Karakteristik Umum Gambut Riau
Karakteristik umum gambut Riau disajikan pada Tabel 4. Gambut pantai (coastal peatland) merupakan gambut yang dipengaruhi oleh lingkungan marin atau air laut dan pada lapisan bawah gambut dijumpai tanah mineral liat, dan vegetasi asal mangrove. Gambut pedalaman (inland peatland) merupakan gambut yang dipengaruhi oleh lingkungan yang bergantung pada keadaan iklim atau curah hujan dan sangat miskin unsur hara serta mempunyai vegetasi hutan kayu-kayuan berdaun lebar (Angiospermae). Gambut transisi (transition peatland) memiliki sifat diantara gambut pantai dan pedalaman serta mempunyai vegetasi hutan mangrove dan kayu-kayuan berdaun lebar (Angiospermae) (Sabiham, 1986).
Berdasarkan Tabel 4, pada fisiografi pantai diambil contoh bahan gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun dan >6 tahun. Profil gambut pantai pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun (Lampiran 2) yang dianalisis adalah BM 1 (<6/1) pada kedalaman 0-20, 20-60, 60-110, dan 110-200 cm, dan BM 3 (<6/3) pada kedalaman 0-20, 20-40, 40-80, dan 80-120 cm. BM 1 (<6/1) diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, terletak di Kabupaten Bengkalis, Kecamatan Bukit, dengan letak koordinat 01o 34’ 22.7” LU dan 101 o 50’ 55.0” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 37 bulan, dengan ketebalan gambut sebesar 700 cm dan kedalaman air tanah mencapai 72 cm. BM 3 (<6/3) diklasifikasikan sebagai Teric Tropohemist, terletak di Kota Dumai, Kecamatan Medang, dengan letak koordinat 01o 39’ 47.5” LU dan 101 o 43’ 32.9” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 5 tahun, dengan ketebalan gambut 40 cm dan kedalaman air tanah mencapai 60 cm.
Profil gambut pantai pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun (Lampiran 3) yang dianalisis adalah BM 1 (>6/1) pada kedalaman 0-20, 20-33, 33-60, 60-80, dan 80-120 cm, dan BM 2 (>6/2) pada kedalaman 0-20, 20-55, 55-80, dan 80-120 cm. BM 1 (>6/1) diklasifikasikan sebagai Histik Tropaquent, yang terletak di Kota Dumai, Kecamatan Sungai Sembilan, Kelurahan Bangsal Aceh dengan letak koordinat 01o 46’ 44.2” LU dan 101 o 18’ 23.6” BT. Penggunaan lahan berupa kebun kelapa sawit umur 9 tahun, dengan ketebalan gambut 33 cm, dan kedalaman air tanah sebesar 30 cm.
Tabel 4. Karakteristik Umum Gambut Riau
Bahan Gambut Ulangan Profil Lokasi Jenis Ketebalan Umur
Pewakil Tanah (cm) KS
Fisiografi Rawa Pantai 1 BM 1 <6/1 Kab. Bengkalis, Typic 700 37 bulan
Kelapa Sawit <6 tahun 01o 34’ 22.7 “ LU Tropohemist
101o 50’ 55.0 “ BT
2 BM 3 <6/3 Kota Dumai, Teric 40 5 tahun
01o 39’ 47.5 “ LU Tropohemist
101o 43’ 32.9“ BT
Fisiografi Rawa Pantai 1 BM 1 >6/1 Kota Dumai, Histik 33 9 tahun
Kelapa Sawit >6 tahun 01o 46’ 44.2 “ LU Tropaquent
101o 18’ 23.6“ BT
2 BM 2 >6/2 Kota Dumai, Teric 55 12 tahun
01o 46’ 51.1 “ LU Tropohemist
101o 18’ 37.6“ BT
Fisiografi Rawa Transisi 1 TKWL 02 <6/1 Kab. Siak, Typic 260 12 bulan
Kelapa Sawit <6 tahun 00o 58’ 40.09 “ LU Tropohemist
101o 58’ 37.6 “ BT
2 TKWL 04 <6/3 Kab. Siak, Teric 84 32 bulan
00o 55’ 45.1 “ LU Tropohemist
102o 00’ 55.7 “ BT
Fisiografi Rawa Transisi 1 KR. Siak 2 >6/2 Kab. Siak, Histik 11 8 tahun
Kelapa Sawit >6 tahun 00o 54’ 16.5 “ LU Tropaquept
102o 01’ 29.8 “ BT
2 KR. Siak 3 >6/3 Kab. Siak, Teric 44 9 tahun
01o 07’ 52.6 “ LU Tropohemist
102o 03’ 53.2 “ BT
Fisiografi Rawa Pedalaman 1 Galuh 3 >6/3 Kab. Kampar, Typic >175 15 tahun
Kelapa Sawit >6 tahun 00o 29’ 14.6 “ LU Tropohemist
101o 14’ 55.6“ BT
2 Galuh 4 >6/4 Kab. Kampar, Typic >100 15 tahun
00o 29’ 16.2 “ LU Tropohemist
101o 15’ 00.5“ BT
BM 2 (>6/2) diklasifikasikan sebagai Teric Tropohemist, dengan letak koordinat 01o 46’ 51.1” LU dan 101 o 18’ 37.6” BT. Penggunaan lahan berupa kebun kelapa sawit umur 12 tahun, dengan ketebalan gambut 55 cm dan kedalaman air tanah mencapai 23 cm.
Profil gambut transisi pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun (Lampiran 4) yang dianalisis adalah TKWL 02 (<6/1) pada kedalaman 0-20, 20-78, 78-115, 115-260, dan >260 cm dan TKWL 04 (<6/3) pada kedalaman 0-18, 18-42, 42-84, 84-106, dan >106 cm. TKWL 02 diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, yang terletak pada koordinat 00o 58’ 35.3” LU dan 101 o 58’ 44.7” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 12 bulan, dengan ketebalan gambut 260 cm dan kedalaman air tanah mencapai 74 cm. TKWL 04 (<6/3) diklasifikasikan sebagai Teric Tropofibrist, yang terletak pada koordinat 00o 55’ 45.1” LU dan 102 o 00’ 55.7” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 32 bulan, dengan ketebalan gambut 84 cm dan kedalaman air tanah mencapai 28 cm.
Profil gambut transisi pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun (Lampiran 5) adalah KR Siak 2 (>6/2) pada kedalaman (0-11, 11-19, 19-32, >32 cm), dan KR Siak 3 (>6/3) pada kedalaman 0-14, 14-44, 44-55, dan 55-120 cm. KR Siak 2 (>6/2) diklasifikasikan sebagai Histic Tropaquent, dengan letak koordinat 00o 54’ 16.5” LU dan 102 o 01’ 29.8” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 8 tahun, dengan ketebalan gambut 11 cm dan kedalaman air tanahnya mencapai 54 cm. KR Siak 3 (>6/3) diklasifikasikan sebagai Teric Tropohemist, dengan letak koordinat 01o 07’ 52.6” LU dan 102 o 03’ 53.2” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 9 tahun, dengan ketebalan gambut 44 cm dan kedalaman air tanah mencapai 40 cm.
Pada fisiografi rawa pedalaman diambil contoh gambut pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun (Lampiran 6). Profil gambut pedalaman >6 tahun yang dianalisis adalah Galuh 3 (>6/3) pada kedalaman 0-20, 20-40, 40-80, 120, dan 120-200 cm, dan Galuh 4 (>6/4) pada kedalaman 0-10, 10-35, 35-80, 80-240 cm, yang terletak di Kebun PTPN V Sei Galuh, Kabupaten Kampar. Galuh 3 (>6/3) diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, dengan letak koordinat 00o 29’ 16.2” LU dan 101 o 15’ 00.5” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit
umur 15 tahun, dengan ketebalan gambut mencapai >175 cm dan kedalaman air tanah sebesar 40 cm. Galuh 4 (>6/4) diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, terletak pada lintang 00o 29’ 58.5” LU, 101o 14’ 40.8” BT, penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 15 tahun, ketebalan gambut mencapai >100 cm dan kedalaman air tanah mencapai 33 cm.
Tanah gambut pantai yang digunakan selama <6 tahun rata-rata memiliki ketebalan lebih besar dibandingkan tanah gambut pantai yang dikelola >6 tahun. Tanah gambut transisi yang digunakan selama <6 tahun juga memiliki ketebalan lebih besar dibandingkan tanah gambut transisi yang dikelola >6 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketebalan tanah gambut berkurang dengan lama penggunaan terutama akibat drainase, dekomposisi maupun pemadatan.
Hubungan Tingkat Dekomposisi Gambut dengan Nilai Rasio E400/E600
Tingkat dekomposisi dan humifikasi gambut ditentukan berdasarkan interpretasi terhadap kadar dan warna serat (indeks pirofosfat), serta nilai absorban E400 dan E600. Hubungan rataan kadar serat, indeks pirofosfat, nilai rasio E400/E600 dengan tingkat dekomposisi gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun disajikan pada Tabel 5. Data kadar serat, indeks pirofosfat dan tingkat dekomposisi selengkapnya disajikan pada Lampiran 7, sedangkan nilai absorban pada panjang gelombang 400 dan 600 nm (E400 dan E600) disajikan pada Lampiran 8-10.
Berdasarkan rataan kadar serat dan indeks pirofosfat, gambut Riau pada fisiografi pantai, transisi maupun pedalaman dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun didominasi oleh tingkat dekomposisi hemik. Tidak adanya perbedaan dalam tingkat dekomposisi gambut tersebut diduga karena aktivitas pengelolaan lahan kebun kelapa sawit yang sama-sama intensif. Rataan rasio E400/E600 gambut Riau pada ketiga fisiografi dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur >6 tahun dominan berada pada nilai <5,0. Hal ini menunjukkan tingkat humifikasi lanjut.
Tabel 5. Hubungan Kadar Serat, Indeks Pirofosfat, Nilai Rasio E400/E600 dengan Tingkat Dekomposisi Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Umur Kelapa Sawit >6 Tahun
Keda- Fisiografi Pantai Fisiografi Transisi Fisiografi Pedalaman Laman
KS IP Rasio Tingkat KS IP Rasio Tingkat KS IP Rasio Tingkat (cm) E400/E600 Dekomposisi E400/E600 Dekomposisi E400/E600 Dekomposisi
0-10/11 35% 0,5 4,03 Hemik tua 30% 0,5 4,25 Hemik tua 30% 2,0 5,07 Hemik
10/11-18/20 35% 0,5 4,03 Hemik tua - - - - 35% 2,5 4,10 Hemik tua
18/20-33/35 60% 0,5 6,08 Hemik - - - - 40% 2,0 4,46 Hemik tua
33/35-40/42 - - - - - - - - 40% 3,0 3,71 Hemik tua 40/42-55/60 - - - - - - - - 50% 3,0 3,71 Hemik tua 55/60-75/78 - - - - - - - - 50% 3,0 3,71 Hemik tua 75/78-80/84 - - - - - - - - 50% 3,0 3,71 Hemik tua 80/84-100/110 - - - - - - - - 55% 3,0 3,89 Hemik tua 100/110-120 - - - - - - - - 55% 3,0 3,89 Hemik tua 120-200 - - - - - - - - 65% 2,0 4,92 Hemik tua
Umur Kelapa Sawit <6 Tahun
0-10/11 45% 1,5 4,92 Hemik tua 55% 2,0 5,01 Hemik
10/11-18/20 45% 1,5 4,92 Hemik tua 55% 2,0 5,01 Hemik
18/20-33/35 65% 4,0 4,13 Hemik tua 65% 3,0 5,08 Hemik
33/35-40/42 65% 4,0 4,13 Hemik tua 65% 3,0 5,08 Hemik
40/42-55/60 - - - - 65% 3,0 5,08 Hemik
55/60-75/78 - - - - 68% 3,0 6,32 Hemik
75/78-80/84 - - - - 68% 3,0 6,32 Hemik
Keterangan: KS = Kadar Serat, IP = Indeks Pirofosfat
Rataan rasio E400/E600 gambut pantai dan transisi pada perkebunan kelapa sawit umur >6 tahun juga menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan gambut pantai dan transisi pada perkebunan kelapa sawit dengan umur >6 tahun. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa gambut Riau pada umur pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lebih lanjut (>6 tahun) memiliki tingkat humifikasi lanjut. Nilai rasio E400/E600 yang rendah dapat disebabkan oleh nilai E600 yang lebih tinggi. Nilai E600 merupakan nilai absorban spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm yang menunjukkan konsentrasi asam humat. Konsentrasi asam humat yang dominan menunjukkan tingkat humifikasi gambut yang telah berkembang lanjut (Riwandi, 2001).
Menurut Tan dan Giddens (1972), nilai rasio E400/E600 pada kisaran3,0-5,0 menunjukkan bahan gambut dengan kandungan asam humat yang dominan sehingga memiliki tingkat humifikasi lanjut karena telah mengalami proses dekomposisi lanjut. Menurut Barchia (2006), jumlah bahan humus yang terekstraksi dari bahan gambut semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat proses humifikasi. Berdasarkan nilai rasio E400/E600 (<5,0) menurut kriteria Tan dan Giddens (1972) dan tingkat dekomposisinya (hemik), makagambut Riau pada fisiografi pantai, transisi, dan pedalaman dengan penggunaan lahan kebun sawit umur >6 tahun dikategorikan sebagai hemik tua. Berdasarkan kriteria Stevenson (1994), jika rasio E400/E600 >6,5 maka kadar asam fulvat dalam gambut lebih dominan daripada asam humat, sedangkan jika rasio E400/E600 <5,0 maka kadar asam humat lebih dominan daripada asam fulvat, dan apabila rasio E400/E600 berada di antara kedua nilai tersebut maka terjadi keseimbangan kadar asam fulvat dan asam humat di dalam bahan gambut. Berdasarkan kriteria Stevenson (1994), rasio E400/E600 (Tabel 5) juga menunjukkan bahwa bahan gambut pantai, transisi, dan pedalaman pada kebun kelapa sawit berumur >6 tahun tergolong sebagai hemik tua.
Berdasarkan Tabel 5, kadar serat dan indeks pirofosfat gambut pantai dan transisi pada kebun kelapa sawit umur <6 tahun juga menunjukkan tingkat dekomposisi hemik. Pada gambut pantai nilai rasio E400/E600 <5,0 sehingga dikategorikan sebagai bahan hemik tua. Namun, rataan nilai rasio E400/E600 gambut transisi pada kebun kelapa sawit umur <6 tahun >5,0, sehingga diinterpretasikan
sebagai bahan hemik. Menurut kriteria Stevenson (1994), hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara kadar asam fulvat dan asam humat dalam bahan gambut transisi pada kebun kelapa sawit umur <6 tahun (Riwandi, 2001).
Kadar C-organik dan Nilai pH
Rataan kadar C-organik dan nilai pH gambut Riau berdasarkan fisiografi dan umur kelapa sawit disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 1 sampai 3. Data kadar C-organik dan nilai pH selengkapnya disajikan pada Lampiran 11 sampai 13.
Tabel 6. Kadar C-organik, pH-H2O (1:1) dan pH-KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Rambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Kedalaman (cm)
Umur Kelapa Sawit >6 tahun
Pantai Transisi Pedalaman
Kadar pH Kadar pH Kadar pH
C-organik H2O KCl C-organik H2O KCl C-organik H2O KCl
0-10/11 34,70 4,1 3,4 47,70 4,1 3,2 56,53 3,8 2,9 10/11-18/20 34,70 4,1 3,4 33,32 4,0 3,2 56,88 3,7 2,8 18/20-33/35 21,79 4,2 3,6 34,10 4,0 3,1 56,74 3,8 2,8 33/35-40/42 16,02 4,2 3,7 29,23 3,9 3,0 57,34 3,9 2,9 40/42-55/60 16,02 4,2 3,7 23,80 3,9 3,0 57,34 3,9 2,9 55/60-75/78 16,02 4,2 3,7 6,73 4,1 3,3 57,34 3,9 2,9 75/78-80/84 16,02 4,2 3,7 6,73 4,1 3,3 57,34 3,9 3,0 80/84-100/110 12,91 4,2 3,6 6,73 4,1 3,3 57,64 3,7 3,0 100/110-120 - - - - - 57,64 3,7 3,0 120-200 - - - - - 57,69 3,7 3,1
Umur Kelapa Sawit <6 tahun
0-10/11 46,45 4,0 3,1 53,66 4,1 3,0 10/11-18/20 46,45 4,0 3,1 53,66 4,1 3,0 18/20-33/35 47,49 4,2 3,1 56,95 4,1 2,9 33/35-40/42 47,49 4,2 3,1 56,95 4,1 2,9 40/42-55/60 46,45 4,2 3,2 56,95 4,1 2,9 55/60-75/78 46,45 4,2 3,1 49,62 4,1 3,0 75/78-80/84 46,45 4,2 3,1 49,62 4,1 3,0 80/84-100/110 31,48 4,0 3,2 49,62 4,1 3,0 100/110-120 31,48 4,0 3,2 29,09 4,1 3,0
Gambar 1. Kadar C-organik Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Gambar 2. Nilai pH H2O (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Gambar 3. Nilai pH KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Kadar organik gambut Riau tergolong cukup tinggi. Rata-rata kadar C-organik gambut Riau pedalaman > gambut transisi > gambut pantai. Hal ini dapat disebabkan oleh dominasi bahan gambut dari vegetasi hutan kayu-kayuan berdaun lebar pada gambut pedalaman (Riwandi, 2001). Endapan bahan organik yang lebih banyak terakumulasi pada gambut pedalaman menyebabkan kadar bahan organiknya lebih tinggi daripada gambut transisi dan pantai. Selain itu aktivitas mikroorganisme juga berperan dalam dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Kondisi aerobik memungkinkan mikroorganisme memperoleh oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi dan mendekomposisikan bahan organik (Andriesse, 1988). Sehingga pada gambut pantai rata-rata kadar C-organik lebih rendah dibandingkan pada gambut transisi dan pedalaman.
Berdasarkan kedalaman, kadar C-organik gambut pedalaman Riau relatif konstan, namun terjadi penurunan dengan kedalaman pada gambut pantai dan transisi. Hal ini berkaitan dengan adanya pencampuran bahan mineral pada gambut pantai dan transisi yang berasal dari sedimentasi air laut (Andriesse, 1988). Berdasarkan umur tanaman, rata-rata kadar C-organik pada gambut pantai dan transisi dengan umur kelapa sawit >6 tahun lebih rendah daripada pada umur <6 tahun. Hal ini menunjukkan pengaruh umur pengusahaan lahan terhadap penurunan kadar C-organik gambut akibat peningkatan laju dekomposisi bahan
gambut dengan meningkatnya intensitas pengelolaan lahan pada perkebunan kelapa sawit.
Nilai pH-H2O dan pH-KCl menunjukkan bahwa gambut Riau memiliki tingkat kemasaman sedang hingga tinggi. Tingkat kemasaman sedang ditunjukkan oleh nilai rataan pH-H2O gambut transisi dan pantai sebesar 4,1, sedangkan nilai rataan pH-H2O gambut pedalaman (3,8) menunjukkan tingkat kemasaman yang tinggi. Berdasarkan fisiografi, nilai rataan pH-H2O gambut pantai lebih tinggi daripada gambut transisi dan pedalaman. Nilai pH-KCl juga menunjukkan kecenderungan yang sama dengan nilai pH-H2O. Hal ini menunjukkan pengaruh fisiografi terhadap nilai pH. Bahan gambut pedalaman yang sebagian besar mendapat masukan air hujan menyebabkan nilai pH menjadi rendah dan kemasaman gambut menjadi lebih tinggi dibandingkan gambut transisi (air payau) dan gambut pantai (air asin). Nilai pH yang lebih tinggi pada gambut pantai disebabkan oleh bahan gambut yang mendapat pengaruh pasang surut air laut yang membawa kation-kation basa (Subagyo, 2006) dan di bawah lapisan gambut terdapat tanah mineral liat, sehingga nilai pHnya cenderung lebih tinggi (Andriesse, 1988).
Kadar Hara NPK dan Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit
Rataan kadar total N, P2O5 dan K2O gambut Riau disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4 sampai 6. Data kadar total N, P2O5 dan K2O selengkapnya disajikan pada Lampiran14. Berdasarkan fisiografi, rataan kadar total N gambut pedalaman > gambut transisi > gambut pantai. Namun, pada kebun kelapa sawit umur >6 tahun, kadar total P2O5 dan K2O gambut transisi lebih tinggi daripada gambut pedalaman, dan kadar K2O tertinggi terdapat pada gambut pantai.
Tingginya kadar P2O5 dan K2O pada gambut transisi dan pantai dapat disebabkan oleh intensitas pengelolaan perkebunan yang tinggi. Dosis pemupukan Urea gambut pantai, transisi dan pedalaman pada perkebunan kelapa sawit rakyat adalah 0,5 kg/pohon/1,5 bulan atau 1,0 kg/pohon/3 bulan.
Tabel 7. Kadar Total N, P2O5 dan K2O pada Gambut Riau
Kedalaman (cm)
Umur Kelapa Sawit <6 tahun Umur Kelapa Sawit >6 tahun
Fisiografi Pantai Fisiografi Transisi Fisiografi Pantai Fisiografi Transisi Fisiografi Pedalaman
% % N P2O5 K2O N P2O5 K2O N P2O5 K2O N P2O5 K2O N P2O5 K2O 0-10/11 0,98 0,008 0,009 1,17 0,019 0,044 0,68 0,011 0,039 0,89 0,009 0,012 0,88 0,004 0,007 10/11-18/20 0,98 0,008 0,009 1,17 0,019 0,044 0,68 0,011 0,039 0,62 0,009 0,061 0,58 0,008 0,004 18/20-33/35 0,64 0,006 0,010 0,88 0,005 0,014 0,30 0,003 0,073 0,31 0,003 0,048 0,60 0,006 0,010 33/35-40/42 0,62 0,005 0,009 0,88 0,005 0,014 0,27 0,003 0,072 0,26 0,002 0,036 0,56 0,003 0,027 40/42-55/60 0,62 0,005 0,009 0,85 0,005 0,014 0,27 0,003 0,072 0,26 0,002 0,036 0,61 0,003 0,029 55/60-75/78 - - - 0,85 0,005 0,015 - - - 0,10 0,001 0,014 0,61 0,003 0,029 75/78-80/84 - - - 0,85 0,005 0,015 - - - 0,10 0,001 0,014 0,61 0,003 0,029 80/84-100/110 - - - - - - - - - 0,10 0,001 0,014 - - - 100/110-120 - - - - - - - - - 0,10 0,001 0,014 - - -
Gambar 4. Kadar N-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Gambar 5. Kadar P2O5-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Gambar 6. Kadar K2O-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Dosis pemupukan Urea pada gambut Riau di perkebunan perusahaan adalah 1,75-2,25 kg/pohon/tahun, TSP sebesar 1,0-1,5 kg/pohon/tahun, MoP (Muriate of Phospate) sebesar 1,75-2,0 kg/pohon/tahun, dan Dolomit sebesar 2,75-3,25 kg/pohon/tahun. Berdasarkan kadar total N, P2O5 dan K2O (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) (Tabel 8), gambut Riau dapat dikategorikan sebagai gambut oligotoropik.
Tabel 8. Kriteria Kesuburan Gambut (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974)
Tingkat Kesuburan Kriteria Penilaian (%)
N K2O P2O5 CaO Kadar Abu
Eutropik 2,50 0,10 0,25 4,00 10,00
Mesotropik 2,00 0,10 0,20 1,00 5,00
Oligotropik 0,80 0,03 0,05 0,25 2,00
Rataan produktivitas biomassa kelapa sawit disajikan pada Tabel 9. Biomassa total kelapa sawit dihitung berdasarkan jumlah tumbuhan bawah (ton/ha), berat kering pelepah (ton/ha), berat kering tandan (ton/ha), volume
batang (m3), dan biomassa batang (ton/ha). Rataan produktivitas biomassa total kelapa sawit gambut pantai, transisi dan pedalaman pada kelapa sawit umur >6 tahun berturut-turut adalah 11,42 ton/ha/tahun, 13,00 ton/ha/tahun, dan 5,70 ton/ha/tahun. Tingginya kadar P2O5 gambut transisi berhubungan dengan pertumbuhan kelapa sawit umur >6 tahun yang menunjukkan rataan produktivitas biomassa total yang juga tinggi. Rataan produktivitas biomassa total kelapa sawit umur >6 tahun pada gambut pantai juga lebih tinggi daripada gambut pedalaman. Hal ini disebabkan oleh kadar K2O gambut pantai yang paling tinggi dibandingkan dengan gambut transisi dan pedalaman. Berdasarkan produktivitas biomassa total kelapa sawit, maka gambut transisi merupakan lahan yang paling sesuai untuk media pertanaman kelapa sawit.
Tabel 9. Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Riau
Umur Kelapa Sawit <6 tahun Umur Kelapa Sawit >6 tahun
Fisiografi Pantai Fisiografi Transisi Fisiografi
Pantai Fisiografi Transisi
Fisiografi Pedalaman Biomassa BM 1 <6/1 BM3 <6/3 TKWL 02 <6/1 TKWL 04 <6/3 BM 1 >6/1 KR Siak2 >6/2 KR Siak3 >6/3 Galuh 3 >6/3
Umur Tanaman 37 bulan 5 tahun 1 tahun 2,5 tahun 9 tahun 8 tahun 9 tahun 15 tahun
Tumbuhan Bawah (ton/ha) - - 6,45 10,8 5,20 - 6,38 0,98
BKT Pelepah (ton/ha) 0,20 4,62 2,15 11,04 34,91 19,72 19,53 22,11
BKT Tandan (ton/ha) 0,23 4,55 - 5,10 2,74 1,98 0,96 1,05
Volume Batang (m3/ha) - 45,78 - - 166,40 283,01 189,14 170,49
Biomassa Batang (ton/ha) - 16,48 - - 59,90 101,88 68,09 61,38
Biomassa Total (ton/ha) 0,43 25,65 8,59 26,94 102,76 123,58 94,94 85,51
Produktivitas Biomassa Total (ton/ha/tahun)
0,14 5,13 8,59 10,78 11,42 15,45 10,55 5,70