• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permodelan

Dalam merencanakan sebuah bangunan tahan gempa terdapat berbagai analisis dalam perhitungan beban gempa, yaitu analisis statik dan analisis dinamik. Analisis statik yang sering dikenal dengan nama analisis statik ekivalen dapat digunakan pada gedung yang beraturan. Statik ekivalen adalah suatu representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, yang mana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi gaya horizontal. Beban gempa nominal statik ekivalen yang bekerja merupakan beban geser dasar nominal statik ekivalen yang terjadi di tingkat dasar (Budiono dan Supriatna 2011).

Komponen struktur seperti balok, kolom, pelat lantai, pada gambar shop

digunakan untuk diinput pada software yaitu beton dengan mutu K-300 untuk setiap komponen struktur. Sedangkan tulangan beton menggunakan baja dengan mutu BJTD-39 untuk tulangan dengan diameter lebih besar dari D12, dan mutu BJTP-24 untuk tulangan dengan diameter lebih kecil dari D12. Hasil pemodelan berupa gambar tiga dimensi yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Permodelan gedung Desain Spektrum Gempa

Pembuatan spektrum gempa menggunakan Peta Gempa Indonesia 2010 untuk periode ulang 2500 tahun. Pembuatan spektrum gempa disesuaikan dengan letak geografis dan kelas tanah dari bangunan yang akan dibangun. Kota Bogor memiliki koordinat 6o 35’ 20.01 “ LU dan 106o 47’ 33.55” BT, dari koordinat tersebut dapat ditentukan nilai percepatan batuan dasar pada peta.

Pembuatan spektrum gempa mengacu pada peta percepatan batuan dasar sebesar 1.0 detik (S1) dan 0.2 detik (Ss). Peta respon spektra percepatan 1.0 detik untuk wilayah Bogor terlihat pada Gambar 9 dan peta respon spektra percepatan 0.2 detik terlihat pada Gambar 10. Data yang diperoleh dari peta gempa adalah nilai S1 dan nilai Ss. Nilai S1 dan Ss dijadikan acuan dalam menentukan nilai faktor amplifikasi terkait spektra percepatan berdasarkan jenis tanah, semakin lunak jenis tanah, semakin tinggi nilai faktor amplifikasi terkait spektra percepatan. Pada jenis tanah yang sama, semakin tinggi nilai S1 dan Ss, nilai faktor amplifikasi terkait spektra percepatan semakin kecil (Sari 2013). Nilai S1 dijadikan acuan dalam menentukan faktor amplifikasi terkait spektra percepatan untuk periode 1.0 detik (Fv) dan nilai Ss dijadikan acuan untuk menentukan nilai periode pendek (Fa). Nilai-nilai tersebut dijadikan penentuan parameter respon spektra percepatan di permukaan tanah.

Percepatan batuan dasar sebesar 1 detik (S1) pada Peta Gempa 2010 untuk periode ulang 2500 tahun di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Peta Gempa wilayah Bogor untuk T= 1.0 detik

Percepatan batuan dasar sebesar 0.2 detik (Ss) pada Peta Gempa 2010 untuk Periode Ulang 2500 tahun di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Gempa wilayah Bogor untuk T= 0.2 detik Kondisi tanah sedang

S1 = 0.353 g SS = 0.867 g Fa = 1.153 Fv = 1.693 SMS = Fa . SS = 0.999 g SM1 = Fv . S1 = 0.598 g SDS = . SMS = 0.667 SD1 = . SM1 = 0.399 T0 = 0.12 Ts = 0.598 Kondisi T < T0 Sa = SDS (0.4 + 0.6 ) Sa = 0.2668 g Kondisi T0 < T < Ts Sa = SDS Sa = 0.667 g Kondisi Ts < T < TL Sa =

Hasil dari spektrum gempa pada lokasi Gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB dengan kelas situs tanah sedang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Spektrum gempa rencana

Dari hasil pembuatan grafik respon gempa tersebut didapatkan nilai Parameter respon spektra percepatan desain pada periode pendek (SDS) sebesar 0.667 g dan nilai Parameter respon spektra percepatan desain pada periode 1 detik (SD1) sebesar 0.399 g.

Pada analisis dengan menggunakan metode statik ekivalen, terlebih dahulu ditentukan nilai periode struktur. Nilai periode struktur diperoleh dari hasil analisis program ETABS 9.7.2. Nilai periode struktur ini ditinjau dari dua arah yaitu arah Y dan arah X. Perioda struktur yang didapat dipengaruhi oleh ketinggian dan jenis rangka bahan pada struktur bangunan. Struktur Gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB dengan tinggi sepanjang 17 m dan berjenis konstruksi penahan beton memiliki perioda utama struktur arah X (Tx) sebesar 0.802 detik dan perioda utama struktur arah Y (Ty) 0.814 detik. Periode tersebut kemudian dibandingkan dengan periode minimum dan periode maksimum yang diizinkan berdasarkan Persamaan 5 dan 6. Nilai periode minimum yang dihasilkan yaitu sebesar 0.6203 detik dan periode maksimum sebesar 0.8684 detik. Berdasarkan nilai periode maksimum dan minimum tersebut dapat diketahui nilai yang didapat dari program ETABS berada dalam interval dari nilai tersebut, sehingga nilai periode yang digunakan adalah Tx sebesar 0.802 detik dan Ty sebesar 0.814 detik.

Gaya geser dasar horizontal akibat gempa (V) dapat dihitung dengan ketentuan: nilai Parameter respon spektra percepatan desain pada periode pendek (SDS) sebesar 0.667. Struktur Gedung Pusat Informasi Kehutanan termasuk ke dalam kategori gedung fasilitas pendidikan dengan kategori resiko IV (I = 1.5), dirancang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah Beton (R = 5) dan memiliki berat total (Wi) sebesar 1410637 kg. Nilai koefisien seismik (Cs) yang didapat menggunakan Persamaan 3 adalah sebesar 0.149 untuk arah x dan 0.147 untuk arah y. Sehingga besarnya gaya geser dasar horizontal akibat gempa (V) yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 1 adalah sebesar 210184 kg untuk arah x dan 207363 kg untuk arah y. Besarnya gaya geser ini harus disebar per masing-masing lantai bangunan yang disesuaikan dengan berat struktur dan ketinggian lantai. Adapun besarnya nilai distribusi vertikal gaya gempa pada tinjauan arah x (Fx), dan arah y (Fy) yang disebar tiap lantai dapat dilihat pada Tabel 4. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 1 2 3 4 5 P e rc e p a ta n R e sp o n Sp e k tra , SA ( g) Periode, T (detik)

Tabel 4 Perhitungan gaya geser horizontal perlantai gedung

Tingkat Lantai Beban Total

(kg) W h (m) W x h k (Kg) Fx (kg) Fy (kg) STORY 1 528381 4.50 2991164.84 35030.82 34560.61 STORY 2 475041.23 9.00 5978486.02 70016.63 69076.80 STORY 3 276430.60 13.50 5551480.39 65015.78 64143.26 STORY 4 130783.85 17.00 3425859.34 40121.71 39583.17 1410637.18 17946990.60

Selanjutnya nilai distribusi vertikal gaya gempa tersebut tersebut dimasukkan pada program ETABS sebagai pembebanan gempa statik ekivalen. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarangan terhadap struktur gedung, pengaruh pembebananan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektivitas 30% (Satyarno et al. 2012). Hasil dari program tersebut berupa gaya dalam dari masing masing struktur seperti kolom dan balok yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan tulangan.

Perencanaan penulangan struktur balok meliputi perencanaan tulangan lentur, tulangan geser dan tulangan torsi. Tulangan lentur dan geser pada struktur balok didesain dengan dua kondisi, yaitu kondisi tumpuan dan kondisi lapangan. Sedangkan untuk kolom, perencanaan meliputi perencanaan tulangan lentur dan tulangan geser. Sedangkan untuk perencanaan pelat meliputi perencanaan tulangan lentur arah x dan arah y.

Evaluasi Pelat

Perencanan pelat direncanakan dengan metode koefisien momen dengan analisis dua arah yaitu arah sumbu x dan arah sumbu y. Pada bangunan Gedung Pusat Informasi Kehutanan ini terdapat dua jenis pelat yang digunakan yang berbeda ketebalannnya. Perbedaan jenis pelat ini disesuaikan berdasarkan fungsi dari lantai tersebut. Pada pelat tipe S1 tebal pelat adalah sebesar 120 mm dan pelat tipe S2 memiliki tebal 100 mm. Hasil dari perencaan penulangan pelat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis penulangan pelat lantai

Pelat Tebal Kondisi Arah X Arah Y

S1 120 Desain D8-150 D8-150

Terpakai D8-150 D8-150

S2 100 Desain D6-150 D6-150

Terpakai D6-150 D6-150

Dari hasil perhitungan ulang menggunakan metoda koefisien momen, hasil penulangan pelat yang dihasilkan menunjukkan hasil yang sama dengan tulangan yang terdapat di kondisi eksiting yaitu dengan menggunakan tulangan diameter 8

dengan jarak 150 mm pada pelat tipe S1 dan tulangan diameter 6 dengan jarak 150 mm pada pelat tipe S2, sehingga dapat dikatakan pelat aman dalam menerima beban.

Evaluasi Balok

Penulangan balok dilakukan dari perhitungan gaya-gaya dalam yang bekerja pada balok. Penulangan yang dianalisis meliputi penulangan lentur, penulangan geser, dan penulangan torsi balok. Besarnya kebutuhan tulangan lentur balok ditentukan dengan besarnya momen yang menimpa pada suatu struktur. Semakin besar momen yang menimpa struktur maka kebutuhan tulangan lentur semakin besar. Tulangan lentur didesain dengan dua kondisi, yaitu kondisi lapangan dan kondisi tumpuan (Surya 2012).

Pada analisis struktur dengan adanya pengaruh gempa masih terdapat tipe balok yang dapat dikatakan tidak aman dalam menahan beban gempa. Tipe balok tersebut dikatakan tidak aman terhadap beban gempa karena jumlah tulangan eksisting kurang dari jumlah tulangan hasil analisis. Adapun tipe balok yang memiliki perbedaan tulangan lentur yang dibutuhkan pada analisis gempa statik ekivalen diantaranya adalah balok B2 di bagian tumpuan (3D 19) lebih kecil dari hasil analisis (5D 19), balok B3 di bagian tumpuan (6D 19) lebih kecil dari hasil analisis (8D 19) dan di bagian lapangan (3D 19) lebih kecil dari hasil analisis (4D 19). Perbedaan tulangan juga terdapat pada balok B3A di bagian tumpuan (4D 19 ) lebih kecil dari hasil analisis (5D 19) dan juga di bagian lapangan (3D 19) lebih kecil dari analisis (4D 19).

Tabel 6 Hasil perencanaan penulangan balok Balok Dimensi Kondisi

Lentur Geser

Torsi Tumpuan Lapangan

Tumpuan Lapangan Atas Bawah Atas Bawah

B1 250 x 350 Statik 4D 19 4D 19 2D 19 2D 19 D10-100 D10-100 2D 12 Terpakai 5D 19 3D 19 3D 19 3D 19 D10-100 D10-100 - B1A 250 x 350 Statik 3D 19 3D 19 2D 19 2D 19 D10-100 D10-100 2D 12 Terpakai 3D 19 2D 19 2D 19 3D 19 D10-100 D10-100 - B2 300 x 450 Statik 5D 19 5D 19 3D 19 3D 19 D10-100 D10-150 2D 12 Terpakai 5D 19 3D 19 3D 19 3D 19 D10-100 D10-150 - B2A 300 x 450 Statik 3D 19 2D 19 2D 19 2D 19 D10-100 D10-100 2D 12 Terpakai 4D 19 2D 19 2D 19 4D 19 D10-100 D10-100 - B3 400 x 700 Statik 8D 19 4D 19 4D 19 5D 19 D10-100 D10-150 4D 12 Terpakai 6D19 4D 19 3D 19 8D 19 D10-100 D10-150 2D 12 B3A 400 x 700 Statik 5D 19 4D 19 4D 19 4D 19 D10-150 D10-200 4D 12 Terpakai 4D 19 3D 19 3D 19 4D 19 D10-150 D10-200 2D 12

Pemakainan tulangan geser diperlukan apabila kuat geser nominal yang disediakan balok tidak dapat menahan besarnya tegangan geser ultimit pada struktur. Tujuan dari pemasangan sengkang atau tulangan geser adalah untuk meminimasi ukuran retak tarik diagonal atau untuk memikul tegangan tarik diagonal dari satu sisi retak ke sisi retak lainnya (Wulandari 2013). Hasil perencanaan tulangan geser pada struktur balok pada Gedung Pusat Informasi

Kehutanan ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan balok pada kondisi eksisting telah memenuhi kebutuhan jumlah tulangan hasil perencanaan dengan menggunakan gempa.

Batang beton bertulang yang menerima gaya torsi besar akan runtuh secara mendadak jika tidak diberikan tulangan torsi. Tulangan torsi yang digunakan tidak mengubah besar torsi yang akan menyebabkan retak tarik diagonal, melainkan mencegah batang tersebut terpisah (McCormac 2004). Pada hasil perencanaan tulangan torsi terdapat perbedaan tulangan torsi yang yang dibutuhkan. Adapun balok yang memiliki perbedaan tulangan torsi adalah balok B1, B1A, B2A, dan B2 pada kondisi eksisting tidak menggunakan tulangan torsi sedangkan hasil analisis (2D 12), dan balok B3 dan B3A (2D 12) lebih kecil dari hasil analisis (4D 12).

Evaluasi Kolom

Kolom yang digunakan pada struktur gedung ini berbentuk persegi. Analisis kolom dilakukan menggunakan program PCA Col untuk memeriksa kapasitas tulangan eksisting terhadap beban yang bekerja pada struktur. Hasil diagram interaksi kolom dari program ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari hasil analisis struktur dapat diketahui bahwa, untuk analisis tulangan lentur beberapa tipe kolom memiliki jumlah tulangan eksisting yang kurang dari hasil analisis. Kolom tersebut diantaranya adalah kolom K1-1 yang memiliki perbedaan sebanyak 4 tulangan dengan diameter 19 mm, selanjutnya adalah kolom K1-2 yang memiliki perbedaan sebanyak 3 tulangan diameter 19 mm, dan kolom K3-1 yang memiliki perbedaan 4 tulangan diameter 19 mm. Sedangkan untuk tipe kolom lainnya jumlah tulangan lentur hasil analisis sama dengan tulangan lentur eksisting. Pada tulangan geser kolom, hasil yang didapatkan menunjukkkan bahwa perbedaan tulangan lentur tidak terjadi pada kolom tipe manapun. Adapun hasil perencanaan tulangan kolom dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil perencanaan penulangan kolom Kolom Kondisi Lentur Geser

K1-1 Statik 16D 19 3D10-150 Terpakai 12D 19 3D10-150 K1-2 Statik 13D 19 3D10-150 Terpakai 10D 19 3D10-150 K1-3 Statik 8D 19 D10-150 Terpakai 8D 19 D10-150 K2-1 Statik 10D 19 D10-150 Terpakai 10D 19 D10-150 K2-2 Statik 8D 19 D10-150 Terpakai 8D 19 D10-150 K2-3 Statik 6D 19 D10-150 Terpakai 6D 19 D10-150 K2-4 Statik 6D 19 D10-150 Terpakai 6D 19 D10-150 K3-1 Statik 10D 19 D10-150 Terpakai 6D 19 D10-150

Dokumen terkait