• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. PRODUKSI TEPUNG JAGUNG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK FISIK JAGUNG

Analisis yang dilakukan terhadap sifat fisik jagung meliputi jumlah biji per kg, dimensi biji jagung, warna biji (metode Hunter), densitas kamba, bobot jenis, dan konduktivitas panas.

1. Jumlah Biji per kg dan Dimensi Biji Jagung

Setiap jenis jagung mempunyai bentuk yang berbeda-beda dan ukuran yang berbeda-beda pula. Ukuran dan bentuk yang berbeda ini berpengaruh pada jumlah biji per kg jagung. Jumlah biji per kg dan dimensi biji jagung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah biji per kg dan dimensi biji jagung

Karakteristik

Varietas

Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih Jumlah biji per kg 4073± 113 3614± 77 3974± 17 3329± 27 3584± 67 3263± 8 Dimensi Panjang (mm) 9,71± 1,41 10,15± 1,43 8,76± 1,53 9,58± 1,56 9,91± 1,56 9,88± 1,45 Lebar (mm) 8,20± 0,83 8,43± 0,96 7,97± 0,92 8,40± 1,54 7,98± 0,98 8,20± 0,99 Tebal (mm) 4,36± 0,92 4,53± 1,01 6,15± 1,79 4,80± 0,94 4,42± 0,78 4,62± 0,86 Bobot (g) 0,26± 0,03 0,31± 0,04 0,28± 0,04 0,34± 0,05 0,31± 0,04 0,30± 0,05 Bobot 1000 biji (g) 259,52± 37,66 307,92± 44,13 283,99± 36,79 337,39± 45,90 308,92± 48,41 302,22± 45,12

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa jagung varietas Arjuna memiliki jumlah biji terbanyak yaitu 4073±113 buah per kg, sedangkan varietas Srikandi Putih memiliki jumlah yang paling rendah yaitu 3263±8 buah per kg. Bobot 1000 biji

jagung berada antara 259,52-337,39 g dengan bobot terkecil pada varietas Arjuna dan bobot terbesar pada varietas Sukmaraga. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa jumlah biji per kg berhubungan dengan dimensi dan bobot jagung. Semakin besar dimensi dan bobot biji jagung, maka jumlah jagung per kg semakin kecil. Keragaman ukuran biji pada satu tongkol jagung juga dapat mempengaruhi jumlah biji per kg. Varietas Arjuna yang memiliki bobot terkecil, memiliki jumlah biji per kg yang besar sedangkan varietas Sukmaraga yang memiliki bobot terbesar memiliki jumlah biji per kg yang kecil.

Pengukuran biji jagung dilakukan dengan cara mengukur biji jagung menggunakan micrometer. Dimensi biji jagung yang diukur terdiri dari panjang, lebar dan tebal. Hasil pengukuran biji jagung dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa setiap varietas jagung memiliki dimensi yang berbeda-beda. Dimensi yang berbeda ini disebabkan oleh bentuk jagung yang berbeda.

Keterangan :

(1) Srikandi Putih (4) Arjuna (2) Sukmaraga (5) Lamuru

(3) Bisma (6) Srikandi Kuning Gambar 6. Bentuk biji jagung varietas unggul nasional

Jagung varietas unggul nasional yang memiliki tipe biji dent adalah varietas Srikandi Putih dan Bisma, dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa Srikandi Putih dan Bisma mempunyai bentuk biji yang menyerupai gigi kuda, dan dimensi panjang dan lebar yang berbeda. Untuk varietas Sukmaraga dan Lamuru memiliki tipe biji diantara dent dan flint dimana memiliki bentuk yang hampir bulat tetapi masih menyerupai gigi kuda dan juga memiliki dimensi panjang dan lebar yang berbeda, sedangkan varietas Arjuna dan Srikandi Kuning memiliki tipe biji flint

dimana bentuk dari biji jagungnya hampir bulat dan memiliki dimensi panjang

1 2 3 4 5 6

panjang lebar

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa varietas Arjuna, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih dengan lebar rata-rata 8,20±0,83 mm, 8,40±1,54 mm, 7,98±0,98 mm, dan 8,20±0,99 mm mempunyai distribusi lebar terbesar 8 mm, varietas Lamuru dengan lebar rata-rata 7,97±0,92 mm mempunyai distribusi lebar terbesar 7 mm, sedangkan untuk varietas Bisma dengan lebar rata-rata 8,43±0,96 mm mempunyai distribusi lebar terbesar 9 mm.

Gambar 9. Distribusi tebal biji jagung untuk masing-masing varietas

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa varietas Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih dengan tebal rata-rata 4,36±0,92 mm, 4,53±1,01 mm, 6,15±1,79 mm, 4,80±0,94 mm, 4,42±0,78 mm dan 4,62±0,86 mm mempunyai distribusi tebal terbesar 4 mm. Dari hasil analisa ini dapat dilihat bahwa semua varietas jagung memiliki distribusi tebal yang sama.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa varietas Arjuna dan Lamuru yang memiliki bobot masing-masing 0,26±0,03 g dan 0,28±0,04 g mempunyai distribusi bobot jagung 0,2 g, sedangkan untuk varietas Sukmaraga, Bisma, Srikandi Putih dan Srikandi Kuning yang memiliki bobot masing-masing 0,34±0,05 g, 0,31±0,04 g, 0,30±0,05 dan 0,31±0,04 g mempunyai distribusi bobot jagung 0,3 g. 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 0 2 4 6 8 10 12 Tebal (mm) P o pulas i (% ) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih

Gambar 10. Distribusi bobot biji jagung untuk masing-masing varietas

2. Warna Biji Jagung

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Hasil yang diperoleh berupa nilai L, a, dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri dari sistem notasi warna Hunter. Hasil pengukuran warna biji jagung dapat dilihat pada Tabel 6.

Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatis putih, abu-abu dan hitam. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) dan mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai dengan 100 (putih). Semakin tinggi nilai L menunjukkan bahwa produk semakin mendekati warna putih atau semakin cerah. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa varietas Srikandi Putih memiliki nilai L yang paling tinggi sehingga varietas Srikandi Putih memiliki warna yang paling cerah dibandingkan varietas yang lain. Perbedaan warna biji jagung ini disebabkan oleh berbedanya kandungan pigmen di dalam biji jagung.

Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai a positif untuk merah dan nilai a negatif untuk warna hijau. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa semua varietas jagung memiliki nilai a positif yang berarti jagung lebih cenderung berwarna merah dengan nilai a terbesar adalah varietas Lamuru dengan nilai +9,37 dengan demikian varietas Lamuru memiliki warna jingga jika dilihat pada Gambar 11.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Bobot (g) P op ul a si (% ) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih

1 2 3 4 5 6

Tabel 6. Pengukuran warna biji jagung

Varietas L a b Arjuna 64,85 +3,05 +28,16 Bisma 66,78 +5,04 +31,00 Lamuru 52,75 +9,37 +42,12 Sukmaraga 57,36 +5,85 +44,53 Srikandi Kuning 66,12 +5,00 +35,88 Srikandi Putih 69,94 +0,53 +21,25

Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru–kuning dengan nilai b positif untuk warna kuning dan nilai b negatif untuk warna biru. Dari analisa dapat dilihat bahwa semua varietas jagung memiliki nilai b positif yang berarti jagung lebih cenderung berwarna kuning dengan nilai b terbesar adalah pada varietas Sukmaraga yaitu sebesar +44,53 dengan demikian dapat dilihat bahwa varietas Sukmaraga memiliki warna kuning yang paling cerah diantara varietas yang lain. Grafik warna dapat dilihat pada Gambar 11.

Keterangan :

(1) Arjuna (4) Sukmaraga (2) Bisma (5) Srikandi Kuning (3) Lamuru (6) Srikandi Putih

3. Densitas Kamba dan Bobot Jenis Jagung

Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan yang dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Densitas kamba akan menurun dengan menurunnya massa bahan. Pengetahuan tentang densitas kamba diperlukan terutama dalam hal kebutuhan ruang, baik dalam hal penyimpanan maupun pengangkutan. Semakin besar densitas kamba, biaya transportasi akan semakin murah karena memerlukan ruang yang lebih kecil dalam pengangkutan. Hasil analisa densitas kamba biji jagung dari berbagai varietas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Densitas kamba dan bobot jenis berbagai varietas biji jagung

Varietas Densitas Kamba (g/cm3) Bobot Jenis (g/cm3)

Arjuna 0,83 1,33 Bisma 0,82 1,33 Lamuru 0,83 1,31 Sukmaraga 0,83 1,32 Srikandi Kuning 0,83 1,29 Srikandi Putih 0,81 1,28

Densitas kamba dari setiap varietas jagung menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu diantara 0,81–0,83 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyimpanan maupun pengangkutan jagung lebih ekonomis karena tidak memerlukan ruang yang besar.

Hasil analisa bobot jenis jagung dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa bobot jenis jagung adalah 1,28–1,33 g/cm3 dengan varietas Arjuna dan Bisma memiliki bobot jenis terbesar yaitu 1,33 g/cm3, sedangkan varietas Srikandi Putih memiliki bobot jenis terendah yaitu 1,28 g/cm3. Bila dibandingkan dengan densitas kamba, bobot jenis biji jagung lebih besar. Hal ini disebabkan pada pengukuran densitas kamba masih ada rongga yang kosong, sehingga nilai densitas kamba suatu bahan akan lebih rendah dari pada bobot jenisnya.

4. Konduktivitas Panas Biji Jagung

Konduktivitas panas didefinisikan sebagai jumlah panas yang mengalir secara konduksi dalam suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu. Konduktivitas panas tumpukan bahan yang berbentuk butiran dipengaruhi oleh suhu, kadar air dan massa jenis yang merupakan karakteristik fisik dari ukuran partikel dan volume rongga yang terdapat di antara partikel. Dengan semakin besarnya volume rongga dalam tumpukan bahan menyebabkan massa jenisnya menurun sehingga konduktivitas panasnya juga akan turun atau sebaliknya. Hasil analisa konduktivitas panas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Konduktivitas panas berbagai varietas biji jagung

Varietas Konduktivitas Panas Tebal (mm)

Arjuna 0,1726 W/m.K pada suhu 38oC

4,36± 0,92 Bisma 0,1919 W/m.K pada suhu 40oC

4,53±1,01 Lamuru 0,1864 W/m.K pada suhu 37,5oC

6,15±1,79 Sukmaraga 0,1742 W/m.K pada suhu 40oC

4,80±0,94 Srikandi Kuning 0,1784 W/m.K pada suhu 37oC

0,31±0,04 Srikandi Putih 0,1422 W/m.K pada suhu 37oC

4,62± 0,86

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa suhu untuk pengukuran konduktivitas panas berbeda-beda. Hal ini disebabkan kondisi bahan pada saat pengukuran yang berbeda sehingga nilai yang terbaca pada alat disesuaikan dengan suhu dan kondisi bahan pada saat pengukuran. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai konduktivitas panas berhubungan dengan ketebalan dari biji jagung. Semakin tebal biji jagung maka nilai konduktivitas panasnya semakin kecil. Varietas Lamuru yang memiliki tebal terbesar yaitu 6,15±1,79 mm memiliki nilai konduktivitas panas sebesar 0,1864 W/m.K. Pengukuran nilai konduktivitas panas ini diperlukan untuk menentukan suhu dan waktu pengeringan yang diperlukan biji jagung pada pengolahan pasca panen.

B. Produksi Tepung Jagung

1. Produksi Tepung Jagung dengan TeknikDry Milling

Pada pembuatan tepung jagung secara dry milling, pertama-tama jagung sebanyak 500 g dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran. Kemudian jagung digiling dengan menggunakan hammer mill. Pada penggilingan ini digunakan ayakan yang berukuran 80 mesh, sehingga tepung yang dihasilkan berukuran seragam yaitu 80 mesh. Pada pengolahan secara dry milling semua bagian biji jagung tergiling sehingga tidak ada pemisahan komponen dari biji jagung. Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung jagung secara dry milling

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rendemen tepung jagung

Varietas Dry milling Alkali cooked milling

Rendemen (%) Kadar air (%bk) Rendemen (%) Kadar air (%bk) Arjuna 95,53 7,73 96,25 8,47 Bisma 96,13 7,77 97,20 8,92 Lamuru 92,13 7,92 96,83 8,78 Sukmaraga 97,07 7,66 99,89 8,98 Srikandi Kuning 96,07 8,09 97,67 8,82 Srikandi Putih 92,67 7,34 98,00 8,70

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rendemen tepung jagung yang dihasilkan cukup tinggi yaitu berkisar antara 92–96%. Perbedaan rendemen dari tepung jagung yang dihasilkan ini disebabkan oleh adanya tepung yang menempel pada alat giling. Namun tepung yang menempel tersebut tidak terlalu banyak sehingga tepung jagung yang hilang juga tidak terlalu banyak. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknikdry millingdapat dilihat pada Gambar 12. Kadar air yang terdapat pada jagung adalah sekitar 7,66-8,09%, dengan kadar air tersebut maka jagung sudah cukup kering untuk diolah secaradry milling sehingga jagung tidak memerlukan proses pengeringan terlebih dahulu sebelum digiling.

Gambar 12. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknikdry milling

2. Pembuatan Tepung Jagung dengan TeknikAlkali Cooked Milling

Pada pembuatan tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling, jagung terlebih dahulu direbus dengan menggunakan air dan Ca(OH)2. Perbandingan air dan jagung yang digunakan adalah 3:1 sedangkan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 1% dari bobot jagung. Tujuan dari perebusan jagung adalah untuk mengembangkan jaringan yang ada pada biji jagung sehingga Ca(OH)2 yang ditambahkan dapat masuk kedalam jaringan pada biji jagung. Penambahan air dengan perbandingan 3:1 dengan tujuan untuk memaksimalkan penyerapan air oleh biji jagung. Pemasakan dan perendaman dengan alkali menyebabkan air dan alkali masuk ke dalam biji jagung. Penambahan alkali ini dapat melepaskan kulit dan melunakkan struktur endosperma. Masuknya alkali ke dalam jaringan biji jagung dapat menyebabkan lepasnya amilosa setelah granula mengembang. Gelatinisasi pati terjadi karena interaksi antara amilosa dengan basa. Pembuatan jagung dengan teknik alkali cooked milling ini biasanya digunakan pada pembuatantortilla dan pembuatan tepung jagung dengan cara ini mulai terkenal di negara berkembang untuk mempertahankan makanan tradisional. Neraca massa

Jagung (500 g)

Dibersihkan dari kotoran

Penggilingan denganhammer mill

Tepung jagung (480 g)

pembuatan tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling disajikan pada Gambar 13.

Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung dengan teknik ini dapat dilihat pada Tabel 9. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa rendemen yang dihasilkan yaitu antara 96,25–99,89%. Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling lebih besar jika dibandingkan dengan rendemen pada pembuatan tepung jagung secara dry milling, hal ini disebabkan oleh kadar air pada alkali cooked milling lebih besar dari padadry millingyaitu antara 8,47-8,98%.

Gambar 13. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknikalkali cooked Milling

Air (1500 ml) Ca(OH)2 (5 g) Jagung

(500 g)

Perebusan selama 60 menit

Perendaman selama 120 menit

Pencucian

Pengeringan (490 g)

Penggilingan denganhammermill

Tepung jagung (490 g)

Air bekas cucian Jagung yang telah masak (nixtamal)

(838,5 g)

Air sisa rendaman (466 ml)

C. Karakteristik Fisiko-Kimia dan Fungsional Tepung Jagung

Analisis yang dilakukan terhadap tepung jagung yaitu analisis terhadap sifat fisik dan sifat kimia. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, karbohidrat, amilosa, pati dan gula pereduksi. Hasil analisa sifat kimia pada tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Sifat fungsional yang diamati meliputi sifat amilografi dengan Visco Amylographer Brabender, absorbsi air dan minyak,swelling power dan kelarutan pada suhu 90oC, kejernihan pasta 1%,freeze-thaw stability dan apparent viscosity

dengan Viscosimeter Brookfield), sifat fisik meliputi warna tepung, pH, bobot jenis tepung dan penerimaan oleh -amilase.

1. Karakteristik Kimia a. Kadar Air

Penentuan kadar air sangat diperlukan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin tinggi kemungkinan bahan tersebut rusak. Kadar air tepung sangat dipengaruhi oleh cara penyimpanan atau lama dari waktu pemanenan sampai bahan diolah menjadi suatu produk.

Jumlah kandungan air pada bahan hasil-hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan terhadap mikroba. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian air dalam bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.

Pengeringan pada tepung mempunyai tujuan untuk mengurangi kadar airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (Fardiaz, 1989).

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar air yang terdapat pada tepung jagung dari berbagai varietas berkisar antara 7,34–8,09% pada dry milling dan 8,47–8,98% pada alkali cooked milling. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air yang terdapat pada tepung jagung telah memenuhi syarat SNI tepung jagung yaitu maksimum 10%. Kadar air pada pengolahan secaradry milling danalkali cooked

milling tidak jauh berbeda karena pada pengolahan secara alkali cooked milling

tidak merubah sifat kimia pada tepung jagung (Saldivaret al., 1987).

b. Kadar Abu

Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan dan lain-lain. Secara kuantitatif kadar abu yang terdapat pada suatu bahan berasal dari mineral-mineral dalam bahan yang masih segar, pemakaian pupuk dan dapat juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan.

Dari Tabel 10 dan 11 dapat dilihat bahwa kadar abu tepung jagung dengan proses pembuatan secara dry milling berkisar antara 1,23–1,45%. Hal ini sudah sesuai dengan persyaratan tepung jagung menurut SNI tepung jagung yaitu maksimum 1,5%. Kadar abu pada tepung jagung dengan proses pembuatan secara

alkali cooked milling yaitu antara 1,77–1,94% yang berarti belum sesuai dengan SNI tepung jagung. Menurut Saldivar et al. (1987) produk dari alkali cooked milling akan memiliki kandungan abu sebesar 1,5% (lebih tinggi dari pada pengolahan tepung jagung secara dry milling) hal ini disebabkan oleh adanya panambahan Ca(OH)2 yang akan menambah jumlah mineral pada tepung jagung.

c. Kadar Serat Kasar

Kadar serat terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan sebagian kecil hemiselulosa. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar serat kasar tepung jagung berkisar antara 0,36–1,83% pada teknik pembuatan tepung jagung secara

dry milling dan berkisar antara 1,27–2,73% pada teknik pembuatan tepung secara

alkali cooked milling. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kadar serat kasar pada tepung jagung masih sangat tinggi dan belum sesuai dengan SNI tepung jagung yaitu maksimum 1,5%. Tepung jagung yang memenuhi kriteria adalah tepung jagung yang berasal dari varietas Srikandi Putih. Tingginya kadar serat kasar pada tepung jagung disebabkan pada proses pembuatan tepung jagung tidak melalui proses ekstraksi seperti pada pembuatan pati sehingga serat yang tertinggal masih tinggi.

Tabel 10. Komposisi kimia tepung jagung dengan teknik pembuatandry milling

Komponen Varietas

Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih

Air (%) 7,73 7,77 7,92 7,66 8,09 7,34 Abu (% bk) 1,23 1,34 1,44 1,31 1,43 1,45 Lemak (% bk) 9,78 9,93 5,68 8,39 6,69 6,49 Protein (% bk) 10,29 9,60 9,11 9,93 10,01 10,77 Serat kasar (% bk) 1,83 1,27 1,64 1,81 1,53 0,36 Karbohidratby difference(% bk) 76,88 77,86 82,12 78,56 80,34 80,94 Kadar pati (% bk) 54,87 54,17 64,68 49,93 60,04 58,59 Kadar amilosa (% bk) 35,46 35,53 37,56 33,00 36,67 38,33

Tabel 11. Komposisi kimia tepung jagung dengan teknik pembuatanalkali cooked milling

Komponen Varietas

Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih

Air (%) 8,47 8,92 8,78 8,98 8,82 8,70 Abu (% bk) 1,81 1,94 1,93 1,77 1,89 1,87 Lemak (% bk) 8,23 7,75 12,69 4,07 4,54 6,99 Protein (% bk) 9,76 9,87 9,33 10,24 9,96 10,37 Serat kasar (% bk) 1,27 2,40 1,52 1,37 2,73 1,29 Karbohidratby difference(% bk) 78,94 78,03 74,52 82,55 80,88 79,47 Kadar pati (% bk) 56,87 60,04 57,70 48,22 51,72 52,16 Kadar amilosa (% bk) 37,87 33,42 37,1 35,65 36,61 35,74

d. Kadar Protein

Tepung jagung diharapkan memiliki kadar protein yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tepung sebagai bahan pangan dan pakan sehingga tidak memerlukan bahan substitusi lagi dalam aplikasinya. Kadar protein dalam tepung bukan merupakan syarat mutu tepung menurut SNI. Namun, keberadaannya dalam tepung dapat melengkapi nilai gizinya.

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa tepung jagung dengan teknik pembuatan dry milling memiliki kandungan protein sebesar 9,11–10,77% untuk

alkali cooked milling memiliki kadar protein yang hampir sama, yaitu berkisar antara 9,33–10,37%. Kandungan protein dalam tepung sangat penting untuk melengkapi nilai gizinya. Oleh karena itu kandungan protein tepung diharapkan setinggi mungkin.

Varietas Srikandi Kuning dan Srikandi Putih yang merupakan tipe jagung QPM (Quality Protein Maize) memiliki kadar protein yang tinggi baik pada pengolahan secaradry milling maupunalkali cooked milling yaitu untuk Srikandi Kuning sebesar 10,01% pada dry milling dan 9,96% pada alkali cooked milling, sedangkan untuk Srikandi Putih sebesar 10,77% pada dry milling dan 10,37% pada alkali cooked milling. Jagung tipe QPM ini dapat digunakan untuk bahan pangan dan pakan.

e. Kadar Lemak

Kadar lemak yang tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi, sebab lemak mampu membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granula pati. Lemak dapat mengganggu proses gelatinisasi dengan cara sebagian besar lemak akan diserap oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula. Hal ini akan menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula. Dengan mengetahui kadar lemak pada tepung maka akan memudahkan dalam penentuan tujuan dan pembuatan produk tersebut.

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar lemak pada pembuatan tepung secara dry milling adalah 5,68–9,78%, sedangkan pada teknik pembuatan alkali cooked milling kadar lemak berkisar antara 4,07–12,69%. Dari hasil analisa ini dapat dilihat juga bahwa pada tiap-tiap varietas tepung jagung kadar lemaknya masih cukup tinggi. Pada tepung jagung, kadar lemak juga bukan merupakan syarat mutu dalam SNI, namun kadar lemak pada tepung jagung diharapkan setinggi mungkin, hal ini sesuai dengan aplikasinya untuk produk pangan. Namun kadar lemak yang tinggi pada tepung jagung yang disimpan dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan penurunan mutu tepung. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan.

f. Kadar Pati

Kadar pati merupakan kriteria mutu terpenting tepung baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa tepung jagung yang diolah secara dry milling memiliki kadar pati antara 49,93-64,68% sedangkan untuk alkali cooked milling antara 48,22–60,04%. Kadar pati yang dihasilkan oleh tepung jagung baik secara dry milling maupun alkali cooked milling sudah cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk pangan berkarbohidrat tinggi.

Jika dibandingkan dengan ekstrak pati, kadar pati pada tepung tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan pada proses pembuatan tepung tidak melalui proses ekstraksi sehingga memungkinkan adanya komponen-komponen lain seperti serat, lignin, dan lain-lain.

g. Kadar Amilosa

Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakteristik dari pasta pati. Pati yang memiliki amilosa yang tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang besar untuk gelatinisasi.

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar amilosa terhadap tepung jagung yang diolah secara dry milling adalah 33,00–38,33% sedangkan untuk

tepung jagung yang diolah secara alkali cooked milling adalah sekitar 33,42– 37,87%. Jagung yang digunakan masih tergolong dalam normal corn, yaitu mengandung amilosa ±30%. Kandungan amilosa dapat mempengaruhi sifat fungsional dari tepung jagung seperti kelarutan dan swelling power, freeze-thaw stability dan kejernihan pasta.

h. Kadar Gula Pereduksi

Zat pati alami merupakan campuran antara amilosa, yaitu zat pati dengan rumus rantai memanjang, dan amilopektin yang rumusnya mempunyai percabangan. Dengan menggunakan asam mineral encer dengan sekedar pemanasan dapat dengan mudah menguraikan amilosa maupun amilopektin, hasilnya hanya glukosa. Glukosa masih mempunyai gugus karbonil bebas dalam struktur molekulnya.

Dari Tabel 10 dan 11 dapat dilihat bahwa kadar gula pereduksi terbesar pada teknik pembuatan tepung jagung secara dry milling adalah pada varietas Bisma yaitu sebesar 0,23%, sedangkan pada teknik pembuatan tepung jagung

Dokumen terkait