• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran umum lokasi penelitian

Teluk Meulaboh merupakan perairan pesisir yang terletak di kawasan pesisir pantai barat yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun secara geografis teluk ini terletak di titik koordinat 96° 8' 48.694" - 96° 8' 10.996" LT dan 4° 8' 37.524" - 4° 7' 4.708" BU. Secara administratif Teluk Meulaboh atau Teluk Pasi Karam, terletak di Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh yang di apit oleh dua Kabupaten. Dimana di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan di sebelah timur dengan Kabupaten Nagan Raya.

Adapun batas- batas Teluk Meulaboh meliputi: - batas barat: Desa Ujung Karang /Pantai Ujung Karang - batas timur: Pantai Lam Naga Kecamatan Meureubo - batas utara: Desa Padang Serahet / pemukiman nelayan - batas selatan: Perairan Laut Indonesia (Samudera Hindia).

Teluk Meulaboh adalah perairan yang bersifat semi tertutup. Dengan sifatnya yang semi tertutup (relatif terbuka) menyebabkan teluk Meulaboh mempunyai bentuk seperti tapal kuda atau setengah lingkaran. Teluk ini Memiliki beberapa sungai yang bermuara, diantaranya Sungai Lhoung Nakyeu yang berada di Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh dan sungai dari kecamatan Meureubo. Sebagai perairan Teluk yang relatif bersifat terbuka, Teluk Meulaboh

sangat di pengaruhi oleh pergerakan pasang surut air laut. Tipe pasang surut termasuk dalam kategori semidiurnal. Hal ini menjukkan kondisi pasang dan surut dua kali sehari dengan ketinggian yang berbeda-beda. Pada tinggi pasang tertinggi dan surut terendah pertama adalah 0,7 meter dan 0,1 meter, sedangkan kisaran pasang tertinggi dan surut terendah kedua adalah 0,5 m dan 0,2 m.

Intensitas cahaya matahari

Cahaya merupakan sumber energi utama di perairan laut. Di perairan cahaya memiliki dua fungsi utama, di antaranya pertama memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) yang menyebabkan terjadinya pencampuran massa dan kimia air dan kedua cahaya merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis fitoplankton dan algae lainnya. Apabila penetrasi cahaya dalam perairan semakin besar maka akan menyebabkan semakin besarnya daerah berlangsungsnya fotosintesis, sehingga kandungan oksigen terlarut masih relatif tinggi pada kolom air yang lebih dalam.

Nilai intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan laut berbeda-beda berdasarkan fluktuasi harian. Hal tersebut juga terjadi di perairan Teluk Meulaboh, dimana intensitas cahaya matahari mencapai di udara selama penelitian bervariasi. Nilai intensitas cahaya matahari yang sampai di udara mengikuti pola harian yaitu terjadinya peningkatan intensitas cahaya di pagi hari dan mencapai puncak pada siang hari, kemudian menurun pada sore hari. Nilai intensitas cahaya selama penelitian dalam waktu yang sama berbeda pada setiap pengukuran. Hal ini disebabkan oleh kondisi awan pada saat pengukuran terjadi, sehingga dapat mempengaruhi besar dan kecilnya nilai intensitas cahaya matahari yang sampai ke permukaan perairan teluk. Kondisi tersebut terjadi selama penelitian (Gambar 3), nilai intensitas cahaya di permukaan (udara) mengalami kenaikan dan penurunan.

Fluktuasi intensitas cahaya yang sampai di lapisan permukaan perairan pada lokasi penelitian bervariasi dari waktu ke waktu, seperti halnya intensitas cahaya di udara. Nilai intensitas matahari di udara/di atas permukaan laut akan mempengaruhi nilai intensitas cahaya matahari pada lapisan permukaan perairan, yang berarti bahwa intensitas cahaya yang mencapai permukaan laut, menunjukkan pola yang sama dengan intensitas yang masuk ke permukaan laut (Gambar 3, Lampiran 3). Perbedaannya hanya terletak pada besarnya nilai intensitas cahaya matahari yang telah berkurang sekitar 10% . Lalli dan Persons (1993) berpendapat penetrasi cahaya matahari yang masuk ke bumi pada awalnya mencapai atmosfer kemudian ke laut. Cahaya yang terserap atau terpencar di atmosfir sekitar 50 %, ditambahkan oleh Kirk (1994) selanjutnya akan mengalami pengurangan sekitar 10% pada lapisan permukaan) atau 90% mencapai lapisan permukaan laut (Iwasaka et al. 2000)

Gambar 3. Nilai intensitas cahaya matahari di udara dan lapisan permukaan perairan selama pengamatan (Mei, Juni dan Juli 2014)

Nilai intensitas cahaya selama penelitian mencapai puncaknya pada waktu siang hari. Pada pengukuran pertama dan ketiga di bulan Mei dan Juli puncak intensitas cahaya terjadi pada pukul 12.00 WIB, dengan nilai sebesar 1.021 Lux dan 1.205 Lux. Pada pengukuran kedua di bulan Juni puncak intensitas cahaya terjadi pada pukul 13.00 WIB, dengan nilai sebesar 1.108 Lux (Lampiran 3 dan 4). Nilai intensitas yang dijumpai selama penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2011). Puncak intensitas cahaya pada bulan Mei dan juni 2009 di Teluk Kendari terjadi pada pukul 11.10 WITA dengan nilai sebesar 74.100 dan 71.200 Lux. Nilai intensitas cahaya yang bervariasi selama penelitian ini, selain disebabkan oleh kondisi perawanan yang mempengaruhi intensitas cahaya yang sampai ke permukaan. Hal ini juga dipengaruhi oleh perbedaan lokasi geografis di bumi (letak lintang daerah yang diamati) sehingga berbengaruh terhadap ketinggian matahari terhadap suatu permukaan (Parsons et al, 1984). 0 500 1000 1500 2000 2500 In tens ita s Ca ha ya M at ah ari (L ux )

Waktu Pengamatan (jam)

Udara

Gambar 4. Persentase intensitas cahaya pada lapisan permukaan perairan selama pengamatan

Berdarkan Gambar 4 terlihat bahwa nilai intensitas cahaya mulai meningkat pada pagi hari dan mencapai puncaknya pada siang hari dan mengalami penurunan pada sore harinya. Persentase intensitas cahaya matahari di lapisan permukaan perairan mulai meningkat pada pagi hari yang berkisar antara pukul 06.00-10.00 WIB sebesar 18%. Persentase intensitas cahaya matahari mencapai puncaknya (tertinggi) terjadi pada siang hari yaitu berkisar antara pukul 11.00-14.00 WIB sebesar 65% dan selanjutnya rendah pada sore hari yang berkisar antara pukul 15.00-18.00 WIB sebesar 16%.

Unsur hara

Nitrogen anorganik terlarut (DIN)

Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh organisme fitoplankton di laut. Keberadaan unsur nitrogen di perairan laut sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Siklus nitrogen di laut sangat kompleks karena nitrogen di laut berada dalam berbagai bentuk yang tidak mudah di ubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Bentuk-bentuk tersebut meliputi molekul nitrogen terlarut (N2) dan bentuk ion amonium (NH4+), nitrit (NO2+), dan nitrat (NO3+).

Unsur nitrogen yang diamati pada penelitian ini adalah nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N) dan amonia (NH3-N). Ketiga bentuk bentuk ion tersebut mempunyai peranan penting sebagai sumber energi N bagi fitoplankton. Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonia atau yang disingkat dengan (DIN) selama penelitian memperlihatkan nilai yang bevarariasi rata-rata total DIN di perairan Teluk Meulaboh pada stasiun A-E berkisar 0,090-0,790 mgL-1, stasiun F-J berkisar 0,074-0,368 mgL-1 (Gambar 5). Konsentarsi rata-rata total DIN tertinggi dijumpai pada stasiun A sedangkan konsentrasi rata-rata total DIN terendah dijumpai pada stasiun J yang merupakan stasiun terluar dari perairan teluk. Rata-rata konsentrasi total DIN menunjukkan pola yang semakin menurun ke arah perairan terluar teluk yang terletak jauh dari pantai dan semakin meningkat ke arah perairan sungai. Kisaran DIN yang diperoleh selama penelitian relatif lebih rendah dengan

18% Pagi 65% Siang 16% Sore 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 06.00-10.00 11.00-14.00 15.00-18.00 Per sent as e (%) Inte ns ita s Ca ha ya Waktu

yang diperoleh Irawati (2011) di perairan teluk Kendari yaitu berkisar 0,54-0,83 mgL-1. Tingginya konsentrasi DIN di stasiun A disebabkan karena pada wilayah ini merupakan perairan sungai yang banyak mendapat suplai unsur hara dari kegiatan-kegiatan di daratan, baik kegiatan pertanian, perindustrian, perikanan maupun aktivitas penduduk, yang masuk ke parairan sungai. Keberadaan unsur hara (DIN) yang tinggi di perairan sungai menjadi indikasi bahwa sungai merupakan salah satu sumber pembawa unsur hara ke perairan teluk. Cloern (2001) mengemukakan bahwa unsur yang terbawa melalui pengaliran sungai merupakan salah satu sumber unsur hara dalam perairan laut. Sumber unsur hara tersebut dapat dihasilkan dari aktivitas perikanan (pertambakan) serta buangan limbah penduduk (Tambaru 2008).

Gambar 5. Rata-rata konsentrasi nitrogen anorganik (DIN) (n = 3) di setiap stasiun penelitian

Berdasarkan Gambar 5 dari ketiga jenis nitrogen terlihat bahwa nitrat (NO3 -N) merupakan konsentrasi tertinggi dari total unsur hara anorganik (DIN), kemudian diikuti oleh amonia (NH3-N), sedangkan nitrit (NO2-N) merupakan konsentrasi terendah dari total unsur hara anorganik (DIN) perairan teluk. Tingginya konsentrasi nitrat di perairan teluk diduga karena buangan limbah dari aktivitas pertanian yang mengandung nitrat, sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap ketersediaan DIN di perairan teluk. Blair et al (1999) mengemukakan keberadaan nitrat di perairan lebih disebabkan karena limbah pertanian (penyuburan yang disebabkan runoff yang berasal dari daratan), sedangkan keberadaan amonia menjadi indikator adanya limbah domestik yang berasal dari perkotaan. Adanya ketersediaan oksigen terlarut yang tergolong tinggi di perairan, dimana proses amonia menjadi nitrit dan nitrat berlangsung pada kondisi aerob atau kondisi yang memerlukan oksigen. Perairan alami yang tidak

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 A B C D E F G H I J DIN (m g/L ) Stasiun

tercemar kandar nitrat lebih tinggi daripada amonia (Effendi, 2003) oleh karena itu berdasarkan proporsi tersebut ketersediaan konsentrasi DIN (amonia, nitrit dan nitrat) berada pada kondisi yang sesuai untuk kelangsungan hidup fitoplankton di perairan Teluk Meulaboh.

Amonia (NH3-N)

Konsentrasi amonia di perairan Teluk Meulaboh selama penelitian pada stasiun A-E berkisar 0,074-0,276 mgL-1 dan stasiun F-J berkisar 0,045-0,199 mgL-1 (Gambar 6, Lampiran 2). Konsentrasi amonia terendah dijumpai pada stasiun J dan G, sedangkan konsentrasi amonia tertinggi dijumpai pada stasiun A. Tingginya konsentrasi amonia pada stasiun A diduga karena perairan ini mendapatkan buangan limbah domestik lebih banyak dari daratan yang mengandung bahan-bahan organik dan mengendap di perairan, sehingga kandungan amonia lebih besar di perairan tersebut dibandingkan stasiun J dan G yang berada jauh dari sungai serta stasiun-stasiun lainnya. Kisaran konsentrasi amonia yang didapatkan selama penelitian relatif lebih tinggi dengan penelitian yang dilakukan oleh Alianto (2006) di perairan Teluk Banten yaitu sebesar 0,034-0,079 mgL-1, penelitian Madubun (2008) di perairan Muara Teluk Jakarta yaitu sebesar 0,241-4,95 µM atau 0,007-0,153 mgL-1 dan penelitian Irawati (2011) di Teluk Kendari yaitu sebesar 0,02-0,09 mgL-1. Sebaran kosnsentrasi amonia berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA, p<0,05), yakni berbeda nyata dan memperlihatkan nilai yang semakin rendah ke arah perairan terluar teluk yang terletak jauh dari pantai. Dari hasil uji lanjut beda nayata terkecil (LSD) terlihat bahwa konsentrasi amonia pada stasiun G dan J menunjukkan perbedaan yang nyata dengan stasiun A, dengan rata-rata konsentrasi yang semakin rendah ke arah perairan terluar teluk yang jauh dari pantai.

Menurut Parsons et al., (1984) biasanya konsentrasi ammonia di laut adalah 0,1-5 μgL-1 atau setara dengan 0,0001-0,005 mgL-1. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi amonia yang diperoleh selama penelitian mempunyai kisaran yang lebih tinggi terutama pada stasiun A yang merupakan perairan sungai. Keberadaan amonia yang tinggi di satsiun A diduga karena pengaruh bahan-bahan organik yang masuk ke perairan sungai dari aktivitas manusia di sekitar daerah aliran sungai. Sejalan dengan hal tersebut menurut Pescod (1973) Ammonia di perairan merupakan petunjuk adanya penguraian bahan organik, terutama protein. Ammonia-N yang terukur merupakan ammonia-N total (NH3, NH4+).

Gambar 6. Rata-rata konsentrasi unsur hara amonia (n = 3) di setiap stasiun penelitian

Nitrit (NO2-N)

Konsentrasi nitrit yang dijumpai selama penelitian pada stasiun A-E berkisar antara 0,002-0,127 mgL-1dan pada stasiun F-J berkisar 0,001-0,021 mgL-1 (Gambar 7, Lampiran 2). Sebaran rata-rata konsentrasi nitrit antar stasiun memperlihatkan nilai yang relatif seragam antar stasiun, walaupun terdapat pula beberapa stasiun yang memiliki kisaran nilai yang jauh berbeda/ signifikan. Hal tersebut terlihat pada beberapa stasiun, seperti stasiun E,F,G,I dan J yang memiliki nilai konsentrasi terendah, adapun konsentrsi nitrit tertinggi dijumpai pada satiun A. Nilai konsentrasi nitrit yang diperoleh selama penelitian relatif lebih tinggi dengan yang diperoleh Alianto (2006) di perairan Teluk Banten yaitu berkisar 0,002-0,006 mgL-1 dan Irawati (2011) pada perairan teluk Kendari yaitu berkisar 0,01-0,05 mgL-1. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) memperlihatkan nilai konsentrasi nitrit yang semakin meningkat ke arah perairan sungai dan menurun ke arah perairan teluk dan terluar teluk yang terletak jauh dari pantai. Konsentrasi nitrit antar stasiun menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkeci (LSD) terlihat bahwa konsentrasi nitrit pada stasiun A menunjukkan perbedaan yang nyata dari hampir semua stasiun yang berada di perairan teluk.

Pada perairan alami konsentrasi nitrit berkisar sekitar 0,001 mg.L-1 dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg.L-1 (Canadian Council of Resource and Enviromental Ministers 1987). Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi nitrit yang diperoleh selama penelitian mempunyai kisaran yang masih sesuai dengan yang dibutuhkan klorofil-a, kecuali pada stasiun A yang merupakan perairan sungai, dengan konsentrasi nitrit cenderung lebih tinggi dari yang diperbolehkan di perairan alami. Kadar nitrit di perairan alami jarang melebihi 1 mgL-1. Konsentrasi nitrit yang kecil bukan berarti tidak berbahaya terhadap lingkungan perairan (Effendi 2003). 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 A B C D E F G H I J Am on ia (m g.Lˉ¹) Stasiun Amonia

Gambar 7. Rata-rata konsentrasi unsur hara nitrit (n = 3) di setiap stasiun penelitian

Nitrat (NO3-N)

Konsentrasi nitrat yang diperoleh selama penelitian pada stasiun A-E berkisar 0,014-0,646 mgL-1dan stasiun F-J berkisar 0,020-0,193 mgL-1 (Gambar 8, Lampiran 2). Konsentrasi nitrat terendah dijumpai pada stasiun H yang berada pada perairan terluar dari teluk dan konsentrasi nitrat tertinggi dijumpai pada stasiun B yang merupakan muara sungai. Tingginya konsentrasi nitrat pada stasiun B diduga karena perairan ini merupakan muara sungai yang mendapat masukan zat hara nitrat dari sungai yang mengalir ke muara yang berasal dari limbah pertanian. Sifatnya sebagai “penjebak” zat hara menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki konsentrasi nitrat yang lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Konsentrasi nitrat yang diperoleh selama penelitian relatif lebih tinggi dengan yang diperoleh Alianto (2006) di Perairan Teluk Banten yaitu berkisar 0,062-0,106 mgL-1, namun lebih rendah dengan yang diperoleh Irawati (2011) di perairan Teluk Kendari yang berkisar antara 0,29-1,07 mgL-1. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA, p<0,05) konsentrasi nitrat antar stasiun menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil (LSD) terlihat bahwa nitrat pada stasiun B dan H menunjukkan perbedaan yang nyata, dengan rata-rata konsentrasi semakin rendah ke arah perairan terluar teluk yang terletak jauh dari pantai

Nitrat (NO3 – N) merupakan salah satu unsur penting yang dapat digunakan oleh tumbuhan hijau terutama alga dan produser primer lainnya (Odum, 1971). Sehubungan dengan hal tersebut Macketum (1969) pertumbuhan optimal klorofil-a memerlukklorofil-an kklorofil-andungklorofil-an nitrklorofil-at 0,9-3,5 mgL-1. Adapun konsentrasi nitrat yang diperoleh bila dilihat dari ketersediaannya di perairan mempunyai kisaran yang lebih rendah, sehingga menjadi indikasi yang dapat mengurangi pertumbuhan klorofil-a di perairan teluk.

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 A B C D E F G H I J Nitr it ( m g.Lˉ¹) Stasiun Nitrit

Gambar 8. Rata-rata konsentrasi unsur hara nitrat (n = 3) di setiap stasiun penelitian

Ortofosfat (PO4-P)

Kisaran konsentrasi ortofosfat yang diperoleh selama penelitian pada stasiun A-E berkisar 0,001-0,693 mgL-1dan stasiun F-J berkisar 0,001-0,013 mgL -1 (Gambar 9 , Lampiran 2). Konsentrasi ortofosfat terendah dijumpai pada stasiun J dan G, sedangkan konsentrasi ortofosfat tertinggi dijumpai pada stasiun A. Sebaran konsentrasi ortofosfat antar stasiun penelitian relatif seragam. Namun demikian fluktuasi konsentrasi ortofosfat dengan nilai yang tinggi cenderung dijumpai pada wilayah perairan sungai sedangkan nilai konsentrasi ortofosfat dengan nilai rendah cenderung dijumpai pada perairan yang jauh dari muara dan pantai ataupun yang merupakan perairan terluar dari teluk yang berhubungan langsung dengan perairan laut terbuka. Nilai konsentrasi ortofosfat yang diperoleh selama penelitian relatif hampir sama dengan yang diperoleh Alianto (2006) di perairan Teluk banten yaitu sebesar 0,002-0,011 mgL-1, namun lebih rendah dari yang diperoleh oleh Irawati (2011) di perairan Teluk Kendari yaitu berkisar 0,02-0,15 mgL-1, kecuali pada stasiun A yang relatif lebih tinggi. Konsentrasi ortofosfat cenderung memperlihatkan nilai yang menurun ke arah perairan terluar teluk yang terletak jauh dari pantai. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA p>0,05) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar stasiun penelitian.

Menurut Millero dan Sohn (1992) bahwa pertumbuhan klorofil-a tergantung pada konsentrasi ortofosfat, bila konsentrasinya di bawah 0,3 µM atau 0,038 mgL -1maka perkembangan sel menjadi terhambat. Konsentrasi ortofosfat yang diperoleh selama penelitian berada dalam konsentrasi yang masih rendah dari yang dibutuhkan klorofil-a. Kecuali pada stasiun A di perairan sungai yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi yang diduga berasal dari limpasan air dari daratan yang mengalir ke sungai yang banyak mengandung fosfat. Konsentrasi ortofosfat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal klorfofil-a berkisar antara 0,27-5,51 mgL-1 (Mackentum 1969). 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 A B C D E F G H I J Nitr at (m g.Lˉ¹) Stasiun Nitrat

Grafik 9. Rata-rata konsentrasi unsur hara ortofosfat (n = 3) di setiap stasiun penelitian

Silikat (SiO2)

Kisaran silikat yang diperoleh selama penelitian di perairan Teluk Meulaboh yaitu pada stasiun A-E berkisar 0,604-4,520 mgL-1dan pada stasiun F-J berkisar 0,803-4,132 mgL-1. Konsentrasi silikat terendah di jumpai pada stasiun A dan konsentrasi silikat tertinggi di jumpai pada stasiun D (Gambar 10, Lampiran 2). Konsentrasi silikat tinggi di jumpai pada perairan-perairan, seperti wilayah pesisir dan muara sungai, kemudian mengalami penurunan kearah perairan tengah teluk dan mulut teluk, serta semakin rendah pada perairan sungai. Kisaran konsentrasi silikat yang diperoleh selama penelitian lebih tinggi dibandingkan konsentrasi silikat yang dijumpai pada perairan Teluk Banten yaitu berkisar antara 0,145-1,573 mgL-1 (Alianto 2006), perairan Muara Teluk jakarta yaitu berkisar antara 0,001-0,601 mgL-1 (Madubun 2008) dan perairan Teluk Kendari yaitu berkisar 0,11-0,78 mgL-1 (Irawati 2011). Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA, p<0,05) menujukkan perbedaan yang nyata. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil (LSD) terlihat bahwa konsentrasi silikat stasiun A dan D menunjukkan perbedaan yang nyata, dengan rata-rata konsentrasi silikat yang semakin tinggi ke arah perairan pesisir dan muara sungai.

Keberadaan unsur hara silikat sangat penting di perairan laut karena digunakan langsung oleh diatom untuk pembentukan cangkang dan dinding sel. Untuk itu konsentrasi unsur hara silikat di dalam perairan laut harus memadai bagi proses metabolisme diatom. Keberadaan unsur hara silikat di perairan Teluk Meulaboh berada pada konsentrasi yang tinggi bagi kebutuhan optimal yang diperlukan oleh diatom. Dimana Riley dan Skirrow, 1975 mengemukakan konsentrasi silikon dalam air laut sekitar 4000 μg Si.L-1. Silikon diketahui sangat penting untuk pembentuk struktur pada silicoflagellata, diatom, radiolaria, dan sponge. Ditambahkan oleh Grasshoff, 1976 dalam Alianto (2006) konsentrasi

0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000 A B C D E F G H I J Ort of osf at (m g/l ) Stasiun Ortofosfat

silikat terlarut di laut adalah 1 mg.L-1, tapi konsentrasi tersebut bervariasi pada permukaan laut dan perairan laut yang dangkal. Rata-rata konsentrasi silikat.

Grafik 10. Rata-rata konsentrasi unsur hara (n = 3) silikat di setiap stasiun penelitian

Struktur komunitas fitoplankton

Struktur komunitas merupakan susunan individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas, yang dapat dipelajari dengan mengetahui satu atau dua aspek khusus tentang organisasi komunitas yang bersangkutan seperti indek diversitas jenis, zona (stratifikasi) dan kelimpahan (Odum 1996). Dalam hal ini struktur komunitas yang di ukur dalam penelitian ini adalah mengenai komposisi jenis fitoplankton dan kelimpahan fitoplankton di perairan Teluk Meulaboh

Komposisi jenis fitoplankton

Terdapat 5 kelas fitoplankton yang ditemukan selama penelitian di perairan Teluk Meulaboh, kelima kelas tersebut terdiri dari Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceaceae, Chrysophyceae, Clorophyceae, Euglenaphyceae yang ditemukan menyebar pada semua stasiun dengan jumlah genera yang bervariasi (Gambar 11, Lampiran 4 )

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 A B C D E F G H I J Sil ik at (m g.Lˉ¹) Stasiun Silikat

Gambar 11. Jumlah genera fitoplankton pada setiap kelas

Gambar 12. Nilai kelimpahan fitoplankton dari setiap kelas pada masing-masing stasiun penelitian

Fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom) memiliki jumlah genera yang paling banyak pada setiap stasiun penelitian, yaitu sebanyak 22 genera atau 55% dari total genera fitoplankton, sedangkan dari kelas Dinophyceace (Dinoflagellata) sebanyak 8 genera atau 20%, kelas Clorophyceae (alga hijau) sebanyak 5 genera atau 13%, Cyanophyceae (alga biru hijau) 2 genera atau 5%, Euglenophyceae (Euglenoids) sebanyak 2 genera atau 5% dan Chrysophyeceae (Cysomonads) sebanyak 1 genera atau 3%. Melimpahnya kelas Bacillariophyceae dan kemudian diikuti Dinophyceae pada setiap stasiun penelitian (Gambar 12,

0 5 10 15 20 25 G en er a fitopl an kton Kelas 0 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000 300.000.000 350.000.000 400.000.000 450.000.000 500.000.000 A B C D E F G H I J K eli m pah an F itopl an kton (se l/m ³) Stasiun Euglenaphyceae Clorophyceace Chrysophyceae Dinophyceace Bacillariophyceae Cyanophyceae

Lampiran 4) disebabkan karena kedua kelas tersebut merupakan anggota utama dari fitoplankton yang mendominasi perairan laut (Nybakken, 1992).

Genera fitoplankton yang dominan dijumpai pada setiap stasiun penelitian adalah Chaetoceros sp, Bacteratrum sp, Leptocylindrus sp dan Rhizosolena sp dari kelas Bacillariophyeceae dan dari kelas Dinophyceae di dominasi dari genera Ceratium sp, Peridium sp dan Dinophysis sp. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dibeberapa wilayah pesisir di Indonesia yaitu penelitian yang dilakukan Irawati (2011) di perairan Teluk Kendari, Alianto (2006) di perairan Teluk Banten dan Damar (2003) di perairan Teluk Jakarta, Teluk Semangka dan Teluk Lampung bahwa kelas Bacillariophyceae merupakan kelas yang paling mendominasi generanya di tiap stasiun penelitian dengan kelimpahan yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh Arinardi et al (1997) bahwa jenis-jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae yang umumnya di jumpai di perairan lepas pantai Indonesia antara lain Chaetoceros sp, Thallasiosira sp dan Bacteratrum sp, sedangkan dari kelas Dinophyceae yang umumnya di jumpai di laut adalah Nocticula sp, Ceratium sp, Peridium sp dan Dinophysis sp.

Kelimpahan fitoplankton

Kelimpahan sel fitoplankton yang diperoleh selama penelitian bervariasi di setiap stasiun penelitian. Kelimpahan sel fitoplankton yang diperoleh selama penelitian yaitu pada stasiun A-E berkisar 72.515-713.324.444 sel/m3 dan stasiun F-J berkisar 37.493-271.786.665 sel/m3 (Gambar 13, Lampiran 2). Kelimpahan fitoplankton terendah dijumpai pada stasiun A yang terletak di perairan sungai dan kelimpahan fitoplankton tertinggi dijumpai pada stasiun C berlokasi di pinggiran teluk yang merupakan perairan pesisir teluk. Kondisi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2011) di perairan Teluk kendari dan Alianto (2006) di perairan Teluk Banten dimana rata-rata kelimpahan fitoplankton tinggi pada perairan di sekitar pesisir teluk.

Gambar 13. Rata-Rata Kelimpahan fitoplankton (n = 3) di setiap stasiun penelian 0 100.000.000 200.000.000 300.000.000 400.000.000 500.000.000 600.000.000 700.000.000 A B C D E F G H I J Fi top lan kton (sel /m ³) Stasiun Fitoplankton

Distribusi kelimpahan fitoplankton yang diperoleh selama penelitian menunjukkan variasi yang sangat berbeda nyata, dimana kelimpahan fitoplankton ditemukan sangat rendah pada perairan seperti sungai dan muara sungai, namun tinggi di perairan pinggiran teluk yang merupakan pesisir teluk. Dan secara bertahap kelimpahannya menunjukkan kenaikkan ke arah perairan teluk.

Dokumen terkait