• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saluran Tataniaga

Dalam saluran tataniaga kopi arabika di Desa Beranun Teleden, dilibatkan petani sebagai produsen, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, dan eksportir. Lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga kopi arabika berfungsi untuk mempermudah penyaluran kopi gelondongan dari produsen sampai ke konsumen dalam bentuk kopi ready.

Produsen merupakan pihak pertama dari alur tataniaga kopi arabika. Produsen menjual kopi gelondongan atau cerri ke pedagang pengumpul I. Oleh pedagang pengumpul I, kopi gelondongan yang sudah diolah akan dijual dalam bentuk kopi ready ke pedagang pengumpul II yang kemudian akan dijual lagi ke eksportir atau pedagang pengumpul I langsung menjual kepada eksportir.

Gambar 4. Saluran Tataniaga Kopi Arabika di Desa Beranun Teleden. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 2 saluran tataniaga kopi arabika di desa Beranun Teleden yaitu petani – pedagang pengumpul I – pedagang pengumpul II – eksportir, dan petani – pedagang pengumpul I - eksportir. Untuk saluran I, hal

Petani (gelondongan) Pedagang pengumpul I (kopi ready) Pedagang Pengumpul I (kopi ready) Pedagang Pengumpul II (kopi ready) Eksportir (kopi ready) Eksportir (kopi ready)

ini sesuai dengan hasil penelitian Targeted Study of The Arabica Coffee Production Chain in North Sumatera (The Mandheling Coffee) oleh Wayan R Susila dari Food and Organization United Nations yang melakukan penelitian di Tapanuli Utara (Siborong-Borong, Pangribuan), Humbang Hasundutan (Lintong Nihuta, Dolok Sanggul), Toba Samosir (Muara) yang menyatakan bahwa untuk saluran tataniaga kopi mandailing, saluran tataniaga I terdiri dari petani–pedagang pengumpul I– pedagang pengumpul II–eksportir. Ternyata meskipun berbeda tempat dan metode penelitian, saluran tataniaga yang terjadi adalah sama.

1. Saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Eksportir

Pada saluran I, petani menjual kopi dalam bentuk gelondongan yang sudah masak dan berwarna merah kepada pedagang pengumpul I. Pada umumnya, harga jual petani kepada pedagang pengumpul I berkisar Rp 4167 – Rp 4250 per kilogram. Biasanya, saluran I ini juga disebut saluran tataniaga konvensional karena petani bebas mau menjual kepada pedagang pengumpul I yang dikehendakinya, tetapi karena di Desa Batang Beranun hanya ada 1 pedagang pengumpul I, dan pedagang pengumpul lain yang berada di luar desa jaraknya cukup jauh, maka petani kopi arabika di desa ini hanya menjual gelondongan kepada satu – satunya pedagang pengumpul I yang terdapat di desa tersebut.

Oleh pedagang pengumpul I, kopi gelondongan diolah menjadi kopi ready. Gelondongan dimasukkan ke mesin pulper atau pengupas untuk memisahkan biji kopi dengan kulit buah dan kuli arinya. Pada umumnya, pulper yang digunakan adalah vis pulper yang tidak mengikutsertakan proses pencucian sehingga masih

perlu dilakukan proses fermentasi untuk menghilangkan lendir. Fermentasi dilakukan 1 malam dan dilakukan pencucian. Kemudian biji kopi dijemur dibawah sinar matahari langsung selama 8 jam dan biji kopi ini disebut gabah. Gabah akan dipisahkan dari kulit tanduk dan kulit arinya dengan menggunakan huller. Gabah yang sudah dipisahkan dari kulit tanduk dan kulit arinya ini disebut labu dan labu akan dijemur sampai memiliki kadar air 18%. Labu yang sudah memiliki kadar air 18% disebut asalan atau kopi ready.

Kemudian pedagang pengumpul I menjual kopi ready kepada pedagang pengumpul II. Pada umumnya harga jual pedagang pengumpul I kepada pedagang pengumpul II berkisar Rp 20.000 - Rp 27.000 per kilogram. Oleh pedagang pengumpul II, kopi ready dijual kembali kepada eksportir dengan harga Rp 28.000- Rp 30.000 per kilogram. Sedangkan eksportir menjual kopi ready dengan harga Rp 30.000 – Rp 33.000 per kilogramnya.

2. Saluran II : Petani – Pedagang Pengumpul I – Eksportir

Pada saluran II, petani menjual kopi gelondongan kepada pedagang pengumpul I. Harga jual kopi gelondongan ke pedagang pengumpul I berkisar Rp 4333 – Rp 4583 per kilogram. Harga jual ini memang lebih tinggi daripada harga jual yang terdapat pada saluran tataniaga I. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul I sudah terikat kontrak dengan eksportir. Harga jual kopi gelondongan yang lebih tinggi ini bertujuan agar para petani menjual kopi gelondongannya kepada pedagang pengumpul yang sudah terikat kontrak, bukan kepada pedagang pengumpul yang lain. Kemudian pedagang pengumpul ini akan menjual kopi ready ke eksportir sesuai dengan kontrak. Harga jual pedagang pengumpul kepada

eksportir berkisar Rp 25.000 – Rp 27.000 per kilogramnya, dan oleh eksportir dijual kembali dengan harga Rp 30.000 – Rp 33.000. Saluran tataniaga seperti ini disebut saluran tataniaga berkelompok karena eksportir merangkul petani dan pedagang pengumpul tetap yang pada akhirnya menguntungkan ketigabelah pihak, petani memperoleh harga jual yang lebih tinggi, pedagang pengumpul tidak sulit untuk menjual kopinya, dan eksportir akan terjamin pasokannya. Selain itu, untuk mendukung agar semakin lancarnya kerjasama ini, eksportir juga memberikan insentif kepada petani dan pedagang pengumpul berupa alat-alat pertanian.

Dalam pelaksanaannya, saluran tataniaga berkelompok ini menggunakan konsep

fair trade. Dengan menggunakan fair trade, dilakukan upaya untuk menjembatani hubungan yang lebih langsung antara produsen dan konsumen sehingga rantai tataniaga menjadi lebih singkat.

Fungsi – Fungsi Tataniaga

Lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga dalam proses penyampaian kopi arabika dari produsen sampai ke konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi pelancar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pelaku tataniaga dapat diuraikan secara berikut :

Dalam melakukan kegiatan tataniaga, petani kopi arabika melakukan fungsi pertukaran yaitu kegatan penjualan dengan menjual kopi arabika gelondong kepada satu-satunya pedagang pengumpul yang ada di Desa Beranun Teleden. Petani juga melakukan fungsi fisik pengangkutan yaitu pengangkutan dari lokasi produsen atau kebun kopi ke pedagang pengumpul I. Model transportasi yang mereka gunakan pada umumnya adalah sepeda motor atau hanya berjalan kaki. Ketika proses pemetikan kopi gelondong dilakukan, proses penyortiran pun juga ikut dilaksanakan, karena kopi gelondong yang dapat dipetik hanyalah kopi gelondong yang sudah berwarna merah. Oleh sebab itu, sortasi sebagai fungsi fasilitas hanya dapat dilakukan di kebun kopi saja.

b. Pedagang Pengumpul I

Pedagang pengumpul I membeli kopi gelondong dari petani yang datang langsung ke pedagang pengumpul I. Pembayaran dilakukan secara tunai sehingga petani langsung memperoleh uang. Inilah salah satu alasan mengapa para petani tidak mau mengolah kopi gelondongan, disamping cukup mahalnya mesin pengolah. Padahal dengan sedikit pengolahan saja, misalnya mengolah kopi gelondong menjadi gabah, harga jual akan menjadi lebih tinggi. Oleh pedagang pengumpul I, kopi gelondong diolah menjadi kopi ready. Kemudian dikemas menggunakan karung 108 kg dan dijual ke pedagang pengumpul II atau ke eksportir. Oleh sebab itu, fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul I adalah fungsi pertukaran yaitu penjualan dan pembelian, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan.

c. Pedagang Pengumpul II

Pada pengumpul II, kopi ready yang telah dibeli dari pedagang pengmpul I dilakukan pengemasan ulang, yaitu pengemasan dengan menggunakan karung 100 kg. Sebelum dikemas, dipilh berdasarkan bentuk fisiknya yaitu kopi ready bulat, kopi ready pecah atau setengah, dan kopi ready yang cacat. Kopi ready juga dipisahkan dari sampah-sampah, batu-batuan kecil atau sisa-sisa kulit ari, dan kopi ready siap untuk dijual ke eksportir. Oleh sebab itu, fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II adalah fungsi pertukaran yaitu penjualan dan pembelian, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan, serta fungsi pelancar yaitu penyortiran.

d. Eksportir

Setelah tiba di tangan eksportir, kopi ready disortir kembali.

Tabel 4. Fungsi – Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga Tataniaga Pada Setiap Saluran Tataniaga Kopi Arabika Di Beranun Teleden, 2010 Pelaku

Tataniaga Fungsi Tataniaga

Pertukaran Fisik Pelancar

Jual Beli Angkut Simpan Kemas Resiko Grading Standar Saluran I Petani v v v v v P.Pengumpul I v v v v v v P.Pengumpul II v v v v v v v v Eksportir v v v v v v v v Saluran II Petani v v v v v P.Pengumpul I v v v v v v Eksportir v v v v v v v v

Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar dapat dianalisis secara kualitatif yaitu dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk pasar (Suherty,dkk,2009)

a. Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam Pasar

Pada daerah penelitian, penduduk yang sebagian besar bermatapencarian petani sudah tentu menggambarkan bahwa jumlah petani sebagai penjual sangat banyak dibandingkan pembeli hasil atau pedagang pengumpul. Keadaan ini juga menggambarkan bahwa petani kopi arabika sebagai penjual lebih banyak daripada pembeli hasil atau pedagang pengumpul.

Tabel 5. Jumlah Penjual, Jumlah Pembeli, Diferensiasi Produk, Hambatan Keluar Masuk, dan Struktur Pasar

Tingkat Pasar Jumlah Penjual Jumlah Pembeli Diferensiasi Produk Hambatan Keluar Masuk Pasar Struktur Pasar

Petani 33 5 tidak ada Ada Oligopoli

PP I 5 4* ada Ada Oligopoli

PP II 3 1 tidak ada Ada Monopsoni

Eksportir 2

Keterangan : *) terdiri dari 3 PP II, 1 eksportir.

Melihat jumlah penjual dan pembeli tidak sebanding dan tingkat pasar yang mengarah pada pasar oligopoli dan monopsoni, maka tataniaga kopi arabika di Desa Beranun Teleden adalah tidak efisien, karena menurut Sukirno (2002) struktur pasar yang ideal dan efisien adalah pasar persaingan sempurna yang didefenisikan sebagai struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak

penjual dan pembeli dan setiap penjual dan pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.

Pasar oligopoli merupakan pasar yang hanya terdiri dari sedikit perusahaan ayang menghasilkan produk homogen atau terdiferensiasi, sehingga aktivitas sebuah perusahaan dapat memengaruhi perusahaan lainnya. Perusahaan tidak bebas menentukan harga produknya karena harus memerhatikan tindakan dari perusahaan pesaing yang dapat memengaruhi perusahaan bersangkutan. Sedangkan pasar monopsoni merupakan pasar yang hanya terdiri dari satu pembeli.

b. Diferensiasi Produk

Terdapat perubahan bentuk yang dapat menciptakan nilai tambah dari kopi arabika, meskipun perubahan ini hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul I. Sedangkan pada petani, pedagang pengumpul II dan eksportir tidak terjadi perubahan bentuk.

c. Hambatan Keluar Masuk

Pada umumnya hambatan yang dihadapi oleh sebagian besar petani adalah kurangnya modal dalam berusahatani. Petani dan pedagang pengumpul memiliki hubungan dalam bentuk langganan dan terikat karena petani sebelumnya telah berhutang dengan pedagang baik dalam bentuk barang maupun uang. Selain itu, dalam penerimaan informasi harga, petani hanya memperolehnya dari sesama petani dan pedagang pengumpul.

Dilihat dari jumlah penjual dan pembeli yang tidak sebanding, diferensiasi produk yang hanya dilakukan oleh 1 pelaku tataniaga, dan hambatan keluar masuk yng cukup besar, maka struktur tataniaga kopi arabika di Desa Beranun Teleden mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini sesuai dengan Analisis Pangsa Pasar dan Tataniaga Kopi Arabika di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang Sulawesi Selatan oleh Ima Aisyah Sallatu yang menyatakan bahwa banyaknya pelaku pasar yang terlibat serta besarnya hambatan untuk keluar masuk pasar telah menyebabkan terbentuknya struktur pasar kopi arabika mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competitive market). Sementara perilaku pasar diwarnai oleh praktek penentuan harga yang didominasi oleh eksportir dan pedagang besar.

Elastisitas Transmisi Harga

Dalam analisis perilaku pasar, digunakan analisis transmisi harga yang dilakukan untuk mengetahui persentasi perubahan harga ditingkat produsen akibat perubahan harga ditingkat eksportir. Dapat dilihat dari hasil regresi linear sederhana pada tabel 6 dan 7

Tabel 6. Hasil Regresi Antara Harga di Tingkat Petani Yang Fair Trade Dengan Harga Eksportir

No Variabel Koefisien se t stat sig t 1 C 10.19901 0.497631 20.49512 0.000

2 LOG(EKSPORTIR) -0.177146 0.049056 -3.61107 0.0005 0.146450 Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 10)

Tabel 7. Hasil Regresi Antara Harga di Tingkat Petani Yang Bukan Fair Trade Dengan Harga Eksportir

No Variabel Koefisien se t stat sig t 1 C 8.976624 0.174968 51.30438 0.000

2 LOG(EKSPORTIR) -0.062285 0.017248 -3.61107 0.0005 0.146450 Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 11)

Persaman regresi linear sederhana dapat ditulis sebagai berikut :

Log Pf = + Log Pr

1. Log Pf = 10.19901 – 0.177146 Log Pr 2. Log Pf = 8.976624 – 0.062285 Log Pr

Untuk persamaan regresi pertama, diperoleh elastisitas transmisi harga kopi arabika yang bernilai -0.177146 (<1) yang menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan harga pada eksportir sebesar 1% maka akan mengakibatkan perubahan harga pada petani sebesar 0.177146%. Hasil perhitungan menunjukkan t hitung = -3.61107 lebih dari t α/2 = -1.99167. Dengan demikian Ho : β = 1 ditolak, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tataniaga kopi arabika di Desa Beranun Teleden yang menggunakan fair trade tidak efisien diterima.

Untuk persamaan regresi kedua, elastisitas transmisi harga kopi arabika yang bernilai 0.062285 (<1) menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan harga pada eksportir sebesar 1% maka akan mengakibatkan perubahan harga pada petani sebesar 0.062285%. Hasil perhitungan menunjukkan t hitung = -3.61107 lebih dari t α/2 = -1.99167. Dengan demikian Ho : β = 1 ditolak, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tataniaga kopi arabika di Desa Beranun Teleden yang

menggunakan fair trade tidak efisien diterima. Hal ini sesuai dengan Suherty,dkk (2009) yang menyatakan bahwa untuk hasil-hasil pertanian umumnya elastisitas transmisi harga adalah <1 (inelastis) yang artinya apabila terjadi perubahan harga 1% ditingkat eksportir, maka akan mengakibatkan perubahan harga yang kurang dari 1% di tingkat produsen atau dapat juga diartikan bahwa perubahan harga ditingkat produsen sebesar 1.77% dan 0.62% dipengaruhi oleh perubahan harga ditingkat eksportir.

Menurut Suharyanto,dkk (2005) selain menunjukkan besarnya perubahan harga ditingkat petani dan konsumen, nilai elastisitas transmisi harga juga dapat menyatakan tingkat kompetisi suatu pasar, penampakan atau struktur pasar yang terbentuk. Nilai elastisitas transmisi harga (η) sebesar 0.177146 dan 0.062285 (<1) baik pada saluran konvensional maupun berkelompok mengindikasikan bahwa transmisi harga yang terbentuk antara pasar petani dengan pasar konsumen lemah sehingga struktur pasar yang terbentuk bukan pasar persaingan sempurna. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi Di Kabupaten Tanggamus Lampung oleh Yuda Pranata, Hurip Santoso dan Benyamin Widyamoko yang memperoleh hasil bahwa analisis elatisitas transmisi harga kopi di Kabupaten Tanggamus adalah Et ≠ 1(Et <1 atau Et >1), sehingga menunjukkan bahwa pasar adalah pasar tidak bersaing sempurna.

Analisis Penampilan Pasar

Penampilan pasar adalah rangkaian analisis S-C-P (Structure-Conduct-

Performance). Dalam penelitian ini untuk mengetahui penampilan pasar dalam tataniaga kopi arabika digunakan analisis marjin tataniaga, distribusi marjin, share harga yang diterima petani, serta ratio keuntungan dan biaya.

Marjin tataniaga sering digunakan sebagai indikator efisiensi tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada berbagai saluran tataniaga dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran tataniaga dan aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga. Pada tabel berikut ini dapat dilihat hasil analisis marjin, distribusi marjin, share harga petani serta ratio keuntungan dan biaya.

Tabel 8. Biaya dan Harga, Distribusi Marjin, Share Harga, dan Ratio K/B

Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 7, 8, 9) Distribusi Marjin Pemasaran

Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran tataniaga 1 yaitu Rp 23892.1, sedangkan pada saluran tataniaga 2 sebesar Rp. 23642.6, Perbedaan marjin kedua saluran ini cukup tipis. Hal ini dikarenakan

Pelaku tataniaga Biaya dan harga (Rp/Kg)

Distribusi

marjin (%) Share harga (%) Ratio (K/B) I.Petani (gelondongan) Harga Jual 4208.5 14.97654854 PP I (gelondongan- gabah-labu-ready) 17.51937262 Biaya Tataniaga 1052 4.403129068 Harga Beli 4208.5 Harga Jual 23690.88 Keuntungan 18430.38 77.14005885 PP II(ready) 0.21537931 Biaya Tataniaga 1160 4.855161329 Harga Beli 23690.88 Harga Jual 25100.72 Keuntungan 249.84 1.045701299 Eksportir (ready) 0.052589474 Biaya Tataniaga 2850 11.92862913 Harga Beli 25100.72 Harga Jual 28100.6 Keuntungan 149.88 0.627320328 Marjin 23892.1 100 II.Petani (gelondongan) Harga Jual 4458 15.86442994 PP I (gelondongan- gabah-labu-ready) 17.28220532 Biaya Tataniaga 1052 4.449595222 Harga Beli 4458 Harga Jual 23690.88 Keuntungan 18180.88 76.89881823 Eksportir (ready) 0.547270175 Biaya Tataniaga 2850 12.05451177 Harga Beli 23690.88 Harga Jual 28100.6 Keuntungan 1559.72 6.597074772 Marjin 23642.6 100

dalam penetapan harga kopi arabika di tingkat eksportir, ditetapkan berdasarkan harga kopi internasional. Dari harga kopi internasional inilah eksportir menetapkan harga dan akan menjadi dasar penentuan harga yang akan ditetapkan kepada pedagang perantara dan secara berantai akhirnya kepada petani produsen. Jadi menurut penulis, sepanjang apapun saluran tataniaga yang terjadi, jika harga di tingkat eksportir masih ditetapkan oleh harga internasional, maka perbedaan marjin antara saluran tataniaga yang satu dengan yang lainnya hanyalah memilki selisih atau perbedaan yang sedikit. Dalam hal ini saluran tataniaga II yang menggunakan konsep fair trade lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran tataniaga I yang menggunakan tataniaga konvensional. Lebih pendeknya saluran tataniaga dan marjin yang lebih rendah dapat menunjukkan bahwa saluran tataniaga II lebih efisien daripada saluran tataniaga I. Akan tetapi, jika dilihat dari share keuntungan baik pada saluran tataniaga I dan II, share keuntungan belumlah merata. Pada saluran tataniaga I keuntungan yang paling besar diterima oleh pedagang pengumpul I yaitu sebesar 77.14 %. Begitu juga dengan saluran tataniaga II, keuntungan yang paling besar diterima oleh pedagang pengumpul II dengan persentase 76.89%. sehingga dapat dikatakan bahwa pasar tidak efisien. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nazari and Wedastra (1998) yang menyatakan bahwa jika share keuntungan melebihi 50%, maka pasar cenderung tidak efisien. Selain itu, karena hanya terdapat satu pedagang pengumpul di desa Beranun Teleden, maka semua kopi gelondong dibeli oleh pedagang pengumpul ini. Dalam diferensiasi produkpun, hanya pedagang pengumpul satulah yang melakukan perubahan produk dari kopi gelondong menjadi kopi

ready, sehingga nilai jual yang diperoleh pedagang pengumpul I lebih tinggi daripada pelaku tataniaga yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kotler (2003) yang menyatakan bahwa tataniaga atau pemasaran merupakan pertambahan nilai dari suatu produk sehingga harga jual yang diperoleh dapat menjadi lebih tinggi.

Share Harga yang Diterima Petani

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa share harga yang diterima petani yang paling besar adalah 15.86% pada saluran 2, sedangkan pada saluran 1 yaitu 14,976%. Melihat kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa share harga yang diterima petani masih relatif kecil. Tipisnya perbedaan persentase antara saluran tataniaga 1 dan 2 disebabkan karena adanya penentuan harga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul, sedangkan petani hanyalah sebagai penerima harga. Hal ini sesuai dengan Analisis Pangsa Pasar dan Tataniaga Kopi Arabika di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang Sulawesi Selatan oleh Ima Aisyah Sallatu yang menyatakan bahwa praktek penentuan harga didominasi oleh eksportir dan pedagang besar.

Dari analisis penampilan pasar secara keseluruhan ternyata tataniaga kopi arabika di Desa Beranun Teleden Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah belum berjalan efisien. Hal ini bisa dilihat dari distribusi marjin dan pembagian keuntungan yang belum merata, serta pembagian share harga yang diterima petani masih relatif rendah.

Tataniaga dengan menggunakan konsep fair trade belum banyak membantu, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya fair trade, saluran

tataniaga menjadi lebih pendek dan marjin tataniaga juga menjadi lebih rendah.

Analisis Hubungan Saling Pengaruh (Kaulitas) Antara Harga Kopi Arabika Desa Beranun Teleden, Harga Kopi Arabika Nasional, dan Harga Kopi Arabika Terminal New York.

Uji Root

Hasil yang diperoleh dari uji root menunjukkan bahwa data harga kopi arabika Desa Beranun Teleden (DP), harga kopi arabika nasional (kopnas),dan harga kopi arabika terminal New York (NY) tidak stasioner pada data level (data awal) Tabel 9. Hasil Uji ADF Data Level

Variabel Tanpa Intercept dan Trend Dengan Intercept Dengan Intercept dan Trend

DP 0.190863 -2.544717 -2.508411 Prob 0.7388 0.1095 0.3234 Kopnas 0.576178 -1.543578 -2.12335 Prob 0.8385 0.5059 0.5239 NY 0.933034 -1.959943 -2.577913 Prob 0.905 0.3036 0.2915

Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 4,5,6,10,11,12,16,17,18)

Karena hasil pengujian menunjukkan data level tidak stasioner, maka harus dilakukan tahap pengujian selanjutnya yaitu pengujian terhadap data perbedaan tingkat pertama. Hasilnya adalah sebagai berikut

Tabel 10. Hasil Uji ADF Data Pembedaan Pertama

Variabel Tanpa Intercept dan Trend Dengan Intercept Dengan Intercept dan Trend

DP -9.761625 -9.735643 -9.715002 Prob 0.0000 0.0000 0.0000 Kopnas -7.510477 -7.534152 -7.478494 Prob 0,0000 0.0000 0.0000 NY -6.050940 -6.080088 -6.035565 Prob 0.0000 0.0000 0.0000

Hasil pengujian ADF terhadap variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden (DP), harga kopi arabika nasional (kopnas), dan harga kopi arabika terminal New York (NY) menunjukkan bahwa ketiga variabel signifikan pada tingkat 1 persen, yang berarti ketiga variabel tersebut sudah stasioner pada pembedaan pertama. Berikut ini adalah model stasioner pada data pembedaan tingkat pertama untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden (DP), harga kopi arabika nasional (kopnas), dan harga kopi arabika terminal New York (NY) untuk ketiga alternatif model yang digunakan.

1. Model untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden (DP)

Hasil yang diperoleh untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden tanpa intersep dan trend adalah :

Tabel 11. Hasil Uji ADF Pada Data Pembedaan Pertama Untuk Variabel Harga Kopi Arabika Desa Beranun Teleden Tanpa Intersep dan Trend Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(DP(-1)) -1.16149 0.118985 -9.761625 0.0000 Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 7)

Model untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden tanpa intersep dan trend adalah

Dimana : = Harga kopi arabika Desa Beranun Teleden

Hasil yang diperoleh untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden dengan intersep adalah :

Tabel 12. Hasil Uji ADF Pada Data Pembedaan Pertama Untuk Variabel Harga Kopi Arabika Desa Beranun Teleden Dengan Intersep

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(DP(-1)) -1.165171 0.119681 -9.735643 0.0000 C 74.63651 122.1381 0.611083 0.5432 Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 8)

Model untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden dengan intersep adalah :

Dimana : = Harga kopi arabika Desa Beranun Teleden

Hasil untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden (DP) dengan intersep dan trend adalah :

Tabel 13. Hasil Uji ADF Pada Data Pembedaan Pertama Untuk Variabel Harga Kopi Arabika Desa Beranun Teleden Dengan Intersep Dan Trend Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(DP(-1)) -1.170459 0.12048 -9.715002 0.0000 C 217.7595 253.8555 0.857809 0.3941 @TREND(2004M01) -3.913735 6.077506 -0.643971 0.5218 Sumber : Olah Data Sekunder (Lampiran 9)

Model untuk variabel harga kopi arabika Desa Beranun Teleden (DP) dengan intersep dan trend adalah

Dimana : = Harga kopi arabika Desa Beranun Teleden 2. Model untuk variabel harga kopi arabika nasional (kopnas)

Hasil untuk variabel harga kopi arabika nasional (kopnas) tanpa intersep dan trend adalah

Tabel 14. Hasil Uji ADF Pada Data Pembedaan Pertama Untuk Variabel Harga Kopi Arabika Nasional Tanpa Intersep Dan Trend

Dokumen terkait