Radikal Bebas dan Antioksidan
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Fitokimia terhadap Serbuk Temu mangga (Curcuma mangga) Temu mangga mengandung berbagai macam senyawa kimia. Berdasarkan hasil analisis fitokimia terhadap rimpang temu mangga, ternyata temu mangga mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder tersebut
50 seperti terlihat pada Tabel 2. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa metabolit sekunder yang terkandung dalam temu mangga berupa alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin tetapi tidak mengandung steroid, triterpenoid maupun kuinon.
Tabel 2 Hasil analisis fitokimia kandungan ekstrak temu mangga
No Jenis analisa Hasil
1 2 3 4 5 6 7 Alkoloid - Mayer -Wagner -Dragondorf Flavonoid Steroid Triterpenoid Kuinon Tanin Saponin +++ +++ +++ +++ - - - ++ +++
Keterangan: +++ kandungan senyawa kimia tinggi; ++ kandungan senyawa kimia cukup tinggi;
- tidak mengandung senyawa kimia
Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tanaman kurang lebih 20%, strukturnya mengandung lebih dari 15 atom nitrogen. Struktur alkaloid berupa cincin heterosiklik yang mengandung nitrogen dan atom karbon. Kerangka karbon mengandung turunan dari terpenoid. Beberapa alkaloid dibedakan atas ornitin, termasuk asam nikotinamid vitamin B (niasin), yang merupakan prekursor dari cincin alkaloid. Pada tanaman, nitrogen sebagai gudang alkaloid tetapi pada hewan sebagai asam urat dan urik. Akaloid terdapat di dalam sitosol pada pH 7,2 dan disintesis dari beberapa asam amino seperti lisin, tirosin dan triptopan. Alkaloid sebagai alat pertahan bagi tanaman untuk menghindari predator. Alkaloid cukup toksik bagi manusia secara alami seperti strignin, atropin bahkan dapat menyerang sistem syaraf seperti nikotin (Taiz & Zeiger 2002). Menurut Pelletier 1983 & Bruneton 1993), berdasarkan cincin nitrogen dan biosintesisnya maka alkaloid dibagi kedala 3 kelompok terdiri atas: 1) Alkaloid sejati, senyawa nitrogen yang mempunyai struktur kompleks dan bersifat basa, atom nitrogennya bagian dari heterosiklik sehingga bersifat farmakologik. 2) Protoalkaloid, senyawa amina sederhana yang mana atom nitrogen bukan merupakan heterosiklik, bersifat basa, contohnya serotonin. 3) Pseudo alkaloid,
51 senyawa nitrogen heterosiklik tetapi bukan merupakan turunan asam amino, contoh isoprenoid, terpenoid.
Tanin merupakan polimer heterogenus yang menganding senyawa fenolat dan asam galat dengan berat molekul antara 600 – 3000. Pada tanaman tanin terikat dengan lignin, sedangkan pada hewan tanin berikatan dengan protein kolagen di bawah kulit. Pada hewan, tanin dapat meningkatkan resistensi/ melindung dari cuaca panas, air maupun mikrobah. Tanin dapat berkondensasi membentuk polimerisasi dengan unit flavonoid, tetapi dapat juga dihidrolisis menjadi antasianida bila diperlakukan dengan asam kuat (Taiz & Zeiger 2002).
Saponin merupaka senyawa steroid dan glikosil terpena yang dapat larut dalam lipid dan air. Secara normal dikenal sebagai ditergent (sabun), jika di gosokkan ke tangan. Bila membentuk kompleks dengan sterol, saponin menjadi toksik terutama pada sistem pencernakan dan merusak dinding pembuluh darah bagi manusia (Taiz & Zeiger 2002).
Flavonoid merupakan produk yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan, termasuk dalam kelompok besar polfenol. Tanaman yang banyak mengandung polifenol tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan berbagai konsentrasi. Komponen tersebut terikat atau terkonjungasi dengan senyawa gula (Taiz & Zeiger 2002). Salah satu komponen flavonoid yang digunakan sebagai suplemen makanan adalah fitoestrogen, fitoestrogen tersusun atas isoflavon, lignin, dan kumestran (Ruggiero et al.2002). Berbagai sayuran dan buah-buahan yang dapat dimakan juga mengandung mengandung sejumlah flavonoid. Konsentrasi tertinggi flavonoid terdapat pada daun dan kulit kupasan jika dibandingkan dengan jaringan yang di dalam. Diet yang kaya akan flavonoid dapat menurunkan risiko penyakit arteri koronaria, kanker dan stroke. Flavonoid mempunyai mempunyai kemampuan sebagai skavenger radikal bebas dan dan menghambat oksidasi lipid (van Hoorn et al. 2003; Taiz & Zeiger 2002).
Selain metabolit sekunder yang terkandung pada tanaman temu mangga, juga terdapat berbagai macam nutrisi sebagai metabolit primer lainnya, seperti karbohidrat, protein, lemak yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia (Tabel 3). Semua metabulit primer ini digunakan untuk kebutuhan sel tanaman itu sendiri (Taiz & Zeiger 2002).
52 Karbohidrat merupakan makro molekul yang digunakan sebagai sumber energi dan sebagai penyusun sel tumbuhan, seperti selulosa, lignin maupun pektin. Sebagai sumber energi, karbohidrat akan degradasi menjadi molekul sederhana yaitu air, adenosin trifosfat (ATP) dan karbon dioksida (CO2). Protein merupakan
makromolekul terdiri atas rangkaian asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Secara umum, protein digunakan untuk pertumbuhan sel tumbuhan itu sendiri, sebagai penyusun membran sel bersama-sama dengan lipid. Asam lemak merupakan senyawa penyusun membran sel dan dapat berfungsi sebagai sumber energi. Sintesis asam lemak terjadi di sitosol, sedangkan katabolisme terjadi di dalam mitokondria.
Tabel 3 Hasil analisis kuantitatif kandungan ekstrak temu mangga
No Jenis analisis Hasil Metode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar flavonoid (mg/g) Kadar protein (%) Kadar karbohidrat (mg/g) Kadar kurkumin Rendemen air (%)
Rendemen pelarut organik (%)
15,16 7,02 6,85 1,02 4,64 16,66 5,52 1,52 2,41 Gravimetri Gravimetri Gravimetri Spektrofometer Titrimetri Titrimetri Spektrometri Ekstraksi Ekstraksi
Analisis Turunan Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga
Kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam penelitian ini diperoleh sebanyak randemen sebanyak 1,84 % dari rimpang temu mangga. Selain kurkuminoid, ekstrak temu mangga ternyata mengandung sejumlah senyawa kimia lainnya, seperti flavonoid (1,024 mg/g berat serbuk), alkaloid, tanin dan saponin, asam lemak, protein dan senyawa karbohidrat.
Dalam percobaan ini, kurkuminoid diekstraksi dengan menggunakan air dan residu hasil ektraksi diekstrak kembali dengan menggunakan etanol. Tonnesen (1992) menyatakan bahwa kurkuminoid hasil ekstraksi dari rimpang Curcuma longa berwarna kekuningan, dan ju mlah yang diperoleh 1-5 % dari berat kering.
53 Hasil penelitian ini diperoleh kurkuminoid ekstrak temu mangga lebih rendah dibandingkan seperti yang diteliti oleh Tonesen (1992). Hal ini disebabkan temu mangga yang digunakan dalam penelitian ini dalam keadaan berat basah sehingga bilah dikeringkan bobotnya menjadi menurun. Disamping itu pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi kurkuminoid berbeda yaitu pelarut air dan etanol, sedangkan Tonessan (1992) menggunakan pelarut etanol dan aseton. Selain etanol dan aseton, kurkuminoid dapat juga diektraksi dengan menggunakan butanol, dietil eter, benzena, metanol, etilin diklorid dan petroleum eter. Quiles et al. (2002) mengekstraksi kurkuminoid dari Curcuma longa dengan menggunakan metode maserasi dengan air dan atanol absolut sebagai. Sedangkan Kiso (1985) mengisolasi kurkuminoid dengan metode soxhletasi bertingkat menggunakan etanol 50% sebagai pelarut.
Fraksinasi turunan kurkuminoid temu mangga dipisahkan dengan metode KCKT. Hasil fraksinasi ekstrak kurkuminoid temu mangga dan standar kurkuminoid disajikan pada Gambar 13. Dalam percobaan ini, fraksi kurkuminoid dipisahkan dengan menggunakan metanol:asam asetat: asetonitril. Pemilihan fase gerak ini, karena senyawa tersebut dapat mimisahkan standar kurkuminoid.
Hasil uji frakfsinasi terhadap kurkuminoid ekstrak temu mangga, diperoleh 4 fraksi kurkumioid. Hal ini terlihat seperti gambar di bawah yang terdiri atas 4 waktu retensi dengan luas area dan ketinggian yang berbeda bila dibandingkan dengan standar kurkuminoid yang terdiri atas 13 fraksi.
Gambar 13 Kromatogram kurkuminoid ekstrak temu mangga dan standar kurkuminoid. Waktu (menit) Waktu (menit) S in y a l Abs o r b a n S in y a l Abs o r b a n
54 Dari ke empat fraksi yang diperoleh, hanya 3 fraksi utama yang telah teidentifikasi diantaranya kurkumin, demetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin. Ke tiga fraksi tersebut memiliki waktu retensi yang relatif sama dengan waktu retensi standard kurkuminoid. Namun mempunyai perbedaan waktu retensi dari nmasing-masing fraksi yang peroleh. Kondisi ini menandakan bahwa tingkat polaritas dari masing-masing fraksi yang diuji berbeda jenisnya. Luas area dan puncak ketinggian dari ke tiga fraksi kurkuminoid, hampir sama bentuknya jika dibandingkan dengan standard kurkuminoid. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa waktu retensi, luas area, dan ketinggian puncak dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi dan mengidentifikasi komponen-komponen yang terdapat di dalam sampel penelitian.
Hostettman et al. (1995) menyatakan bahwa, senyawa yang bersifat polar dan atau mudah larut dalam air paling sesuai dipisahkan dengan menggunakan KCKT. Tonnessen & Karlsen (1985) menyatakan bahwa kurkumin dapat dipisahkan dengan metode KCKT, pada kolom nukleosil-NH2 dengan fase gerak etanol 96%, pada pH alkalis dengan masa inkubasi 5 menit dan 28 jam. Menurut Kiso (1983), pemisahan kurkumin jenis desmetoksi kurkumin dapat dipisahkan dengan teknik kolom kromatografi pada silika gel yang menggunakan campuran pengelusi klorofom dan metanol, fraksi kurkumin keluar sebagai fraksi awal.
Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan, fraksi kurkuminoid temu mangga dapat dipisahkan dengan menggunakan KCKT, dengan kolom LC-18 supelcosil (150 mm x 4,6 mm dan 5 µ m. supelco). Fase gerak yang digunakan adalah metanol:asam asetat: asetonitril pada panjang gelombang ( ) 425 mm, dengan suhu kolom 300C dan laju alir adalah 1 ml/menit (Tabel 4).
Tabel 4 Waktu retensi, luas area dan ketinggian puncak hasil fraksinasi kurkuminoid
Fraksi waktu retensi(menitI) luas Area (%) puncak (%) KTM Standar KTM Standar KTM Standar - 2,50 2,38 1,09 0,26 0,69 0,31 - - 2,78 - 0,32 - 0,17 - - 4,86 - 0,38 - 0,29 - - 5,66 - 0,35 - 0,32 bis demetoksi kurkumin 6,83 6,88 8,11 8,95 7,18 8,50 demetoksi kurkumin 7,44 7,43 18,88 30,67 19,54 32,04 kurkumin 8,02 8,02 71,92 58,75 72,59 58,05 - - 9,54 - 0,32 - 0,32
55 Konsentrasi fraksi kurkuminoid ekstrak temu mangga berbeda hasilnya berbeda bila dibandingkan dengan Curcuma longa (Tabel 5). Perbedaan konsentrasi fraksi kurkuminoid Curcuma mangga dan Curcuma longa, terjadi karena jenis kurkuma yang diteliti berbeda dari peneliti sebelumnya. Perbedaan terlihat pada demetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin dari temu mangga, konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan Curcuma longa. Namun demikian, konsentrasi kurkumin temu mangga lebih rendah dibandingkan dengan Curcuma
longa. Dengan demikian, dapat dibuat suatu disimpulkan bahwa temu mangga mempunyai spesifikasi yang berbeda dengan Curcuma longa, yaitu pada senyawa demetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin.
Tabel 5 Jumlah persentase fraksi kurkuminoid hasil KCKT
Fraksi Kurkuminoid
Curcuma mangga Curcuma longa*
bis demetoksi kurkumin (%) 3,00 0,70
demetoksi kurkumin (%) 2,30 1,97
kurkumin (%) 6,20 7,34
Keterangan: * Quiles et al. (2002).
Penelitian yang dilakukan Quiles et al. (2002) menunjukan bahwa kurkumin dengan dosis 2,4-9,6 umol/l, mampu menghambat peroksidasi LDL pada makrofag dari manusia yang dilakukan secara in vitro. Kurkumin diketahui mempunyai aktivitas antioksidan, disamping itu kurkumin mampu mengeliminasi radikal bebas dari turunan oksigen yang memberikan respon peroksidasi lipid, radikal hidroksi, superoksid, singlet oksigen, nitrogen dioksida (Sreejeyan et al.
1994; Reddy & Lokesh 1994; Rao 1995; Rao et al. 1995; Unnikrishnan & Rao1997; Sreejeyan & Rao. 1997).
Struktur kimia kurkuminoid mengandung gugus fenolik yang sangat esensial untuk scavenger superoksid, dan adanya gugus orto akan meningkatkan aktivitas fenolik (Sreejeyan et al. 1994). Bahkan telah didemontrasikan, bahwa kurkumin mampu menghambat turunan dari radikal superoksid (Rubby& Lokesh 1995). Sedangkan Vareed et al. (2008) menyatakan, substansi fenolik yang terdapat pada tanaman obat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiradang, antikangker maupun antimutagenik. Hernani & Raharjo (2002) menyatakan bahwa polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas
56 sebagai antioksidan, antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi maupun plastik. Sedangkan Vareed et al. (2008) menyatakan bahwa substansi fenolik yang terdapat pada tanaman obat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiradang, antikanker maupun antimutagenik. Jayaprakasa dkk (2005) menyatakan bahwa gugus hidroksil dan metoksil pada cicin fenil dan subtituen 1,3 diketon memiliki peran penting yang sangat signifikan dalam kemampuan kurkumin sebagai antioksidan.
Secara in vitro, kurkumin dapat memperlihatkan toksisitas interinsik yang sangat rendah terhadap sel hepatosit tikus. Suatu kenyataan bahwa, tidak adanya toksisitas terhadap kurkumin kemungkinan besar karena struktur kurkumin mengandung gugus keton yang dapat mengikat hidrogen internal pada sistem aromatik. Kurkumin juga dijumpai sebagai fototoksik terhadap sel mamalia, sel leukemia basofilik tikus yang diberikan pada konsentrasi kurang dari 1 µ M. Kecilnya dosis toksitas kurkumin menunjukkan bahwa kurkumin dapat digunakan sebagai pengobatan awal dari suatu penyakit (Tonnesen et al. 1987). Sedangkan menurut Kiso (1985), kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik.