• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebuah game yang bernama Seven Sin yang dibuat oleh perusahaan Monte Cristo. Penelitian dilakukan pada beberapa level yang menampilkan tokoh perempuan dalam video game Seven Sin, yaitu level 1,2,3, dan 6. Peneliti fokus pada gambar-gambar maupun adegan yang didalamnya ada bagian yang merepresentasikan bagaimana sisi sensualitas seorang perempuan, dengan melihat tanda-tanda maupun simbol-simbol yang mewakili sisi sensualitas perempuan, aspek visual seperti gambar animasi perempuan ditampilkan, kostum yang digunakan dan aspek audio berupa pembicaraan yang berlangsung yang melibatkan tokoh perempuan, gaya bahasa serta pemilihan kata yang dipakai. Meskipun demikian, peneliti tidak melepaskan peran dari semua bagian dalam game seven sin, walaupun ada beberapa gambar atau adegan yang tidak memiliki hubungan terhadap representasi sensualitas perempuan, karena peneliti menganggap bahwa peran dari setiap bagian tersebut tetap penting untuk mendukung peneliti mengerti bagaimana alur cerita dan melihat secara keseluruhan bagaiman game ini merepresentaikan sensualitas seorang perempuan dalam setiap levelnya.

Penelitian ini akan melihat dan menganalisis tanda-tanda yang ada didalam setiap gambar yang ditampilkan dengan menggunakan analisis Semiologi Roland Barthes, dengan menggunakan makna denotatif dan makna konotasi yang muncul dalam setiap gambar dalam video game seven sin, untuk melihat penggambaran game ini terhadap sisi sensualitas perempuan dan bagaimana sisi sensualitas ini diperlakukan. Penelitian berbau semiotika sering sekali dianggap tidak bebas nilai atau sangat subjektif. Hal ini terjadi karena dalam penelitian semiotika, peran pembaca atau peneliti sangat mempengaruhi hasil dari penelitian. Hal ini juga yang disadari oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan peneliti akan bersifat subjektif, karena peran dari peneliti sangat mempengaruhi representasi dan analisis makna yang akan disajikan. Penilaian tersebut akan dipengaruhi oleh kebudayaan, cara

pandang dan pemikiran yang dianut si peneliti sendiri, yang sering disebut dengan mitos. Oleh karena itu lah, dalam analisis semiologi Roland Barthes tidak bisa terlepas dari yang namanya mitos. Mitos merupakan bagian dari tataran kedua dari signifikasi dua tahap yang disampaikan oleh Barthes. Mitos cenderung dikaitkan dengan makna konotatif, karena dibutuhkan keaktifan peneliti dalam menafsirkan tanda, melalui nilai-nilai yang dianutnya, baik kebudayaan, keyakinan, cara pandang, bahkan pemikiran dalam menganalisis suatu hal. Makna-makna yang diperoleh dari hasil analisis melalui makna denotatif, konotatif dan mitos akan disimpulkan dengan mengarahkan hasil dari tataran makna tersebut dan akhirnya bisa dilihat bagaimana developer game ini merepresentasikan sensualitas seorang perempuan.

Peneliti dalam penelitian ini akan mencari literatur-literatur, buku, dan referensi lain yang dapat membantu peneliti dalam meneliti makna sensualitas perempuan dalam game. Peneliti juga memanfaatkan media lain, seperti youtube, untuk membantu mengumpulkan gambar video game seven sin, serta melakukan screen shot langsung dari video game seven sin ketika peneliti memainkan langsung game ini di Komputer. Game seven sin ini langsung dimainkan oleh peneliti sebagai pemain, dimana peneliti akan menganalisis terlebih dahulu penampilan dan kostum perempuan yang dikonstruksikan oleh developer game ini, kemudian akan menganalisis bagaimana sensualitas perempuan tersebut digambarkan melalui alur cerita dalam setiap level game seven sin ini.

Peneliti juga akan membongkar makna yang selama ini tersirat didalamnya. Makna yang didapatkan dari apa yang ditampilkan game ini, diperoleh dari komunikasi yang dibentuk oleh developer game dalam setiap adegan dalam setiap level. Komunikasi yang terjadi dapat dilihat melalui komunikasi verbal maupun non verbal yang developer game ciptakan sendiri. Komunikasi verbal yang terjadi dalam game ini dapat dilihat dari bagaimana developer game mengungkapkan secara langsung gambaran sensualitas perempuan, dengan bahasanya sendiri, melalui komunikasi interpersonal (antarpersonal) yang terjadi antar setiap tokoh dalam setiap levelnya. Dalam komunikasi ini pesan disampaikan secara langsung oleh komunikator kepada komunikan. Komunikasi interpersonal (antarpersonal) yang disoroti adalah komunikasi yang terjadi antara tokoh animasi berwujud seorang laki-laki dan perempuan.

Melalui komunikasi ini, pesan yang dibentuk oleh developer game akan lebih mudah untuk dianalisis peneliti, dari bagaimana dua tokoh dalam setiap adegan berkomunikasi, apa yang mereka bicarakan, hingga apa makna dibalik pembicaraan mereka yang mengarah pada penggambaran sensualitas perempuan. Salah satu contoh perkataan yang diucapkan oleh salah seorang tokoh laki-laki dalam level pertama kepada lawan bicaranya yang merupakan seorang perempuan, yaitu It's so rare to see such a perfect proportioned woman” yang berarti sangat langka untuk melihat tubuh perempuan yang sangat proporsional dan sempurna. Kutipan percakapan ini disertai dengan gerakan tubuh perempuan yang sibuk memamerkan payudaranya yang besar dan badannya yang langsing bagaikan gitar spanyol. Dari kutipan pembicaraan diatas, terlihat bahwa sisi sensualitas perempuan dikonstruksikan berdasarkan penilaian laki-laki melalui daya tarik fisik dan apa yang ditampilkan dalam tubuhnya. Perempuan dianggap punya tubuh sempurna dan proposional, jika bertubuh langsing tanpa lemak dan payudara yang besar.

Komunikasi intrapersonal juga menggambil peran dalam merepresentasikan sisi sensualitas seorang perempuan dalam game ini. Komunikasi Intrapersonal adalah proses komunikasi yang terjadi dengan diri sendiri, dimana hal ini terjadi karena adanya suatu objek yang sedang diamatinya dan merangsang panca indra bahkan pemikirannya untuk memberi arti pada objek tersebut (Cangara, 1998:30-31). Developer game seven sin ini memasukkan unsur komunikasi intrapersonal melalui avatar pemain dalam game seven sin. Avatar atau gambar animasi pemain hanya diwakilkan oleh tokoh seorang laki-laki. Tokoh laki-laki ini akan mendeskripsikan sendiri setiap tokoh perempuan yang ditampilkan dalam setiap level. Hal ini dapat dilihat dari gaya bahasa yang ditampilkan developer game, yang mengarah pada pemikirannya, ketika melihat sosok perempuan sedang berdiri dihadapannya. Komunikasi intrapersonal terjadi saat pemain yang diwakilkan dalam animasi laki-laki mendekati seorang perempuan, maka akan keluar secara otomatis, deskripsi tentang karakteristik dan sisi sensualitas perempuan yang sedang berdiri dihadapannya, bahkan bisa melalui komunikasi intrapersonal ini akan membuahkan sebuah tindakan bagaiman Ia memperlakukan sisi sensualitas tersebut.

Hal ini menunjukkan, adanya proses komunikasi intrapersonal yang terjadi pada laki-laki tersebut ketika Ia menemukan sebuah “objek” dan merangsangnya

untuk memberi penilaian terhadap “objek” tersebut. Pesan yang diperoleh dari komunikasi intrapersonal yang dibangun oleh developer game ini semakin mempermudah peneliti dalam melihat sudut pandang developer game dalam menilai sensualitas perempuan. Developer game ini juga menampilkan bentuk komunikasi non verbal. Komunikasi nonverbal yang terjadi dalam game ini terjadi hampir bersamaan dengan komunikasi verbal. Walaupun demikian, komunikasi nonverbal lebih mendominasi tampilan pada game ini.

Komunikasi nonverbal ini adalah acuan penting yang digunakan peneliti untuk mengklasifikasikan bagian mana yang menggambarkan sensualitas perempuan, baik dari pakaian, gaya rambut, gerak-gerik saat komunikasi berlangsung, ekspresi, suara musik, cara berjalan, bahkan perasaan yang dimunculkan dari setiap tokoh perempuan. Dan dari komunikasi nonverbal inilah peneliti dapat menangkap pesan dari sebuah makna akan sensualitas perempuan yang dikonstruksi oleh developer game.

Dalam berkomunikasi tidak bisa terlepas dari bahasa. Komunikasi verbal maupun nonverbal pastilah selalu menggunakan bahasa, baik lisan, tulisan, maupun isyarat. Bahasa yang digunakan oleh pembuat game ini tidak sekedar pengungkapan nyata maksud dari developer game, namun ada banyak pemaparan yang mengharuskan peneliti melihat lebih dalam lagi makna yang dikehendaki dari developer game. Bahasa yang digunakan oleh developer game disini adalah bagaimana Ia berusaha menampilkan dan mencoba menciptakan suatu konstruksi akan sensualitas perempuan dan bagaimana sensualitas itu diresponi oleh lawan jenisnya. Ia membentuk suatu konstruksi tubuh perempuan yang selalu digambarkan dengan wujud yang sempurna dan bagian-bagian sensitif tubuhnya yang mengeluarkan makna yang mengiurkan. Bahkan muncul sebuah realisme palsu bahwa sisi sensulitas tersebut adalah objek seks laki-laki. Hal ini didapati dari setiap pola dalam membangun karakter dan citra seorang perempuan hampir di setiap levelnya, tidak pernah terlepas dari seks dan alat pemuas kebutuhan laki-laki. Developer game berusaha menggambarkan bahwa perempuan dalam game ini senang diperlakukan seperti itu dan tidak memberi perlawanan sedikitpun, ketika laki-laki itu berhasil mengetahui sisi sensitifitas setiap perempuan itu.

Penelitian ini juga tidak bisa terlepas dari mitos yang dipahami oleh developer game. Mitos tersebut dijadikan peneliti sebagai dasar untuk mengembangkan pesan-pesan yang ingin dipaparkan dan bagaimana kebudayaan developer game ini dalam memaparkan cerita mengenai sosok seorang perempuan. Dengan menggunakan mitos yang ada, peneliti akan melihat dan membongkar lebih dalam lagi, sejauh mana developer game ini menggunakan mitos-mitos tersebut untuk menggambarkan objek yang sedang diteliti. Mitos ini akan digunakan tetap untuk mendukung bagian-bagian penting yang memerlukan penekanan, meskipun dari beberapa analisis, ada bagian yang dipahami peneliti sebagai mitos tetapi tidak menjadi kebenaran yang utuh bagi developer game ini.

Analisis yang dilakukan peneliti akan bersifat subjektif dan sangat bergantung pada nilai-nilai yang dianut oleh peneliti serta peneliti akan berusaha membongkar lebih dalam makna tersembunyi dibalik tanda-tanda tersebut. oleh karena itu, peneliti menggunakan paradigma kritis, dimana peneliti dalam melakukan penelitian beranggapan bahwa realitas yang terlihat adalah realitas semu, realitas yang telah terbentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial, budaya, etnik, dan nilai gender yang telah terkristalisasi dalam waktu yang panjang. Peneliti juga melihat adanya suatu kondisi marjinalisasi yang terjadi dan penindasan dari pihak lain. Penelitian ini tidak hanya akan sekedar penelitian penuh kritikan, melainkan memikirkan cara mengubah ketimpangan dan dominasi kekuasaan dengan menunjukkan bagaimana kondisi real dari ketimpangan itu serta menegaskan bagaimana seharusnya yang terjadi.

Teknik penggambilan kamera pada adegan dalam video game seven sin diatur sedemikian rupa agar dapat dikendalikan sendiri oleh pemain. Pemain bebas menggambil dari angle mana, bagian mana yang hendak di zoom-out atau zoom-in dan bagaimana cara pemain memberi makna dalam permainan. Makna yang muncul tergantung bagaimana cara pandang pemain dalam mengarahkan kamera. Kamera dalam video game ini dikendalikan melalui kursor yang terdapat pada komputer. Kursor yang dikendalikan melalui mouse, bebas digerakkan kemanapun, kebagian mana yang disukai pemain ataupun bagian yang membuatnya tertarik, sehingga peneliti tidak dapat menggunakan teori teknik penggambilan kamera, karena sujektifitas pemain akan berbeda-beda dalam mengarahkan angle kameranya ketika

memainkan game ini. Dalam penelitian ini, peneliti memakai sudut pandang peneliti sendiri dalam menentukan angle kamera yang hendak diteliti.

Prosedur kebebasan yang dibentuk oleh developer game dalam mengarahkan angle kamera tersebut memberi kesan kebebasan yang luar biasa dalam mengeksplorasi permainan. Pemain benar-benar dimanjakan, tidak hanya kebebasan akan menikmati melakukan dosa tetapi bebas mengeksploitasi bagian yang pemain sukai, misalnya pemain bebas melihat perempuan mengganti pakaian dalam ruang ganti pakaian dan melihatnya mandi di kamar mandi. Jika seorang laki-laki yang memainkan game ini, kemungkinan besar angle yang mereka pilih, akan lebih banyak menyoroti kearah daya tarik fisik perempuan, mengarahkan kamera dengan model zoom-in kearah dada perempuan, atau kebagian tubuh sensitif lainnya. Hal ini terjadi sangat wajar, karena laki-laki yang normal akan lebih tertarik pada lawan jenisnya, begitu juga dengan perempuan. Tetapi, game ini ‘tubuh’ pemain atau avatar pemain sudah diwakilkan dengan tokoh laki-laki, jadi angle kamera tidak dapat mengeksploitasi laki-laki tersebut, karena tampilan game ini sudah disetting sedemikian rupa sehingga tidak ada kemungkin pemain mengeksploitasi dirinya sendiri.

Tokoh laki-laki dalam game ini, sangat minim ditemukan. Hanya sedikit dalam setiap levelnya dan tidak bisa dieksploitasi sebebas mengeksploitasi tokoh perempuan. Hal ini memberi kesan bahwa tokoh perempuan dalam game ini, dijadikan sebagai objek yang selalu diekploitasi dari tubuh dan apa yang ditampilkannya. Bahkan cenderung dijadikan objek seks dalam memenuhi nafsu birahi laki-laki dari sisi sensualitasnya. Pemain akan dimanjakan dengan bentuk tubuh perempuan yang indah, seksi dan memuaskan nafsu birahinya. Pesan yang peneliti dapatkan dalam game ini, semakin menguatkan akan adanya mitos budaya patriarki, yang memarjinalkan kaum perempuan dan membuatnya menjadi second person.

4.1.1 Game Seven sin

Game Seven sin merupakan salah satu game yang ber-gendre life simulation (simulasi kehidupan). Life simulation game sering juga disebut dengan permainan kehidupan buatan, dimana game ini merupakan suatu simulasi kehidupan pemain secara virtual (dengan komputer). Sebuah game simulasi kehidupan dapat bercerita tentang seputaran individu dan hubungannya dengan sesamanya atau bisa juga menjadi simulasi ekosistem. Game simulasi kehidupan bisa juga berbicara tentang memelihara dan mengembangkan populasi organisme yang dikelola, dimana pemain diberi kekuatan dan wewenang untuk mengontrol kehidupan mahkluk otonom atau orang. Kata simulation berasal dari kata Simulacra yang berarti sesuatu yang tampak atau dibuat tampak seperti yang lain ataupun suatu salinan (copy). Simulation merupakan suatu situasi didalamnya kondisi tertentu diciptakan secara artificial (lewat komputer), dalam rangka mendapatkan pengalaman tentang sesuatu yang ada di dalam realitas dan juga suatu tindakan berpretensi seakan-akan sesuatu yang nyata, padahal tidak (Pilliang: 2004, 57-63).

Simulation (simulasi) ini merupakan rekacipta sebuah realitas baru melalui teknologi. Realitas baru itu merupakan realitas semu yang dibentuk seolah faktual yang rangkaian peristiwanya bisa dilihat, dirasakan serta dialami secara nyata sebagai bagian dari realitas sesungguhnya. Simulasi juga merupakan realitas yang dibangun dalam dunia buatan yang didalamnya tersimpan begitu banyak tanda-tanda bahkan citra akan sesuatu hal, kemudian mempertontonkan tanda-tanda dan citra tersebut kepada khalayak ramai secara terus-menerus, sehingga pada akhirnya menjadi daya tarik yang kuat bagi semua orang. Dengan kehadiran simulasi ini, manusia dihadapkan pada suatu realitas dimana antara nyata dan fantasi, alami dan ilusi, antara asli dan palsu, fiksi dan faktual hanya tersekat oleh labirin transparan yang sulit diidentifikasi.

Salah satu contoh ruang simulasi menurut Jean Baudrillard dalam bukunya

yang berjudul Simulation adalah Disneyland. Disneyland dibentuk menjadi

representasi khayalan dan fantasi yang tidak pernah ada, dimana keberadaannya direalitas adalah untuk menyembunyikan kenyataan bahwa ia nyata, bahkan lebih nyata daripada Amerika sendiri. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat Ancol, Studio Trans, Taman Miniu, dan lain sebagainya. Bahkan fantasi dunia simulasi

semakin mewabah dalam rekayasa teknologi yang didalamnya manusia terpana, seperti video game. Bisa dikatakan game simulasi kehidupan ini merupakan suatu konstruksi simulasi kehidupan yang dibuat seolah-olah menyerupai kehidupan biasa yang manusia alami, baik kejadian sehari-hari, aktivitas yang biasa dilakukan, dan segala peristiwa yang lumrah terjadi dalam kehidupan manusia, bahkan imajinasi manusia akan kehidupan yang sempurna dalam pemikiran mereka.

Game yang mengangkat tema besar dan sudah ada sejak dahulu kala ini, berkisah tentang ketujuh dosa dasar yang biasa dilakukan manusia dalam kehidupannya serta ditampilkan dengan gamblang representasi kehidupan yang selalu melakukan ketujuh dosa tersebut demi mendapatkan kenikmatan hidup

pemain. Tujuh dosa dasar manusia tersebut adalah kesombongan (pride),

rakus/berlebihan (gluttony), iri (envy), kemalasan (sloth), kemarahan (anger/wrath), keserakahan (greed), dan birahi (lust). Tujuh dosa ini sering diberi istilah sebagai tujuh dosa dasar manusia, yang kemunculannya berakibat pada munculnya dosa-dosa yang lain. misalnya dosa iri (envy) berakibat munculnya beragam dosa seperti mencuri, membunuh, bahkan menipu orang lain. Kata Seven (tujuh) dan Sin (dosa) diletakkan si pembuat game sebagai judul besar dari game ini. Siapa yang tak mengenal istilah dosa. Seluruh agama yang diakui di Indonesia khususnya, memiliki definisi masing-masing akan dosa, yang inti dari secara keseluruhan definisi tersebut berujung pada pesan yang sama akan dosa. Dosa adalah segala perbuatan manusia yang mendukakan hati Tuhan Yang Maha Esa, menyimpang dari segala perintahNya, membuat hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa terpisah, segala

perbuatan yang mengarah kepada perbuatan yang dibenci Allah serta perbuatan yang bisa membuat manusia terjerumus dalam neraka (Desi miherlina, Konsep Dosa Menurut Pandangan Agama Kristen Katolik dan Islam (Studi Komparatif)).

Sedangkan kata Tujuh merupakan atribut yang sudah menempel sekian lama di dalam kata dosa, yang menunjukkan jumlah dosa dasar manusia yang akan ditampilkan didalam game ini. Kalau diteliti lebih dalam lagi, pemilihan angka tujuh sebagai judul besar game ini, seperti mengikuti sebuah mitos adanya angka keramat. Dimana, hampir di setiap Negara bahkan agama menganggap tujuh ini sebagai angka keramat yang memiliki sebuah makna yang kuat. Seperti yang ditemukan dalam kitab suci umat kristiani, bisa ditemukan beragam kata tujuh yang menunjukkan

makna secara keseluruhan, utuh dan sempurna. Pada kebudayaan cina, angka tujuh dianggap sebagai lambang pertumbuhan dari seorang gadis menuju kedewasaan yang utuh. Bahkan dibeberapa Negara, seperti India, Yunani, dan Jepang, angka tujuh selalu diidentikan dengan jumlah dewa yang memiliki kekuatan yang luar biasa.

Developer game menggunakan angka tujuh dan dosa dalam judul gamenya untuk membangun suatu simulasi akan realitas kehidupan yang biasa dilakukan manusia dalam kesehariannya. Dimana, setiap manusia pasti melakukan ketujuh dosa dasar ini dalam segala aspek kehidupannya. Bahkan si pembuat game membangun suatu realitas semu yang tidak sesuai dengan realitas yang seharusnya. Dosa di dunia nyata pastilah akan berujung pada suatu hukuman yang sangat berat, yang sering disebut neraka dan tak jarang orang sangat menakuti efek dari perbuatan ini. Lain halnya simulasi yang dibentuk dalam game ini. Ketujuh dosa tersebut dianggap sebagai suatu kegiatan yang sangat menarik untuk dilakukan, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang sangat sempurna, seperti apa yang dilakukan seorang dewa yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Pemain disuguhkan dengan imajinasi developer game akan kehidupan yang sempurna dan bahagia, yaitu melakukan ketujuh dosa dasar yang mematikan ini dan tidak akan ada hukuman apapun jika melakukannya. Simulasi yang dibangun membuat pemain merasa sangat nyaman melakukan ketujuh dosa itu dan akan mengabaikan nilai kebenaran yang sudah ada sebelumnya akan dampak dari dosa.

Game ini juga tergolong dalam game dewasa, dimana pemain yang boleh memainkannya hanya usia diatas 18 tahun ke atas, yaitu orang-orang yang dianggap mature atau matang secara fisik maupun pola pikir. Hal ini dapat dilihat dari sampul luar kaset game seven sin yang mencantumkan simbol 18, yang berarti hanya dibuat untuk usia 18 tahun keatas. Game seven sin diproduksi pada tahun 2005 oleh perusahaan Prancis bernama monte cristo, dan kemudian dipublikasikan oleh Digital Jetser, Inggris. Aturan main dalam game ini, pemain harus dapat memecahkan sebuah misi, dimana misi tersebut adalah pemenuhan hasrat pemain sendiri dalam sebuah kota yang bernama Apple City. Developer game memilih kata buah apel sebagai nama kota simulasi kehidupan ini berlangsung. Dalam mitos Yunani, buah apel diidentikan dengan buah keramat dan terlarang. Pada zaman renaissance, mitos tersebus masuk mempengaruhi cara pandang penganut kristiani akan makna buah

apel. Mereka menganggap apel adalah buah terlarang yang terdapat dalam injil kejadian, yang diberikan Hawa untuk membujuk Adam agar mencobanya dan mengakibatkan kejatuhan manusia dalam dosa, yang membuat hubungan manusia dengan Allah yang mereka yakini, terputus sehingga membawa malapetaka besar,

yang mereka sebut dengan kematian rohani

Buah apel dalam bangsa Yunani dianggap sebagai buah telarang yang berada di Taman Eden yang melambangkan pengetahuan, hidup abadi, dan sumber kejatuhan manusia dalam dosa. Dari mitos yang ada, si pembuat game mengkonstruksi kota Apple sebagai sebuah kota layaknya sebuah apel merah yang segar, yang penuh kenikmatan hidup, pengetahuan, kemewahan dan kenikmatan duniawi. Kota yang dianggap terlarang, karena dosa merajalela dalam kota itu. Hal ini dapat dilihat dari setiap cerita yang ada pada setiap levelnya. Game ini terdiri dari tujuh level, yaitu Suks, Eden club, East Wing, Kombat Club, L’escargot, Trust corp, dan Dream, dimana setiap level menampilkan sebuah cerita kehidupan yang glamour (mewah), berlebihan, dan penuh dengan nafsu seks yang tinggi, bahkan setiap level masing-masing akan mewakili ketujuh dosa dasar lainnya yang dilakukan dengan menyenangkan.

Dalam menyelesaikan game ini, pemain diwajibkan untuk melakukan tujuh dosa dasar tersebut dalam setiap level, agar pemain mendapatkan predikat menang. Dalam game ini menampilkan banyak tokoh perempuan dengan berbagai karakter dan kesenangan atau sensitifitas. Rule permainan yang dirancang oleh developer game ini pertama sekali, mengharuskan pemain dalam setiap levelnya, untuk mendekati setiap tokoh yang ditampilkan dalam game ini, yang hampir kebanyakan

Dokumen terkait