• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data Hasil Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Gmelina di Arboretum Politeknik Pertanian Negeri Samarinda... Data Hasil Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Gmelina di Luar Lokasi HTI dan Arboretum Politeknik Pertanian Negeri Samarinda... Halaman 26 36 37 40

1

BAB I PENDAHULUAN

Inventarisasi Hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut. Ruang lingkup Inventarisasi Hutan meliputi : survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Inventarisasi hutan wajib dilaksanakan karena hasilnya digunakan sebagai bahan perencanaan pengelolaan hutan agar diperoleh kelestarian hasil. Inventarisasi hutan tingkat nasional, Inventarisasi hutan tingkat wilayah, sesuai dengan tingkatan dari inventarisasi yang dilaksanakan (Anonim, 2010a).

Kampus Politeknik Peratanian Negeri Samarinda (Politani) mempunyai areal hutan yang di dalamnya terdapat banyak kekayaan sumber daya yang dapat memberikan manfaat diantaranya manfaat klimatologi dan manfaat perlindungan baik bagi satwa yang ada di sekitarnya maupun manfaat yang dirasakan manusia. Dengan adanya areal yang luasanya ± 28,20 ha, sebagian diperuntukan untuk kawasan hutan tanaman dan Arboretum yang berguna untuk mengoleksi berbagai jenis tanaman, sehingga mempunyai nilai tersendiri dan menjadi pusat perhatian yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Terutama pada areal Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Arboretum di Politani mempunyai beberapa jenis pohon yang sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami sehingga memperkaya sumberdaya hutan dan menambah nilai estetis bagi manusia yang tinggal di sekitar situ.

Diantara beragam macam tanaman yang ada di areal kampus Politani, salah satunya terdapat pohon Gmelina (Gmelina arborea ROXB) yang

2

mempunyai nilai yang tinggi baik ditinjau dari segi ekonomi maupun segi ekologi. Kayu gmelina yang mempunyai prospek bisnis cerah, dimana dapat meningkatkan kebutuhan kayu industri sehingga membuat produsen kayu melirik potensi tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat dengan kualitas kayu yang bagus ini. Hal ini salah satunya dipicu oleh rendahnya produksi kayu sengon karena di beberapa sentra produksi kayu sengon banyak diserang penyakit karat puru.

Tanaman gmelina merupakan jenis tanaman penghasil kayu yang biasa ditanam pada lahan hutan negara maupun hutan desa. Gmelina dapat dipanen pada diameter sekitar 30 cm pada umur 9-10 tahun. Hasil kayu yang baik, bisa didapatkan dari pohon yang tegak lurus (Muwakhid, 2010). Gmelina juga merupakan salah satu jenis yang dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman, mengingat pertumbuhan yang cepat (fast growing species), teknik penanamanya tidak sulit dan mempunyai nilai ekonomi yang baik, kegunaan kayunya banyak serta penyebaranya yang luas. Kayu gmelina dapat digunakan sebagai bahan pembuatan papan partikel, korek api, peti kemas, bahan kerajinan kayu, bahan kontruksi ringan, kayu pertukangan, bahan baku industri pulp dan kertas (Sudomo, dkk., 2007).

Sehubungan dengan hal yang telah dipaparkan diatas menyangkut banyaknya manfaat pohon gmelina dalam berbagai sektor, maka timbul pemikiran untuk melakukan kegiatan penelitian tentang inventarisasi diameter dan tinggi pohon gmelina di areal kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda untuk mengetahi jumlah dan kerapatanya pada areal tersebut.

Tujuan dilakukan pengamatan ini yaitu untuk mengetahui diameter dan tinggi pohon gmelina di areal kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

3

yang ditanam pada tahun 1990 di Hutan Tanaman Industri (HTI), tahun 1995 di Arboretum dan tahun 1995 di luar lokasi HTI dan Arboretum serta yang tumbuh secara alami pada areal kampus.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi mengenai diameter dan tinggi pohon gmelina yang ada di areal kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Gmelina (Gmelina arborea ROXB)

Gmelina arborea ROXB adalah salah satu jenis pohon berdaun lebar dari

famili Verbenaceae yang cepat tumbuh dan tumbuh luas secara alami di daerah tropika seperti India, Thailand, Myanmar dan Srilanka (Suhaendi, 1985). Menurut Alrasjid (1992), gmelina dikenal dengan nama daerah gmelina (Indonesia), gambar (India) dan gamar (Bangladesh). Khaerudin (1993) menambahkan gmelina juga bisa disebut yemane, malina, gamari dan jati putih.

Menurut Alrasjid (1992), Klasifikasi morfologi pohon gmelina yaitu : Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae Genus : Gmelina

Spesies : Gmelina arborea ROXB

Menurut Kasmudjo (1968), menyebutkan bahwa pohon gmelina dapat tumbuh baik dengan curah hujan rata-rata curah hujan berkisar 750-4800 mm dan ketinggian tempat tumbuh 5-1000 m di atas permukaan laut. Gmelina mulai berbuah setelah umur empat tahun, yaitu setahun sekali antara bulan April-Juli. Untuk pembuatan benih sebaiknya buah dipetik dari induk yang sehat dan telah berumur tujuh tahun atau lebih (Khaerudin, 1993).

?

B. Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan secara umum didefinisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut sebagai kesejahteraan masyarakat secara lestari. Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kualitas dan kuantitas pohon-pohon hutan serta karakteristik areal tempat tumbuhnya (Anonim, 2013).

Inventarisasi hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di dalam artian ini inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan harus berisi pula evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik pohon mampu terhadap lahan tempat pohon-pohon itu tumbuh. Penaksiran kuantitas kayu terpisah dari areal tempat tumbuhnya tidak banyak artinya. Hutan tidak hanya suatu kuantitas kayu, tetapi asosiasi tumbuhan hidup yang dapat dan harus diperlakukan sebagai benda hasil yang dapat diperbaharui (Husch, 1987).

Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran parameter lain semisal berat pohon-pohon yang masih berdiri, dan penaksiran tumbuh - tumbuhan dan pengeluaran hasil. Dalam setiap inventarisasi tertentu, dapat diberikan tekanan atau pembatasan atau pada satu atau beberapa masalah tersebut bergantung pada asas tujuan, tetapi untuk suatu penilaian yang menyeluruh terhadap suatu areal hutan, dan terutama dengan maksud untuk mengelolanya berdasarkan asas lestari, semua elemen itu harus dikuasai.

?

Dengan meningkatnya pemanfaatan areal hutan untuk tujuan selain penyediaan kayu rekreasi, pengeloalaan daerah aliran sungai pengungsian satwa liar atau kemungkinan konversi ke tata guna lahan lainnya ruang lingkup inventarisasi hutan harus diperluas. Apabila nilai-nilai yang lain itu penting, hubungan nilai-nilai itu dengan hutan dan dengan lahan yang di tempatinya, haruslah diamati, diukur bila mungkin, dan hasil datanya dianalisis. Pada beberapa kasus tertentu inventarisasi hutan akan hanya mencari kuantitas dan kualitas kayu pohon atau balok kayu, pada kasus-kasus lain, baik informasi mengenai kayu maupun non kayu sama-sama di perlukan dan dengan frekuensi yang meningkat mungkin informasi non kayu yang harus dicari dan dengan demikian pengamatan dan pengukuran yang berbeda atau ditambahkan. Pada banyak kasus, sejumlah besar informasi yang biasa diperoleh dalam suatu inventarisasi kayu dapat digunakan untuk pengevaluasian nilai-nilai lain yang berkaitan dengan hutan.

Sebagai contoh, informasi mengenai komposisi hutan dan topografinya selalu penting untuk inventarisasi hutan yang berorientasi pada kayu, juga penting untuk menilai kemungkinan untuk hutan rekreasi atau nilai-nilai aliran sungai. Begitu juga, informasi tentang kualitas dampak hutan dapat pula menyediakan informasi penting bagi pertimbangan konversi lahan huta n ketata gunaan lahan yang lain. Dalam pedoman singkat ini bahasan akan dipusatkan terutama pada inventarisasi yang berorientasi kayu. Didalam perancangan inventarisasi hutan yang memerlukan informasi non kayu adalah penting untuk bekerja sama dengan ahli-ahli dibidang yang bersangkutan pada perencanaan dan pelaksanaan inventarisasinya (Anonim, 2010a).

?

Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Penguasahaan Hutan (HPH). Sedangkan bagi para ilmuwan, hutan menjadi sangat bervariasi sebagai sesuai dengan spesifikasi ilmu. Ahli silvikultur mempunyai pandangan berbeda dengan ahli manajeman hutan atau ahli ekologi atau ahli-ahli ilmu lainnya. Menurut ahli silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri dari pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh- tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan (Arief, 2001)

Pada dasarnya, semua variasi tersebut akan mempunyai suatu kesamaan persepsi apabila ditarik suatu kesimpulan, yakni suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian rupa serta mempunyai kerapatan tertentu dan menutupi areal, sehingga dapat membentuk iklim mikro tertentu. Asosiasi adalah suatu komunitas tumbuhan yang mempunyai komposisi berbunga di dalam suatu formasi. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya semak belukar, tanaman penutup tanah, dan adanya tumbuhan pemanjat. Dari keterangan tersebut timbul suatu pengertian tentang hutan, terutama hutan alam, yaitu suatu mosaik rumpang dan tegakan yang berlapis dari berbagai fase perkembangan dan umur.

?

Adanya rumpang dan susunan daun berlapis, maka di dalamnya tercipta beraneka ragam kondisi iklim mikro yang menjadi habitat bagi berbagai jenis lumut, epifit, liana rotan, semak dan perdu. Hal ini mendorong terciptanya habitat berbagai jasad renik dan fauna yang disebabkan oleh adanya ketersediaan pakan. Hutan yang tumbuh dan berkembang tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama di lingkungan (Anonim, 2010b).

Inventarisasi hutan secara umum inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari. Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kualitas dan kuantitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tempat tumbuhnya (Anonim, 2013).

C. Profil Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda berdiri sejak tanggal 06 Februari 1989. Pada mulanya bernama Politeknik Pertanian Bidang Studi Kehutanan Universitas Mulawarman, Berdasarkan SK Menpan No. B-703/1/1995 Tanggal 30 Juni 1995, maka secara resmi telah menjadi lembaga pendidikan vokasi di Kalimantan Timur dan sejak saat itu berganti nama menjadi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang selanjutnya lebih dikenal dengan akronim Politani.

Pengembangan Politani senantiasa berpedoman dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Untuk mengantisipasi era globalisasi, Politani menetapkan

?

Politani yang menggunakan pendidikan profesional dan penelitian terapan serta mengutamakan peningkatan kualitas secara berkesinambungan, memiliki ebagai berikut :

1. Menghasilkan lulusan yang bermoral, tangguh, terampil unggul dan berjiwa wirausaha.

2. Mendorong kemajuan penelitan terapan yang menopang pendidikan dan kemajuan ilmu, teknologi bidang pertanian.

3. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat atas dasar tanggung jawab sosial.

4. Menjalin kerja sama secara berkelanjutan dengan lembaga pendidikan, lembaga penelitan terapan, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. 5. Mengembangkan organisasi Politani yang sesuai dengan tuntutan zaman

serta meningkatkan manajemen yang transparan dan berkualitas secara berkelanjutan.

Areal kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda menempati areal seluas ± 28,20 ha, yang pemanfaatanya terdiri dari bangunan perkantoran, ruang kuliah, laboratorium, bengkel kerja/workshop, ruang rapat, perpustakaan, auditorium, bangunan perumahan dosen, asrama mahasiswa dan bangunan-bangunan lainya. Sisa areal yang ada merupakan areal hutan pendidikan yang terdiri dari persemaian seluas ± 1 ha, Arboretum seluas ± 2 ha, Hutan Tanaman Industri (HTI) Percontohan seluas ± 3 ha, lahan praktek Wanatani (Agroforestry) seluas ± 1,5 ha dan areal lainya berupa hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua serta semak belukar.

Untuk menunjang dan memperlancar kegiatan belajar mengajar baik teori maupun praktek, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda mempunyai areal Hutan

??

Tanaman Industri (HTI) percontohan. Pada areal HTI tersebut terdapat berbagai jenis tanaman kehutanan baik yang tumbuh secara alami ataupun sengaja ditanam.

Luas Hutan Tanaman Industri (HTI) Politani adalah ± 3 ha dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Batas sebelah barat adalah jalan persemaian 2. Batas sebelah timur adalah kebun karet

3. Batas sebelah selatan adalah desa Rapak Dalam dan sawah-sawah penduduk.

4. Batas sebelah utara adalah berbatasan dengan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Pada tahun 1990, ada beberapa jenis tanaman yang ditanam di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) percontohan Politani adalah jenis pohon Karet (Hevea brasiliensis), Akasia (Acacia mangium), Gmelina (Gmelina arborea ROXB), Sengon (Parasseriaenthes falcataria) serta jenis tanaman lainya seperti Rotan (Calamus sp), dan berbagai jenis lainya. (Hasanudin, 2009).

Selain HTI (Hutan Tanaman Industri), Politani juga mempunyai Arboretum sebagai tempat berbagai pohon ditanam untuk tujuan pendidikan dan penelitian. Arboretum Politeknik Pertanian Negeri samarinda terletak pada lingkungan Kampus Sei Keledang Kota madya Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Pada saat ini Arboretum masih dalam tahap perkembangan dari luasan ± 2 hektar, terdiri dari dua tahapan penanaman yaitu tahapan pertama 0,5 hektar yang ditanam pada bulan Oktober tahun 1995 dan tahap kedua seluas ± 1,5 hektar yang ditanam pada bulan November tahun 1996. Untuk tahap pertama dikoleksi jenis campuran antara jenis cepat tumbuh (fast growing species) seperti Acacia

??

mangium, Gmelina arborea ROXB, eucalyptus deglupta paronema canencens dan swetenia macrophylla dengan jenis-jenis famili Dipterocarpaceae antara lain

: Shorea leprosula, Shorea seminis, Shorea ovalis, Shorea parvifolia, Shorea

johorensis, Shorea lamelata, Shorea ocraasea, Shorea leavis, Dryobalanop lanceolata, Hope mangarawan dan jenis tanaman lokal lainnya seperti Eusideroxylon zwageri, Agularia malaccensis, Aleuritas molucana, Mimosops elengi (Muttaqin, dkk., 2007).

Pada lokasi penanaman tahap kedua dengan luas ±1,5 hektar dikoleksi jenis campuran antara jenis cepat tumbuh (fast growing spesies) dengan jenis-jenis famili Dipterocarpaceae dan jenis-jenis buah-buahan lokal antara lain, Kasturi (Mangifera sp), Mangga (Mangifera sp), Rambutan (Nephelium

lapeceum), Durian (Durio zibetinus), Lai (Durio Kutejensis) serta jenis lainnya

antra lain : Sepatu afrika (Spatudea campanulata) dan Agathis borneensis. Jarak tanam untuk jenis cepat tumbuh 1,5 m x 1,5 m dan jarak tanam jenis famili

Dipterocarpaceae di tengah-tengah di antara empat tanaman jenis fast growing

sedangkan untuk jenis buah-buahan dengan jarak tanam 5 m × 5 m.

Pemeliharaan yang telah dilakukan antara lain penyiangan total (total weding), penyulaman, pemupukan (untuk semua jenis tanaman), dan pemangkasaan (untuk jenis tanaman cepat tumbuh). Khusus pada areal pengamatan yaitu pada lokasi penanaman tahap kedua pemeliharaan yang telah dilaksanakan untuk jenis tanaman cepat tumbuh adalah penyiangan total (2 kali), penyulaman, pemupukan (1 kali), dan pemangkasan (2 kali). Sedangkan jenis tanaman lain khusus jenis jenis family Dipterocarpaceae dan agathis borneensis sebagai besar mati akibat tidak tahan terhadap musim kering yang panjang.

??

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda terdiri dari 8 Program Studi yaitu Program Studi Pengelolaan Hutan (PS PH), Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan (PS BTP), Program Studi Teknologi Hasil Hutan (PS THH), Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan (PS TPHP), Program Studi Manajemen Lingkungan (PS ML), Program Studi Geinformatika (PS GI), Program Studi Manajemen Informatika (PS MI) dan Program Studi Manajemen Perkebunan (PS MP).

Sistem pembelajaran yang diterapkan oleh Politani adalah pelakasanaan praktikum dengan porsi 60% dan teori 40%. Lama studi adalah 6 (enam) semester untuk (Diploma III) dan 8 semester untuk (Diploma IV), dimana pada semester terakhir mahasiswa wajib melakukan praktik kerja lapang di perusahaan. Jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditempuh adalah 110 sampai 120 SKS (Diploma III) dan 144 sampai 160 SKS untuk (Diploma IV). Kurikulum yang diterapkan mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi.

D. Pengukuran Diameter dan Tinggi 1. Pengukuran diameter

Pada umumnya diameter pohon bentuknya tidak slindris dan sama besar dari pangkal sampai pada ujungnya, namun cendurung lebih besar pada bagian pangkal pohon dibanding bagian ujung. Diameter pohon adalah jarak antara dua titik pada lingkaran yang melalui titik pusat lingkaran. Dalam pelaksanaan pengukuran pohon makin keatas semakin kecil (Pariadi, 1979). Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang melalui pusat penampang melintang pohon dan menghubungkan pohon dan menghubungkan dua titik yang terdapat pada garis lingkaran luar pohon. Diameter rataan adalah diameter rata-rata dari sejumlah pohon yang diukur untuk mengetahui

??

keadaan pohon yang diukur untuk mengetahui keadaan pertambahan diameter dari pohon-pohon dalam tegakan (Endang, 1990).

a. Alat pengukuran diameter

Dalam pengukuran diameter pohon maka kita akan menggunakan alat phi band sebagai alat pendugaan diameter (Anonim, 1992).

Pita ukur diameter atau yang disebut juga dengan phi band yaitu alat yang berfungsi sebagai pengukur diameter. Satuan ukur yang dipakai metrik dan inggris. Material yang digunakan biasanya terbuat dari kain, fiber glass, atau baja. Lebar kurang lebih 12,5 mm. Untuk lebih jelasnya, alat ukur diameter (phi band) dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Cara menggunakan pita ukur diameter atau yang disebut juga dengan phi band yaitu :

a) Pita diameter dililitkan pada batang pohon yang akan diukur diameternya.

b) Lilitan pita melingkar dan menempel pada batang pohon dengan posisi horizontal/tegak lurus terhadap batang pohon.

A

Keterangan : A. Rumah pita

B. Ujung pita dengan pengait C. Pita berskala

Keterangan : A. Rumah pita

B. Ujung pita dengan pengait C. Pita berskala

C B A

??

c) Diameter batang dapat dibaca pada skala diameter yang berimpit dengan titik nol.

b. Ketentuan pengukuran diameter pohon

Ketentuan pengukuran diameter pohon adalah berbanir dari 1,30 m di atas permukaan tanah maka pengukuran dilakukan 20 cm ke atas di atas banir. Diameter pohon diperlukan dalam penentuan volume, luas bidang dasar dan pendugaan umur pohon.

Pengukuran diameter atau keliling batang setinggi dada dari permukaan tanah disepakati, tet api setinggi dada untuk setiap bangsa punya kesepakatan masing-masing yang disesuaikan dengan tinggi rata-rata dada masyarakat bangsa itu. Setinggi dada untuk pengukuran kayu berdiri di Indonesia disepakati setinggi 1,30 m dari permukaan tanah (Anonim, 1992).

Menurut Endang (1990), menyatakan bahwa ada beberapa standar untuk ukuran diameter pohon tertentu yaitu :

1) Kondisi pohon berdiri

Untuk kondisi pohon berdiri terdiri atas :

a) Pengukuran diameter atau keliling setinggi 1,30 m didasarkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang relatif datar.

b) Jika pohon berdiri miring, maka Letak pengukuran diameter (Lpd) dilakukan pada bagian miring batang di sebelah atasnya, sejauh 1,30 m dari permukaan tanah.

c) Sedangkan untuk pohon-pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang cukup miring (lereng) dapat dilakukan dua cara yaitu : mengukur di atas lereng dan mengukur di bawah lereng.

??

2) Kondisi pohon berbanir

Untuk pohon berbanir terdiri atas :

a) Jika Batas ujung banir kurang dari 110 cm, maka Letak pengukuran diameter (Lpd) dilakukan setinggi 1,30 m dari permukaan tanah.

b) Jika Batas ujung banir tepat setinggi dari 110 cm, maka pengukuranya (Lpd) ditambah 20 cm ke atas diatas banir. Jadi Lpd-nya setinggi 1,30 m dari permukaan tanah.

c) Jika batas ujung banir tinggi dari 110 cm, maka pengukuranya setinggi (Bub + 20 cm).

3) Kondisi pohon cacat

Untuk pohon cacat terdiri atas :

a) Jika setinggi 110 cm melebihi Batas bawah cacat (Bbc), maka letak pengukuranya (Lpd) setinggi Batas atas cacat (Bac + 20) cm ke atas.

b) Jika Bbc lebih tinggi dari 110 cm, maka letak pengukuranya setinggi (Bbc - 20) cm ke atas.

c) Jika bagian tengah cacat lebih kurang setinggi 1,30 m dari permukaan tanah maka pengukuranya dilakukan setinggi Bbc (Lpd2) dan Bac (Lpd1). Sehingga hasil ukuranya (diameter atau keliling) adalah ukuran (Lpd1 + Lpd2) / 2.

4) Kondisi pohon batang bercabang atau menggarpu

Untuk pohon batang bercabang atau menggarpu terdiri atas : a) Jika tinggi 1,30 m maka pengukuran dilakukan tetap setinggi 1,30

??

b) Jika tinggi cacat kurang dari 1,10 m , maka Lpd-nya dilakukan pada kedua batang setinggi 1,30 m.

2. Pengukuran Tinggi

Menurut Pariadi (1979), mengemukakan tinggi adalah jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang datar atau pada bidang horizontal. Sebagai komponen untuk menentukan volume kayu, tinggi pohon dibedakan atas dua macam notasi, yaitu :

a. Tinggi pohon seluruhnya (tinggi total), yaitu jarak antara titik puncak pohon dengan proyeksinya pada bidang datar atau horizontal.

b. Tinggi lepas dahan atau tinggi bebas cabang atau sampai batas permulaan tajuk yaitu jarak antara titik bebas cabang atau permulaan tajuk dengan proyeksinya pada bidang datar atau horizontal.

Menurut Simon (1996) Tinggi pohon merupakan parameter lain setelah diameter yang memiliki arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume pohon. Terdapat beberapa macam tinggi pohon yang dikenal dalam inventarisasi hutan, yaitu :

1) Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon dipermukaan tanah sampai puncak pohon.

2) Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau

crow point untuk jenis koniver, yang membentuk tajuk.

3) Tinggi batang komersial, yaitu tinggi batang yang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan.

4) Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu penebangan.

??

Baik tinggi pohon maupun tinggi batang lazimnya secara mudah diukur langsung di lapangan. Pengukuran lewat foto udara hanya mungkin dilakukan terhadap tinggi total saja, sedangkan tinggi batang tidak dapat, tetapi juga tidak mudah karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar hasil pengukuran menjadi lebih cermat. Faktor-faktor penting untuk diperhatikan bahwa pangkal dan puncak pohon harus dapat diamati dengan jelas, spesifikasi foto udara yang memenuhi syarat pengukuran, bentuk medan, teknik pengukuran dan formula yang digunakan.

a. Alat pengukuran tinggi pohon

Menurut Pariadi (1979), menjelaskan pula bahwa alat ukur tinggi pohon yang dapat dipergunakan dapat dibedakan menjadi dua golongan menurut bentuk dan teknik pemakaianya, yaitu :

1) Golongan pertama, alat yang memerlukan pengukuran jarak, seperti alat ukur lereng misalnya Abney level, Forest service

Hypsometer, alat ukur Weiss dan Faustman.

Dokumen terkait