• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen, nilai pH, daya serap air, susut masak, stabilitas emulsi pasta daging.

Rendemen

Rendemen daging sapi diukur dengan membandingkan bobot daging setelah pencucian dengan bobot daging sebelum pencucian dan dikalikan 100%. Menurut Mega (2005), semakin besar nilai rendemen yang diperoleh berarti semakin efisien perlakuan yang dilakukan. Rendemen daging sapi yang diperoleh dari proses pencucian (leaching) dalam penelitian adalah 84,5%; 76%; 80,35%. Rata-rata rendemen daging sapi yang diberi perlakuan pencucian tiga kali dalam penelitian ini adalah 80,3±4,25%. Nilai ini menunjukan bahwa dalam 100 gram daging yang dicuci didapatkan 80,3 gram daging sapi. Menurut Irianto (1990), zat-zat yang terlarut dalam air pada saat pencucian yaitu garam-garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen-pigmen, kontaminan yang berasal dari organ-organ isi perut, bakteri-bakteri, serta bahan-bahan hasil dekomposisi. Hasil penelitian ini menunjukan nilai rendemen pencucian tiga kali lebih baik dibandingkan dengan pasta daging sapi hasil penelitian Mega (2005) yaitu nilai rendemen pada saat pencucian 3x, 6x dan 9x adalah 68,13%, 66,33% dan 65,66%. Hal ini disebabkan perlakuan pencucian sebanyak tiga kali terhadap daging sapi berdasarkan penelitian Mega (2005) menghasilkan kehilangan nutrisi yang tidak terlalu banyak dibanding dengan pencucian sebanyak enam dan sembilan kali.

Nilai pH

Pencucian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH pasta daging sapi sedangkan penambahan otak sapi dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi nilai pH pasta daging sapi. Nilai pH daging sapi, otak sapi dan pasta dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

18 Tabel 1. Nilai pH Daging Sapi Beku dan Otak Sapi Beku

Bahan Baku pH

Daging Beku 5,78

Otak Beku 6,66

Tabel 2. Nilai pH Pasta Daging Sapi

Pencucian Konsentrasi Otak (%) Rataan

0 15 30 45

Pencucian 6,59 6,63 6,67 6,66 6,64 ± 0,15b Tanpa 6,46 6,48 6,53 6,53 6,50 ± 0,04a Pencucian

Rataan 6,53 ± 0,13 6,56 ± 0,15 6,61 ± 0,13 6,59 ± 0,13

Keterangan: a, b) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan

yang nyata (P< 0,05)

Pencucian daging (P<0,05) berpengaruh nyata meningkatkan pH pasta. Hal ini disebabkan proses pencucian bertujuan meningkatkan protein larut garam. Hal ini sesuai dengan Forrest et al. (1975) bahwa semakin tinggi nilai pH semakin banyak jumlah salt soluble protein (SSP) yang terekstrak. Pencucian memisahkan residu asam dalam protein otot akibatnya pH menjadi meningkat. Proses pencucian memisahkan residu asam maka asam akan hilang atau terpisah. Hilangnya asam ini menyebabkan berkurangnya jumlah asam dalam pasta sehingga menyebabkan pH pasta menjadi tinggi.

Susut Masak

Susut masak adalah berat yang hilang (penyusutan berat) selama pemasakan yang sering disebut Cooking loss. Nilai susut masak pasta dihitung dari selisih antara berat adonan dengan berat setelah pengukusan dibandingkan dengan berat adonan dan dikalikan 100%. Makin tinggi temperatur pemasakan dan makin lama waktu pemasakan, makin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan (Soeparno, 1998). Nilai susut masak pasta dapat dilihat pada Tabel 3.

19 Tabel 3. Nilai Susut Masak Pasta Daging Sapi

Pencucian Konsentrasi Otak (%)

0 15 30 45

---%---

Pencucian 0A 0A 0A 0A

Tanpa 0,025B ± 0,014 0,027CD ± 0,015 0,034E ± 0,019 0,30D ± 0,016 Pencucian

Keterangan: A, B) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan

perbedaan sangat nyata (P< 0,01)

Faktor pencucian, penambahan otak sapi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap susut masak. Hal ini disebabkan kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit (Soeparno, 1998). Interaksi antara pencucian dengan berbagai konsentrasi otak ditunjukkan pada Gambar 3 dengan plot interaksi yang tidak sejajar.

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0 15 30 45

Kons entras i Otak (%)

S u sut m a sak (% )

Pencucian Tanpa Pencucian

Gambar 3. Grafik Interaksi antara perlakuan terhadap Susut Masak Pasta Proses pencucian daging dan penambahan otak sapi tidak menyebabkan terjadinya susut masak pada pasta. Sedangkan semakin tinggi penambahan otak pada daging yang tidak dicuci menghasilkan susut masakyang semakin meningkat. Hal ini disebabkan bahwa berat pasta meningkat setelah dikukus karena pasta menyerap uap air tetapi setelah dipanaskan berat pasta kembali seperti berat adonan karena air menguap saat pemanasan. Hasil penelitian ini menunjukan nilai susut masak yang lebih baik dibandingkan dengan pasta daging sapi hasil penelitian Mega (2005)

20 dengan nilai rata-rata 15, 82%. Interaksi antara perlakuan tanpa pencucian dengan penambahan otak sapi meningkatkan susut masak karena tanpa pencucian masih mengandung protein sarkoplasma yang tidak baik dalam berikatan dengan lemak dan air sehingga dengan penambahan otak yang semakin besar menyebabkan susut masak yang tinggi.

Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan indikasi kestabilan ikatan protein sebagai bahan pengikat dalam berikatan dengan minyak dan air pada produk emulsi. Nilai minyak yang terlepas pada pasta daging sapi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Semakin kecil angka yang diperoleh dalam pengukuran objektif berarti semakin kecil jumlah minyak yang terlepas artinya stabilitas emulsi semakin stabil.

Tabel 4. Nilai Minyak yang Terlepas Pada Pasta Daging Sapi Pencucian Konsentrasi Otak %

0 15 30 45

---ml--- Pencucian 0,833C ± 0,07 0,092B± 0,05 0A 0A

Tanpa Pencucian 0,947D ± 0,07 0A 0A 0A

Keterangan: A, B) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan

perbedaan sangat nyata (P< 0,01)

Hasil sidik ragam menunjukan proses pencucian tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan penambahan otak sapi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap stabilitas emulsi. Penambahan otak sapi berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi. Hal ini disebabkan karena kadar garam yang cukup tinggi pada otak sapi sehingga meningkatnya nilai penambahan otak sapi akan meningkatkan kadar garam pada adonan sehingga protein terlarut semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat (Keeton, 2001) yaitu jumlah protein terlarut selain dipengaruhi oleh ekstraksi protein akibat penggilingan daging dan kadar air adonan juga dipengaruhi oleh garam, karena salah satu fungsi garam pada produk restrukturisasi daging adalah sebagai pelarut protein daging (protein miofibrilar). Interaksi antara pencucian dengan berbagai konsentrasi otak ditunjukkan Pada Gambar 4 dengan plot interaksi yang tidak sejajar.

21 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 15 30 45 Konsentrasi Otak (%) M inya k T erl ep as (m l)

Pencucian Tanpa Pencucian Gambar 4. Grafik Interaksi Minyak Terlepas

Pasta daging sapi yang diberi perlakuan tidak dicuci dan penambahan otak sapi 15% memiliki stabilitas emulsi sebanding dengan pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi 30%. Hal ini disebabkan bahwa pencucian melarutkan protein sarkoplasma sehingga protein yang tersisa adalah protein myofibril maka kemampuan protein dalam mengikat lemak berkurang. Hal ini bertentangan dengan Zayas (1997) yang menyatakan bahwa proses pencucian meningkatkan stabilitas emulsi. Penambahan otak meningkatkan jumlah fosfolipid dalam adonan. Fosfolipid meningkatkan kemampuan mengikat lemak dalam sistem emulsi sehingga dengan peningkatan konsentrasi otak sapi akan meningkatkan kestabilan emulsi.

Daya Serap Air

Daya serap air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar. Nilai daya serap air dapat dilihat pada Tabel 5.

22 Tabel 5. Nilai Daya Serap Air Pasta Daging Sapi

Pencucian Konsentrasi Otak

0 15 30 45

---%---

Pencucian 0 0 0 0

Tanpa Pencucian 0 0 0 0

Menurut Fardiaz (1992), protein merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap daya serap air suatu bahan meskipun komponen-komponen yang lain juga berpengaruh. Hal yang paling berpengaruh terhadap interaksi protein-air adalah grup amino polar yang terdapat pada protein tersebut seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil dan sulfhidril. Sisi kationik, anionik dan non ionik menyerap air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kemampuan protein untuk menahan dan menyerap air mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur suatu makanan, misalnya daging comminuted.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasta daging sapi tidak ada air yang terserap. Hal ini disebabkan produk pasta daging dalam penelitian ini sudah jenuh karena sebagian protein mengalami denaturasi sehingga produk pasta tidak dapat mengikat air yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Hasil penelitian menunjukan nilai daya serap air pasta daging sapi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pasta daging sapi hasil penelitian Budiman (2005) dengan nilai 2,92 – 3,07.

Palatabilitas

Palatabilitas pasta daging sapi dalam penelitian ini diukur dengan uji hedonik. Peubah pasta daging sapi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi kesukaan terhadap warna, aroma, daya oles, tekstur, dan rasa. Uji organoleptik produk pasta bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis khususnya anak-anak pada usia 11 hingga 12 tahun. Panelis dipilih pada usia tersebut karena adanya kandungan AA dan DHA yang tinggi pada otak sapi yang sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan jaringan syaraf khususnya pada anak-anak

23 Warna

Secara visual warna memegang peranan penting dan menentukan penelitian suka atau tidak suka terhadap produk. Menurut Soekarto (1990), warna merupakan sifat produk yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak disukai. Warna mempunyai arti dan peranan bagi suatu produk pangan sebagai tanda kerusakan, petunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang sebenarnya (Winarno, 1997). Hasil uji hedonik terhadap warna pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Warna Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 431,2b 4 385,5ab 3 384,4ab 3 384,1ab 4 Tidak dicuci : Rataan Ranking

Modus 335,4a 2 345,3a 3 335,0a 3 379,2ab 3

Keterangan: a, b) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata (P< 0,05)

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna pasta daging sapi tetapi penambahan otak sapi tidak berpengaruh pada warna pasta daging sapi. Respon panelis terhadap warna pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar antara 335,0- 431,2. Pada pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan tanpa penambahan otak sapi memiliki rangking kesukaan tertinggi dan pasta daging sapi yang diberi perlakuan tidak dicuci dan penambahan otak sapi 30% memiliki rangking kesukaan terendah Hal ini disebabkan karena warna pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian adalah lebih cerah dan lebih disukai oleh panelis daripada yang tidak dicuci. Hal ini sesuai dengan Suzuki (1981) yang menyatakan bahwa pencucian

24 bertujuan untuk membersihkan darah dan bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan bau tidak sedap dan memperbaiki warna.

Keterangan : A = Dicuci, otak 0% E = Tidak dicuci, otak 0%

B = Dicuci, otak 15% F = Tidak dicuci, otak 15%

C = Dicuci, otak 30% G = Tidak dicuci, otak 30%

D = Dicuci, otak 45% H = Tidak dicuci, otak 45%

Gambar 5. Pasta Daging Sapi Aroma

Aroma dari suatu produk makanan dapat menambah nilai tersendiri bagi konsumen dalam menerima produk makanan. Aroma timbul akibat adanya proses pengolahan terutama proses pengukusan. Hasil uji hedonik terhadap aroma pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Aroma Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 378,4 4 425,7 3 367,2 3 380,7 4 Tidak dicuci : Rataan Ranking

Modus 342,5 2 369,7 3 367,9 3 347,9 3

Aroma pasta dipengaruhi oleh adanya senyawa volatil serta uap air terlepas selama pemasakan. Reaksi Maillard menghasilkan aldehid dari reaksi asam amino

25 bebas dengan gula pereduksi. Degradasi lemak (oksidasi dan hidrolisis) akan menghasilkan aldehid, keton, alkohol, dan ester (Fellows, 2000).

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan pengaruh terhadap aroma pasta daging sapi. Pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan perubahan pada penerimaan panelis. Aroma produk juga berasal dari bumbu yang digunakan. Bumbu yang digunakan untuk masing-masing perlakuan adalah sama, jenis daging dan otak berasal dari ternak yang sama yaitu sapi sehingga apabila penambahan otak sapi diaplikasikan ke dalam produk pasta maka tidak menimbulkan penyimpangan aroma. Panelis tidak dapat membedakan aroma pasta dengan penambahan otak sapi hingga 45% dan ada tidaknya perlakuan pencucian. Respon panelis terhadap aroma pasta daging sapi adalah tidak suka sampai suka dengan rangking berkisar antara 347,9-425,7.

Daya Oles

Pasta daging sapi adalah produk emulsi yang bersifat plastis dan dapat dioleskan. Pasta yang juga disebut selai biasanya dikonsumsi bersama dengan roti. Produk ini penilaian daya oles diperlukan dalam uji hedonik. Hasil uji hedonik terhadap daya oles pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Daya Oles Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 298,2A 4 335,1AB 4 380,2BC 4 412,2C 4

Tidak dicuci : Rataan Ranking Modus 377,3BC 4 387,8BC 4 396,5BC 4 392,6BC 4

Keterangan: A, B) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat

nyata (P< 0,01)

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya oles pasta daging sapi. Respon panelis terhadap daya oles pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar 298,2-412,2. Pada pasta daging sapi yang

26 diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi 45% memiliki ranking kesukaan tertinggi (412,2) dan pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan tanpa penambahan otak sapi memiliki ranking kesukaan terendah (298,2). Hal ini disebabkan karena tekstur pasta yang baik. Sifat tekstur pasta ini berhubungan dengan baik buruknya daya oles yang dimiliki oleh pasta. Semakin baik tekstur yang dihasilkan maka semakin baik pula daya olesnya. Selain itu, otak sapi memiliki tekstur yang lembut sehingga dengan penambahan otak sapi akan menghasilkan daya oles yang semakin baik. Panelis bisa membedakan daya oles pasta yang diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi sampai pada taraf 0%, 30% dan 45%.

Tekstur

Tekstur dalam produk makanan umumnya dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, protein, serta struktur karbohidrat yang terkandung. Koagulasi protein, gelatinisasi kolagen, pelepasan air serta pembengkakan dan gelatinisasi pati merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tekstur. Hasil uji hedonik terhadap tekstur pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Tekstur Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45 Dicuci : Rataan Rangking

Modus 351,2 2 351,6 3 335,1 3 384,4 4 Tidak Dicuci : Rataan Rangking

Modus 361,9 4 400,9 4 399,8 3 355,0 4

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan pengaruh terhadap tekstur pasta daging sapi. Panelis tidak dapat membedakan tekstur pasta dengan penambahan otak sapi hingga 45% dan ada tidaknya perlakuan pencucian. Respon panelis terhadap tekstur pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar 351,2-400,9. Dilihat dari nilai modus pastadengan penambahan otak sapi 45% disukai anak-anak karena tekstur pasta yang kompak dan nilai stabilitas emulsi semakin stabil.

27 Rasa

Rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk makanan. Rasa yang disukai dapat menunjang produk sehingga diterima konsumen. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cacapan yang terletak pada papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Berbagai senyawa menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam yang dihasilkan oleh donor proton, rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH dan rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid (Winarno, 1997). Hasil uji hedonik terhadap rasa pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Rasa Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 350,4 3 349,3 3 383,8 4 389,7 3 Tidak Dicuci: Rataan Ranking

Modus 381,0 3 362,5 4 387,0 4 376,5 3

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan pengaruh terhadap rasa pasta daging sapi. Hal ini disebabkan karena rasa pasta daging sapi berasal dari bumbu-bumbu dengan taraf persentase yang sama setiap perlakuan. Panelis tidak dapat membedakan rasa pasta dengan penambahan otak sapi hingga 45% dan ada tidaknya perlakuan pencucian. Respon panelis terhadap rasa pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar antara 349,3-389,7.

Dokumen terkait