• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar dari 25-28oC dengan kelembaban 62-69%. Menurut Heath (1977), telur yang disimpan pada suhu 22oC akan mengalami penguapan CO2 yang tinggi dari dalam telur. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), penguapan CO2 dari dalam telur terjadi akibat penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH, selanjutnya NaOH ini akan terurai lagi menjadi ion-ion Na+ dan OH-, sehingga meningkatkan pH putih telur sesuai dengan reaksi berikut:

NaHCO3 ---> NaOH + CO2

NaOH ---> Na+ + OH-

Menurut Mountney (1976), besarnya penguapan CO2 dan H2O akan mempengaruhi peningkatan pH putih telur.

Tinggi dan pH Putih Telur

Hasil pengamatan rataan pH putih telur pada umur telur yang berbeda tertera pada (Tabel 4).

Tabel 4. Rataan pH dan Tinggi Putih Telur pada Umur Telur yang Berbeda

Umur Telur pH Tinggi Putih Telur

0 8,05±0,28 11,15±0,34

7 9,38±0,17 6,31±0,27

14 9,22±0,09 4,92±0,23

21 9,27±0,06 4,10±0,17

Dari Tabel 4 terlihat bahwa rataan pH putih telur segar adalah 8,05. Makin lama umur telur (7-21 hari), pH meningkat menjadi 9,22-9,38. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), peningkatan pH putih telur mencapai 9,0 akan mengakibatkan terjadi ikatan kompleks ovomucin-lysozime yang menyebabkan putih telur menjadi encer. Hal ini yang menyebabkan tinggi putih telur makin rendah dengan makin bertambahnya umur telur (Tabel 4). Menurut Sirait (1986), perubahan tinggi putih telur tersebut terjadi karena adanya kerusakan dari serabut ovomucin yang berakibat keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuknya.

Daya Buih Putih Telur Itik Tegal

Hasil pengamatan perlakuan penambahan asam sitrat pada umur telur yang berbeda terhadap daya buih putih telur itik Tegal tertera pada (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Rataan Daya Buih Putih Telur Itik Tegal Penambahan Asam Sitrat (%) Umur Telur (Hari) 0 0,8 1,6 2,4 ---%--- 0 451,83±122,18 683,33±14, 43 558,33±57,73 650,00± 43,30 7 444,10±118,11 388,29±39,77 416,79±57,87 408,43±102,49 14 408,26± 82,59 383,73±44,45 424,83±75,19 391,49± 63,67 21 376,03± 68,61 354,05±69,10 350,72±61,95 325,98± 78,41

Rataan daya buih putih telur itik Tegal hasil penelitian berkisar antara 325,98-683,33%. Secara keseluruhan rataan daya buih sebesar 438,51%, artinya setiap ml putih telur itik Tegal jika dikocok akan membentuk buih sebanyak 4,4 kalinya.

Telur itik Tegal segar tanpa penambahan asam sitrat menghasilkan daya buih sebesar 451,83±122,18% yang merupakan daya buih tertinggi dibandingkan dengan telur umur 7, 14 dan 21 hari. Hal ini disebabkan semakin lama telur disimpan maka pH putih telur akan semakin meningkat. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) volume buih putih telur tertinggi pada ayam, dihasilkan pada pH sekitar 8,0. Dalam keadaan tersebut maka pH pada telur itik Tegal segar mempunyai pH yang mendekati pH optimal dalam pembentukan buih putih telur, karena memiliki pH 8,05. Selain itu pada telur segar konsentrasi protein yang berperan dalam pembentukan buih masih tinggi. Telur yang berumur 7, 14 dan 21 hari memiliki rataan pH diatas 9,0. Pada pH yang lebih dari 9,0 pembentukan buih akan terhambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Seideman et al. (1963), yang menyatakan bahwa peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan menyebabkan protein globulin putih telur terurai, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih. Selain itu protein yang berperan dalam pembentukan buih seperti ovalbumin telah bertransformasi menjadi s-ovalbumin (Alleoni dan Antunes, 2004) dan ovomucin telah berinteraksi dengan lysozime

(Stadelman dan Cotterill, 1995) selama penyimpanan. Hal tersebut akan menurunkan kemampuan protein dalam mengikat udara pada saat pengocokan.

Penambahan asam sitrat 0,8-2,4% pada putih telur segar dapat meningkatkan daya buihnya. Penambahan asam sitrat ditujukan untuk membantu denaturasi protein pembentuk buih pada tahap awal pembentukan buih, sehingga menurunkan tegangan permukaan protein dan meningkatkan daya buihnya. Selain itu pada saat tersebut, pH putih telur 7,27-7,59. Hal ini menunjukkan bahwa pH optimal dalam pembentukan buih putih telur itik Tegal sekitar 7,27-7,59. Kemampuan membuih putih telur itik Tegal segar yang ditambahkan 0,8 dan 2,4% asam sitrat pada penelitian ini, dinilai baik jika didasarkan pada Georgian Egg Commission (2005) yang menyatakan bahwa buih yang bagus memiliki daya buih 6-8 kali dari volume awal putih telur.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Romanoff dan romanoff (1963) yang menyatakan jika ditambahkan asam sitrat maka daya buih putih telur akan meningkat. Hal ini karena putih telur memiliki bentuk fisik yang kental dan setelah ditambahkan bahan kimia tersebut, terjadi reaksi dengan putih telur sehingga tegangan permukaan putih telur berkurang. Pada keadaan demikian putih telur lebih mudah menangkap udara.

Penambahan asam sitrat kurang efektif meningkatkan daya buih putih telur itik Tegal yang disimpan 7, 14 dan 21 hari. Nilai rataan pH putih telur pada umur telur dan penambahan asam sitrat yang berbeda tertera pada (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai Rataan pH Putih pada Umur Telur dan Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda

Penambahan Asam Sitrat (%) Umur Telur (Hari) 0 0,8 1,6 2,4 0 8,05±0,28 7,59±0,16 7,35±0,06 7,27±0,46 7 9,38±0,17 8,91±0,09 7,98±0,30 7,72±0,11 14 9,22±0,09 8,97±0,06 8,21±0,33 7,79±0,19 21 9,27±0,06 9,12±0,31 8,63±0,21 7,78±0,23

Penambahan asam sitrat pada telur umur 7,14 dan 21 hari kurang efektif meningkatkan daya buih karena setelah ditambahkan asam sitrat 0; 0,8; 1,6 dan 2,4% dihasilkan daya buih yang hampir seragam, yakni sekitar empat kali dari volume

putih telurnya pada telur yang disimpan 7 dan 14 hari, serta sekitar tiga kali dari volume putih telur pada telur yang disimpan 21 hari. Hal ini karena semakin lama telur disimpan maka konsentrasi protein pembentuk buih semakin berkurang, sehingga penambahan asam sitrat hanya mendenaturasi sedikit protein putih telur yang berperan. Selain itu, selama penyimpanan pH putih telur semakin tinggi dan penambahan asam sitrat hingga taraf tertinggi tidak dapat menurunkan pH hingga mencapai pH yang optimum pada pembentukan buih putih telur itik Tegal, yakni sekitar 7,27-7,59.

Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal

Kestabilan buih yang tinggi dinilai dari besarnya tirisan buih yang terjadi setelah 1 jam. Semakin rendah tirisan buih yang terjadi maka buih putih telur semakin stabil. Kestabilan buih yang tinggi dihasilkan dari persentase tirisan buih yang rendah. Hasil pengamatan perlakuan penambahan asam sitrat pada umur telur itik Tegal yang berbeda terhadap persentase tirisan buih tertera pada (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai Rataan Persentase Tirisan Buih Putih Telur Itik Tegal Penambahan Asam Sitrat (%)

Umur Telur (Hari) 0 0,8 1,6 2,4 ---(%)--- 0 3,43±0,66 2,66±1,41 4,51±0,44 2,12±0,47 7 4,44±1,10 4,75±1,40 5,44±1,64 6,53±4,04 14 3,59±1,33 4,12±1,84 3,26±1,57 4,66±2,1 21 8,75±5,52 8,76±6,26 7,88±3,44 13,00±6,78

Telur segar tanpa penambahan asam sitrat memiliki kestabilan yang tertinggi dibandingkan dengan telur umur 7, 14 dan 21 hari, karena telur segar memiliki persentase tirisan buih terendah, yakni sebesar 3,39±0,93%. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), kestabilan buih tertinggi dihasilkan pada pH kurang dari 8,0. Telur segar memiliki pH 8,05 yang merupakan pH terendah dari semua perlakuan penyimpanan, sehingga paling mendekati pH yang optimum untuk menghasilkan buih yang stabil. Selain itu karena telur segar belum mengalami penurunan kualitas

yang besar. Kandungan ovomucin pada saat tersebut belum mengalami perubahan menjadi ovomucin-lysozime yang menyebabkan putih telur menjadi encer, sehingga tirisan buih yang terjadi sedikit. Ovomucin merupakan fraksi protein yang berfungsi menstabilkan struktur buih. Hal ini sesuai dengan pendapat Brooks dan Hale (1961) dalam Stadelman dan Cotterill (1995), yang menyatakan bahwa semakin banyak kandungan ovomucin maka kestabilan buihnya akan semakin tinggi.

Penambahan asam sitrat ditujukkan untuk mempertahankan ikatan antara udara dengan ikatan rantai polipeptida putih telur, sehingga buih yang terbentuk lebih stabil. Kestabilan buih tertinggi dihasilkan dari penambahan asam sitrat 2,4% pada telur segar, karena memiliki rataan persentase tirisan buih terendah dari semua perlakuan, yakni sebesar 2,12±0,47%. Hal ini sesuai dengan pendapat Rhodes et al., (1960) yang menyatakan bahwa penambahan bahan kimia berupa asam dapat mempertahankan ikatan antara udara dengan protein putih telur sehingga buih yang terbentuk lebih stabil. Penambahan asam sitrat 0,8% memiliki kestabilan buih yang tidak jauh berbeda dengan penambahan asam sitrat 2,4%, karena memiliki persentase tirisan buih 2,66±1,41%. Penambahan asam sitrat 0,8% dinilai lebih ekonomis dibandingkan penambahan asam sitrat 2,4% dengan kestabilan buih yang tidak jauh berbeda.

Penambahan asam sitrat 0; 0,8; 1,6 dan 2,4% pada telur umur 7, 14 dan 21 hari, tidak memberikan pengaruh terhadap kestabilan buih putih telur itik Tegal. Hal ini karena telur mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Semakin lama umur telur maka kekentalan putih telur semakin berkurang. Penurunan kekentalan putih telur selama penyimpanan disebabkan oleh kandungan ovomucin dalam telur yang semakin berkurang. Berkurangnya kandungan ovomucin tersebut menurut Brooks dan Hale (1961) dalam Stadelman dan Cotterill (1995), akan menurunkan kestabilan buih putih telur. Selain itu menurut Whitaker dan Tannenbaum (1977),

kestabilan buih juga dipengaruhi oleh kandungan s-ovalbumin putih telur. s-ovalbumin merupakan turunan dari ovalbumin. Transformasi ovalbumin menjadi

s-ovalbumin terjadi akibat penyimpanan. Menurut Alleoni dan Antunes (2004), semakin banyak s-ovalbumin yang terbentuk akan meningkatkan tirisan buih yang terbentuk. Selain itu pada telur yang berumur 7, 14 dan 21 hari, penambahan asam sitrat hingga 2,4% tidak dapat menurunkan pH hingga mencapai pH optimum dalam

pembentukan buih yang stabil seperti pada telur segar. Nilai rataan pH putih telur pada umur telur dan penambahan asam sitrat yang berbeda tertera pada (Tabel 6).

Dokumen terkait