel bertahan lebih lama, namun produk tidak akan dingin dalam waktu yang lama. Perbandingan karakteristik ice gel yang digunakan dalam penelitian Nurkusumaprama (2014) dengan hasil re-pack dapat dilihat pada Tabel 8.

Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban

Makna kemasan tanpa beban adalah kemasan karton tanpa jamur tiram di dalamnya. Ice gel diletakkan sesuai dengan susunan 1 dan susunan 2, kemudian pengukuran suhu ruang kemasan tanpa beban dilakukan dengan menempatkan thermocouple pada beberapa titik dalam ruang kemasan seperti pada Gambar 5. Sebaran suhu dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 11.

-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 0 500 1000 1500 S uhu ( °C) Waktu (menit)

25 Tabel 8 Perbandingan karateristik ice gel

No Karakteristik Re-pack Non-re-pack a

1 Berat dalam bentuk padat (gram)

630 1095.5

2 Dimensi 24 cm x 20 cm x 1.3 cm 30 cm x 15 cm x 3 cm

3 Suhu awal beku (oC) -11.3 -7

4 Suhu leleh (oC) -0.2 0

5 Waktu hingga ice mencair keseluruhan (menit)

± 20 ± 360

a Sumber: Nurkusumaprama (2014)

Pola yang sama diperlihatkan oleh susunan 1 dan susunan 2, yaitu pada bagian tepi kemasan (T1, T2, T3, T4) menunjukkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah kemasan (T5, T6, T7, T8). Suhu bagian tepi kemasan pada susunan 1 menurun hingga 11.3 oC, sedangkan suhu bagian tengah kemasan menurun hingga 8.6 oC. Kemasan dengan susunan 2 dapat menurunkan suhu bagian tepi kemasan hingga 10.9 oC dan tengah kemasan hingga 5.9 oC. Posisi ice gel dengan susunan 2 dalam kemasan tanpa beban dapat menurunkan suhu lebih rendah dibandingkan susunan 1.

Penurunan suhu dalam kemasan terjadi karena adanya pindah panas secara konveksi. Udara panas dengan massa jenis yang lebih rendah akan bergerak kebagian atas dan digantikan oleh udara dingin dari ice gel yang memiliki massa jenis lebih tinggi. Posisi ice gel susunan 2 dengan dua buah ice gel yang diletakkan di bagian atas mempermudah terjadinya pindah panas secara konveksi sehingga suhu kemasan dengan susunan 2 lebih rendah dibanding susunan 1.

Delele et al. (2013) menyatakan bagian yang terdekat dengan ventilasi kemasan lebih mudah terpengaruh dengan suhu lingkungan dibandingkan dengan bagian tengah kemasan. Hal ini pula dikarenakan suhu pada tepi kemasan masih terpengaruh dengan beban panas dari dinding kemasan yang secara tidak langsung dipengaruhi pula oleh suhu lingkungan.

Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban diperlihatkan oleh Gambar 12. Penurunan suhu hingga titik terendah didapat pada 5 menit pertama dan setelah itu kembali meningkat. Suhu dibawah 15 oC dapat bertahan selama 160 menit pada susunan 2, lebih lama dibandingkan dengan susunan 1 yang hanya dapat bertahan 105 menit.

26

(a)

(b)

Gambar 11 Pola sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dengan posisi ice gel (a) susunan 1 (b) susunan 2

Gambar 12 Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban Aplikasi Ice Gel untuk Jamur Tiram

Ice gel sebanyak 4 buah dengan berat masing-masing 0.63 kg diaplikasikan pada jamur tiram dalam plastik berperforasi dengan masing-masing berat per plastik adalah 0.25 kg sebanyak 12 bungkus (3kg). Pengukuran suhu dilakukan pada bagian batang karena batang adalah bagian yang paling tebal dan diduga akan mengalami penurunan suhu yang lebih lama.

0 5 10 15 20 25 30 0 200 400 600 Su h u ( °C) Waktu (menit) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 0 5 10 15 20 25 30 0 200 400 600 Su h u ( °C) Waktu (menit) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 0 200 400 600 Su h u ( °C) Waktu (menit) Susunan 1 Susunan 2

27 0 10 20 30 40 0 24 48 72 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 40 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 40 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 40 0 24 48 72 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J

Pengukuran suhu jamur dilakukan dengan menggunakan termocouple yang ditempatkan pada beberapa titik yaitu jamur tiram yang berada pada plastik F (atas), J (bawah) dan H (tengah). Posisi peletakkan plastik jamur tiram dalam kemasan karton dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Letak plastik jamur tiram dalam kemasan karton

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 14 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada perlakuan (a) P1G0 selama 72 jam (b) P1G0 selama 2.5 jam

pertama (c) P2G0 selama 72 jam (d) P2G0 selama 2.5 jam pertama

28 0 10 20 30 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 0 24 48 72 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 0 24 48 72 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J

Selama 2.5 jam masa transportasi suhu rata-rata jamur P1G0 pada Gambar 14b mengalami peningkatan dari 27.5 oC hingga 29.5 oC. Peningkatan suhu jamur dikarenakan perlakuan P1G0 tidak mendapatkan perlakuan dingin dari ice gel, sehingga laju respirasi jamur semakin meningkat dan panas yang dihasilkan pun meningkat. Perlakuan P2G0 pada Gambar 14d mengalami pola yang sama dengan perlakuan P1G0 karena sama-sama tidak mendapat perlakuan ice gel. Suhu rata-rata jamur pada perlakuan P2G0 meningkat dalam 2.5 jam dari 28.9 oC – 31.7 oC. Perlakuan P1G1 pada Gambar 15b mengalami penurunan suhu dalam 2.5 jam. Pemberian ice gel pada P1G1 mampu menurunkan suhu jamur rata-rata 28.4

oC – 18.8 oC. Bagian suhu jamur paling rendah berada pada plastik J (bawah) dengan penurunan suhu hingga 16.7 oC. Suhu jamur pada plastik H menurun hingga 18.3 oC dan suhu jamur pada plastik F menurun hingga 21.6 oC. Pola yang sama terjadi pada perlakuan P2G1 pada Gambar 15d, dimana terjadi penurunan suhu jamur dalam 2.5 jam dan suhu terendah berada pada jamur bagian plastik J yaitu 16.1 oC. Suhu jamur pada plastik H menurun hingga 17.1 oC dan suhu jamur pada plastik F menurun hingga 20.5 oC.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 15 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada perlakuan (a) P1G1 selama 72 jam (b) P1G1 selama 2.5 jam pertama (c) P2G1 selama 72 jam (d) P2G1 selama 2.5 jam pertama

Ice gel pada perlakuan P1G1 dan P2G1 diletakkan berdasarkan susunan 1, dimana ice gel menjadi sekat antar jamur. Ice gel mengalami pencairan karena menyerap panas dari udara yang ada di dalam kemasan dan sebagian lagi menyerap panas dari jamur. Ketika panas udara dalam kemasan diserap oleh ice

29 0 10 20 30 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 10 20 30 40 0 24 48 72 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J 0 5 10 15 20 25 30 0 24 48 72 Su h u ( °C) Waktu (jam) F H J

gel, maka proses pindah panas terjadi secara konveksi dan ketika sebagian permukaan ice gel bersentuhan langsung dengan jamur, maka pindah panas terjadi secara konduksi. Udara yang suhunya mulai menurun memiliki massa jenis yang lebih besar dibandingkan suhu udara yang lebih tinggi, sehingga udara dengan suhu yang lebih rendah akan turun ke bagian bawah dan dapat mendinginkan jamur yang berada dibagian bawah. Jamur yang telah mengalami penurunan suhu akan menyerap panas jamur yang berada dibagian atasnya sehingga terjadi pindah panas secara konduksi. Dengan demikian suhu jamur bagian bawah lebih rendah dibandingkan dengan suhu jamur yang berada diatasnya.

(a) (b)

(b) (d)

Gambar 16 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada perlakuan (a) P1G2 selama 72 jam (b) P1G2 2.5 jam pertama (c) P2G2 selama 72 jam (d) P2G2 selama 2.5 jam pertama

Penurunan suhu jamur dalam 2.5 jam terjadi pula pada perlakuan P1G2 pada Gambar 16b dan P2G2 pada Gambar 16d dengan posisi ice gel susunan 2. Suhu jamur pada perlakuan P1G2 menurun hingga 12.2 oC yaitu pada jamur bagian atas (plastik F). Penurunan suhu jamur hingga 17.4 oC terjadi pada jamur di plastik J dan penurunan suhu hingga 21.8 oC terjadi pada jamur di plastik H. Pola yang sama terjadi pada perlakuan P2G2, dimana suhu terendah hingga 11 oC berada pada jamur bagian F. Suhu jamur bagian J dan H masing masing menurun hingga 18.8 oC dan 21.0 oC.

30

Dua kemasan ice gel yang berada di bagian atas jamur bersentuhan langsung dengan jamur tiram. Besarnya luas permukaan ice gel yang bersentuhan dengan jamur mengakibatkan banyaknya jumlah panas dari jamur yang diserap oleh ice gel. Hal ini terlihat dari adanya penurunan suhu jamur hingga dibawah 15 oC pada jamur bagian atas (plastik F). Hal ini serupa dengan hasil pengujian pada kemasan ikan loin filet dengan meletakkan gel pack dibagian atas, dimana suhu paling rendah berada pada ikan bagian atas (Margeirsson et. al 2011). Dua kemasan ice gel lainnya yang berada di bagian terpanjang kemasan akan menyerap panas udara dalam kemasan, sehingga udara dengan suhu yang lebih rendah akan turun ke bawah dan mendinginkan jamur bagian bawah (J). Dengan demikian suhu jamur paling rendah berada pada bagian atas (plastik F), diikuti oleh suhu jamur bagian bawah (plastik J), dan suhu jamur paling tinggi berada di bagian tengah (plastik H).

Laju penurunan suhu jamur pada perlakuan P2G1 lebih cepat dibanding P1G1 dan P2G2 lebih cepat dibanding P1G2. Dalam waktu 15 menit, perlakuan jamur P2G1 pada plastik F dengan suhu awal 28.5 oC menurun hingga 25 oC, sedangkan jamur P1G1 pada plastik F dengan suhu awal 28.6 oC menurun hingga 25.9 oC. Suhu jamur awal P1G2 adalah 28.3 oC dapat menurun hingga 17.9 oC pada menit ke 30. Sedangkan suhu awal P2G2 yang lebih tinggi dari P1G2 yaitu 29.5 oC dapat menurun ke titik yang lebih rendah yaitu 16.9 oC. Hal ini diduga karena adanya pengaruh perforasi. Perforasi yang lebih besar akan mempermudah proses pindah panas antara ice gel dengan jamur, sehingga suhu jamur lebih cepat menurun. Arianto (2013) menyatakan adanya lubang pada plastik memungkinkan udara untuk masuk dan penurunkan suhu dalam plastik.

Gambar 17 Grafik rata-rata suhu jamur seluruh perlakuan

Hasil rata-rata pengukuran suhu jamur terlihat pada Gambar 17. Pada 2.5 jam pertama, suhu paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan P2G2 pada suhu 16.9 oC. Setelah itu diikuti oleh perlakuan P1G2 pada suhu 17.1 oC, P2G1 pada suhu 17.9 oC dan P1G1 pada suhu 18.8oC.

Hasil pengukuran suhu pada seluruh perlakuan menunjukkan bahwa suhu jamur tiram tidak tercapai hingga 15 oC dalam waktu 2.5 jam. Suhu dingin masih terakumulasi pada jamur tiram dibagian tertentu saja, seperti suhu dingin pada perlakuan P1G2 dan P2G2 yang masih terakumulasi pada jamur bagian atas (plastik F). Penurunan suhu dalam 2.5 jam menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada kualitas jamur setelah transportasi dan penyimpanan sementara.

0 10 20 30 40 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Su h u ( °C) Waktu (jam) P1G0 P2G0 P1G1 P2G1 P1G2 P2G2

31 0 2 4 6 8 10 0 24 48 72 Su su st B o b o t (%) Waktu (jam) P1G0 P1G1 P1G2 P2G0 P2G1 P2G2 Susut Bobot

Salah satu faktor yang mengindikasikan adanya penurunan mutu bahan adalah susut bobot. Grafik perubahahan susut bobot dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan hasil penelitian, persentase susut bobot meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan. Setelah 2.5 jam waktu transportasi, persentase susut bobot pada berbagai perlakuan berkisar antara 0.72% - 1.91%. Persentase susut bobot terus meningkat hingga akhir penyimpanan pada jam ke-72 yaitu berkisar antara 4.54 % - 8.19 %. Persentase susut bobot terendah terjadi pada perlakuan P1G2, sedangkan persentase tertinggi terjadi pada perlakuan P1G0.

Peningkatan susut bobot erat kaitannya dengan kondisi suhu penyimpanan. Perlakuan P1G0 dan P2G0 tidak diberi ice gel sehingga suhu jamur dalam kemasan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu jamur pada ke-empat perlakuan lainnya yang diberi ice gel (P1G1, P1G2, P2G1, P2G2). Persentase susut bobot pada perlakuan yang tidak diberi ice gel lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang diberi ice gel. Dengan demikian pada suhu jamur yang lebih tinggi, persentase susut bobot lebih besar dibandingkan pada jamur tiram pada suhu rendah. Cahya (2014) meyatakan jamur tiram dalam kemasan PP yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang lebih cepat dibandingkan dengan jamur tiram yang disimpan pada suhu rendah.

Hasil sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pemberian ice gel berpengaruh secara nyata terhadap perubahan susut bobot pada 2.5 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Hasil uji lanjut pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa jamur yang diberi ice gel berbeda nyata dengan jamur yang tidak diberi ice gel. Sementara empat perlakuan yang diberi ice gel tidak berbeda nyata.

Kondisi suhu penyimpanan akan berpengaruh pada proses metabolisme yaitu respirasi dan transpirasi. Suhu yang tinggi akan menyebabkan laju respirasi dan transpirasi yang semakin cepat. Substrat dalam jamur tiram akan semakin

Dokumen terkait