• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan waktu mulai B. longum saat mengalami pertumbuhan secara stationer atau statis. Brock & Madigan (1991) menyebutkan bahwa terdapat empat fase dalam pertumbuhan bakteri, yaitu fase lag (fase penyesuaian atau fase pertumbuhan lamban), fase eksponensial (fase pertumbuhan cepat), fase statitioner (fase statis), dan fase penurunan populasi (decline). Titik awal fase stationer dipilih dalam pembuatan kurva ini karena diasumsikan pada titik tersebut bakteri telah mencapai jumlah yang maksimum setelah akhir fase eksponensial untuk kemudian dibuat pellet cell

sebagai bahan yang siap dienkapsulasi.

Kultur stok B. longum yang disimpan dalam refrigerator disegarkan kembali dalam media broth selama 24 jam inkubasi suhu 37,50C. Penyegaran dilakukan agar kultur aktif kembali dan berada dalam kondisi yang optimum. Kultur yang telah melewati tahap penyegaran ditanam dalam media ekstrak tauge. Penggunaan ekstrak tauge sebagai media tumbuh bakteri dipilih karena tauge merupakan salah satu jenis sayuran yang kaya akan sumber-sumber zat organik yang dibutuhkan, seperti karbohidrat, asam amino, vitamin, dan mineral. Selain itu, tauge juga merupakan jenis sayuran yang mudah didapat dan harganya terjangkau.Tauge yang akan digunakan sebagai media tumbuh bakteri ialah sudah berupa larutan ekstrak dengan konsentrasi 1%. Pemilihan konsentrasi didasarkan pada hasil hasil trial pembuatan kurva probiotik dengan media broth dan ekstrak tauge 5% yang belum dapat menunjukkan pola kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan probiotik B. longum disajikan pada Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8 Kurva pertumbuhan Bifidobacterium longum BF-1 dalam media ekstrak tauge 1% 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014 0.016 0.018 0.020 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 To tal Asam La k tat ( % ) Po p u lasi (lo g cfu /m l) Waktu (jam)

11

Gambar 8 menunjukkan pertumbuhan B. longum yang di-platting secara berseri pada 18 jam inkubasi. Inkubasi jam ke-0 menunjukkan populasi bakteri berada dalam kisaran jumlah 1010 cfu/ml. Kemudian pada inkubasi jam ke-1 hingga jam ke-4 bakteri mengalami pertumbuhan yang lambat (fase lag) dengan kisaran populasi 1011 cfu/ml. Rentang antara jam ke-4 sampai jam ke-5 merupakan fase eksponensial bakteri yang ditunjukkan dengan peningkatan populasi dari 1011 di jam ke-4 menjadi 1015 di jam ke-5. Mulai dari jam ke-5 hingga jam ke-18 bakteri mengalami fase statis dengan kisaran populasi 1014-1016 cfu/ml. Berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bakteri mengalami awal fase statis dan akhir fase eksponensial pada jam ke-5. Selanjutnya hasil ini menjadi acuan untuk pembuatan sel pelet sebagai bahan enkapsulasi probiotik dengan nano alginat. Pengukuran total asam laktat menunjukkan probiotik berada pada range 0.004-0.018% dengan volume NaOH yang digunakan 0.5-2 ml pada tiap titrasi, sedangkan pH relatif stabil pada kisaran 6.

Bifidobacterium longum termasuk ke dalam bakteri gram positif, katalase negatif, non motil, non spora, dan berbentuk batang. B. longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus besar (Wahyudi dan Samsundari 2008).Genus

Bifidobacterium memiliki sifat sebagai probiotik yang memiliki beberapa manfaat bagi inangnya, seperti sistem kekebalan tubuh, mencegah penyakit diare, menjaga keseimbangan saluran pencernaan, dan memperbaiki intoleransi laktosa. B. longum merupakan bakteri yang memfermentasi secara anaerob dan bersifat heterofermentatif, artinya produk metabolit utama B. longum selain asam laktat adalah asam asetat (Tamime 2005).

Pelapisan probiotik dengan kitosan

Waktu awal fase statis atau akhir fase eksponensial pada kurva pertumbuhan B. longum BF-1 kemudian dijadikan acuan waktu inkubasi pada pembuatan pellet cell sebagai bahan yang siap dilapisi oleh kitosan. Pelapisan sel

B.longum BF-1 dengan polimer bermuatan positif kitosan dilakukan dengan kombinasi konsentrasi kitosan dan pH larutan. Masing-masing perlakuan diukur viabilitas, muatan pelapis (zeta potensial), ketebalan lapisan kitosan, dan populasi probiotik berlapis kitosan. Ketebalan lapisan kitosan diukur menggunakan rumus di bawah ini.

L = diameter sel probiotik berlapis kitosan – diameter sel probiotik bebas

Nilai zeta potensial B. longum BF-1 sebelum dilapisi kitosan berkisar -5.68 s.d -0.776 mV, ukuran bakteri rata-rata 1321 nm (1.321 µm), dan populasi 1016 cfu/mL dalam larutan PBS pH 7,0. Hasil percobaan pelapisan probiotik dengan kitosan disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

12

Tabel 1 Hasil pengukuran parameter probiotik berlapis kitosan Perlakuan Ukuran Tebal lapisan Zeta potensial (mV) Populasi

partikel (nm) kitosan (nm) I II III (log) Sel B. longum 1321 - -0.776 -4.13 -5.68 16.28

A1 1774a 453 +2.05 -8.15 -10.5 9.72a

A2 1364b 43 +15.8 +16.8 +14.9 9.54a

A3 2018c 697 +17.3 +17.0 +17.3 12.45b

A4 1351b 30 +7.47 +17.9 +3.85 14.27c

Keterangan : huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (p<0,05). A1 (kitosan 1 mg/mL; pH 4). A2 (kitosan 1 mg/mL; pH 6). A3 (kitosan 2 mg/mL; pH 4). A4 (kitosan 2 mg/mL; pH 6).

a. Ukuran Partikel

Berdasarkan Tabel 1, rata-rata ukuran partikel terkecil (1351 nm) dihasilkan oleh formula A4 yaitu dengan konsentrasi larutan kitosan 2 mg/mL, pH 6. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan A2 (konsentrasi larutan kitosan 1 mg/mL, pH 6) yang menghasilkan rata-rata ukuran partikel 1364 nm. pH larutan kitosan yang lebih kecil (pH 4) menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar, yaitu A1 dengan rata-rata ukuran partikel 1774 nm dan A3 dengan rata-rata ukuran partikel terbesar 2018 nm.

Berdasarkan hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan, pH kitosan, dan interaksi keduanya berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap ukuran partikel probiotik berlapis kitosan. Nisha et al. (2013) menyebutkan bahwa kitosan merupakan jenis polisakarida yang larut pada pH lebih besar dari 5.4. Hal ini menunjukkan bahwa pH 6 efektif dalam pembuatan larutan kitosan sebagai pelapis probiotik yang dapat menghasilkan ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan larutan kitosan pH 4. Menurut Krasaekoopt et al. (2003), ukuran manik yang lebih kecil berperan penting dalam tingkat pelepasan sel bakteri dari mikrokapsul. Semakin kecil lapisan yang dihasilkan, maka akan lebih mudah lepas dari pengkapsulnya dan menghasilkan asam lebih cepat.

b. Zeta Potensial

Zeta potensial adalah parameter muatan listrik antara partikel koloid. Semakin tinggi nilai potensial zeta maka akan semakin mencegah terjadinyaflokulasi, yaitu peristiwa penggabungan koloid dari yang kecil menjadi besar (Sinko 2006). Zeta potensial digunakan untuk mengetahui kestabilan suatularutan, untuk memprediksi morfologi permukaan suatu partikel, dan untukmengetahui muatan permukaan atau surface charge (Gogoi dan Sarma 2013). Pengukuran zeta potensial pada penelitian ini adalah untuk mengetahui muatan permukaan sel dan polimer serta kestabilan muatannya.

Berdasarkan Tabel 1, B. longum BF-1 tanpa lapisan kitosan memiliki zeta potensial negatif dengan kisaran muatan -5.68 s.d. -0.776 mV. Sedangkan probiotik yang dilapisi kitosan memiliki muatan yang relatif positif pada perlakuan A2, A3, dan A4. Kitosan yang bermuatan positif (Corona-Hernandez

et al. 2013) dipilih sebagai pelapis bakteri probiotik yang memiliki dinding sel bemuatan negatif (Goncalves et al. 1992; Zavaglia et al. 2002; Halttunen et al.

2008). Selain itu, kitosan juga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri agar dapat bertahan hidup karena mengandung gugus glukosamina (gugus glukosa dan amino) yang dapat berperan sebagai sumber energi (Fouda

13

2005). Bakteri asam laktat membutuhkan nutrisi berupa karbohidrat, amino, dan lipid untuk dapat bertahan hidup.

c. Populasi Probiotik

Berdasarkan Tabel 1, populasi B. longum tertinggi terdapat pada perlakuan A4 dengan konsentrasi kitosan 2 mg/mL, pH 6 yaitu sebesar 14.27 log cfu/mL. Perlakuan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap populasi probiotik. Populasi bakteri pada perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A2 (P>0.05), namun berbeda nyata dengan perlakuan A3 dan A4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan, semakin tinggi pula populasi probiotik yang bertahan setelah proses pelapisan. Selanjutnya, dipilih perlakuan terbaik yang akan dienkapsulasi dengan menggunakan nano alginat terpilih. Penetapan perlakuan terbaik probiotik tercoating kitosan mengacu pada Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritasalternatif keputusan dengan kriteria jamak. Hasil pelapisan probiotik dengan kitosan yang dipilih ialah yang memiliki zeta potensial positif stabil, ketebalan lapisan terkecil, dan populasi probiotik terbesar. Tabel 2 menyajikan MPE perlakuan probiotik berlapis kitosan.

Tabel 2 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) perlakuan probiotik berlapis kitosan Kode Zeta potensial (mV) Rangking (A) Ketebalan lapisan kitosan (nm) Rangking (B) Populasi probiotik (log cfu/ml) Rangking (C) Skor (A+B +C) A1 +2,05 -8,15 -10,5 4 453 3 9.72a 3.5 10.5 A2 +15,8 +16,8 +14,9 2 43 1.5 9.54a 3.5 7.5 A3 +17,3 +17,0 +17,3 1 697 4 12.45b 2 7 A4 +7,47 +17,9 +3,85 3 30 1.5 14.27c 1 5.5

Keterangan : huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (p<0,05). A1 (kitosan 1 mg/mL; pH 4). A2 (kitosan 1 mg/mL; pH 6). A3 (kitosan 2 mg/mL; pH 4). A4 (kitosan 2 mg/mL; pH 6).

Berdasarkan Tabel 2, setiap kriteria keputusan harus dilakukan perangkingan terlebih dahulu. Nilai zeta potensial dinilai berdasarkan kestabilan muatan positif yang dihasilkan dari tiga kali pengukuran, nilai zeta potensial ini tidak bisa ditarik rata-rata karena merupakan data kualitatif muatan listrik partikel kitosan yang terukur. Zeta potensial positif dipilih karena kitosan sendiri merupakan polisakarida yang bermuatan positif, mengandung rantai lurus D-glukosamin dan residu N-asetil D-glukosamin yang diikat dengan ikatan β-(1-4) glikosidik (Kumar 2000). Ketebalan lapisan kitosan dirangking secara ascending, yaitu dari nilai terkecil ke nilai terbesar sedangkan populasi probiotik diranking secara descending, yaitu dari nilai terbesar ke nilai terkecil. Nilai ranking setiap

14

kriteria keputusan kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh nilai skor. Nilai skor terendah merupakan alternatif keputusan terbaik berdasarkan kriteria keputusan. A4 merupakan perlakuan dengan skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi kitosan 2 mg/ml, pH 6 untuk pelapisan probiotik merupakan perlakuan dengan perpaduan nilai zeta potensial, ketebalan lapisan kitosan, dan populasi probiotik terbaik, sehingga perlakuan ini dipilih sebagai formulasi terpilih untuk kemudian dilakukan enkapsulasi dengan nano alginat terpilih pada tahap penelitian selanjutnya.

Pembuatan Nano Alginat

Nano alginat yaitu alginat yang memiliki pertikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar 10 – 1000 nm. Alginat dalam bentuk nanopartikel ini bersifat netral, tidak toksik, dan memiliki stabilitas yang konstan (Mohanraj dan Chen 2006). Pembentukan nano alginat dilakukansecara gelasi ionik menggunakan kation divalen dari CaCl2. Gelasi atau pembentukan gel merupakan gejala penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jaringan tiga dimensi yang sinambung dan dapat memerangkap air di dalamnya menjadi suatu struktur yang kompak dan kaku yang tahan terhadap aliran bertekanan (Fardiaz 1989 dalam Latifah 2010).Penambahan kation divalen (Ca2+) berfungsi sebagai penaut silang antar molekul alginat, sehingga menyebabkan terjadinya gelatinisasi yang akan membentuk jel matriks kalsium alginat (Rokka dan Rantamaki 2010). Pembentukan nano alginat secara gelasi ionik menggunakan konsentrasi larutan alginat 1 mg/ml dengan perlakuan konsentrasi kation CaCl2 (0.5 -2 mg/ml). Hasil pengukuran partikel nano alginat disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Hasil pengukuran partikel nano alginat

Perlakuan Ukuran partikel (nm)

C1 339,4a

C2 1023,0b

C3 847,4c

C4 980,7b

Keterangan:

C1 = Konsentrasi larutan CaCl2 0.5 mg/ml C3 = Konsentrasi larutan CaCl2 1.5 mg/ml

C2 = Konsentrasi larutan CaCl2 1 mg/ml C4 = Konsentrasi larutan CaCl2 2 mg/ml

Berdasarkan hasil sidik ragam, konsentrasi CaCl2 berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap ukuran partikel nano alginat. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antar perlakuan. Rachmania (2011) menyebutkan bahwa gelasi ionik dapat dilakukan dengan tiga metode berbeda, yaitu magnetic stirrer, ultrasonic, dan homogenizer. Metode gelasi ionik yang digunakan dalam penelitian ini ialah magnetic stirrer karena dalam penelitian sebelumnya, metode ini dapat menghasilkan partikel dengan penyebaran energi cenderung merata, sehingga seluruh molekul terkena energi yang sama dan molekul larutan emulsi akan terpecah dengan ukuran yang sama serta distribusi ukuran partikelnya cenderung lebih homogen. Hal inilah yang menyebabkan nanopartikel di dalamnya juga akan dapat terpisah satu sama lain sehingga didapatkan nanosfer dengan ukuran terkecil.

15

Ukuran partikel yang dihasilkan dari empat konsentrasi CaCl2 berbeda menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi CaCl2 maka ukuran partikel nano alginat yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian Opanasopit et al. (2007) bahwa semakin rendah kation divalen yang digunakan, maka akan dihasilkan ukuran partikel yang lebih kecil. Namun, terjadi galat dalam perlakuan konsentrasi CaCl2 1 mg/ml, hal ini mungkin disebabkan terjadinya penggabungan kembali antar partikel (agregasi) sehingga menghasilkan ukuran yang lebih besar saat diukur.

Enkapsulasi Probiotik Berlapis Kitosan dengan Nano Alginat dan Uji Ketahanan Terhadap Cairan Gastrik dan Intestine Simulasi

Tahap selanjutnya ialah enkapsulasi probiotik tercoating kitosan dengan nano alginat terpilih. Probiotik berlapis kitosan yang terpilih ialah penggunaan larutan kitosan 2 mg/mL dengan pH 6, sedangkan formulasi nano alginat terpilih ialah yang menghasilkan ukuran partikel paling kecil, yaitu perbandingan konsentrasi alginat dan CaCl2 1:0.5 mg/mL. Hasil pengukuran parameter enkapsulasi probiotik dengan nano alginat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengukuran parameter probiotik yang dienkapsulasi nano alginat

Parameter Hasil Pengukuran

Ukuran bakteri terenkapsulasi (nm) 4141.3

Zeta potensial -19,3 -18,8 -17,5 -15,7 -17,6 -17,7 Populasi probiotik yang dienkapsulasi (log

cfu/mL) 10.76

Berdasarkan Tabel 4, probiotik yang berlapis kitosan dan terenkapsulasi nano alginat memiliki rata-rata ukuran partikel 4141.3 nm. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan tebal lapisan sekitar 2.7 µm antara sebelum dan setelah enkapsulasi. Zeta potensial probiotik memiliki kecenderungan muatan negatif. Roitt (2003) mengatakan bahwa partikel yang bermuatan negatif lebih tahan terhadap paparan asam lambung dan garam empedu dalam saluran cerna. Populasi probiotik terenkapsulasi berada pada kisaran 10.76 log cfu/ml.

Ketika probiotik berhasil terenkapsulasi, penting untuk mengamatinya pada dua kondisi, yaitu pada cairan lambung dan usus halus simulasi. Gildas dan Thierry (2012) menyebutkan bahwa sebagian besar penelitian in vitro mengenai viabilitas probiotik terenkapsulasi menyarankan penggunaan NaCl sebagai sumber cairan isotonik yang dapat mempertahankan integritas dan viabilitas sel. The American Society of Microbiology (ASM) merekomendasikan penggunaan NaCl sebanyak 9 g/L pada uji toleransi prosedur mikrobiologi. Sementara untuk pH diatur pada kondisi 1-3, nilai ini merupakan kisaran pH yang umumnya diamati pada lambung manusia (Hovgaard 1996). Beberapa penelitian seringkali menggunakan pepsin sebagai model enzim pada cairan gastrik, namun belum ada informasi yang tepat mengenai konsentrasinya di dalam lambung. Hal ini

16

berkaitan pada fakta bahwa pepsin disekresi dalam bentuk inaktif yaitu pepsinogen yang kemudian diaktifasi menjadi pepsin dengan adanya medium asam (Hersey 1994).

Bifidobacterium longum bebas dan yang telah dienkapsulasi nano alginat ke dalam cairan lambung dan usus halus simulasi. Salah satu persyaratan agar strain probiotik mempunyai efek fungsional adalah strain tersebut harus tahan terhadap lingkungan saluran pencernaan yang mengandung asam empedu dengan pH yang berangsur dari rendah (di dalam lambung) ke netral (di dalam kolon). Persiapan cairan lambung dan usus halus simulasi mengacu pada Brinques et al. (2011) dan Michida et al. (2006). Probiotik terenkapsulasi diinkubasi dalam shaker incubator

selama waktu perlakuan dan dibandingkan hasilnya dengan probiotik kontrol (tanpa enkapsulasi), untuk melihat presentasi populasinya. Tabel 5 di bawah ini menjelaskan penurunan populasi probiotik selama melewati cairan lambung simulasi.

Tabel 5 PopulasiB. longum setelah uji ketahanan pada cairan lambung simulasi (log cfu/ml)

Sampel Menit Penurunan Populasi

0 30 60

Sel bebas 16.28 5.97 5.91 10.37

Probiotik terenkapsulasi 10.76 7.85 7.68 3.08

Berdasarkan Tabel 5, sel bebas atau probiotik tanpa enkapsulasi memiliki populasi awal sebanyak 16.28 log cfu/ml, sedangkan probiotik yang berlapis kitosan dan terenkapsulasi nano alginat memiliki populasi awal 10.76 log cfu/ml. Uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P<0.05) antara penurunan populasi akhir kedua kelompok. Uji ketahanan probiotik selama waktu inkubasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses enkapsulasi terhadap jumlah probiotikyang masih tetap bertahan hidup setelah melewati cairan lambung simulasi. Ketahanan probiotik ditentukan dengan membandingkan jumlah sel bebas dan sel terenkapsulasi sebelum dan setelah memasuki cairan lambung simulasi dengan metode plate count (Lian et al. 2002). Selanjutnya, probiotik diuji ketahanannya pada cairan usus halus simulasi yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Populasi B. longum setelah uji ketahanan pada cairan usus halus simulasi

(log cfu/ml)

Sampel Menit Penurunan

Populasi

0 30

Sel bebas 5.91 5.80 0.11

Probiotik terenkapsulasi 7.68 7.44 0.24

Setelah selama 60 menit berada pada cairan lambung simulasi, B. longum

bebas dan terenkapsulasi dimasukkan ke dalam cairan usus halus simulasi dan diamati viabilitasnya selama 30 menit. Garam empedu dan enzim pankreatin terdapat dalam lumen usus dan nilai pH pada usus halus umumnya berada pada kisaran 6.5-8 (Cuillerier et al. 2002; Ouwehand & Vesterlund 2003). Tabel 6 menunjukkan penurunan populasi diuji ke dalam cairan usus halus simulasi tidak berbeda nyata (P>0.05) antar kedua sampel.

Umumnya, probiotik yang masuk dalam saluran cerna mengalami penurunan jumlah karena terpapar kondisi tingkat keasaman yang tinggi, garam

17

empedu, enzim dan pergerakan saluran cerna (Petrovic et al. 2007). Pada penelitian ini, hasil populasi akhir sebelum dan setelah terpapar cairan lambung dan usus halus simulasi memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) antara sel bebasdan probiotik yang terenkapsulasi. Sel bebas mengalami total penurunan populasi 10.48 log, sementara probiotik terenkapsulasi hanya mengalami penurunan populasi sebanyak 3.32 log hingga akhir waktu paparan. Hal ini menunjukkan bahwa proses nanoenkapsulasi yang dilakukan dapat meningkatkan ketahanan probiotik mencapai jumlah yang dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan, yaitu antara 106-108 cfu/ml (FAO 2006). Menurut Khosravi et al.

(2014), mikroenkapsulasi probiotik yang dilakukan menggunakan alginat dan

coating kitosan mampu meningkatkan viabilitas L. casei dan B. bifidum pada kondisi cairan gastro-intestinal.

Enkapsulasi probiotik terbukti mampu mempertahankan viabilitas probiotik, dengan melindungi sel probiotik dari kondisi yang merugikan kemudian mengurangi penurunan jumlah probiotik (Parvez et al. 2006). Efek menguntungkan dari Bifidobacterium adalah dapat meningkatkan metabolisme protein, vitamin, bersifat antibakteri, dan menstimulasi kerja saluran pencernaan (Nakazawa dan Hosono 1992). B. longum mampu berkompetisi dan mengkolonisasi daerah pelekatan di kolon. Hal ini di dukung oleh pernyataan Surono (2004) bahwa Bifidobacterium menghasilkan bifidan sebagai eksopolisakarida (EPS), yang mengawali adhesi dan sebagai pelekat permanen. Beberapa mekanisme probiotik dalam memberikan efek kesehatan bagi manusia antara lain mencegah terjadinya kanker pada saluran pencernaan, membantu proses metabolisme, meningkatkan sistem imun, menghasilkan vitamin, dan menurunkan kolesterol. Mortazavian et al. (2007) menyatakan bahwa efek probiotik pada saluran pencernaan mempunyai peran dalam menghambat adhesi patogen (penempelan bakteri jahat) dan imuno modulasi (meningkatkan sistem imun). Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa usus adalah dengan cara berkompetisi untuk mengadakan penempelan dengan enterosit. Dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi bakteri patogen. Kemampuan adhesi bakteri probiotik dapat mengurangi atau menghambat adhesi bakteri jahat misalnya

Escherichia Coli dan Salmonella pada usus sehingga tak terjadi kolonisasi dan dalam aplikasinya dapat mencegah terjadinya fungsi gangguan pencernaan, seperti diare dan konstipasi.

Dokumen terkait