• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Umum Lokasi

Balai Penelitian Tanaman Hias merupakan unit pelaksana teknis bidang penelitian dan pengembangan tanaman hias, di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian. Balai penelitian tanaman hias teletak di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan memiliki luas wilayah ± 106 060 m2. Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) terletak pada ketinggian ± 1 100 m dpl. Balithi yang terletak di Kabupaten Cianjur terdapat di dua lokasi, yaitu Kebun percobaan (KP) Segunung dan KP Cipanas. KP Segunung terletak di 06°.45.20 LS dan 107°.02.53 BT, sedangkan KP Cipanas terletak di 06°.43.58 LS dan 107°.02.17 BT.

Temperatur rata-rata di daerah Pacet, pada bulan Maret 2012 yaitu 20.7 °C dan pada bulan April 2012 yaitu 20.9 °C. Curah hujan pada bulan Maret 2012 di daerah pacet sebesar 216.0 mm dan pada bulan April 2012 yaitu 479.0 mm. Data tersebut diperoleh dari Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor.

Gambaran Umum Tanaman Mawar dan Krisan di Balithi

Tanaman mawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia berasal dari 2 sumber, yaitu mawar lokal dan mawar introduksi/impor. Balithi berupaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap mawar impor, sehingga dilaku- kan pemuliaan tanaman mawar untuk menghasilkan varietas unggul yang di eksplan dari mawar introduksi. Tanaman mawar di Balithi ditanam pada lokasi yang sama tanpa memisahkan blok tanaman berdasarkan sumber maupun varietas- nya. Varietas tanaman mawar yang terdapat di Balithi secara garis besar dibeda- kan menjadi 2, yaitu hasil kultur in-vitro dari Prince Meilandina dan Romantica Meilandina yang merupakan tanaman introduksi dan diperkirakan telah cukup la- ma dibudidayakan di Indonesia (varietas Rosmarun, Yulikara, dan Rosanda) dan varietas Nasional rakitan Balithi (Putri, Talita, Valeri, dan Clarisa) yang dijadikan sebagai tanaman indukan. Kegiatan budidaya tanaman mawar di Balithi meliputi:

pengolahan media tanam, penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pe- nyiraman, pemangkasan, serta pengendalian hama dan penyakit.

Tanah untuk lahan mawar diolah sedalam ± 30 cm dengan jarak tanam (20 x 30) cm. Perbanyakan tanaman mawar dilakukan dengan teknik okulasi atau stek. Pemupukan yang diaplikasikan terdiri atas pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk kandang, kompos bambu, dan sekam mentah dengan perbandingan 2:1:1. Pupuk susulan diberikan 2 minggu sekali, yaitu berupa pupuk kandang. Penyiraman tanaman mawar dilakukan sekali dalam sehari atau tergantung kondisi cuaca dan lingkungan. Kegiatan pemangkasan yang dilakukan terdiri dari 3 jenis, yaitu pemangkasan ringan, sedang, dan berat.

Pemangkasan ringan (30%) dilakukan dengan membuang tunas kecil dari tanaman mawar. Pemangkasan sedang (50%) dilakukan dengan memangkas cabang-cabang atau pucuk. Pemangkasan ringan dan sedang ini bertujuan untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru yang produktif. Pemangkasan berat (75 sampai 80%) dilakukan pada batang yang sudah tua dengan memotong batang sampai 20 cm dari atas tanah untuk meremajakan kembali tanaman dan mem- buang bagian tanaman yang terserang penyakit dan sulit ditanggulangi dengan pestisida.

Tanaman krisan yang dibudidayakan di Balithi memiliki beberapa varietas, yaitu Puspita Nusantara, Puspita Kencana, Sakulanta, Dewi Ratih, Fuji, dan Snow

White. Varietas krisan yang diamati pada penelitian ini hanya varietas Snow

White. Budidaya tanaman krisan yang dilakukan di Balithi yaitu, pembibitan,

pengolahan media tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengendalian hama penyakit. Teknik pembibitan dilakukan di bak pembibitan dan penyemaian kultur jaringan. Jarak tanam indukan atau perbanyakan dengan kultur jaringan yaitu ± (2x3) cm. Bak yang digunakan untuk pembibitan memilliki ketebalan ± 7 sampai 10 cm (populasi bibit dalam 1 bak ± 62 tanaman). Bibit yang berasal dari kultur jaringan dapat dipindahkan ke lapangan pada 3 sampai 4 minggu setelah tanam, sedangkan bibit yang berasal dari stek pucuk pada 10 sampai 11 hari setelah tanam sudah dapat dipindahkan ke lapangan.

Pupuk yang diberikan pada tanaman krisan terdiri dari pupuk dasar (mini- mal diaplikasikan 3 hari sebelum tanam) dan pupuk lanjutan (diaplikasikan 1

bulan sekali). Pupuk lanjutan yang digunakan adalah pupuk urea 1.5 g/m2 dan KNO3 6 g/m2. Pemupukan lanjutan terakhir dilakukan pada saat tanaman berumur 8 minggu dengan menggunakan urea 1.5 g/m2, KNO3 6 g/m2, dan SP 36 sebanyak 6 g/m2. Penanaman krisan dilakukan dengan membuat jarak tanam terlebih dahulu sekitar (10 x 80) cm. Pemberian Furadan 3G dilakukan pada tiap lubang tanam sebanyak 5 sampai 10 butir/lubang untuk mencegah organisme pengganggu tanaman. Pemeliharaan tanaman krisan, meliputi pemberian jaring penegak tanaman, penyiraman, dan pemberian hari panjang. Faktor kelembaban perlu diperhatikan pada tanaman krisan, karena tanaman ini tidak tahan terhadap kekeringan. Penyiraman dilakukan sehari sekali atau melihat kondisi lingkungan pertanaman. Pemberian hari panjang sudah dimulai pada awal penanaman di la- pangan sampai tanaman mencapai tinggi standar untuk bunga potong yaitu 50 sampai 55 cm.

Pengamatan Populasi Trips

Kelimpahan populasi trips berdasarkan 8 kali pengamatan rata-rata lebih tinggi pada tanaman krisan daripada tanaman mawar, terutama pada tanggal 22 Maret 2012, 10 April 2012 dan 13 April 2012 (Tabel 1). Populasi trips yang berbeda nyata terjadi pada tanggal 10 April 2012, karena sehari sebelum peng- amatan terjadi hujan lebat dan pada tanggal 13 April terjadi hujan pada saat peng- amatan. Curah hujan dapat mempengaruhi populasi trips, karena dapat membu- nuh larva dan menekan penyebaran trips (Lewis 1973). Hujan tidak mempe- ngaruhi populasi trips pada tanaman krisan. Kondisi pertanaman krisan di dalam rumah lindung yang tertutup dan tanaman mawar di rumah lindung yang terbuka diduga menjadi sebabnya (Gambar 2).

Pada saat penelitian ini, tanaman mawar di KP Segunung digunakan untuk penelitian oleh Pemulia tanaman mawar. Pertanaman mawar di KP Segunung tidak terawat lagi ketika memasuki bulan April, karena lahan tersebut sudah tidak digunakan untuk penelitian. Pengambilan sampel trips pada 2 pengamatan terakhir dilakukan di KP Cipanas, karena banyak bunga mawar yang layu dan busuk, serta banyak gulma pada pertanaman mawar di KP Segunung. Kondisi

tersebut mempengaruhi ketersediaan inang dan makanan bagi trips, karena trips biasanya makan di bagian dalam kuncup bunga atau daun yang baru berkembang (Mound dan Kibby 1998).

Gambar 2 Kondisi rumah lindung pertanaman krisan di KP Segunung Balithi

Gambar 3 Kondisi pertanaman mawar di KP Segunung Balithi pada (a) awal Maret 2012 dan (b) pertengahan April 2012

Populasi trips di tanaman mawar dan krisan pada tanggal 16 April dan 19 April tidak berbeda nyata. Populasi trips pada tanaman mawar di KP Segunung lebih sedikit daripada populasi trips di KP Cipanas. Hal ini diduga karena penga- ruh pemberian pupuk susulan, berupa pupuk kandang setiap 2 minggu sekali pada tanaman mawar di KP Cipanas. Berdasarkan laporan Cloyd (2010) kondisi lahan yang mengandung nitrogen lebih banyak akan lebih disukai trips, karena mengan- dung banyak asam amino dan protein yang sangat dibutuhkan bagi trips betina. Produksi telur trips akan meningkat setelah trips betina dewasa makan tanaman yang mengandung banyak asam amino.

b a

Tindakan pemanenan juga dapat mempengaruhi populasi trips di lapangan. Bunga mawar yang terdapat di Balithi tidak dipanen, karena tanaman mawar ter- sebut dibudidayakan sebagai hasil penelitian dan pemuliaan. Bunga krisan aktif diproduksi terutama saat ada permintaan dari suatu perusahaan atau menjelang hari besar, seperti memperingati kemerdekaan Indonesia dan hari kasih sayang. Tanaman krisan dipanen seminggu sekali atau lebih sesuai dengan permintaan pa- sar.

Populasi trips pada tanaman krisan menurun pada tanggal 5 April (Tabel 1). Hal tersebut dipengaruhi oleh kegiatan panen pada pengamatan sebelumnya dan aplikasi pestisida. Populasi trips mengalami penurunan dikarenakan banyak bunga yang telah dipanen, sehingga habitat dan makanan trips berkurang. Penga- ruh pemanenan juga terlihat pada 3 pengamatan terakhir (13 April, 16April, dan 19 April). Pengendalian hama yang dilakukan pada tanaman mawar dan krisan hanya pengendalian kimiawi menggunakan insektisida. Insektisida dengan bahan aktif yang sama secara rutin diaplikasikan seminggu sekali pada tanaman mawar dan krisan. Tanaman krisan yang akan dipanen tidak jarang diaplikasikan insekti- sida 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Hal ini dapat menyebabkan hama trips re- sisten terhadap insektisida yang diaplikasikan.

Gambar 4 Gejala serangan trips ketika mawar masih kuncup, berupa bercak kecokelatan dan mahkota bunga yang menggulung saat mekar

Bunga mawar yang terserang trips di lapangan sebagian besar adalah bu- nga yang berwarna putih. Hal ini juga terlihat jelas pada populasi trips krisan

yang memiliki rata-rata populasi trips lebih tinggi, dengan bunga yang diamati se- luruhnya berwarna putih (Gambar 5). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang di- lakukan Siagian (2012) pada uji perangkap likat, trips lebih banyak terperangkap pada perangkap berwarna putih. Menurut Chu et al. (2006), warna biru dan putih lebih disukai F. intonsa dibandingkan dengan warna kuning.

Gambar 5 Bunga krisan di Balithi: (a) Trips pada bunga krisan, (b) gejala serangan trips pada bunga krisan

Cendawan Entomophthorales pada Trips

Eksplorasi cendawan Entomophthorales pada trips diamati dari 240 prepa- rat (2400 trips) yang terdiri dari: 120 preparat trips pada tanaman mawar dan 120 preparat trips lainnya pada tanaman krisan. Pengamatan cendawan yang meng- infeksi trips dibagi menjadi 6 kategori menurut klasifikasi yang dilaporkan Steinkraus et al. (1995), yaitu, secondary conidia (konidia sekunder), hyphal

bodies (badan hifa), primary conidia (konidia primer) dan conidiophore, resting

spores (spora istirahat), dan kategori saprophytic fungi (cendawan saprofit) serta

serangga sehat. Berdasarkan pengamatan preparat sampel trips pada kedua jenis tanaman tersebut, fase cendawan yang ditemukan adalah secondary conidia,

hyphal bodies, dan primary conidia.

Cendawan Entomophthorales yang banyak menginfeksi arthropoda kecil, terutama tungau, Collembola, trips, dan kutu daun adalah genus Neozygites (Ento- mophthorales: Neozygitaceae) (Keller 1997). Spesies cendawan Neozygites,

menginfeksi trips (Butt et al. 2001). Penelitian yang dilakukan Montserrat et al. (1997) pada pertanaman mentimun di Spanyol, menemukan bangkai trips yang terinfeksi cendawan N. parvispora akan tetap berada pada daun dan dapat diamati dari adanya debu keputihan pada permukaan tubuh trips. Berdasarkan hasil peng- amatan, trips yang sehat tidak terdapat fase cendawan yang menginfeksi tubuhnya (Gambar 6).

Gambar 6 Trips sehat pada pengamatan

Hyphal bodies (badan hifa) merupakan fase cendawan Entomophthorales

yang paling banyak ditemukan pada sampel trips yang terinfeksi. Bentuk hyphal

bodies menjadi ciri penting dalam menggolongkan cendawan Entomophthorales.

(Keller 1997). Hyphal bodies yang ditemukan pada trips berbentuk bulat (Gam- bar 7) dan batang (Gambar 8).

Gambar 8 Hyphal bodies berbentuk batang pada abdomen trips

Identifikasi tipe dan bentuk kondia sekunder pada cendawan ordo Ento- mophthorales merupakan kriteria yang penting untuk mengklasifikasikan genus cendawan. Ada 2 tipe konidia sekunder yang biasanya terbentuk dari cendawan

Neozygites, yaitu tipe Ia dan tipe II. Hasil pengamatan terhadap konidia sekunder

yang menginfeksi trips di tanaman mawar dan krisan menunjukkan ciri konidia sekuder tipe II atau kapillikonidia (Gambar 9).

Gambar 9 Infeksi konidia sekunder pada beberapa bagian tubuh trips: (a) tungkai, (b) abdomen, (c) antena, (d) toraks, dan (e) sayap.

d

a c

e b

Konidia sekunder dihasilkan satu-persatu dari tabung kapiler langsing yang muncul dari konidia primer, dan kapilikonidia dilepaskan secara pasif (Keller 1997).

Konidia primer ditemukan pada beberapa trips yang diamati. Konidia pri- mer berbentuk menyerupai pir dengan papila memotong pada satu sisinya (Gam- bar 10). Konidia primer terbentuk secara aktif dari bagian ujung konidiofor. Konidia primer (primary conidia) yang dihasilkan pada konidiofor yang tidak ber-

Gambar 10 Konidia primer yang menginfeksi beberapa trips

cabang mengandung dua atau lebih nukleus, sedangkan yang dihasilkan oleh konidiofor bercabang mendandung satu nukleus (Keller 1997).

Pengamatan stadia cendawan pada sampel trips di tanaman mawar maupun krisan tidak menemukan adanya resting spores (Spora istirahat). Hal ini dikarena- kan stadia resting spores merupakan struktur bertahan yang dimiliki cendawan Entomophthorales saat tidak ada inang atau lingkungan yang ekstrim, seperti ke- keringan atau musim dingin. Resting spores memiliki struktur dinding yang tebal untuk beradaptasi dan bertahan pada kondisi yang tidak menguntungkan. Resting

spores dibentuk dari hyphal bodies (azygospores) atau konjugasi dari 2 hyphal

bodies (zygospores). Resting spores yang ditemukan pada cendawan genus

Neozygites berwarna coklat gelap hampir hitam, berbentuk bulat atau elips (Keller

2007). Trips yang terinfeksi cendawan saprofitik juga tidak ditemukan pada pe- ngamatan, hal ini karena trips yang diambil dari lapangan merupakan trips yang masih hidup dan belum terlihat adanya hifa cendawan saprofit pada tubuh trips.

Tabel 1 Kelimpahan populasi trips pada tanaman mawar dan krisan di Balai Tanaman Hias Kabupaten Cianjur (jumlah trips/30 bunga) Jenis

tanaman

Waktu Pengamatan a

15/03/2012 19/03/2012 22/03/2012 5/04/2012 10/04/2012 13/04/2012 16/04/2012 19/04/2012 Mawar 96.3 ± 49.9a 100 ± 33.1a 95.3 ± 15.9a 129.0 ± 27.0a 111.7 ± 22.7a 119.67 ± 6.43a 144.3 ±37.3a 132 ± 40.7a Krisan 56.7 ± 13.3a 100.7 ± 20.5a 200.7 ± 39.7a 186.3 ± 21.6a 302.0 ± 16.5b 263.0 ± 41.9 b 190.0 ±62.6a 191.0 ± 40.6a

P-Value 0.315 0.978 0.051 0.064 0.001 0.028 0.357 0.174

a

Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Tabel 2 Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales padatrips di tanaman mawar dan krisan di Balai Tanaman Hias Kabupaten Cianjur (%) Jenis

tanaman

Waktu Pengamatan a

15/03/2012 19/03/2012 22/03/2012 05/04/2012 10/04/2012 13/04/2012 16/04/2012 19/04/2012 Mawar 5.4 ± 4.1a 5.3 ± 4.2a 14.5 ± 7.5a 21.3 ± 7.0a 11.3 ± 6.4a 48.7 ± 23.2a 64.0 ± 2.0a 60.0 ± 9.2a

Krisan 44.7 ± 11.4b 59.3 ± 11.7b 51.3 ± 3.1b 46.0 ± 5.3b 36.7 ± 21.9a 24.0 ± 10.0a 31.3 ± 5.03b 40.0 ± 3.5b

P-Value 0.006 0.002 0.001 0.008 0.127 0.166 0.000 0.024

a

Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Infeksi Cendawan Entomophtorales pada Trips di Tanaman Mawar dan Krisan

Infeksi cendawan Entomophthorales ditemukan pada trips di tanaman ma- war dan krisan di Balithi. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat infeksi cenda- wan Entomophthorales pada trips berbeda nyata pada 6 pengamatan, yaitu pada pengamatan 15 Maret, 19 Maret, 22 Maret, 5 April, 16 April, dan 19 April. Ke- limpahan populasi trips berbeda nyata terjadi antara tanaman mawar dan krisan pada tanggal 10 April dan 13 April (Tabel 1). Hal sebaliknya, tingkat infeksi cen- dawan Entomphthorales tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada tanggal tersebut (Tabel 2).

Rata-rata infeksi cendawan pada 10 April lebih rendah dibandingkan in- feksi pada pengamatan sebelumnya. Hujan deras sehari sebelum pengamatan di- duga mempengaruhi tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada trips di ta- naman mawar, namun belum dapat ditentukan faktor yang menyebabkan menu- runnya infeksi cendawan Entomophthorales pada trips di tanaman krisan pada tanggal tersebut. Menurut Steinkraus et al. (1995), curah hujan juga dapat mem- pengaruhi infeksi cendawan Entomophthorales. Hujan deras dapat menyebabkan tersapunya hama dan cendawan yang terdapat pada hama. Aplikasi insektisida di tanaman krisan pada 2 hari sebelum pengamatan ke-6 (13 April), juga ber- pengaruh terhadap berkurangnya tingkat infeksi cendawan Entomophthorales.

Stadia cendawan Entomophthorales yang banyak menginfeksi trips adalah

hyphal bodies. Rata-rata trips pada tanaman mawar yang terinfeksi hyphal bodies

selama 8 kali pengamatan yaitu, 24.06%. Rata-rata hyphal bodies yang meng- infeksi trips pada tanaman krisan lebih tinggi daripada trips di mawar, yaitu 40.42%. Pada Gambar 11a dan 11b terlihat proporsi fase cendawan yang meng- infeksi trips di tanaman mawar dan krisan. Proporsi fase cendawan Ento- mophthorales pada trips di kedua tanaman tersebut terlihat berfluktuasi. Persen- tase hyphal bodies tertinggi yang menginfeksi trips di tanaman mawar terjadi pada tanggal 16 April 2012 sebesar 60.67% dan terendah pada tanggal 19 Maret 2012 sebesar 3.33% (Gambar 11a). Persentase hyphal bodies tertinggi pada trips di tanaman krisan, terjadi pada tanggal 19 Maret 2012 sebesar 58.67% dan terendah pada tanggal 13 April 2012 sebesar 24% (Gambar 11b).

Persentase infeksi konidia sekunder yang menginfeksi trips lebih tinggi da- ripada infeksi konidia primer. Rata-rata konidia sekunder yang menginfeksi trips di bunga mawar lebih besar daripada konidia sekunder yang menginfeksi trips di bunga krisan. Hal tersebut terlihat pada gambar 11a, dimana persentase rata-rata kondia sekunder yang menginfeksi trips di bunga mawar sebesar 4.60%, sedang- kan pada trips di bunga krisan sebesar 1.08%. Persentase konidia sekunder pada trips di bunga mawar tertinggi terdapat pada tanggal 5 April 2012, yaitu sebesar 8.00% dan terendah pada tanggal 15 Maret 2012, dimana tidak ada konidia sekunder yang ditemukan menginfeksi sampel trips. Persentase konidia sekunder tertinggi pada trips di bunga krisan pada tanggal 5 April 2012, yaitu sebesar 2% dan terendah pada tanggal 13 April 2012, dimana tidak ada konidia sekunder yang menginfeksi trips pada tanaman krisan (Gambar 11b).

Konidia primer yang ditemukan pada trips di bunga mawar terdapat pada 4 pengamatan, yaitu pada 5 April, 10 April, 13 April, dan 19 April. Persentase in- feksi konidia primer pada trips di bunga mawar tertinggi, yaitu pada tanggal 13 April 2012 sebesar 3.33%. Fase konidia primer yang ditemukan pada trips di bunga krisan hanya pada 3 pengamatan, yaitu pada 5 April, 10 April, dan 16 April. Persentase infeksi konidia primer pada 3 pengamatan tersebut sama, yaitu 0.67%. Tingkat infeksi konidia sekunder dan konidia primer dari cendawan Ento- mophthorales sebelumnya juga telah dilaporkan Siagian (2012), tetapi dengan rata-rata persentase infeksi yang lebih rendah, yaitu kurang dari 2.8%.

Gambar 11 Proporsi fase cendawan yang menginfeksi trips pada tanaman (a) mawar dan (b) krisan di Balai Penelitian Tanaman Hias Kabu- paten Cianjur 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P ropor si fa se c enda wa n (% ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P ropor si fa se c enda wa n (% ) Waktu Pengamatan Sehat Cendawan Saprofitik Spora Istirahat Hyphal bodies Konidia Sekunder Konidia Primer b a

Cendawan Entomophthorales pada Kutudaun

Pengamatan preparat kutudaun untuk mengetahui infeksi cendawan Ento- mophthorales dilakukan pada 120 preparat (1200 kutudaun), dimana 60 preparat berasal dari kutudaun pada tanaman mawar dan 60 preparat lainnya merupakan kutudaun pada tanaman krisan. Cendawan yang diamati juga dibagi menjadi 6 kategori menurut klasifikasi yang dilaporkan Steinkraus et al. (1995), yaitu,

secondary conidia (konidia sekunder), hyphal bodies (badan hifa), primary

conidia (konidia primer) dan conidiophore, resting spore, dan kategori

saprophytic fungi (cendawan saprofit) serta serangga sehat. Berdasarkan kategori

tersebut, fase cendawan yang ditemukan pada kutudaun pada tanaman krisan dan mawar adalah konidia primer, konidiofor dan hyphal bodies.

Cendawan Entomopatogen yang menginfeksi kutudaun, menurut Keller (2007) adalah cendawan ordo Entomophthorales. Cendawan tersebut secara spe- sifik menginfeksi arthropoda kecil, termasuk kutudaun. Berdasarkan kunci identi- fikasi (Keller 2007), cendawan yang menginfeksi kutudaun tersebut diduga meru- pakan famili Entomophthoraceae, Subfamili Erynioideae. Kondia cendawan Ery- nioideae dibentuk pada konidiofor yang bercabang (Gambar 12a). Konidiofor yang bercabang pada cendawan Entomophthoraceae yang menginfeksi kutudaun menjadi ciri khas genus Zoophthora dan genus Pandora (Keller 2007).

Konidia primer yang ditemukan pada kutudaun di tanaman mawar dan krisan berbentuk bulat telur (Gambar 12b). Apabila dilihat dari ciri tersebut, koni- dia primer mengarah pada genus Pandora. Papila yang terdapat pada konidia pri- mer tidak terlihat jelas bentuknya, sehingga sulit dibedakan apakah cendawan ter- sebut lebih mengarah pada genus Zoophthora atau Pandora. Papila pada konidia primer Zoophthora berbentuk kerucut yang ditandai dengan adanya tonjolan dari

hyphal bodies. Papila pada konidia primer Pandora lebih mulus dan terhubung

dengan hyphal bodies. Hyphal bodies cendawan Erynioideae yang menginfeksi kutudaun ini berbentuk seperti hifa dan tidak beraturan (irregular) (Gambar 12c). Konidia sekunder Erynioideae berbentuk menyerupai konidia primer atau berben- tuk bulat.

Gambar 12 Cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutudaun di tanaman mawar dan krisan: (a) konidiofor bercabang, (b) konidia primer, (c)

hyphal bodies yang tidak beraturan

Infeksi Cendawan Entomophtorales pada Kutudaun di Tanaman Mawar dan Krisan

Pengamatan dan pengambilan sampel kutudaun di tanaman mawar dilaku- kan pada lahan mawar di KP Segunung dan pada kutudaun di tanaman krisan di- lakukan pada tanaman indukan di KP Segunung, tepat disamping lahan bunga kri- san. Pengambilan sampel kutudaun pada tanaman mawar dan krisan hanya dila- kukan seminggu sekali selama 4 kali pengamatan. Pada awalnya, hanya hama trips yang menjadi konsentrasi eksplorasi cendawan Entomophthorales pada pene- litian ini, tetapi saat pengamatan pertama trips di lapangan, hama kutudaun juga terlihat menyerang kedua jenis tanaman hias tersebut. Serangga inang dalam eksplorasi cendawan Entomophthorales akhirnya diperluas menjadi 2, yaitu trips dan kutudaun.

Populasi kutudaun pada kedua jenis tanaman tidak dihitung, karena hanya ingin mencari informasi awal mengenai keberadaan cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutudaun pada tanaman hias. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil kutudaun yang terdapat dalam 3 blok tanaman sampel (mini- mal 100 kutudaun per blok). Keberadaan kutudaun di lapangan ditemukan pada tanaman mawar pada pengamatan ke-1 (22 Maret 2012) dan ke-2 (29 Maret 2012), sedangkan kutudaun pada tanaman krisan ditemukan pada 4 minggu peng- amatan (22 Maert, 29 Maret, 5 April, dan 13 April). Sampel kutudaun yang

dibuat preparat untuk dianalisis hanya sampel pengamatan ke-1 dan 2, karena kutudaun tidak ditemukan pada tanaman mawar saat pengamatan ke-3 dan 4.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat infeksi cendawan Ento- mophthorales pada kutudaun di kedua jenis tanaman berbeda nyata pada kedua pengamatan (22 April dan 29 April) (Tabel 3). Rata-rata infeksi cendawan Ento- mophthorales pada kutudaun di tanaman krisan lebih tinggi daripada infeksinya pada kutudaun di tanaman mawar pada 2 pengamatan tersebut. Hasil pengamatan pertama menunjukkan sampel kutudaun di tanaman krisan yang terinfeksi seba- nyak 64 %, sedangkan di tanaman mawar hanya 10.3%. Kutudaun di tanaman krisan yang terinfeksi pada pengamatan ke-2 menurun dibandingkan pengamatan pertama. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan pestisida dengan dosis yang lebih tinggi yang diaplikasikan 3 hari sebelum pengamatan ke-2 (29 April).

Steinkraus (2006) melaporkan bahwa penggunaan pestisida dapat mengu- rangi populasi kutu daun, demikian juga mempengaruhi penyebaran dan perkem- bangan epizootik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sin- tetik dapat berpengaruh pada dinamika cendawan yang menginfeksi serangga. Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutudaun pada ta- naman mawar (Gambar 13a) dan krisan (Gambar 13b) didominasi oleh hyphal

bodies. Pada pengamatan 22 Maret, persentase hyphal bodies pada kutudaun di

tanaman mawar sebanyak 10% dan pada 29 Maret meningkat menjadi 16.67%. Infeksi konidia primer dan konidiofor hanya ditemukan pada pengamatan ke-2, yaitu sebanyak 0.33%.

Rata-rata tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutudaun di ta- naman krisan lebih tinggi daripada kutudaun di tanaman mawar. Hal ini terlihat pada ke-2 fase cendawan yang ditemukan menginfeksi kutudaun tersebut. Per- sentase hyphal bodies yang menginfeksi kutudaun di tanaman krisan pada peng-

Dokumen terkait