• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1

D. Enkapsulasi spora

5. SIMPULAN

49 50 52 55 64 70

BAB VI

Penyediaan Inokulum Steril Gigasporamargarita dan

Acaulospora tuberculata Kultur Aksenikdengan Eksplan Tomat dan Wortel

ABSTRAK ...

Abstract ……….………

1. PENDAHULUAN ……… 2. BAHAN DAN METODE ....……… 3. HASIL ………. 4. PEMBAHASAN ………. 5. SIMPULAN ……….. 72 72 73 76 79 88 97

BAB VII

Perkembangan Gigaspora margarita dan Acaulospora

tuberculata In Vitro Dengan Teknologi Akar Rambut Wortel ABSTRAK ……….

Abstract ………

1. PENDAHULUAN ………...

2. BAHAN DAN METODE ... 3. HASIL ... 4. PEMBAHASA... 5. SIMPULAN ... 98 98 99 102 106 112 119

BAB VIII

Teknologi Enkapsulasi Untuk Pengemasan G. margarita dan

A. tuberculata dengan Natrium–alginat

ABSTRAK ...

Abstract ... 1. PENDAHULUAN ... 2. BAHAN DAN METODE ... 3. HASIL ………. 4. PEMBAHASAN ………. 5. SIMPULAN ……….... 120 121 121 124 126 131 135

BAB IX

BAB X

PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

136 151 153

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cendawan mikorhiza arbuskula (CMA) adalah mikroorganisme tanah berperana n penting memperbaiki produktivitas lahan, bersifat simbion obligat, karena tanpa tanaman inang (asimbiotik) pertumbuhan hifa tidak berkembang dan hanya mampu bertahan hidup 20-30 hari (Fortin et al. 2002). CMA juga berperan penting dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan unsur karbon dari akar ke organisme tanah lainnya. Selain itu CMA juga mampu mengeluarkan enzim fosfatase dan asam organik, sehingga pada tanah yang kahat P, CMA mampu melepas P yang terikat membantu penyediaan unsur P tanah (Smith et al. 2003).

Di dalam simbiosis, CMA memperoleh energi dari fotosintat tanaman dan tanaman memperoleh manfaat dari CMA tergant ung kedua simbion tersebut (tanaman dan CMA), serta karakteristik lingkungan (Bever 2002, Heijden 2002). Jasa paling utama diberikan oleh CMA berupa pengambilan, asimilasi, dan translokasi nutrisi di luar zona rhizosfir kepada akar tanaman. Pengambilan hara dilaksanakan oleh ekstraradikal miselium (Ezawa et al. 2002, Johansen et al. 1993). Penggunaan CMA umumnya meningkatkan kesuburan tanaman, daya tahan terhadap serangan patogen dan kekeringan (Ezawa et al. 2002). CMA juga menguntungkan untuk pertanian (Jeffries et al. 2003) maupun reklamasi lahan (Jasper 1994, de-Souza & Sulva 1996), dan sebagai sumber daya efisien yang dapat diperbaharui (Jakobsen 2000).

Menurut Hardjowigeno (1995) dalam Baon (1996) umumnya kondisi lahan di Indonesia hampir 30 % luas daratan Nusantara bereaksi masam dengan pH berkisar 4,0 – 5,5. Jenis tanah masam paling luas di Indonesia adalah jenis tanah podzolik merah kuning (PMK). Tanah ini umumnya bersifat marjinal, karena kebutuhan unsur-unsur makro tanaman terfiksasi oleh unsur lain. Tanah marjinal merupakan lahan bermasalah baik untuk pertumbuhan maupun perkembangan tanaman, sedang tanaman kehutanan dan perkebunan umumnya ditanam dalam kondisi tanah tersebut. Salah satu masalah pembatas pertumbuhan tanaman pada

tanah marjinal adalah kemampuan serapan hara P. Simbiosis tanaman inang dan CMA dapat meningkatkan kemampuan akar tanaman untuk menyerap hara P. Hifa eksternal sebagai panjang tangan akar dapat membantu dalam serapan P, sehingga nutrisi P tanaman meningkat.

Clark (1997) menyatakan bahwa ada peningkatan penyerapan mineral P dan Zn serta konsentrasi mineral oleh tanaman bermikorhiza, sekalipun terjadi defisiensi hara seperti Ca, Mg, dan K pada tanah masam. Namun demikian tanaman bermikorhiza juga mampu meningkatkan unsur N dan K (Smith & Read 1997) serta unsur mikro seperti Cu dan Zn (Marschner & Dell 1994). Hal tersebut menunjukkan bahwa manfaat CMA sangat luas, oleh karena itu perlu diupayakan teknik memperbanyak CMA yang lebih efisien dan efektif.

Gigaspora margarita adalah salah satu CMA yang berhasil dikembangkan melalui kultur in vitro. Jenis CMA tersebut infektif dan efektif terhadap pertumbuhan tanaman perkebunan, di antaranya tanaman kelapa sawit (Widiastuti 2004), kakao, jambu mente (Trisilawati 2001). Di satu sisi A. tuberculata juga efisien terhadap pertumbuhan tanaman perkebunan (Widiastuti 2004), tanaman manggis (Lucia 2005). Schulz et al. (1999) menyatakan bahwa A. tuberculata

adalah CMA yang efektif untuk meningkatkan daya hidup planlet kelapa sawit, dari 40 % tidak diinokulasi, menjadi 91% diinokulasi dengan CMA. Acaulospora tuberculata merupakan salah satu CMA yang belum dikembangkan secara in vitro. Kedua jenis CMA infektif dan efektif terhadap pertumbuhan tanaman perkebunan, pertanian dan hortikultura. Perkembangan dan perbanyakan jenis CMA tersebut sangat penting dipelajari untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitasnya, sehingga penelitian untuk perbanyakan kultur aksenik spora in vitro menjadi sangat penting dilakukan.

Upaya pengembangan kedua CMA tersebut masih mengalami kendala, khususnya perbanyakan secara masal menggunakan teknik konvensional (kultur pot), karena itu inovasi teknologi sangat diperlukan. Sampai sejauh ini di Indonesia belum diperoleh laporan pengembangan kultur aksenik G. margarita

dan A. tuberculata baik secara monoaksenik maupun kultur akar rambut. Bahkan untuk A. tuberculata belum ditemukan jurnal luar negeri yang melaporkan perbanyakan atau perkembangan CMA tersebut secara in vitro. Laporan hasil

3

penelitian perkembangan dan perbanyakan kedua CMA tersebut dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di Indonesia

Perbanyakan CMA umumnya dilakukan menggunakan kultur pot. Teknik kultur in vivo kurang efektif karena spora yang dihasilkan tidak steril, dan besar kemungkinan terjadi kontaminasi jamur hiperparasitik atau asosiasi bakteri dengan dinding spora tidak mudah steril (Frances et al. 1996). Hijri et al. (2000) menyatakan bahwa kelemahan penggunaan kultur pot antara lain spora CMA terkontaminasi oleh jenis CMA lain dan tidak murni, juga kemungkinan kontaminan mikroorganisme lain, seperti Microdochium dapat menyebabkan perbanyakan spora menurun sangat cepat. Kesulitan yang dihadapi dalam mempelajari simbion obligat dan tujuan praktis memperbanyak inokulum CMA secara masal, memperkuat motivasi pengembangan kultur CMA secara aksenik. Menurut Diop et al. (1994) di negara-negara berkembang lebih baik memilih pengembangan CMA menggunakan kultur aksenik karena lebih murah dari pada kultur pot di rumah kaca.

Perbanyakan spora dengan organ akar rambut atau akar transforman merupakan perspektif baru perbanyakan spora CMA masal (Fortin et al. 2002). Sistem tersebut memberi kemudahan pengamatan perkembangan biologi CMA melalui ekstraradikal miselium (Bago et al. 1998a). Selain itu bermanfaat untuk mempelajari urutan perkembangan spora CMA dan kemudahan dalam riset. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa perbanyakan spora CMA dengan organ akar rambut lebih luas dibandingkan dengan kultur konvensional in vivo (de-Souza 1999, Dalpe & Declerck 2002).

Perbanyakan spora CMA kultur aksenik in vitro memerlukan inang eksplan dan ataupun akar rambut, karena CMA bersifat obligat. Perkembangan ilmu biologi modern memungkinkan perbanyakan CMA menggunakan akar rambut oleh Agrobacterium rhizogenes, yaitu bakteri tanah yang dapat mentransfer sebagian DNA ke dalam genom tanaman melalui pelukaan jaringan tanaman. Integrasi T-DNA A. rhizogenes ke dalam sel tanaman merubah susunan genetik sel, dan diturunkan ke dalam sel anak. Integrasi dan ekspresi gen yang ditransfer ke dalam genom tanaman membentuk akar adventif lazim disebut akar rambut (hairy root) (Nillson & Olsson 1997, Twyman 1998, Bevan & Chilton 2003).

Akar rambut mempunyai beberapa kelebihan yaitu (i) meningkatkan infeksi CMA (Becard & Piche 1992), (ii) mempermudah adaptasi sehingga mudah disubkultur dan meningkatkan biomas CMA lebih cepat (Tepfer 1989; Becard & Piche 1992), (iii) hidup lebih lama tanpa subkultur, dan (iv) memerlukan hara dalam jumlah lebih sedikit (Adholeya et al. 1997), (v) meningkatkan kestabilan beberapa karakter penting, seperti morfologi, kapasitas pertumbuhan, dan genetik maupun struktur biokimia (Tanaka, 1997), (vi) mampu mensintesis peningkatan biomasa seperti akar normal, dengan laju pertumbuhan lebih cepat, mudah tumbuh pada media kultur tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (Rhodes 1994). Beberapa kelebihan teknik akar rambut tersebut menjadi pertimbangan utama inovasi teknologi perkembangan dan perbanyakan CMA secara efisien dan efektif untuk menghasilkan spora lebih berkualitas, murni dan steril.

Kultur aksenik secara in vitro umumnya menggunakan inang akar rambut untuk perbanyakan CMA steril, dapat pula dengan eksplan tanaman untuk penyediaan inokulum CMA steril. Penggunaan kultur aksenik menunjukkan hasil yang menggembirakan untuk dikembangkan (Becard & Piche 1992, Becard & Fortin 1988). Kultur aksenik adalah biakan mikroorganisme tidak terkontaminasi mikroba lain, disebut juga biakan murni dan steril (Abercrombie et al. 1993, Anonimus 2006). Pemanfaatan kultur aksenik G. margarita dan atau A. tuberculata asli Indonesia sebagai biakan murni dan steril sampai saat ini belum dimanfaatkan dan dikembangkan, dengan demikian perbanyakan CMA indigenous (asli setempat) dengan kultur aksenik in vitro untuk mendukung pertanian dan kehutanan masih terbuka peluang dan perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas perbanyakan CMA in vitro.

Pengemasan CMA umumnya menggunakan zeolit, pasir, limbah kayu gergaji dan campuran tanah. Pengemasan dengan cara tersebut sulit diketahui kuantitas maupun kualitas spora, juga tidak mudah dilihat secara kasat mata kandungan spora di dalam kemasan (carrier) dan kurang efisien. Sebaliknya secara komersial diperlukan pengemasan dan penyimpanan CMA lebih menarik, mudah dilakukan dan dapat segera diketahui kuantitas dan kualitas spora serta mudah dilihat dan efisien.

Na-alginat berupa bahan agar padat dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengemas dan penyimpan spora. Pengemasan dan penyimpanan spora

5

CMA menggunakan Na-alginat mengurangi kelemahan cara yang umum digunakan. Na-alginat senyawa karbohidrat berwarna putih bening atau transparan memungkinkan spora CMA terselimuti dalam Na-alginat, mudah dilihat ada tidaknya spora dan jumlah spora. Akhir-akhir ini Na-alginat banyak digunakan untuk pengemasan spora atau enkapsulasi di antaranya benih sintetik, planlet mikro, CMA dan lainnya (Papi et al. 2005, Wang et al. 2005).

Permasalahan

Permasalahan dalam perbanyakan masal CMA belum tersedia teknik perbanyakan CMA maupun cara pengemasan yang efektif dan efisien. Teknologi konvensional perbanyakan CMA umumnya digunakan dengan kultur pot di rumah kaca, tetapi seringkali perbanyakan CMA terkontaminasi oleh jenis lain maupun mikroorganisme pencemar, serta diperlukan areal luas dan waktu perkembangan cukup lama. Inovasi teknik perbanyakan dan perkembangan CMA efisien dan efektif masih perlu dikembangkan untuk menghasilkan spora masal, berkualitas, steril dan murni. Pengembangan kultur in vitro merupakan salah satu inovasi untuk menanggulangi permasalahan tersebut

Eksplan tanaman ditransformasi dengan T-DNA A. rhizogenes akan dihasilkan akar rambut. Akar rambut terbentuk karena integrasi T-DNA pada genom sel tanaman. T-DNA adalah bagian DNA plasmid A. rhizogenes yang ditransfer ke dalam sel tanaman melalui pelukaan. T-DNA mengandung gen yang mensintesis hormon pertumbuhan. Ekspresi gen dalam sel tanaman mendorong pembentukan akar adventif pada tempat infeksi yang disebut akar rambut (Gelvin 2000). Transformasi gen pada akar tanaman meningkatkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan akar tanaman normal atau tanaman yang tidak ditransformasi. Akar rambut bersifat seperti akar tanaman normal dapat digunakan sebagai inang perkembangan CMA in vitro, namun tidak setiap tanaman mampu merespons T-DNA A. rhizogenes.

CMA bersifat obligat, tumbuh dan perkembangannya sangat bergantung pada fotosintat tanaman, yang ditimbun pada akar tanaman hidup. Akar rambut bersifat seperti akar tanaman normal, dapat digunakan sebagai sarana infeksi CMA, dan perbanyakan aseptik, sehingga spora dan propagul CMA yang dihasilkan dapat digunakan untuk perkembangan CMA, dan pada periode

berikutnya dapat digunakan untuk perbanyakan CMA masal, murni, steril, efektif, efisien dan berkualitas.

Permasalahan perbanyakan CMA dan cara pengemasan belum efisien dan efektif dapat ditanggulangi dengan perbanyakan spora CMA kultur aksenik in vitro. Natrium alginat telah berhasil dikembangkan sebagai bahan pengemas cendawan ektomikorhiza dan perlu diuji untuk pengemas CMA secara in vitro.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, penelitian bertujuan untuk menguji: 1. Respons tanaman jagung, sorghum, kentang dan wortel terhadap A.

rhizogenes, dan media pertumbuhan akar rambut

2. Pengaruh tempat tumbuh, jenis inang terhadap perbanyakan spora G. margarita dan A. tuberculata dalam kultur pot (konvensional).

3. Pengaruh jenis medium kultur ganda MM dan MSR terhadap kultur aksenik CMA uji, dan optimasi metode sterilisasi spora CMA uji.

4. Pengaruh jenis inang terhadap perkembangan inokulum CMA in vitro.

5. Teknik enkapsulasi spora dan propagul CMA uji dengan Na-alginat

Hipotesis Penelitian

1. Tanaman jagung, sorghum, kentang Granola, Atlantik dan wortel tidak semua dapat merespons T-DNA A. rhizogenes dengan membentuk akar rambut.

2. Tempat tumbuh cawan Petri plastik, gelas plastik warna, jenis inang sorghum dan P. phaseoloides,L., berpengaruh terhadap perbanyakan dan perkembangan A. tuberculata dan G. margarita secara konvensional. 3. Media pertumbuhan kultur ganda MM dan MSR berpengaruh terhadap

kultur aksenik CMA uji in vitro.

4. Eksplan tomat, wortel, dan akar rambut tanaman wortel, dapat digunakan sebagai inang kultur aksenik CMA

6 Na-alginat dengan konsentrasi 2 % dapat digunakan untuk enkapsulasi CMA

7

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian melakukan dan mengamati beberapa hal antara lain:

1. Pengaruh jenis tanaman dan media terhadap pertumbuhan dan

perkembangan akar rambut

2. Pengaruh tempat tumbuh, jenis inang terhadap perbanyakan inokulum CMA secara konvensional

3. Pengaruh jenis media kultur ganda terhadap penyediaan inokulum dan perbanyakan spora dalam kultur aksenik dan optimasi sterilisasi spora. 4. Pengaruh jenis inang untuk perbanyakan spora dan inokulum CMA steril

dengan teknik in vitro

5. Enkapsulasi spora CMA dengan Na-alginat

Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian untuk mendapatkan:

1. Medium terbaik untuk pertumbuhan optimal akar rambut wortel.

2. Teknik perbanyakan spora G. margarita dan A. tuberculata secara konvensional

3. Teknik penyediaan inokulum CMA yang steril sebagai dasar perkembangan CMA in vitro.

4. Medium dan inang

untuk pertumbuhan G. margarita dan A. tuberculata secara in vitro

5. Teknik pengemasan CMA dengan Na-alginat yang optimal 6. Sumbangan ilmu pengetahuan tentang CMA secara in vitro

BAHAN DAN METODE

A.Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Rekayasa Genetik Biomolekuler, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), Bogor dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2003 sampai Mei 2006.

Penelitian ini terdiri dari lima percobaan, yaitu :

1. Pengembangan teknologi akar rambut beberapa tanaman secara in vitro 2. Perbanyakan G. margarita dan A. tuberculata dengan kultur pot di rumah

kaca

3. Penyediaan inokulum steril G. margarita dan A. tuberculata dalam kultur aksenik dengan eksplan tomat dan wortel

4. Perkembangan G. margarita dan A. tuberculata secara in vitro

menggunakan teknologi akar rambut wortel

5. Teknologi enkapsulasi untuk pengemasan G. margarita dan A. tuberculata

dengan Na-alginat

Bahan dan metode percobaan diuraikan secara lengkap pada masing- masing percobaan. Alur penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar percobaan disajikan dalam Gambar 1.

B. Materi penelitian

Materi penelitian secara keseluruhan digunakan beberapa bahan, yang dikelompokkan ke dalam satu sampai lima subtopik penelitian, sebagai berikut :

Penelitian I. Untuk seleksi akar rambut digunakan lima jenis tanaman terdiri dari monokotil dan dikotil. Monokotil terdiri dari dua jenis yaitu sorghum dan jagung. Dikotil terdiri dari tiga jenis yaitu kentang Granola, kentang Atlantik dan wortel, yang diinokulasi dengan A. rhizogenes galur LBA 9457 koleksi BPBPI. Media yang digunakan adalah MS, B5, White dan kultur ganda MM dari

9

Becard & Fortin (1988). Primer yang digunakan adalah TL Primer TL-DNA rol B1

(5’atggatcccaaattgctattccccacga3’),

dan rolB2

(’ttaggcttctttcattcgggtttactgcagc3’).

Primer TR-DNA TR1 :

(5’ggaaattgtggctcgttgtggac3’

) TR2:

(5’aatcgttcagagagcgtccgaagtt3’).

Penelitian II. Digunakan tempat tumbuh cawan Petri plastik dan gelas plastik warna dengan media tumbuh zeolit, tanaman sorghum dan Pueraria phaseoloides.L. sebagai inang untuk perbanyakan spora G. margarita koleksi BPBPI dan A. tuberculata koleksi PT. Intidaya Agrolestari (Inagro), yang diperbanyak di rumah kaca, dan digunakan sebagai sumber spora steril untuk penelitian III dan V.

Penelitian III. Sumber spora diperoleh dari penelitian II. Digunakan tiga macam sterilisasi, yaitu menurut Buce et al. (2000) sebagai sterilisasi 1, Chabot (1992) sebagai sterilisasi 2, menurut Declerck et al. (1998) sebagai sterilisasi 3 (Lampiran 9), dan dua jenis cendawan mikorhiza arbuscula (CMA) yaitu G. margarita dan A. tuberculata. Tanaman inang digunakan eksplan tomat dan wortel, medium kultur ganda yang digunakan terdiri dari dua macam yaitu medium MM (Becard & Fortin, 1988) dan MSR (Strullu & Romand 1986) (Lampiran 1A).

Penelitian IV. Sumber inokulum steril G. margarita dan A. tuberculata

diperoleh dari penelitian III, dengan inang akar rambut diperoleh dari penelitian I, dipilih akar rambut yang mampu tumbuh baik pada medium kultur ganda, mempunyai percabangan akar banyak dan tidak terpengaruh dengan subkultur.

Penelitian V. Digunakan Na-alginat sebagai bahan enkapsulasi G. margarita dan A. tuberculata, serta larutan CaCl2 5 %, sebagai bahan pembeku Na-alginat.

Gambar 1. Alur penelitian “Pemanfaatan teknologi in vitro untuk perkembangan spora G. margarita dan A. tuberculata”.

Percobaan 1

Pengembangan teknologi akar rambut beberapa tanaman secara in vitro

Output:

Tanaman yang merespons T-DNA A.rhizogenes

membentuk akar rambut

Mendapatkan medium optimal untuk pertumbuhan akar rambut

Mendapatkan akar rambut yang tumbuh kembang paling baik pada kultur ganda

Percobaan 3

Penyediaan inokulum steril Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata di dalam kultur aksenik dengan eksplan tomat dan wortel

Output:

Mendapatkan spora, dan propagul sebagai inokulum steril.

Mengetahui pengaruh tanaman dan media, terhadap persediaan inokulum steril.

Mendapatkan teknis sterilisasi spora yang optimal

Output penelitian

Inang terbaik untuk perbanyakan CMA secara in vitro

Mendapatkan inang yang kompatibel, dan metode untuk perbanyakan spora CMA secara konvensional di rumah kaca

Mendapatkan teknik perbanyakan spora CMA steril secara in vitro dengan kultur aksenik maupun dengan kultur ganda

Mendapatkan teknik enkapsulasi spora CMA

Percobaan 2

Perbanyakan Gigaspora margarita

dan Acaulospora tuberculata

kultur pot di rumah kaca

Output :

? Tanaman inang yang kompatibel ? Tempat tumbuhan yang tepat

untuk perbanyakan inokulum CMA secara optimal

Percobaan 4

Perkembangan Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata

secara in vitro menggunakan teknologi akar rambut wortel

Output:

Media kultur ganda terbaik untuk pertumbuhan CMA

Mengetahui pola pertumbuhan akar rambut yang diinokulasi dan yang tidak diinokulasi CMA

Percobaan 5

Teknologi pengemasan Na-alginat spora CMA (Gigaspora margarita dan

Acaulospora tuberculata) Output:

11

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan teknologi in vitro merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas produksi cendawan mikorhiza arbuskula (CMA). Teknologi in vitro

adalah teknologi perkembangan mikroorganisme steril dalam laboratorium, dengan media khusus dikond usifkan untuk pertumbuhannya (Sarin 1996, Yatim 1999). Kultur aksenik adalah biakan mikroorganisme steril dan murni (Abercrombie et al. 1993, Anonimus 2006 a). Beberapa aspek diuraikan guna mendukung penelitian pemanfaatan teknologi in vitro untuk perkembangan spora

Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata, yaitu aspek teknologi akar rambut oleh Agrobacterium rhizogenes, aspek perkembangan CMA kultur pot dan kultur aksenik CMA in vitro, serta enkapsulasi spora.

A. Agrobacterium rhizogenes A.1. Karakteristik A. rhizogenes.

A. rhizogenes bakteri Gram negatif termasuk dalam kelompok Rhizobiaceae, hidup di tanah, bersifat aerobik, tidak membentuk spora, motil dan berbentuk batang. Agrobacterium dapat mentransfer T-DNA ke dalam genom tanaman. DNA terintegrasi stabil pada kromosom tanaman dan mampu mengubah susunan genetik tanaman, diturunkan ke sel anak dan ekspresi gen T-DNA menimbulkan penyakit akar rambut. T-T-DNA berukuran sekitar 15-30 kb dan memiliki beberapa gen (Twyman 1998).

T-DNA terdiri dua bagian yaitu TL dan TR. TR-DNA mengandung gen untuk biosintesis auksin dan membawa gen penyandi sintesis opin, yaitu asam amino derivatif yang tidak ditemukan dalam jaringan normal. Opin dimanfaatkan oleh Agrobacterium sebagai sumber karbon dan nitrogen (Lebowitz 1995). TL-DNA mengkode satu set gen lokus, yaitu gen rol A, rol B dan ro1 C. Daerah TL-DNA lebih penting menginduksi akar rambut karena gen tersebut menginduksi akar, dan berperan terhadap fenotip akar. Gen TL-DNA selalu ditemukan dalam

12

akar transformasi, sedang gen TR-DNA mengkode biosintesis opin dan auksin meskipun tidak selalu ditemukan (Nasir 2002).

Gambar 2. Plasmid Ri (Jacobsen 2004)

A.2. Transformasi gen oleh A. rhizogenes

Sheng & Citovsky (1996) menyatakan bahwa tiga komponen genetik harus dimiliki oleh Agrobacterium untuk melaksanakan transfer T-DNA yaitu: 1) T-DNA ditransfer ke tanaman, 2) berbagai gen virulensi (vir) terdiri atas virA, vir B, vir D dan virG berfungsi untuk proses terjadinya transfer T-DNA dari bakteri ke tanaman, vir C dan vir E meningkatkan efisiensi transfer T-DNA ke sel tanaman dan, 3) beberapa gen pada kromosom Agrobacterium yaitu

Chromosomal virulence (chv) terdiri dari chv A dan chv B, sebagai penyandi enzim untuk sintesis dan ekspresi β-1,2 glukan dari sel Agrobacterium berfungsi untuk pelekatan bakteri ke dalam sel tanaman.

Gelvin (2000) menyatakan sedikitnya terdapat tujuh langkah dalam proses transfer molekul T-DNA sel Agrobacterium ke sel tanaman yaitu : 1) pengenalan sel tanaman rentan, 2) induksi ekspresi gen vir, 3) kopi T-DNA yang ditransfer, 4) transfer kompleks DNA ke dalam membran bakteri, 5) transfer kompleks T-DNA membran bakteri ke sitoplasma tanaman, 6) tranfer kompleks T-T-DNA sitoplasma tanaman ke membran inti, dan 7) integrasi T-DNA ke dalam genom inti tanaman (Zambryski 1998). Proses transfer T-DNA sel Agrobacterium ke sel tanaman (Gambar 3)

Winans (1992) menyatakan bahwa proses inisiasi transfer T-DNA diawali pengenalan Agrobacterium terhadap sel tanaman luka. Interaksi ini merupakan

respons kemotaksis terhadap metabolit, dikeluarkan oleh sel tanaman luka berupa monosiklik fenolik seperti asetosiringon dan monosakarida seperti glukosa dan galaktosa, dan Agrobacterium akan bergerak aktif menuju sel tanaman. T-DNA ditransfer lebih dari satu molekul T-DNA, situs integrasi T-DNA pada kromosom tanaman bersifat acak, dan T-DNA akan terintegrasi stabil pada kromosom tanaman (Giri & Narasu 2000).

Senyawa metabolit dikeluarkan oleh sel tanaman luka, berfungsi sebagai

inducer mengaktifkan gen vir. Senyawa gula dan pH bersifat asam merupakan faktor penting dalam proses induksi gen vir, di samping senyawa asetosiringon

(Baron & Zambryski 1995). Mekanisme selanjutnya induksi faktor vir mengatur pemotongan dan pemindahan T-DNA ke dalam sel tanaman. Faktor vir terinduksi akibat senyawa fenol yang dikeluarkan oleh tanaman yang dilukai. Beberapa senyawa fenol dapat menginduksi faktor vir yaitu asetosiringon, hidroksi asetosiringon, konifenil alkohol, koniferin (feniproponoid glukosida) dan etil firulat (Winans 1992). Apabila asetosiringon tidak diproduksi, monosakarida seperti glukosa, galaktosa, arabinosa, fruktosa dan silosa menginduksi faktor vir

(Cangelosi et al. 1989). Terdapat enam faktor virulens diketahui berfungsi untuk proses pemindahan T-DNA, yaitu vir A, vir B, vir C, vir D, vir E dan vir G.

Senyawa fenolik dikeluarkan menginduksi vir A memproduksi suatu protein vir A. Protein vir A mengalami autofosforilasi dan menginduksi fosforilasi protein vir G. Selanjutnya potein vir G mengaktifkan gen vir lain. Produk berupa protein vir D1, dan vir D2 memotong T-DNA pada daerah flanking (daerah susunan DNA berulang). Daerah tersebut sebagai pembatas kiri (left border) dan pembatas kanan (right border) T-DNA. Komponen pembatas kanan mutlak diperlukan dalam transfer T-DNA. Adanya pemotongan gen vir D menyebabkan

Dokumen terkait