• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6°37'-6°46' LS dan 106°50'-107°00' BT. Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas ±14,860 ha yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 347 sampai 2,984 m dpl (hasil delineasi DEM). Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Berdasarkan wilayah administrasi, bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kota Madya Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan).

Pada penelitian ini, outlet yang digunakan sebagai lokasi pengukuran debit adalah bendung Katulampa pada posisi 06°38'00.6" LS dan 106°50'13.7" BT. Penempatan outlet pada bendung Katulampa dilakukan karena bendung Katulampa merupakan titik awal pengukuran debit aktual DAS Ciliwung. Bendung Katulampa merupakan stasiun pengamatan arus sungai dengan tujuan sebagai pos peringatan yang memberi informasi dini atas air dan bahaya banjir Sungai Ciliwung yang akan memasuki wilayah Ibukota DKI Jakarta. Data mengenai ketinggian air di bendung Katulampa ini memperkirakan bahwa sekitar 3 sampai 4 jam kemudian air akan sampai di daerah Depok. Selanjutnya di bendung Depok ketinggian air dipantau dan dilaporkan ke Jakarta sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar aliran dapat mengantisipasi sedini mungkin datangnya banjir yang akan melewati daerah mereka. Selain itu bendung Katulampa juga merupakan sumber sarana irigasi lahan yang terdapat di sekitar bendung hingga seterusnya. Sehingga bendung Katulampa ini merupakan lokasi yang sangat cocok sebagai outlet pengukuran debit pada penelitian ini berdasarkan peranannya yang sangat penting.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu terletak pada pemodelan hidrologi SWAT yang dilakukan. Pada penelitian ini, selain dilakukan pemodelan SWAT untuk menganalisis respon hidrologi yang dihasilkan oleh kondisi biofisik pada Sub DAS Ciliwung Hulu, juga dilakukan pemodelan SWAT dengan rekayasa skenario Waduk Ciawi yang direncanakan akan segera dibangun guna mempengaruhi respon hidrologi yang dihasilkan. Respon hidrologi yang dihasilkan oleh skenario pemodelan waduk dengan menggunakan SWAT digunakan untuk menganalisis efektivitas pembangunan Waduk Ciawi yang sudah dan sedang direncanakan serta akan dilaksanakan.

Kondisi Biofisik Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan pada suatu DAS sangat mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Begitu pula perubahan penggunaan lahan juga dapat mempengaruhi hidrologi khususnya mempengaruhi besar aliran permukaan dan debit sungai. Data yang digunakan adalah data tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2009 skala 1:25,000 berdasarkan interpretasi citra satelit wordview (BPDAS Citarum-Ciliwung). Pengolahan data menggunakan model SWAT menghasilkan bahwa pada Sub DAS Ciliwung Hulu terdiri dari 9 (sembilan) jenis tutupan lahan, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman,

semak belukar, perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, pertanian lahan kering, dan pertanian lahan kering bercampur semak. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan pada Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh pertanian lahan kering dengan persentase sebesar 43.46%, sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah lahan terbuka dengan persentase sebesar 0.15%. Proporsi luasan masing-masing tutupan lahan beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 15.

Tabel 8 Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu

No. Tutupan lahan Kode

SWAT

Nomor kode

Luas (ha) (%) 1 Hutan lahan kering primer FRST 2001 454.88 3.28 2 Hutan lahan kering sekunder FRSD 2002 1,550.42 11.19

3 Hutan tanaman FRSE 2006 3,641.79 26.28

4 Semak belukar RNGB 2007 106.55 0.77

5 Perkebunan PLAN 2010 543.91 3.92

6 Pemukiman URMD 2012 829.30 5.98

7 Lahan terbuka WETN 2014 20.09 0.15

8 Pertanian lahan kering AGRR 20091 6,023.41 43.46 9 Pertanian lahan kering

bercampur semak AGRC 20092 689.51 4.97

Total 13,859.86 100.00

Gambar 15 Peta tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu Jenis Tanah

Data yang digunakan adalah data jenis tanah DAS Ciliwung Hulu skala 1:25,000 dari FAO (Food and Agriculture Organization). Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan model SWAT diketahui bahwa tanah pada Sub DAS

Ciliwung Hulu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis tanah. Umumnya tanah bertekstur tanah liat dan berlempung. Proporsi luasan masing-masing jenis tanah beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 16.

Tabel 9 Klasifikasi jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu

No. Jenis tanah Kode SWAT Luas

(ha) (%)

1 Clay Loam Ao83-2-3c-4467 381.46 2.75

2 Loam To24-2c-4575 5,234.49 37.77

3 Loam Th17-2c-3856 8,243.91 59.48

Total 13,859.86 100.00

Gambar 16 Peta jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu Kemiringan Lahan

Kemiringan lahan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi karakteristik aliran air karena dapat menentukan besarnya debit yang keluar dari outlet dan kecepatan volume runoff. Lahan dengan kemiringan yang curam memiliki potensi runoff dan erosi yang tinggi jika terjadi hujan. Data spasial kemiringan lahan dibuat secara otomatis oleh SWAT dari DEM sesuai dengan kelas interval yang ditetapkan sebanyak 5 kelas, yaitu 0-8% (landai), 8-15% (bergelombang), 15-25% (berbukit), 25-40% (curam), > 40% (sangat curam). Penetapan kelas kelerengan ini mengacu pada penetapan kelas kelerengan oleh Dirjen RLPS Kemenhut (2009).

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan model SWAT, kelas kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng bergelombang (15-25%) seluas 3,469.54 ha. Daerah yang memiliki kelerengan lebih tinggi tersebut terletak pada elevasi yang lebih tinggi, yaitu pada daerah pinggiran Sub

DAS Ciliwung Hulu bagian timur dan tengah. Proporsi luasan masing-masing kelas kelerengan beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 17.

Tabel 10 Kelas kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu

No. Slope (%) Definisi Luas

(ha) (%) 1 0-8 Landai 1,334.26 9.63 2 8-15 Bergelombang 2,559.87 18.47 3 15-25 Berbukit 3,469.54 25.03 4 25-40 Curam 3,214.91 23.20 5 > 40 Sangat curam 3,281.28 23.67 Total 13,859.86 100.00

Gambar 17 Peta kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu

Analisis Hidrologi Model SWAT

ArcSWAT ArcGIS extension adalah perangkat lunak pengguna grafis untuk model SWAT (Soil and Water Assessment Tool) (Arnold et al. 1998). ArcSWAT ArcGIS extension berevolusi dari AVSWAT 2000, sebuah ArcView extension yang dikembangkan untuk versi sebelumnya dari SWAT. Aplikasi SWAT digunakan untuk simulasi hidrologi dengan interval waktu harian, bulanan, dan tahunan. Selain itu aplikasi SWAT juga dirancang untuk melakukan prediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimentasi, dan jumlah bahan kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui periode yang lama, untuk memastikan simulasi berhasil. Pada simulasi model SWAT dilakukan beberapa tahap, diantaranya yaitu delineasi DAS, pembentukan

dan definisi HRU (Hydrology Response Unit), pembentukan data iklim, menjalankan simulasi model, serta kalibrasi dan validasi hasil simulasi.

Delineasi Sub DAS

Data input peta DEM (Lampiran 3) yang berisi informasi topografi Sub DAS Ciliwung bagian hulu diproses dalam SWAT dengan menggunakan Watershed Delineator. Proses delineasi secara otomatis menghasilkan laporan hasil perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta batas DAS, peta Sub DAS, dan outlet sungai. Pembagian subbasin merupakan prosedur dalam model SWAT yang membagi wilayah berdasarkan topografi dan jaringan sungai. Hasil dari delineasi terbentuk 28 subbasin (Gambar 18) dengan luasan berkisar 4 ha sampai 2,061 ha. Titik outlet berada pada subbasin nomor 1 yaitu di bendung Katulampa, Bogor yang terletak paling hilir dari Sub DAS Ciliwung Hulu. Total luas yang diperoleh adalah sebesar 13,859.86 ha, dimana terjadi pengurangan luas lahan Sub DAS Ciliwung Hulu yang seharusnya adalah 14,860 ha. Hal ini disebabkan oleh adanya anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke dalam outlet (Katulampa) sehingga tidak termasuk dalam wilayah delineasi. Luasan masing-masing subbasin dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 18 Peta delineasi Sub DAS Ciliwung Hulu Pembentukan dan Definisi HRU

HRU merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan tumpang tindih (overlay) antara peta penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan. Hasil pembentukan HRU memberikan informasi spesifik mengenai penggunaan lahan, jenis tanah, kemiringan lahan, luas area, dan persentase luas HRU pada Sub DAS. Pada penelitian ini diperoleh 516 HRU pada 28 subbasin di Sub DAS Ciliwung Hulu. Pembagian HRU dilakukan dengan menggunakan threshold sebesar 0% untuk seluruh aspek penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan, yang berarti seluruh luas wilayah dari Sub DAS yang telah terbentuk

sebelumnya diperhitungkan dalam pembentukan HRU. Peta hasil pembagian HRU dapat dilihat pada Gambar 19.

Berdasarkan hasil HRU yang telah dibentuk, diketahui bahwa pada outlet Katulampa yang berada pada subbasin 1 terbentuk 18 jenis HRU dengan total luas 663.04 ha atau 4.78% dari seluruh luas Sub DAS Ciliwung Hulu. Pada wilayah subbasin 1 penggunaan lahan yang terdapat adalah pemukiman seluas 106.55 ha (16.07%) dan pertanian lahan kering seluas 556.48 ha (83.93%). Terdapat 2 jenis tanah yaitu clay loam seluas 381.46 ha (57.53%) dan loam seluas 281.57 ha (42.47%). Subbasin 1 ini memiliki tingkat kemiringan lahan yang relatif bergelombang (8-15%).

Gambar 19 Peta HRU (Hydrology Response Unit) Sub DAS Ciliwung Hulu Pembentukan Data Iklim

Simulasi hidrologi suatu DAS tentunya sangat dipengaruhi oleh iklim yang terjadi pada wilayah DAS tersebut. Pada penelitian ini digunakan data input iklim berupa curah hujan, temperatur, kelembaban relatif, radiasi matahari, dan kecepatan angin. Data-data tersebut merupakan data hasil pengukuran salah satu stasiun cuaca dari 43 stasiun cuaca yang terdapat di Jawa Barat, yaitu stasiun cuaca dengan kode 671069 (kode sumber) yang terletak pada 6°42'47.246" LS dan 106°52'30.45" BT (Lampiran 4). Stasiun cuaca 671069 tersebut digunakan sebagai sumber data iklim karena lokasinya berada paling dekat dengan titik outlet Katulampa.

Data iklim yang digunakan adalah data iklim jangka panjang yaitu sejak tahun 1979 sampai 2010 yang bersumber dari CRU (Climate Riset Unit). Data iklim yang lengkap dan memiliki jangka waktu yang cukup panjang hanya dari satu sumber sangat mendukung untuk memberikan hasil simulasi hidrologi yang baik, karena semakin lama periode simulasi maka output yang dihasilkan akan semakin baik dan akurat. Data-data iklim tersebut telah diolah sebelumnya dengan menggunakan program Ms. Excel fitur pivot table, program pcpSTAT, dan rumus Mononobe sehingga dihasilkan 14 parameter input dalam data generator iklim (weather

generator data) untuk masukan pada program ArcSWAT. Hasil pengolahan data iklim sebagai parameter input data generator iklim (weather generator data) pada program ArcSWAT secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

Rata-rata curah hujan dari stasiun hujan 671069 selama32 tahun (1979-2010) menunjukkan bahwa curah hujan maksimum terjadi pada bulan April sebesar 574.67 mm dan diikuti bulan Maret sebesar 534.58 mm. Sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 125.73 mm. Grafik dari sebaran rata-rata curah hujan dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Rataan curah hujan bulanan tahun 1979-2010

Berdasarkan data dari stasiun iklim 671069 tahun 1979-2010, rata-rata kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Februari mencapai 1.70 m s-1 sedangkan rata-rata kecepatan angin terkecil terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 1.15 m s-1. Rata-rata penyinaran matahari lebih besar terjadi pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember. Penyinaran matahari mencapai puncaknya pada bulan Maret sebesar 15.89 MJ m-2 hari-1. Selama periode bulan Januari dan Februari rata-rata penyinaran matahari yang terjadi lebih kecil. Bulan Februari merupakan bulan yang mempunyai rata-rata penyinaran matahari paling kecil sebesar 12.82 MJ m-2 hari-1. Temperatur rata-rata maksimum bulanan menunjukkan sekitar 30.67 °C terjadi di bulan September dan 30.23 °C terjadi di bulan Oktober. Temperatur rata-rata minimum bulanan terjadi di bulan Januari dan Februari. Pada bulan Februari menunjukkan temperatur rata-rata minimum paling kecil sebesar 17.74 °C. Kondisi iklim Sub DAS Ciliwung Hulu secara umum dapat dilihat pada Tabel 11.

0 100 200 300 400 500 600

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec

458,92 445,04 534,58 574,67 409,40 236,67 175,24 125,73 173,99 321,57 409,18426,46 Curah H u jan (m m ) Waktu (bulan)

Tabel 11 Kondisi iklim Sub DAS Ciliwung Hulu Bulan Temperatur (°C) Curah hujan Radiasi matahari Kecepatan angin Maks Min (mm) (MJ m-2 hari-1) (m s-1)

Januari 24.18 17.81 458.92 12.87 1.60 Februari 23.64 17.74 445.04 12.82 1.70 Maret 26.56 19.45 534.58 15.89 1.43 April 27.58 19.89 574.67 15.52 1.36 Mei 27.95 19.47 409.40 14.88 1.15 Juni 28.42 18.68 236.67 14.88 1.39 Juli 28.86 17.91 175.24 14.21 1.44 Agustus 29.82 17.90 125.73 13.94 1.46 September 30.67 18.79 173.99 13.80 1.36 Oktober 30.23 19.54 321.57 14.04 1.28 November 28.93 20.01 409.18 14.45 1.35 Desember 26.40 19.11 426.46 14.51 1.60 Run SWAT

Model hidrologi SWAT dapat disimulasikan setelah dilakukan penggabungan data antara jaringan hidrologi DAS, data HRU, dan data iklim. Pada penelitian ini output model atau variable yang ingin diketahui dan diuji analisis adalah debit aliran (FLOW_OUT). Debit aliran yang dimaksud adalah debit harian rata-rata dalam periode harian dan bulanan selama tahun 2008-2009 pada lokasi outlet Katulampa (subbasin 1). Hasil simulasi ditampilkan dengan menggunakan program SWATPlot dan SWATGraph dalam bentuk grafik.

Berdasarkan hasil simulasi yang diperoleh, pada simulasi harian debit maksimum yang terjadi adalah sebesar 95.66 m3 s-1, dengan debit minimum sebesar 0.55 m3 s-1, serta debit rata-rata sebesar 10.52 m3 s-1. Sedangkan pada simulasi bulanan, debit maksimum yang terjadi sebesar 20.30 m3 s-1, dengan debit minimum sebesar 1.77 m3 s-1, serta debit rata-rata sebesar 10.57 m3 s-1. Hasil visualisasi grafik hubungan antara debit simulasi dan observasi menunjukkan bahwa debit hasil simulasi harian dan bulanan yang diperoleh kurang mendekati kondisi sebenarnya di lapangan, terlihat bahwa sebaran debit observasi memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan debit simulasi. Perbandingan hasil debit simulasi dengan debit observasi disajikan pada Gambar 21 dan 22.

Perbandingan debit hasil simulasi dan debit observasi hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan SWATPlot dan SWATGraph juga digunakan untuk menghasilkan nilai validitas awal model. Nilai validitas berdasarkan koefisien determinasi (R2) dan efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang diperoleh adalah 0.365 dan -0.109 untuk debit harian, serta 0.681 dan -0.014 untuk debit bulanan. Menurut Moriasi et al. (2007), dalam kriterianya simulasi dianggap baik jika nilai NS > 0.65,

memuaskan jika 0.50 < NS <0.65, dan kurang baik jika NS ≤ 0.5. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa pada penelitian ini nilai validitas yang dihasilkan oleh hasil perbandingan debit simulasi dan observasi baik harian maupun bulanan belum dapat diterima. Oleh karena itu, diperlukan proses kalibrasi agar nilai validitas yang diperoleh dapat diterima.

Gambar 21 Perbandingan debit harian observasi dengan hasil simulasi model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu

Gambar 22 Perbandingan debit bulanan observasi dengan hasil simulasi model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu

Kalibrasi

Kalibrasi merupakan proses pemilihan kombinasi parameter untuk meningkatkan koherensi antara respon hidrologi yang diamati/diukur dengan hasil simulasi. Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang adaptif di lapangan. Untuk mengetahui hubungan antara hasil simulasi (output) model dengan keadaan di alam maka hasil simulasi model tersebut perlu dibandingkan dengan data observasi. Kemudian dilakukan penyesuaian nilai parameter-parameter yang

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 1 32 60 91 121 152 182 213 244 274 305 335 366 397 425 456 486 517 547 578 609 639 670 700 731 D ebi t (m 3s -1) Waktu (hari) Observed Simulation 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 D ebi t ( m 3s -1) Waktu (bulan) Observed Simulation R2 = 0.365 NS = -0.109 R2 = 0.681 NS = -0.014

berpengaruh terhadap kondisi hidrologi kawasan DAS sehingga pada akhirnya diperoleh hasil simulasi yang mendekati nilai observasi.

Hasil simulasi awal pada Gambar 21 dan 22 menunjukkan bahwa sebaran data debit simulasi berada cukup jauh di bawah data debit observasi khususnya pada lima bulan awal yaitu Januari, Februari, Maret, April, dan Mei, beserta bulan Desember. Menurut Arsyad (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi sifat aliran permukaan adalah: (1) curah hujan: jumlah, intensitas, dan distribusi; (2) temperatur udara; (3) tanah: tipe, jenis substratum, dan topografi; (4) luas DAS; (5) tanaman/tumbuhan penutup tanah; dan (6) sistem pengelolaan tanah. Sebagaimana yang diketahui bahwa curah hujan yang terjadi sangat berpengaruh terhadap debit aliran yang dihasilkan. Kondisi debit aliran yang dihasilkan oleh simulasi SWAT berdasarkan data curah hujan yang diperoleh menunjukkan bahwa curah hujan pada kelima bulan tersebut perlu dinaikkan agar dapat mendekati kondisi debit observasi di lapangan. Sedangkan untuk bulan Juni, Juli, Agustus, Oktober, dan Desember terlihat berfluktuasi, dimana data debit simulasi berada di atas debit observasi, sehingga perlu dilakukan penurunan curah hujan. Pada bulan September dan November perubahan debit yang terjadi antara debit simulasi dan debit observasi tidak terlalu jauh, sehingga curah hujan hanya perlu dinaikkan sedikit saja.

Parameter sensitif hidrologi yang dapat mempengaruhi respon hidrologi dalam simulasi mode SWAT ada beberapa. Berdasarkan beberapa kondisi di atas, maka pada penelitian ini ditetapkan parameter hidrologi yang digunakan sebagai parameter input model yang perlu dikalibrasi yaitu perubahan curah hujan dalam bentuk persen (RFINC). Perubahan nilai curah hujan dilakukan secara manual dengan menggunakan metode coba-coba (trial and error) pada menu Edit SWAT Input. Nilai curah hujan yang diubah diberlakukan terhadap seluruh subbasin dalam jaringan hidrologi DAS. Sesuai dengan metode yang digunakan, perubahan nilai curah hujan dilakukan berkali-kali sehingga output hasil simulasi model mendekati dengan output hasil observasi.

Perubahan naik atau turunnya curah hujan dalam bentuk persen sangat tergantung dari hasil visualisasi pada simulasi awal. Pada penelitian ini perubahan nilai persentase curah hujan yang dilakukan memiliki rentang nilai dari -50 sampai +150 persen. Setiap kalibrasi yang dilakukan sangat mempengaruhi nilai validitas R2 dan NS, sehingga setiap dilakukan perubahan-perubahan nilai sangat perlu memperhatikan hasil visualisasi dari kalibrasi-kalibrasi sebelumnya terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan tidak semua bulan mengalami kondisi curah hujan yang sama.

Berdasarkan hasil kalibrasi debit harian dan bulanan Sub DAS Ciliwung Hulu, pada simulasi harian diperoleh debit maksimum yang terjadi adalah sebesar 204.10 m3 s-1, dengan debit minimum sebesar 0.58 m3 s-1, serta debit rata-rata sebesar 19.22 m3 s-1. Sedangkan pada simulasi bulanan, diperoleh debit maksimum sebesar 56.64 m3 s-1, dengan debit minimum sebesar 1.50 m3 s-1, serta debit rata- rata sebesar 19.44 m3 s-1.

Hasil dari kalibrasi parameter curah hujan, diperoleh nilai validitas berdasarkan koefisien determinasi (R2) dan efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) adalah 0.533 dan -0.087 untuk simulasi debit harian, serta 0.943 dan 0.889 untuk simulasi debit bulanan. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kriteria atas nilai validitas NS yang diperoleh dari simulasi debit harian terkalibrasi yaitu kurang memuaskan (NS < 0.5). Hal ini dapat terjadi karena sebaran data debit simulasi

hasil kalibrasi cenderung tidak seragam dengan data debit observasi harian. Sedangkan untuk simulasi debit bulanan terkalibrasi diperoleh nilai validitas NS dengan kriteria sangat baik (0.75 < NS < 1.00). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan parameter curah hujan dalam proses kalibrasi sangat memperhatikan hasil visualisasi dari setiap simulasi bulana model terkalibrasi sebelumnya. Dengan demikian hasil simulasi hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu model SWAT dapat dikatakan valid dengan kategori sangat baik berdasarkan hasil simulasi periode waktu bulanan. Fluktuasi antara debit observasi dan debit hasil simulasi terkalibrasi model SWAT disajikan pada Gambar 23 dan 24.

Gambar 23 Fluktuasi debit harian observasi dan hasil simulasi terkalibrasi model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu

Gambar 24 Fluktuasi debit bulanan observasi dan hasil simulasi terkalibrasi model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 1 32 60 91 121 152 182 213 244 274 305 335 366 397 425 456 486 517 547 578 609 639 670 700 731 D ebi t ( m 3s -1) Waktu (hari)

Observed Calibrated Simulation

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 D eb it ( m 3s -1) Waktu (bulan)

Observed Calibrated Simulation

R2 = 0.533 NS = -0.087

R2 = 0.943 NS = 0.889

Validasi

Validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam memprediksi proses hidrologi. Langkah validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa suatu proses/metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Proses validasi dilakukan dengan membandingkan data bulanan debit observasi bulan Januari-Desember tahun 2010 dengan data bulanan debit simulasi yang menggunakan parameter kalibrasi. Hal tersebut dilakukan untuk memperlihatkan bahwa simulasi model SWAT akan memiliki nilai validitas yang baik untuk tahun-tahun berikutnya.

Berdasarkan hasil validasi dan visualisasi, nilai validitas koefisien determinasi (R2) dan efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang diperoleh adalah 0.806 dan -4.861. Nilai validitas R2 yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara data simulasi dengan data observasi sehingga dapat dikatakan valid. Namun nilai validitas NS yang diperoleh tidak menunjukkan hasil yang diinginkan, dimana berarti tidak terdapat pengaruh yang besar dari hubungan data simulasi dan data observasi. Hal ini dapat terjadi karena sebaran data debit simulasi hasil kalibrasi cenderung tidak seragam dengan debit observasi. Hasil visualisasi yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada tahun 2010 debit observasi berada di bawah debit simulasi. Fluktuasi antara debit observasi dan debit hasil validasi simulasi model SWAT disajikan pada Gambar 25. Perubahan nilai curah hujan (RFINC) beserta nilai statistik hasil kalibrasi dan validasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.

Gambar 25 Fluktuasi debit bulanan observasi dan hasil validasi simulasi model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 D eb it ( m 3 s -1 ) Waktu (bulan)

Observed Validated Simulation

R2 = 0.806 NS = -4.861

Tabel 12 Nilai statistik hasil kalibrasi dan validasi Bulan Curah hujan (RFINC) Kalibrasi Validasi Harian Bulanan (%) R2 NS R2 NS R2 NS Januari +150 0.533 -0.087 0.943 0.889 0.806 -4.861 Februari +180 Maret +120 April +30 Mei +70 Juni -10 Juli -10 Agustus -50 September +10 Oktober 0 November +10 Desember +50

Analisis Hidrologi Pemodelan Waduk

Pembangunan suatu waduk dimaksudkan untuk menyimpan air. Demikian pula halnya dengan pembangunan Waduk Ciawi bertujuan untuk menampung dan kemudian mendayagunakan air yang melimpah pada musim hujan untuk keperluan pertanian dan berbagai keperluan lainnya pada saat musim kemarau. Dalam satu tahun, persediaan air di alam khususnya di Indonesia berubah-ubah, pada musim penghujan air sangat melimpah sedangkan pada saat musim kemarau air menjadi sangat langka. Dengan kapasitas tampungan yang besar dan elevasi muka air yang tinggi, sebuah waduk selain dapat mengatur besar aliran sungai di sebelah hilirnya agar menjadi lebih merata sepanjang tahun, juga dapat berfungsi sekaligus sebagai sarana pengendali banjir yang efektif dan berbagai manfaat lainnya.

Lokasi pembangunan Waduk Ciawi yang diperkirakan terletak pada koordinat 6°39'28.88" LS dan 106°52'54.22" BT (Lampiran 5), tepatnya berada di antara Desa Cibogo, Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan Megamendung, Bogor. Berdasarkan peta jaringan hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu hasil delineasi, diketahui bahwa waduk berada pada subbasin 7, dan berdasarkan peta DEM yang digunakan diketahui bahwa titik koordinat waduk berada pada elevasi 524 m. Penerapan model waduk pada program ArcSWAT menggunakan desain principal spillway dan emergency spillway, sehingga digunakan tinggi rencana waduk yang berbeda pada masing-masing keadaan tersebut untuk mendapatkan besar volume dan luas permukaan waduk. Berdasarkan pengolahan data peta DEM dengan menggunakan program ArcSWAT, diperoleh

Dokumen terkait