• Tidak ada hasil yang ditemukan

sirip kuning

0.908 -7.348 4.227 374.09 2.247 Thit>Ttab Allometrik +

Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 6diperoleh nilai t hitung sebesar 374.0967 dan t tabel sebesar 2.247567 maka t hitung lebih besar dari t tabel dimana hasilnya sangat berbeda nyata (tolak H0).

Stomach content

Menganalisis isi lambung ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) menggunakan beberapa beberapa analisis seperti frekuensi kejadian, metode volumetrik, dan indeks prepondreance. Kebiasaan makan pada ikan adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Kebiasaan dan cara makan adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan mempertahankan eksistensi suatu organisme karena makanan menyediakan semua nutrisi yang diperlukan oleh organisme untuk tumbuh dan berkembang. Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) tergolong ikan jenis karnivora. Berdasarkan Gambar 5, organisme yang ditemukan dalam lambung ikan tuna sirip kuning antara lain cumi-cumi dan ikan.

y = 4.48374x4.227480965 R² = 0.908434179 0 20 40 60 80 100 120 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 B er a t (K g ) Panjang (cm)

20

Gambar 5 Hasil perhitungan metode frekuensi kejadian

Hasil pembedahan dari 30 lambung ikan tuna sirip kuning didapatkan lambung yang berisi berjumlah 24 dan yang kosong sejumlah 6 lambung. Berdasarkan pada Gambar 6, menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning yang tertangkap diperairan Kaur memangsa beberapa organisme antara lain seperti cumi-cumi dan ikan, dimana dari hasil pengukuran volumetrik organisme cumi-cumi-cumi-cumi yang ditemukan paling banyak dari lambung ikan tuna sirip kuning dengan volume organisme sebesar 4037 ml. Organisme terbanyak kedua adalah ikan dengan volume organisme sebanyak 1279 ml.

Gambar 6 Hasil pengukuran metode volumetrik

Berdasarkan Gambar 7 didapatkan jenis makanan ikan tuna sirip kuning bervariasi, hingga dapat diduga ikan tuna sirip kuning tidak mempunyai preferensi dalam kebiasaan makan (feeding habit).

0 10 20 30 40 50 60 Cumi-cumi Ikan F rek u en si (% ) Jenis organisme Cumi-cumi Ikan 0 1000 2000 3000 4000 5000

Cumi-cumi Ikan Kecil

v o lu m e (m l) Jenis organisme Cumi-cumi Ikan Kecil

21

Gambar 7 Hasil pengukuran indeks preponderance

Tingkat Kematangan Gonad

Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi terhadap 551 sampel gonad ikan tuna yang tertangkap, ikan yang tertangkap sebagian besar sudah matang gonad (TKG IV) sebanyak 371 ekor sekitar 40%, TKG III sebanyak 120 ekor sekitar 30%, TKG II sebanyak 57 ekor sekitar 20% dan TKG I sebanyak 3 ekor sekitar 10%. Dan berdasarkan komposisi TKG terlihat ikan yang tergolong TKG IV memiliki kisaran berat antara 49-90 kg sedangkan untuk ikan yang termasuk TKG III memiliki kisaran berat antara 33-48 kg, TKG II memiliki kisaran 19-32 kg,dan TKG 1 memiliki kisara antara 13-16 kgdapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Tingkat kematangan gonad ikan tuna sirip kuning Pola Musim Ikan Tuna Sirip Kuning

Hasil pengolahan data musim penangkapan ikan dengan Microsoft excel terlihat bahwa penangkapan ikan tuna sirip kuning di sekitar rumpon terjadi sepanjang tahun. Data hasil tangkapan tahun 2013 dilihat dari Gambar 9 hasil tangkapan ikan tuna terendah pada bulan Januari yaitu 40 kg, sedangkan hasil tangkapan tertinggi ada pada bulan Mei yaitu 14568,5 kg. Rata-rata hasil tangkapan perbulan selama tahun 2013 di Kaur pada pada kisaran 2856,3 kg. Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah hasil tangkapan tinggi pada bulan Februari-Agustus ini dikarenakan faktor alam yang mana pada bulan Februari-Februari-Agustus kondisi

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Cumi-cumi Ikan Fre k u en si (% ) Jenis organisme Cumi-cumi Ikan 10% 20% 30% 40% TKG

1 2 3 4

22

perairan cenderung lebih stabil dibandingkan pada bulan September sampai dengan Januari.

Gambar 9 Hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning tahun 2013

Hasil tangkapan tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 10 bahwa hasil tangkapan terendah dari grafik hasil tangkapan ikan tuna di atas dapat dijelaskan bahwa hasil tangkapan tertendah di Kaur pada tahun 2014 ada pada bulan Oktober yaitu 15 kg, sedangkan hasil tangkapan tertinggi ada pada bulan Januari yaitu 4888,1 kg. Rata-rata hasil tangkapan perbulan selama tahun 2014 di Kaur ada pada angka 1599,8kg. Sama dengan tahun 2013 hasil tangkapan pada tahun 214 juga terjadi tren penurunan pada bulan September-Desember hal ini disebabkan oleh faktor alam seperti kondisi perairan yang tidak stabil karena peralihan musim. Disimpulkan bahwa hasil tangkapan ikan tuna di Kaur tahun 2013 lebih banyak dibanding dengan hasil tangkapan pada tahun 2014.

Gambar 10 Hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning tahun 2014

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 Ju m lah ( Kg ) 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 Ju m lah ( Kg )

23 Tahun 2015 berdasarkan Gambar 11 bahwa hasil tangkapan terendah di Kaur selama tahun 2015 ada pada bulan Agustus yaitu 347 kg, sedangkan hasil tangkapan tertinggi ada pada bulan Juni sebesar 6528 kg. Namun pada bulan Oktober hingga Desember 2015 tidak ada satu ekor ikan tuna sirip kuning yang didaratkan, hal ini disebabkan karena peralihan musim sehingga tidak ada nelayan yang melaut untuk menangkap ikan. Rata-rata hasil tangkapan nelayan Kaur pada tahun 2015 adalah 29139kg.

Gambar 11 Hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning tahun 2015

Gambar 12 menyajikan perbedaan jumlah hasil tangkapan pada tahun 2013, 2014 dan 2015 dimana hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning banyak didapat pada bulan januari hingga bulan Agustus, dan musim puncak berada pada bulan Mei hingga bulan Juli.musim paceklik bagi para nelayan kaur setiap tahun hampir sama yaitu dimulai dari bulan September hingga Desember. Dimana pada bulan september sampai dengan Desember kondisi perairan Kaur kurang baik sehingga banyak nelayan tidak melaut yang mengakibatkan penurunan trend musim penangkapan ikan, pada bulan Januari hingga april kondisi perairan pada tahun 2013 masih dalam kondisi kurang baik namun berbeda di tahun 2014 dan 2015 dimana pada bulan tersebut kondisi perairan Kabupaten Kaur masih dalam penyesuaian menuju kondisi yang lebih baik namun kondisi kurang baik masih sering terjadi pada bulan-bulan ini.

Gambar 12 Pola hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning periode 2013-2015 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 Ju m lah ( Kg ) 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 Ju m lah (Kg) 2013 2014 2015

24

Aspek Teknis

Kapal

Kapal penangkapan ikan berguna sebagai alat transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh (Inizianti 2010). Kapal yang digunakan oleh nelayan tuna di Kabupaten Kaur adalah jeni perahu motor tempel,dimana dapat dilihat sejak 2009 mengalami kenaikan jumlah armada dari 390 unit menjadi 675 unit pada tahun 2013. Kapal yang digunakan untuk pancing boya biasa disebut oleh masyarakat setempat adalah perahu tempel dimana perahu tersebut meliki konstruksi panjang 9 meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 1 meter, daya angkut perahu tersebut mencapai 1000 kg, dan kapal tersebut terbuat dari bahan fiber sedangkan untuk rangka atau gading-gading perahu menggunakan bahan kayu.

Tabel 7 Jumlah kapal/perahu perikanan yang digunakan di Kabupaten Kaur sebagai fishing base periode tahun 2009-2013.

Tahun Kapal/Perahu Perikanan (Kondisi Maksimum)

Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Kapal Motor

2009 - 390 -

2010 - 428 -

2011 - 486 -

2012 - 537 -

2013 166 675 1

Sumber : BPS Kabupaten Kaur (2013) Alat Tangkap

Alat penangkapan ikan adalah sarana, perlengkapan, atau benda lain yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna biasa disebut pancing boya oleh masyarakat setempat. Rangkaian pancing tuna (pancing boya) sangat sederhana yaitu rangkaian senar dan pancing yang dililitkan pada jerigen berukuran 10 liter yang telah di isi dengan busa, pancing yang digunakan berukuran panjang 6 cm lebar 2 cm berdiameter 4 mm (Gambar 13). Pancing tuna (pancing boya) dioperasikan dengan target tangkapan tuna dan pelagis besar lainnya yang berukuran besar. Dalam pengoperasian pancing boya untuk memancing ikan tuna biasanya menggunakan umpan baby tuna hidup dengan ukuran 0,5-1 kg. Panjang tali pancing yang digunakan adalah 100 meter, dengan ukuran tali pancing 150-200 ukuran besar, jenis tali pancing ialah damil biru, jumlah mata pancing yang digunakan 1 buah dengan ukuran mata pancing no 1 atau 2 ukuran besar, jenis pelampung menggunakan jerigen ukuran 10 L diisi dengan busa, dan umpan yang digunakan adalah baby tuna hidup ukuran 0,5-1 kg.

25

Gambar 13 Desain alat tangkap pancing tuna (pancing boya); (a) Jerigen 10 L yang diisi busa, (b) Tali pancing, damil biru no 150-200 ukuran besar, (c)

Swivel, (d) Mata pancing no 1 atau 2

Nelayan setempat dalam mencari umpan berupa baby tuna dengan menggunakan alat tangkap anco. Konstruksi dari anco menggunakan senar dengan panjang 50 meter dan ukuran senar 150-200 ukuran kecil, mata pancing 1 buah dengan ukuran 7-8, sedangkan jenis umpan yang digunakan untuk mendapatkan baby tuna berupa umpan buatan berbentuk ikan kecil, dan pemberat yang digunakan pada anco berukuran 2,5-5 ons atau tergantung pada kedalaman perairan (Gambar 14).

Gambar 14 Desain alat tangkap untuk umpan (anco); (a) Penggulung tali pancing, (b) Tali pancing no 150-200 ukuran kecil, (c) Pemberat timah, (d)

26

Metode Operasi

Pengoperasian dengan menggunakan alat tangkap pancing boya dilakukan sejak pukul 02.00pagi dini hari sampai jam 12.00 WIB. Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan operasi penangkapan seperti berikut:

persiapan: sebelum menuju daerah penangkapan para nelayan melakukan pengecekkan terhadap alat tangkap dan kelengkapannya seperti perahu dan mesin perahu. Kapal berangkat menuju daerah penangkapan setelah tahapan pengecekkan selesai maka perahu berangkat menuju lokasi penangkapan.

Pengoperasian: pada tahap ini nelayan atau ABK bertugas mengoperasikan alat tangkap. Teknik pengoperasian penangkapan pancing tuna (pancing boya) yang dimulai dari pencarian umpan, penurunan pancing (setting), penarikan pancing dan pengakatan pancing (hauling) adalah sebagai berikut:

1. Pencarian umpan (baby tuna)

Pencarian umpan (baby tuna) dengan menggunakan alat tangkap yang disebut dengan anco. Setelah umpan berupa baby tuna didapat, umpan tersebut lalu dipasangkan mata pancing boya pada bagian punggungnya sehingga ketika ikan itu berada di dalam perairan laut tetap bisa bergerak meskipun dengan keadaan terikat pada bagian pungungnya. Dengan demikian baby tuna telah fungsikan sebagai umpan untuk memikat tuna dengan ukuran yang lebih besar. 2. Penurunan alat tangkap / Setting

Penurunan alat tangkap pancing boya yaitu melepaskan tali pancing yang telah diberi umpan ke perairan, lalu mengulur tali pancing hingga 60-80 m, jika tali pancing telah terulur maka pelampung yang terbuat dari jerigen yang telah diisi dengan busa juga akan dilepas keperairan. Jika proses ini telah usai, maka nelayan akan memberhentikan kapalnya di tengah perairan sembari menunggu umpan pada pancing boya dimakan oleh pemangsanya. Pertanda umpan telah dimakan oleh tuna besar adalah berputarnya jerigen karena tali yang sudah terikat umpan ditarik kebawah oleh ikan tuna.

3. Penarikan alat tangkap (hauling)

Jika umpan telah dimakan oleh ikan tuna besar, maka nelayan akan segera menghampiri pancing tersebut dengan mengambil pelampungnya terlebih dahulu, baru kemudian mereka menarik tali pancing hingga terlihat ikan yang terkena umpan. Setelah ikan sudah berada di dekat perahu neayan maka untuk mempermudah mengangkat ikan dari perairan, nelayan akan menarik ikan dengan menggunakan alat yang disebut oleh nelayan dengan nama pengait.

Rumpon

Untuk peningkatan produksi perikanan pemerintah memberikan kebijakan penggunaan rumpon, namun dalam perkembangannya rumpon memberikan dampak hasil positif dan juga negatif antara lain seperti masalah tata letak rumpon yang tidak beraturan dan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri No 26 Tahun 2014 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon dimana rumpon yang berada di perairan kaur jarak antar rumpon kurang dari 10 mil.

Rumpon yang berada di perairan Kaur bukanlah milik nelayan setempat melainkan milik kapal pukat cincin dari Jakarta seperti dari muara baru dan juga kapal dari pekalongan. Namun, dalam penggunaan rumpon tersebut nelayan setempat dan kapal pemilik rumpon sudah membuat aturan sendiri untuk

27 pemakaian rumpon, dimana pada saat kapal pemilik rumpon tidak sedang beroperasi nelayan setempat boleh mencari ikan disekitar rumpon dimana biasanya nelayan setempat menggunakan rumpon di waktu menjelang pagi hari hingga siang menjelang sore hari.

Berdasarkan kondisi dilapangan ada 122 titik rumpon yang tersebar di perairan kaur, penempatan rumpon terdekat dari TPI Pasar Lama berjarak sekitar 16 mil. Hasil perhitungan jarak antar rumpon diperoleh jarak terdekat antar rumpon 1.60 mil laut dan jarak terjauh antar rumpon 59.71 mil laut.

Adapun konstruksi rumpon di perairan Kaur dapat dilihat pada Gambar 15 serta peta sebaran rumpon pada Gambar 16.

Gambar 15 Konstruksi rumpon; (a). Bendera penanda, (b). Pelampung dari plat besi, (c). Tali baja 3/4” 10 meter, (d). Swivel/kili-kili, (e). Pemberat (20-30 kg), (f). Tali PE, (g). Swivel 10”, (h). Drum bekas dicor semen (sebagai jangkar), (i). Pelepah daun kelapa, (j). Tali rumpon (Tali PE), (k). Pemberat dari beton 10-20 kg.

28

Gambar 16 Peta sebaran rumpon di perairan Kaur

Secara teknis rumpon terdiri dari beberapa komponen utama seperti pelampung, atraktor, tali temali dan pemberat. Hasil pengamatan dilapangan rumpon yang digunakan oleh nelayan setempat menunjukkan bahan-bahan yang digunakan nelayan pemilik rumpon dalam pembuatan rumpon sebagian besar menggunakan bahan yang bukan alami, seperti tali sintetis, plat besi, semen cor, dan ban bekas, yang mana bahan-bahan tersebut memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan bahan alami, tetapi pada kontruksi rumpon tersebut masih terdapat bahan alami seperti penggunaan atraktor nelayan pemilik menggunakan pelepah daun kelapa sebagai atraktor/pemikat ikan. Hasil pengamatan lapangan kemudian dibandingkan dengan rumusan tim pengkajian rumpon IPB (1987) dalam

Nurdin (2011) tentang persyaratan umum komponen dan konstruksi rumpon sebagai berikut.

1. Pelampung

Rumpon harus mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (1/3 bagian diatas air), konstruksi kuat, tahan terhadap gelombang dan air, mudah dikenali dari jarak jauh, bahan mudah didapat.

Kondisi dilapangan pelampung memiliki kemampuan mengapung cukup baik konstruksi kuat, tahan terhadap gelombang, memiliki tanda sehingga dikenali dari jarak jauh dan bahhan pembuatan mudah didapat sehingga sesuai dengan kriteria dan persyaratan.

2. Atraktor/pemikat

Rumpon harus mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan; tahan lama; mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal degan arah kebawah; melindungi ikan-ikan kecil; bbahan kuat,murah dan tahan lama.

29 Kondisi dilapangan atrktor yang digunakan memiliki daya pikat yang baik terhadap ikan karena menggunakan pelepah daun kelapa; tahan lama; posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah; melindungi ikan-ikan kecil; dan terbuat dari bahan yang cukup kuat, tahan lama dan murah

3. Tali temali

Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk; harga relatif murah, daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus; tidak bersimpul.

Kondisi dilapangan, bahan kuat dan harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup baik dan tidak bersimpul.

4. Pemberat

Bahannya murah, kuat, dan mudah diperoleh; massa jenisnya besar, permukaan tidak licin dan dapat mencengkram

Kondisi lapangan

Bahan yang digunakan untuk pemberat rumpon di lapangan murah, kuat dan mudah diperoleh, dan juga memiliki massa jenis besar serta memiliki permukaan tidak licin dan mencengkram.

5. Jarak antar rumpon 10 mil

Kondisi di lapangan jarak antar rumpon kurang dari 5 mil sehingga masih belum sesuai dengan rumusan tim pengkajian rumpon IPB (1987).

Aspek Sosial

Analisis aspek sosial berhubungan dengan kehidupan dan interaksi sosial yang ada di masyarakat nelayan tuna Kabupaten Kaur. Pemerintah Kabupaten Kaur setiap tahun sering mengadakan penyuluhan kepada nelayan untuk menambah keterampilan dan pengetahuan tentang pengembangan perikanan tangkap, salah satunya untuk menjadikan Kabupaten Kaur sebagai penghasil pendapatan asli daerah tertingi dari sektor perikanan tangkap untuk Provinsi Bengkulu.

Nelayan di Kabupaten Kaur terdiri dari nelayan lokal dan nelayan pendatang, namun untuk nelayan pendatang sudah cukup lama tinggal di Kabupaten Kaur dan berprofesi sebagai nelayan.dalam mencari ikan nelayan lokal melaut hingga 16-60 mil untuk mencari tuna di rumpon-rumpon milik kapal pukat cincin dari Jakarta, di rumpon milik kapal pukat cincin dari Jakarta tersebut nelayan lokal tidak memiliki konflik dengan kapal pemilik rumpon, mereka telah membuat suatu kesepakatan tersendiri dimana kapal dari jakarta boleh menangkap ikan dengan meletakkan rumpon di perairan kabupaten kaur, namun mereka nelayan setempat juga boleh memanfaatkan rumpon tersebut untuk mencari ikan. Dimana pembagian waktu nya ialah pada pagi sampai siang hari nelayan lokal memanfaatkan rumpon untuk mencari ikan disana, dan kapal pemilik menggunakan dari sore hingga subuh dini hari. Sesama nelayan pancing boya tidak pernah mengalami konflik persaingan karena sistem kelompok nelayan dan kekeluargaan masih sangat berpengaruh disana.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui bahwa dalam kegiatan penangkapan ikan tuna sirip kuning oleh masyarakat setempat mereka memiliki beberapa masalah yang dihadapi, seperti modal melaut dan tidak ada ikan pada musim paceklik. Namun hal ini masih bisa diatasi dengan pinjaman modal dari pengempul/toke ikan tuna disana, dimana pembayaran pinjaman

30

tersebut dilakukan dengan mencicil. Konflik yang terjadi bukan lah antara nelayan kaur dengan nelayan rumpon pemilik, konflik yang terjadi adalah antara nelayan Kabupaten Kaur dengan nelayan dari Krui, hal ini disebabkan karena batas wilayah perairan yang masih belum jelas.

Rata-rata tingkat pendidikan nelayan di Kabupaten Kaur adalah SD dan SMP namun ada beberapa nelayan yang juga tamatan SMA. Hal ini menjadikan kualitas sumberdaya manusia di kabupaten kaur khususnya nelayan setempat masih rendah. Namun salah satu kelebihan nelayan setempat ialah motivasi melaut yang cukup tinggi, hal ini dipengaruhi faktor kebutuhan hidup dan banyak juga nelayan yang relatif masih muda dengan umur berkisar 20-40 tahun.

Berdasarkan hasil wawancara kondisi kesejahteraan nelayan di Kabupaten Kaur dapat dikatakan baik karena pendapatan yang diperoleh dalam setahun adalah Rp. 34.087.551.99 atau Rp. 2.840.629,33/bulan (lampiran 2). Pendapatan yang mereka peroleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jumlah tanggungan keluarga nelayan berkisar antara 4-6 orang.

Aspek Ekonomi

Investasi

Uraian mengenai biaya investasi dalam penangkapan ikan tuna sirip kuning dengan menggunakan alat tangkap pancing boya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Biaya komponen investasi yang di keluarkan tahun pertama

No Biaya Investasi Umur Teknis Rata-rata (tahun) Harga Rata-rata (Rp)

1 Perahu 5 15.000.000

2 Alat Tangkap 1 2.400.000

3 Mesin 2 25.000.000

Jumlah 42.400.000

Berdasarkan data Tabel 8 di atas menunjukkan komponen biaya investasi yang meliputi perahu, alat tangkap, mesin dari seluruh responden yang berjumlah 5 responden memiliki umur teknis dan harga yang telah dirata-ratakan yaitu 1). Perahu umur teknis rata-ratanya 5 tahun dengan harga Rp.15.000.000, 2). Alat tangkap umur teknis rata-ratanya 1 tahun dengan harga Rp. 2.400.000, 3). Mesin umur teknis rata-ratanya 2 tahun dengan harga Rp.25.000.000, sehingga jumlah biaya investasi yaitu senilai Rp. 42.400.000.

Biaya Tetap

Rata-rata biaya tetap perawatan dan penyusutan pertahun untuk alat tangkap pancing tuna (pancing boya) dapat dilihat pada Tabel 9.

31 Tabel 9 Rata-rata biaya tetap perawatan dan penyusutan alat tangkap pancing tuna

(pancing boya) di Kabupaten Kaur

No Biaya Tetap Harga Rata-rata (Rp/144 Trip) Harga Rata-rata (Rp/Tahun) 1 Perawatan Perahu 11.388,89 1.640.000 2 Perawatan Alat Tangkap 8.888,89 1.280.000 3 Perawatan Mesin 12.777,78 1.840.000 4 Penyusutan Perahu 20.833,33 3.000.000 5 Penyusutan Mesin 86.805,56 12.500.000 Jumlah 140.000,44 20.260.000

Biaya tetap yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk seluruh sarana atau peralatan nelayan dalam merawat peralatan agar tetap sempurna dan berfungsi dengan baik saat dioperasikan dalam kegiatan menangkap ikan, semua penyusutan peralatan akibat dari pengoperasian alat semua harus dihitung dan disesuaikan. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap atau biaya operasional, dalam penangkapan alat tangkap pancing boya yang melakukan penangkapan selama 12 jam/trip biaya yang dibutuhkan meliputi biaya bahan bakar seperti: bensin, oli, es balok, dan perbekalan. Biaya tersebut telah di rata-ratakan dalam bentuk pertrip dan pertahun seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Rata-rata pertrip dan pertahun biaya tidak tetap atau operasional nelayan pancing boya di Kabupaten Kaur Tahun 2015

No Operasional Harga Rata-rata (Rp/Trip) Harga Rata-rata (Rp/Tahun)

1 Bensin 300.000 43.200.000 2 Oli 42.000 6.048.000 3 Es Balok 100.000 14.400.000 4 Perbekalan 25.000 3.600.000 Jumlah 467.000 67.248.000 Keuntungan

Keuntungan atau pendapatan bersih adalah besarnya penerimaan atau pendapatan bersih selama satu tahun setelah dikurangi dengan total biaya produksi yang terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya operasional/tidak tetap. Dengan melihat nilai total penerimaan TR lebih besar dari nilai pengeluaran TC yang dihitung dalam setahun, menunjukkan bahwa dari segi analisa pendapatan usaha tersebut layak untuk dilaksanakan

Berdasarkan data tersebut maka usaha penangkapan ikan di Kabupaten Kaur dapat dianalisis secara finansial dengan menggunakan suku bunga bank sebesar 14% pada tahun 2015, hasil analisa disajikan secara lengkap pada Tabel 11.

32

Tabel 11 Analisis finansial kelayakan usaha alat tangkap pancing boya di Kabupaten Kaur

Komponen Nilai Indikator Keterangan

NPV 74.825.326 >0 Layak

Net B/C Ratio 2,77 >1 Layak

IRR 76% >14 Layak

Payback Period 1,24 <5 th Layak

Berdasarkan Tabel 11 diatas diketahui bahwa usaha kelayakan pancing boya di Kabupaten Kaur layak secara finansial. ditujukan komponen nilai NPV = (Rp. 74.825.326,-), NET B/C Ratio = (2,77) dan IRR = ( 76% ) yang bernilai positif dari indikator NPV > 0, Net B/C Rattio > 1 IRR > 14 dan PP <5 tahun. Menujukan bahwa investasi dengan alat penangkapan ikan pancing boya yang diterapkan nelayan di Kabupaten Kaur layak untuk dikembangkan.

Pembahasan

Aspek Biologi

Hubungan panjang berat

Hasil analisis hubungan panjang berat ikan tuna sirip kuning dalam penelitian ini menunjukkan nilai sebesar 4,227 bersifat allometrik positif hal ini sama dengan Nurdin (2011) menyatakan bahwa hasil analisis aspek hubungan panjang berat ikan tuna sirip kuning di Prigi Jawa Timur menghasilkan nilai sebesar 3,960 (allometrik positif). Hasil yang sama diperoleh oleh Manik (2007), pada ikan cakalang yang tertangkap di sekitar Pulau Seram dan Nusa laut serta sama juga dengan hasil penelitian oleh Merta (1989) dari hasil sampel ikan cakalang yang dikumpulkan dari TPI Bungus Sumatera Barat didapatkan juga hasil menyatakan bahwa pertumbuhan dari ikan cakalang yang didapatkan allometrik positif. Muhammad

Dokumen terkait