• Tidak ada hasil yang ditemukan

UHMWPE dihasilkan dari kedua me ciri1ciri fisik permukaan y perbedaan warna yang sig polimer pada dosis 0 kG UHMWPE hasil metode dosis 0 kGy berwarna p

perpanjangan putus. ditarik sampai putus 100 mm/menit sehingga nya gaya maksimum dan putus. Pengukuran lima kali ulangan.

ik dan persentase dihitung menggunakan

. . .1 rik (kg/cm2) mun (kg) pang sampel (cm2) alan sampel (cm)

100%

. . .2 erpanjangan putus (%) n panjang sampel (cm) (cm)

pel saat putus (cm) awal (cm)

istalinitas dengan XRD

tau UHMWPE dengan tempelkan pada tempat RD dengan perekat ganda takkan pada guaniometer sudut kalibrasi (2θ) 15°1 tertentu. Hasil yang difraktogram dan dapat nitor. Persentase derajat t ditentukan dari RD melalui Persamaan 3: #$ %

100%

. . .3 ristalinitas (%) rah kristalin (cm2) rah amorf (cm2)

PEMBAHASA

WPE dan HDPE yang ua metode menunjukkan kaan yang berbeda. Ada signifikan dari kedua 0 kGy dan 500 kGy. tode kempa panas pada arna putih yang sedikit

transparan (Gambar 2a), dengan metode yang sama pekat (Gambar 2b). Pol metode pemanasan pada d berwarna putih, tetapi lebih hasil metode kempa panas

(a) (b)

Gambar 2 Film UHMWP panas (a), HDP panas (b), dan pemanasan (c) Warna UHMWPE dan H metode setelah diiradiasi pa berubah menjadi warna cok pada UHMWPE hasil met masih sedikit transparan dibandingkan dengan HDP coklat pekat (Gambar 3b) hasil metode pemanasan coklat yang lebih pekat dib HDPE hasil metode kemp 3c).

(a) (b)

Gambar 3 Film UHMWP panas (a), HDP panas (b), dan pemanasan (c) kGy.

Perubahan warna pol menjadi coklat dipengaruh yang dilakukan sebelum iradiasi sinar gamma. Ber dan Endang (2007), HDP tahan terhadap suhu tinggi, kurang tembus cahaya. Hal pemanasan menjadi tidak m bagian HDPE pada me sehingga panas yang dihas hanya terjadi di permuka berbeda dengan HDPE dan dihasilkan dari metode ke metode kempa panas polim selama pemanasan sehing panasnya tidak hanya di p juga ke seluruh bagian poli

2a), sedangkan HDPE sama berwarna putih limer HDPE hasil ada dosis 0 kGy juga lebih pekat dari HDPE

(Gambar 2c).

(c) MWPE metode kempa , HDPE metode kempa dan HDPE metode n (c) pada dosis 0 kGy. dan HDPE hasil kedua iasi pada dosis 500 kGy na coklat. Warna coklat il metode kempa panas sparan (Gambar 3a),

HDPE yang berwarna r 3b). Namun, HDPE asan memiliki warna at dibandingkan dengan kempa panas (Gambar

(c) MWPE metode kempa , HDPE metode kempa dan HDPE metode n (c) pada dosis 500

polimer dari putih garuhi oleh pemanasan lum iradiasi dan saat Berdasarkan Sulchan HDPE memiliki sifat inggi, keras, buram, dan Hal ini menyebabkan idak merata ke seluruh a metode pemanasan dihasilkan saat iradiasi rmukaan saja. Hal ini E dan UHMWPE yang kempa panas, pada polimer diberi tekanan sehingga saat iradiasi, a di permukaan, tetapi n polimer. Oleh karena

untuk pengukuran per Kemudian sampel ditar dengan kecepatan 100 m dapat diketahui besarnya g panjang sampel saat dilakukan sebanyak lima ka

Kekuatan tarik perpanjangan putus dihit Persamaan 1 dan 2. Keterangan: = kekuatan tarik (kg = gaya maksimun (k = luas penampang s = 0,3 = rataan ketebalan s

%

∆ % = persentase perpan ∆ = pertambahan panj = (cm) – (cm) = panjang sampel sa = panjang sampel

Analisis Derajat Kristalin

Film HDPE atau U ukuran tertentu ditempel sampel dalam alat XRD de yang kemudian diletakkan dan dirotasikan pada sudut 30° selama waktu tert diperoleh berupa difrakt diamati di layar monitor. kristalinitas dapat difraktogram hasil XRD m ! !" #$ Keterangan: = derajat kristali

&'()*+,(- = luas daerah kr +./'0 = luas daerah am

HASIL DA PEM

Ciri8ciri Fisik

UHMWPE dihasilkan dari kedua me ciri1ciri fisik permukaan y perbedaan warna yang sig polimer pada dosis 0 kG UHMWPE hasil metode dosis 0 kGy berwarna p

perpanjangan putus. ditarik sampai putus 100 mm/menit sehingga nya gaya maksimum dan putus. Pengukuran lima kali ulangan.

ik dan persentase dihitung menggunakan

. . .1 rik (kg/cm2) mun (kg) pang sampel (cm2) alan sampel (cm)

100%

. . .2 erpanjangan putus (%) n panjang sampel (cm) (cm)

pel saat putus (cm) awal (cm)

istalinitas dengan XRD

tau UHMWPE dengan tempelkan pada tempat RD dengan perekat ganda takkan pada guaniometer sudut kalibrasi (2θ) 15°1 tertentu. Hasil yang difraktogram dan dapat nitor. Persentase derajat t ditentukan dari RD melalui Persamaan 3: #$ %

100%

. . .3 ristalinitas (%) rah kristalin (cm2) rah amorf (cm2)

PEMBAHASA

WPE dan HDPE yang ua metode menunjukkan kaan yang berbeda. Ada signifikan dari kedua 0 kGy dan 500 kGy. tode kempa panas pada arna putih yang sedikit

transparan (Gambar 2a), dengan metode yang sama pekat (Gambar 2b). Pol metode pemanasan pada d berwarna putih, tetapi lebih hasil metode kempa panas

(a) (b)

Gambar 2 Film UHMWP panas (a), HDP panas (b), dan pemanasan (c) Warna UHMWPE dan H metode setelah diiradiasi pa berubah menjadi warna cok pada UHMWPE hasil met masih sedikit transparan dibandingkan dengan HDP coklat pekat (Gambar 3b) hasil metode pemanasan coklat yang lebih pekat dib HDPE hasil metode kemp 3c).

(a) (b)

Gambar 3 Film UHMWP panas (a), HDP panas (b), dan pemanasan (c) kGy.

Perubahan warna pol menjadi coklat dipengaruh yang dilakukan sebelum iradiasi sinar gamma. Ber dan Endang (2007), HDP tahan terhadap suhu tinggi, kurang tembus cahaya. Hal pemanasan menjadi tidak m bagian HDPE pada me sehingga panas yang dihas hanya terjadi di permuka berbeda dengan HDPE dan dihasilkan dari metode ke metode kempa panas polim selama pemanasan sehing panasnya tidak hanya di p juga ke seluruh bagian poli

2a), sedangkan HDPE sama berwarna putih limer HDPE hasil ada dosis 0 kGy juga lebih pekat dari HDPE

(Gambar 2c).

(c) MWPE metode kempa , HDPE metode kempa dan HDPE metode n (c) pada dosis 0 kGy. dan HDPE hasil kedua iasi pada dosis 500 kGy na coklat. Warna coklat il metode kempa panas sparan (Gambar 3a),

HDPE yang berwarna r 3b). Namun, HDPE asan memiliki warna at dibandingkan dengan kempa panas (Gambar

(c) MWPE metode kempa , HDPE metode kempa dan HDPE metode n (c) pada dosis 500

polimer dari putih garuhi oleh pemanasan lum iradiasi dan saat Berdasarkan Sulchan HDPE memiliki sifat inggi, keras, buram, dan Hal ini menyebabkan idak merata ke seluruh a metode pemanasan dihasilkan saat iradiasi rmukaan saja. Hal ini E dan UHMWPE yang kempa panas, pada polimer diberi tekanan sehingga saat iradiasi, a di permukaan, tetapi n polimer. Oleh karena

itu, warna coklat HDP pemanasan lebih pekat dib UHMWPE dan HDPE me Iradiasi sinar gamma m fisik permukaan polimer baik warna maupun struk Pembentukan radikal beba terjadinya perubahan str perubahan sifat1sifat polim

Mikroskop elektron digunakan untuk meng struktur dari permukaan iradiasi sinar gamma. HD kempa panas pada dosis 0 dan tidak homogen kare banyak butiran di permuk sedangkan pada dosis 500 sedikit berkurang sehingg homogen (Gambar UHMWPE pada dosis 0 licin, dan lebih homo dengan HDPE, tetapi ma sedikit butiran (Gamb bertambahnya dosis iradi pada permukaan UHMWP 500 kGy semakin be permukaannya menjadi leb dan licin (Gambar 5b). menyatakan bahwa permuk halus dari UHMWPE d gesekan yang rendah den sehingga dapat mening mekaniknya. (a) Gambar 4 Permukaan HD panas pada do 500 kGy (b) 1000 kali.

(a) Gambar 5 Permukaan U kempa panas (a) dan 500 perbesaran 50

HDPE hasil metode kat dibandingkan dengan metode kempa panas. a mengubah sifat1sifat olimer secara signifikan struktur permukaannya. bebas menjadi sumber n struktur kimia dan polimer (Ivanov 1992). ktron payaran (SEM)

mengamati perubahan ukaan polimer akibat HDPE hasil metode osis 0 kGy terlihat kasar karena masih terdapat ermukaan (Gambar 4a), s 500 kGy butiran1butiran ehingga cenderung lebih 4b). Permukaan sis 0 kGy tampak halus, homogen dibandingkan masih terlihat adanya Gambar 5a). Seiring iradiasi, butiran1butiran MWPE yang diberi dosis berkurang sehingga adi lebih homogen, halus, Batista . (2004) ermukaan yang licin dan PE dapat menghasilkan ah dengan material lain eningkatkan ketahanan

(b)

an HDPE metode kempa da dosis 0 kGy (a) dan (b) dengan perbesaran

(b)

aan UHMWPE metode panas pada dosis 0 kGy 500 kGy (b) dengan ran 500 kali.

Butiran yang terdapa menunjukkan adanya gelem terjebak di dalam polim pemanasan pada suhu t 1984). Metode kempa pan kompaksi yang dilakukan untuk menghasilkan suatu polimer yang sempurna sedangkan metode peman metode yang dilakukan p tetapi tidak diberi tekanan. pada metode kempa panas setelah pemanasan yang t lama pada serbuk ha menyebabkan pemanasan m seluruh bagian sehingga yang terjebak, seperti oksig sangat sedikit dan homogen dengan HDPE karena HDPE masih berupa butiran permukaannya menjadi l UHMWPE. Luas permukaa sifat HDPE yang tahan terh menyebabkan gelembung ud di permukaan banyak dan kurang homogen. Oksigen y gelembung udara tersebut penangkap radikal beba sehingga menghambat ter silang (Blunn . 2002).

Oksigen yang kemungki permukaan UHMWPE, ser sinar gamma yang berlangs udara mengakibatkan pembentukan ikatan silang dapat mengalami pemutus bertambahnya dosis iradiasi Gambar 6 menunjukkan pro ikatan silang. HDPE hasi panas juga dapat menghasil tetapi kemungkinan terb silang lebih sedikit dari U disebabkan oleh banyakny terjebak di permukaan polimer tersebut lebih c pemutusan rantai diban UHMWPE (Gambar 7).

Gambar 6 Pembentukan ika 2001).

rdapat di permukaan gelembung udara yang polimer akibat proses hu tinggi (Billmeyer a panas adalah metode ukan pada suhu tinggi suatu proses pemadatan urna (Rusianto 2009), pemanasan merupakan kan pada suhu tinggi, nan. Pemberian tekanan sebesar 200 kg/cm2 ang tidak berlangsung k halus UHMWPE san menjadi merata ke gga gelembung udara i oksigen di permukaan mogen. Hal ini berbeda HDPE yang digunakan tiran sehingga luas adi lebih kecil dari mukaan yang kecil dan an terhadap suhu tinggi ung udara yang terjebak k dan HDPE menjadi igen yang terdapat pada sebut berperan sebagai bebas saat iradiasi at terbentuknya ikatan ungkinan terjebak pada E, serta proses iradiasi rlangsung dalam media tkan terganggunya silang dan UHMWPE mutusan rantai seiring radiasi (Stephens 2009). an proses pembentukan hasil metode kempa ghasilkan ikatan silang, terbentuknya ikatan ari UHMWPE. Hal ini nyaknya oksigen yang aan HDPE sehingga bih cepat mengalami dibandingkan dengan

Gambar 7 Pemutusan rantai (Lewis 2001).

Sifat Mekanik Kekerasan

Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan, pantulan, dan indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji (Yuwono 2009). Kekerasan merupakan salah satu sifat bahan yang sangat penting dan sudah sering digunakan sebagai indikator untuk ketahanan aus polimer (Wang dan Ge 2007). Pengukuran kekerasan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekerasan dengan meningkatnya dosis iradiasi baik pada UHMWPE maupun HDPE. Hasil ini sesuai dengan laporan Rosario dan Silva (2006) yang menyatakan bahwa nilai kekerasan UHMWPE semakin tinggi seiring bertambahnya dosis iradiasi dan berada pada kisaran 64168 shore D.

Nilai kekerasan UHMWPE hasil metode kempa panas berada pada kisaran 45.36146.39 shore D, HDPE yang dihasilkan dari metode kempa panas berada pada kisaran 44.47145.92 shore D, dan HDPE hasil metode pemanasan berada pada kisaran 44.22145.76 shore D (Gambar 8). Nilai kekerasan yang diperoleh dari ketiga polimer tersebut masih lebih kecil dari hasil laporan Rosario dan Silva (2006). Lampiran 2 menunjukkan perhitungan nilai kekerasan UHMWPE dan HDPE.

Gambar 8 Nilai kekerasan UHMWPE ( ), HDPE ( ), metode kempa panas (1), dan metode pemanasan (1).

Peningkatan nilai kekerasan kedua polimer disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kemungkinan terbentuknya ikatan silang dan pemutusan rantai. Ikatan silang menyebabkan susunan rantai acak yang berada di daerah amorf menjadi teratur sehingga polimer menjadi lebih keras. Pemutusan rantai juga dapat meningkatkan kekerasan karena oksigen menangkap radikal bebas hasil iradiasi sinar gamma sehingga polimer mengalami suatu proses oksidasi dan menghasilkan senyawa hidroperoksida yang dapat menyebabkan putusnya ikatan C1C dan membentuk kristal baru (Stephens 2009). Kristal1kristal inilah yang menyebabkan kekerasan juga semakin meningkat. Nilai kekerasan UHMWPE lebih besar dari HDPE hasil kedua metode karena kemungkinan terbentuknya ikatan silang pada polimer tersebut lebih banyak sehingga pemutusan rantai yang terjadi seiring bertambahya dosis iradiasi masih lebih lama dibandingkan dengan HDPE. Oleh karena itu, UHMWPE masih lebih keras dari HDPE, tetapi peningkatan kekerasan HDPE hasil metode kempa panas tidak berbeda jauh dengan UHMWPE.

Bobot molekul juga mempengaruhi besarnya nilai kekerasan pada UHMWPE dan HDPE. Bobot molekul yang sangat tinggi pada UHMWPE menyebabkan rantai polimer yang dihasilkan dari iradiasi sinar gamma menjadi lebih panjang, sedangkan bobot molekul HDPE yang lebih kecil dari UHMWPE menghasilkan rantai polimer yang lebih pendek dari UHMWPE. Rantai polimer UHMWPE yang lebih panjang dari HDPE membuktikan bahwa UHMWPE mengalami proses pemutusan rantai yang lebih lama dibandingkan HDPE sehingga UHMWPE masih lebih keras dan lebih mampu dalam menahan gaya penekanan dari material lain yang lebih berat.

Pemutusan rantai yang berlangsung secara perlahan pada kisaran dosis 01500 kGy menyebabkan kenaikan kekerasan yang dihasilkan dari kedua polimer tidak signifikan. Kenaikan kekerasan yang tidak signifikan juga dapat dilihat dari difraktogram hasil XRD. Ada dua jenis puncak yang dihasilkan dari difraktogram, yaitu puncak yang tajam dan puncak yang lebar. Puncak yang tajam menggambarkan daerah kristalin, sedangkan puncak yang lebar menggambarkan daerah amorf. Puncak1puncak tersebut muncul dalam difraktogram karena polimer UHMWPE dan HDPE merupakan polimer yang semikristalin (Bambang 2011). 44 44,5 45 45,5 46 46,5 0 100 200 300 400 500 600 N il ai K ek er as an (s h o re D )

Intensitas daerah amorf UHMWPE hasil metode kempa panas pada dosis 0 kGy terlihat tinggi (Gambar 9a), tetapi setelah diiradiasi pada dosis 500 kGy, intensitas daerah amorfnya berkurang atau lebih rendah (Gambar 9b). Penurunan intensitas daerah amorf menunjukkan bahwa UHMWPE semakin keras dan kristalin akibat terbentuknya ikatan silang dan pemutusan rantai, tetapi penurunannya tidak signifikan. Penurunan intensitas daerah amorf yang tidak signifikan disebabkan oleh pemutusan rantai pada kisaran dosis 01500 kGy terjadi secara perlahan (Kim dan Nho 2009). Oleh karena itu, kenaikan kekerasannya pun tidak signifikan.

(a)

(b) Gambar 9 Difraktogram UHMWPE metode

kempa panas pada dosis 0 kGy (a) dan 500 kGy (b).

HDPE hasil metode kempa panas juga mengalami hal yang sama dengan UHMWPE, tetapi intensitas daerah amorf pada dosis 0 kGy terlihat lebih rendah dari UHMWPE (Gambar 10a). Setelah diiradiasi pada dosis 500 kGy, intensitas daerah amorf juga semakin berkurang (Gambar 10b). Intensitas daerah amorf HDPE hasil metode pemanasan pada dosis 0 kGy terlihat sangat rendah (Gambar 11a). Semakin naiknya dosis iradiasi, yaitu pada dosis 500 kGy, intensitasnya menjadi semakin rendah (Gambar 11b). Intensitas daerah amorf HDPE metode pemanasan setelah iradiasi sangat rendah karena HDPE tersebut sangat mudah mengalami pemutusan rantai akibat oksigen yang terjebak pada permukaan sangat banyak dan kemungkinan tidak ada ikatan silang yang terbentuk. Oleh karena itu, HDPE hasil metode pemanasan lebih cepat kristalin dibandingkan dengan HDPE dan UHMWPE hasil metode kempa panas.

(a)

(b) Gambar 10 Difraktogram HDPE metode

kempa panas pada dosis 0 kGy (a) dan 500 kGy (b).

(a)

(b) Gambar 11 Difraktogram HDPE metode

pemanasan pada dosis 0 kGy (a) dan 500 kGy (b).

Kekuatan Tarik, Perpanjangan Putus, dan Derajat Kristalinitas

Uji tarik suatu bahan dapat memberikan informasi mengenai sifat mekanik, seperti kuat tarik dan perpanjangan putus. Kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum suatu material untuk menahan gaya tarik yang diberikan, sedangkan perpanjangan putus menggambarkan kemampuan material dalam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Perpatahan material hasil pengujian tarik ada dua macam, yaitu perpatahan ulet dan perpatahan getas. Perpatahan ulet lebih disukai karena bahan yang ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum terjadinya perpatahan (Yuwono 2009). Pengukuran kuat tarik 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 15 20 25 30 In te n si ta s 2Ө 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 15 20 25 30 In te n si ta s 2Ө 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 15 20 25 30 In te n si ta s 2Ө 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 15 20 25 30 In te n si ta s 2Ө 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 15 20 25 30 In te n si ta s 2Ө 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 15 20 25 30 In te n si ta s 2Ө

menunjukkan bahwa terjadi penurunan kuat tarik dengan meningkatnya dosis iradiasi baik UHMWPE maupun HDPE dari kedua metode. Bobot molekul mempengaruhi kekuatan tarik dan perpanjangan putus pada polimer (Mark 1999). Bobot molekul yang sangat besar pada UHMWPE menyebabkan rantai polimer hasil iradiasi sinar gamma menjadi lebih panjang (Blunn . 2002). Bobot molekul HDPE yang lebih kecil mengakibatkan rantai polimer HDPE lebih pendek dari UHMWPE, namun rantai polimer HDPE hasil metode pemanasan masih lebih pendek dari HDPE hasil metode kempa panas. Rantai polimer yang panjang dari UHMWPE menyebabkan nilai kuat tariknya lebih besar dari HDPE hasil metode kempa panas dan rantai polimer HDPE hasil metode pemanasan yang sangat pendek menyebabkan nilai kuat tariknya paling kecil (Gambar 12).

Seiring meningkatnya dosis iradiasi, maka rantai polimer semakin lama semakin pendek karena adanya pemutusan rantai sehingga nilai kekuatan tariknya semakin lama semakin menurun. Dengan kata lain, pemutusan rantai dapat meningkatkan kekerasan sekaligus menurunkan kekuatan tarik karena kristal yang terbentuk merupakan gabungan kristal hasil pemutusan ikatan C1C yang berikatan dengan oksigen. Penurunan kuat tarik terjadi secara tidak signifikan karena pemutusan rantai juga terjadi secara perlahan pada kisaran dosis yang digunakan. Lampiran 3 menunjukkan perhitungan nilai kuat tarik yang diperoleh UHMWPE dan HDPE.

Gambar 12 Nilai kekuatan tarik UHMWPE ( ), HDPE ( ), metode kempa panas (1), dan metode pemanasan (1).

Pengukuran persentase perpanjangan putus juga menunjukkan hal yang sama, yaitu semakin meningkatnya dosis iradiasi yang diberikan, maka semakin berkurang persentase perpanjangan putusnya. Berkurangnya persentase perpanjangan putus membuktikan bahwa polimer semakin getas

akibat adanya pemutusan rantai. UHMWPE getas pada dosis 500 kGy, HDPE hasil metode kempa panas mulai getas pada dosis 200 kGy, dan HDPE hasil metode pemanasan mulai getas pada dosis 100 kGy (Gambar 13). Terjadinya kegetasan dapat dilihat dari persentase perpanjangan putus yang bernilai 0%. Berdasarkan hasil tersebut UHMWPE mengalami perpatahan ulet dan tidak mudah getas dibandingkan dengan HDPE. Lampiran 4 menunjukkan perhitungan persentase perpanjangan putus yang diperoleh UHMWPE dan HDPE.

Gambar 13 Nilai persentase perpanjangan putus UHMWPE ( ), HDPE ( ), metode kempa panas (1), dan metode pemanasan (1). Persentase perpanjangan putus yang diperoleh UHMWPE menurun dari 350% ke 0% pada kisaran dosis 01500 kGy. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan laporan Rosario dan Silva (2006) yang menyatakan bahwa persentase perpanjangan putus UHMWPE menurun dari 248% ke 30% pada kisaran dosis radiasi 01500 kGy sehingga kekuatan tariknya juga menurun. Sedikitnya oksigen yang terjebak pada permukaan UHMWPE menyebabkan polimer tersebut mengalami pemutusan rantai yang lebih lama dibandingkan dengan HDPE sehingga UHMWPE memiliki nilai kuat tarik yang paling besar dan lebih mampu dalam menahan gaya tarikan dari material lain yang lebih berat. Oleh karena itu, UHMWPE mulai getas pada dosis 500 kGy. Hal ini berbeda dengan HDPE dari kedua metode.

HDPE hasil metode kempa panas lebih mudah mengalami pemutusan rantai dibandingkan dengan UHMWPE karena oksigen yang terjebak pada permukaan lebih banyak sehingga kemungkinan terbentuknya ikatan silang lebih sedikit dari UHMWPE. Hal ini menyebabkan HDPE tersebut masih kurang mampu dalam menahan gaya tarikan dari material lain yang lebih berat, nilai kuat tariknya lebih kecil dibandingkan dengan 0 100 200 300 400 500 600 0 100 200 300 400 500 600 N il ai K ek u at an T ar ik (k g /c m 2)

Dosis Radiasi (kGy)

0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 100 200 300 400 500 600 P er p an ja n g an P u tu s (% )

UHMWPE, dan mulai getas pada dosis 200 kGy. HDPE hasil metode pemanasan tidak terbentuk ikatan silang dan sangat kristalin. Kristalinitas yang tinggi akibat pemutusan rantai menyebabkan HDPE hasil metode pemanasan memiliki nilai kuat tarik paling kecil sehingga HDPE tersebut sangat mudah getas setelah diiradiasi. Hasil ini sesuai dengan laporan Rosario dan Silva (2006) yang melaporkan bahwa semakin kecil kekuatan tarik dan perpanjangan putusnya, maka polimer semakin getas seiring bertambahnya dosis iradiasi.

Nilai kekuatan tarik dan perpanjangan putus yang semakin menurun juga dipengaruhi oleh faktor derajat kristalinitas yang semakin meningkat. Derajat kristalinitas adalah derajat kemungkinan terbentuknya susunan kristal dalam bentuk rantai (Bambang 2011). Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan tegangan yang tinggi dan kaku (Agusnar 2004). Difraksi sinar1x (XRD) digunakan untuk menentukan derajat kristalinitas polimer. Persentase derajat kristalinitas UHMWPE hasil metode kempa panas pada dosis 0 kGy sebesar 52.07%, sedangkan pada dosis 500 kGy sebesar 59.70%. Persentase derajat kristalinitas HDPE hasil metode kempa panas juga semakin meningkat dan lebih besar dari UHMWPE, yaitu 67.11% pada dosis 0 kGy dan 68.75% pada dosis 500 kGy. Kenaikan derajat kristalinitas juga terjadi pada HDPE hasil metode pemanasan dan memiliki nilai yang paling besar, yaitu 69.96% pada dosis 0 kGy dan 79.15% pada dosis 500 kGy. Hasil ini sesuai dengan laporan Kim dan Nho (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi, maka semakin tinggi derajat kristalinitasnya. Lampiran 5 menunjukkan perhitungan persentase derajat kristalinitas yang diperoleh UHMWPE dan HDPE.

Derajat kristalinitas HDPE hasil metode pemanasan memiliki persentase yang paling besar dibandingkan dengan UHMWPE dan HDPE hasil metode kempa panas karena daerah amorf HDPE pada dosis 0 kGy sangat sedikit atau lebih kristalin sehingga HDPE tersebut sangat mudah terjadi pemutusan rantai. Hal ini disebabkan oleh oksigen yang terjebak sangat banyak baik pada daerah kristalin maupun daerah amorf sehingga oksigen tidak hanya menyerang radikal bebas di daerah kristalin saja, melainkan juga di daerah amorf. Proses tersebut menyebabkan adanya oksidasi pada polimer sehingga menghasilkan senyawa hidroperoksida yang dapat menyebabkan pemutusan rantai dan

menghasilkan kristal baru (Stephens 2009). Semakin tinggi kristalinitas akibat pemutusan rantai, maka HDPE menjadi semakin keras, tetapi mudah rapuh atau getas. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Sulchan dan Endang (2007) yang menyatakan bahwa HDPE memiliki kecenderungan untuk mengkerut dan getas selama dicetak sehingga termasuk material yang kritis terhadap cetakan.

Faktor jenis ikatan dan struktur rantai juga mempengaruhi kristalinitas polimer (Agusnar 2004). Rantai polimer HDPE hasil metode

Dokumen terkait