• Tidak ada hasil yang ditemukan

CCME= 100 - √𝐹12+ 𝐹22 + 𝐹32 1,732

Hasil

Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur pada saat pengamatan meliputi suhu, TSS, kecepatan arus, pH, DO, BOD, COD, nitrat, fosfat dan total coliform. Dari setiap stasiun, yaitu stasiun I yang merupakan pelabuhan dan sekaligus aktivitas MCK, stasiun II merupakan daerah wisata, stasiun III merupakan inletDanau Toba (muara sungai), stasiun IV merupakan keramba jaring apung. Hasil pengukuran yang dihasilkan dibandingkan dengan baku mutu air kelas I karena perairan desa Sipinggan masih dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Desa Sipinggan

Parameter Fisika

Hasil pengukuran suhu air selama penelitian menunjukkan bahwa suhu air pada masing-masing stasiun tidak menunjukkan variasi yang tinggi,yaitu berkisar antara 25 ˚C – 27 ˚C. Rata rata suhu air tertinggi terapat pada stasiun IV yaitu 26,1

˚C dan rata-rata suhu air terendah terdapat pada stasiun III yaitu 25,5 ˚C. Grafik rata-rata suhu setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Nilai Rata-Rata Suhu

2. TSS (Total Suspended Solid)

Hasil pengukuran TSS air selama penelitian pada masing-masing stasiun penelitian tidak menunjukan variasi yang tinggi yaitu berkisar antara 50 – 75 mg/l. Rata-rata TSS air terendah terdapat pada stasiun II 41,6 mg/l dan rata-rata TSS tertinggi terdapat pada stasiun III 75,3 mg/l. Grafik nilai TSS pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 8

25.2 25.3 25.4 25.5 25.6 25.7 25.8 25.9 26 26.1 26.2

I II III IV

Suhu (˚C)

Stasiun

Gambar 8. Grafik Nilai Rata-Rata TSS 3. Kecepatan Arus

Hasil pengukuran Kecepatan arus selama penelitian pada masing-masing stasiun penelitian tidak menunjukan variasi yang tinggi dan hasil yang didapatkan rendah yaitu berkisar antara 0,11 – 0,18 m/s. Grafik nilai Kecepatan arus pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Nilai Rata-Rata Kecepatan Arus 0

Parameter Kimia 1. pH Air

Pada perairan Desa Sipinggan diperoleh nilai rata-rata pH yang berbeda namun tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Nilai rata-rata pH tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 7,5 dan nilai rata-rata pH terendah terdapat pada stasiun III sebesar 7,1. Grafik nilai rata-rata pH pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 10.

\

Gambar 10. Grafik Nilai Rata-Rata pH

2. Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen)

Hasil pengukuran DO pada setiap stasiun penelitian memiliki nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda, berkisar antara 6 – 7 mg/l. Rata-rata-rata nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 6,87 mg/l dan rata-rata nilai DO terendah terdapat pada stasiun III sebesar 6,04 mg/l. Grafik DO pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 11.

6.9 7 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6

I II III IV

pH

Stasiun

Gambar 11. Grafik Nilai Rata-Rata DO

3. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Hasil pengukuran BOD pada setiap stasiun memiliki rata-rata nilai berkisar antara 2,93 – 6,4 mg/l. Rata-rata nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 6,4 mg/l dan rata-rata nilai BOD terendah terdapat pada stasiun II sebesar 2,93mg/l. Grafik BOD pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik Nilai Rata-Rata BOD 5.6

4. COD (Chemical Oxygen Demand)

Hasil dari pengukuran nilai rata-rata COD setiap stasiun bekisaran 7,66 – 8,87 mg/l. Rata-rata COD air tertinggi pada stasiun IV sebesar 8,87 dan rata-rata nilai COD terendah terdapat pada stasiun II sebesar 7,66 mg/l. Grafik BOD pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Nilai Rata-Rata COD 5. Nitrat

Nilai nitrat yang diperoleh dari pengukuran memiliki rata-rata bekisaran 0,50-0,83 mg/l. Rata-rata Nitrat air tertinggi pada stasiun III sebesar 0,83 mg/ldan rata-rata nilai Nitrat terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,50 mg/l. Grafik Nitrat pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 14.

7 7.2 7.4 7.6 7.8 8 8.2 8.4 8.6 8.8 9

I II III IV

COD

Stasiun

Gambar 14. Grafik Nilai Rata-Rata Nitrat

6. Fosfat

Nilai fosfat yang terdapat pada perairan Desa Sipinggan berkisar antara 0,10 – 0,39 mg/l. Nilai rata-rata fosfat tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0,39 mg/l dan rata-rata fosfat terendah terdapat pada stasiun II yaitu 0,10 mg/l. Grafik fosfat pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik Nilai Rata-Rata Fosfat 0

Parameter Mikrobiologi 1. Total Coliform

Nilai rata-rata total coliform berkisar antara 4933 – 16000 MPN/100 ml.

Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 16000 MPN/100 ml. Nilai terendah terdapat pada stasiun II yaitu 4933 MPN/100 ml. Grafik total coliform pada setiap pengambilan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik Nilai Rata- Rata Total Coliform

Status Mutu Air Metode Storet

Hasil perhitungan kualitas air dengan menggunakan metode storet di perairan Danau Toba Desa Sipinggan dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil dari tabel tersebut dapat menunjukan bahwa untuk status mutu air pada stasiun I tercemar sedang, stasiun II tercemar sedang, sedangkan status mutu air pada stasiun III tercemar berat dan stasiun IV tercemar berat. Contoh perhitungan dengan menggunakan metode Storet dapat dilihat pada Lampiran .

0

Tabel 5. Kualitas Air dengan Metode Storet

Hasil perhitungan kualitas air dengan menggunakan metode indeks CCME di perairan Danau Toba Desa Sipinggan dapat dilihat pada tabel 6. Hasil tabel tersebut menunjukan pada baku mutu kelas I pada stasiun I, II dan III dikategorikan Fair/Cukup baik, stasiun IV dikategorikan Poor/Sangat Buruk.

Contoh perhitungan dengan menggunakan metode CCME dapat dilihat pada Lampiran.

Tabel 6. Kualitas Air dengan Metode CCME

Kelas Stasiun 1 Stasiun II Stasiun III Stasiun IV penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air pada masing-masing stasiun yaitu, stasiun I 25,7 oC, stasiun II 25,6 oC, stasiun III 25,5 oC, stasiun IV 26,1 oC. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata suhu air tertinggi

terdapat pada stasiun IV dengan nilai26,1 oCdan terendah pada stasiun III dengan nilai 25,5oC. Kondisi nilai rata-rata suhu air pada semua stasiun masih berada dalam kisaran yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa kisaran suhu optimum untuk pemanfaatan air dan pertumbuhan organisme pada perairan adalah berkisar 20 oC – 30 oC.

Pola sebaran suhu pada setiap stasiun penelitian masihberada dalam kisaran baku mutu perairan kelas I yang tercantum pada PP No. 82 Tahun 2001 Tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk bahan baku air minum, MCK dan kegiatan perikanan yaitu masih berada pada kisaran 20-30oC.

TSS (Total Suspended Solid)

Hasil menunjukkan bahwa nilai parameter TSS (Padatan Tersuspensi) di Perairan Desa Sipinggan tidak jauh berbeda antara stasiun satu dengan stasiun lainnya. Nilai TSS yang tertinggi berada di stasiun III dan nilai TSS yang terendah berada di stasiun II. Berdasarkan PP no.82 tahun 2001, TSS yang terkandung di perairan tersebut semua stasiun tidak cocok dengan baku mutu kelas I yang digunakan sebagai bahan baku air minum karena nilainya melebihi baku mutu yaitu 50 mg/l. Perairan tersebut cocok digunakan sebagai tempat untuk budidaya ikan , karena nilainya tidak melibihi baku mutu yaitu 400 mg/l.

Nilai TSS tertinggi dan nilainya berbeda dengan stasiun lain terdapat pada stasiun III dengan nilai 75,3 yang merupakan daerah aliran sungai atau daerah masuknya air sungai ke Danau Toba. Tingginya nilai TSS pada stasiun ini diakibatkan karena masuknya jenis zat padat seperti pasir, lumpur, dan tanah liat

melalui aliran sungai. Bahan-bahan organik dan anorganik hasil aktivitas dari pertanian maupun peternakan dialirkan ke perairan Danau Toba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarigan dan Edward (2003) yang menyatakan bahwa Sebaran zat padat tersuspensi dpengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai. Zat padat tersuspensi adalah semua zat padat (pasir, lumpur dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen biotik dan abiotik.

Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang dihasilkan selama penelitian memiliki hasil yang rendah dan cenderung stabil karena memang perairan danau adalah perairan tenang (lentik). Kecepatan arus pada pengambilan sampel ke-II memiliki hasil yang lebih tinggi namun masih dalam kategori arus lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sari dan Usman (2012) yang menyatakan bahwa penggolongan kecepatan arus terdiri dari 4 kategori yaitu kategori arus lambat dengan kecepatan pada kisaran 0-0,25 m/s, kategori arus sedang dengan kecepatan 0,25-0,50 m/s, kategori arus cepat dengan kecepatan pada kisaran 0,50-1 m/s dan kategori arus sangat cepat dengan kecepatan diatas 1 m/s.

pH

Nilai pH yang tinggi pada stasiun II dikarenakan pada stasiun II merupakan daerah aktivitas masyarakat (MCK) dan pelabuhan penyeberangan yang terdapat kapal penyeberangan. Perubahan nilai pH dipengaruhi oleh adanya senyawa-senyawa yang masuk ke perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Silalahi (2009) menyatakan bahwa nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter,

antara lain aktivitas biologi, masuknya senyawa-senyawa, suhu, kandungan oksigen dan ion-ion.

Perairan Desa Sipinggan memiliki nilai rata-rata pH antar stasiun berada pada kisaran 7,2 – 7,65, secara umum nilai pH yang didapatkan masih dalam kisaran yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Hal ini sesuai dengan penelitian Barus (2004) di perairan Danau Toba bahwa pengukuran terhadap nilai pH air di lokasipengamatan menunjukkan bahwa pH air berkisar antara 7,7 - 7,9. Secara umum nilai pH yang didapatkan masih dalam kisaran dapat dimanfaatkan dan dapat ditoleransi biota perairan.

Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen)

Dari hasil penelitian diperoleh nilai DO dari masing-masing stasiun penelitian yang menunjukkan bahwa kualitas perairan Danau Toba Desa Sipinggan masih menunjukkan kualitas perairan yang baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Barus (2004) yang menyatakan bahwa nilai DO yang mengindikasikan kualitas air baik adalah pada kisaran 6-8 mg/L. Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, maka perairan Danau Toba pada semua stasiun memenuhi kriteria baku mutu kelas I.

Kisaran nilai DO yang didapatkan masih sesuai dengan baku mutu air kelas I, dan menunjukkan nila yang tidak berbeda jauh. Pada stasiun III memiliki nilai yang terendah disebabkan karena tingkat kekeruhan atau padatan tersuspensinya tinggi sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke perairan lebih rendah, sehingga aktivitas fotosintesis pada stasiun ini rendah. Hal ini sesuai dengan Ayu (2009) yang menyatakan bahwa kekeruhan menyebabkan penetrasi cahaya matahari ke dalam peariran juga terhambat, akibatnya proses fotosintesis

dalam perairan juga terhambat sehingga kadar klorofil berkurang seiring dengan menurunnya produktivtas perairan.

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Parameter BOD yang didapatkan menunjukkan nilai BOD untuk stasiun IV memiliki nilai yang tinggi dan stasiun II memiliki nilai BOD yang rendah.

Berdasarkan PP no.82 tahun 2001, parameter BOD untuk baku mutu kelas I berada pada nilai 2 mg/L, hal ini menandakan bahwa nilai rata-rata BOD pada semua stasiun tidak memenuhi baku mutu kualitas perairan, yang peruntukannya untuk nahan baku mutu air minum.

Nilai BOD tertinggi pada stasiun IV mengindikasikan bahwa banyaknya kandungan bahan organik di stasiun IV yang merupakan daerah aktivitas KJAyang menampung bahan-bahan organik hasil limbah dan sisa-sisa pakan.

Selain itu stasiun IV terletak berdekatan dengan stasiun III yang merupakan daerah masuknya air ke Danau Toba. Bahan organik ini juga diduga berasal dari limbah aktivitas masyarakat dan perikanan yang menghasilkan limbah ke perairan, sedangkan pada stasiun I memiliki nilai BOD terendah dikarenakan stasiun I merupakan daerah wisata yang daerah wisata tersebut masih tahap pengembangan, sehingga aktivitas wisata di stasiun I ini belum terlihat ramai yang menyebabkan kandungan bahan organik lebih sedikit dari stasiun lainnya. Hal ini didukung Agustiningsih et al (2011) yang menyatakan bahwa limbah domestik mempunyai karakteristik antara lain apabila BOD dan COD tinggi disebabkan karena adanya aktivitas industri yang membuang limbah ke perairan.

COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai rata-rata COD yang didapatkan menunjukkan nilai yang tidak memiliki perbedaan yang signifikan, nilainya berkisar antara 7,66 – 8,87 mg/l.

Berdasarkan PP no.82 tahun 2001, parameter COD untuk baku mutu kelas I berada pada nilai 10mg/L, hal ini menandakan bahwa semua stasiun pengamatan memiliki nilai rata-rata COD yang memenuhi baku mutu kualitas perairan. Untuk parameter COD pada semua stasiun layak dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku air minum.

Tingginya nilai COD pada stasiun IV yang merupakan lokasi KJA dan pelabuhan penyeberangan yang disebabkan oleh limbah domestik yang sukar terdegradasi secara biologi berupa tumpahan minyak dari aktivitas pelayaran.

Pada stasiun I juga memiliki nilai COD yang tinggi karena stasiun ini merupakan salah satu daerah pelabuhan penyeberangan dan aktivitas manusia seperti MCK yang menghasilkan tumpahan minyak dan limbah aktivitas MCK dari masyarakat.

Sedangkan nilai terendah COD terdapat pada stasiun II yang merupakan daerah wisata yang masih dalam tahap pengembangan sehingga masih sedikit aktivitas masyarakat di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan Soraya et al (2014) yang menyatakan nilai COD yang cenderung tinggi menunjukan bahwa bahan organik yang ada di perairan lebih banyak berada dalam bentuk yang sukar terdegradasi secara biologis.

Nitrat

Nilai nitrat perairan Desa Sipinggan masih dibawah nilai baku mutu kelas I. Berdasarkan nilai nitrat yang diperoleh pada setiap stasiun, stasiun III memiliki nilai yang paling tinggi dari stasiun yang lain. Tingginya nilai nitrat pada stasiun III karena stasiun ini banyak terdapat aktivatas masyarakat seperti pertanian dan

peternakan yang menghasilkan limbah ke perairan Danau Toba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tatangindatu et al (2013) yang menyatakan bahwa karena nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Aktivitas penduduk menghasilkan buangan limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat akan menjadi lebih tinggi.

Nilai rata-rata Nitrat yang didapatkan berkisar antara 0,50-0,83 mg/l.

Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, parameter Nitrat untuk baku mutu kelas I berada pada nilai 10mg/L, hal ini menandakan bahwa semua stasiun pengamatan memiliki nilai rata-rata nitrat yang memenuhi baku mutu kualitas perairan. Untuk parameter Nitrat pada semua stasiun layak dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku air minum.

Fosfat

Nilai rata-rata Fosfat yang didapatkan menunjukkan nilai pada stasiun I dan II memiliki nilai yang hampir sama. Nilai stasiun III dan IV memiliki nilai berbeda jauh dengan stasiun I dan II. Berdasarkan PP no.82 tahun 2001, parameter Fosfat untuk baku mutu kelas I memiliki nilai 0,2 mg/L, hal ini menandakan bahwa nilai rata-rata Fosfat pada kelas I sesuai dengan baku mutu.

Pada stasiun I dan II layak dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Untuk stasiun III dan IV tidak dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku air minum

Nilai rata-rata fosfat paling tinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0,39 mg/l.

Hal ini diakibatkan karena stasiun III merupakan muara sungai. Yang membawa bahan-bahan organik seperti sisa penggunaan pupuk tanaman, buangan limbah masyarakat seperti detergen, sampah, sisa makanan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sumantri dan Cordova (2011) yang menyatakan bahwa total Phosphat menunjukkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik Total phosphat yang ada di lokasi berasal dari pemakaiandetergen oleh warga, pemakaian pupuk tanaman dan ada secara alami dalam perairan tersebut (di sedimen).

Total Coliform

Nilai rata-rata Total coliform berkisar antara 4933-16000 MPN/100ml.

Berdasarkan PP no.82 tahun 2001, parameter Total coliform untuk baku mutu kelas I memiliki nilai 1000 mg/L, hal ini menandakan bahwa nilai rata-rata total coliform pada semua stasiun tidak sesuai dengan baku mutu air. Sehingga berdasarkan parameter total coliform semua stasiun tidak disarankan dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum.

Hasil pengukuran total coliform di perairan desa Sipinggan sangat tinggi.

Stasiun I, II, III, dan IV melewati ambang batas baku mutu. Dimana Stasiun III merupakan daerah tempat pembuangan dari aktivitas masyarakat yang ada di daerah desa sipinggan, nilai total coliform yang tinggi menunjukkan Danau menjadi tempat buangan limbah domestik (tinja manusia/ hewan berdarah panas) dan menyebabkan pencemaran perairan di Desa Sipinggan. Pada Stasiun IV juga memiliki nilai total coliform yang sangat timggi karena pada daerah ini selama penelitian ditemukan hewan berdarah panas seperti kerbau masuk ke perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khotimah (2013) yang menyatakan Coliform merupakan mikroba yang paling sering ditemukan di badan air yang telah tercemar. Sehingga pencemaran limbah domestik dapat dideteksi dengan cara

menghitung kepadatan coliform yang terbawa oleh tinja manusia dan hewan berdarah panas lainnya dan masuk kedalam perairan.

Status Mutu Air Metode Storet

Kualitas air yang ditentukan dari nilai parameter fisika, kimia dan mikrobiologi perairan dilakukan dengan menggunakan metode Storet untuk memperoleh total skor yang menunjukan status mutu air. Skor parameter kualitas air untuk baku mutu kelas I setiap stasiun diperoleh secara berurut -28, -16, -41, dan -31. Stasiun I dan II tercemar sedang sedangkan stasiun III dan IV tercemar berat. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dapat dikatakan perairan tersebut tidak cocok digunakan sebagai bahan baku air minum.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks storet sesuai dengan baku mutu kelas I, Pada Semua stasiun, yaitustasiun I dan II tercemar sedang dan stasiun III dan IV termasuk kategori tercemar berat. Hal ini diakibatkan oleh nilai parameter mikrobiologi yaitu total coliform yang sangat tinggi. Tingginya nilai total coliform sangat berpengaruh terhadap status baku mutu air. Hal ini sesuai dengan Saraswati (2014) yang menyatakan bahwa adanya parameter bakteri yakni Fecal coliform dan Total coliform yang menjadi penyebab signifikan buruknya status mutu air.

Metode CCME

Kualitas air yang ditentukan dari nilai parameter fisika, kimia dan mikrobiologi perairan dilakukan dengan menggunakan metode CCME untuk memperoleh total skor yang menunjukan status mutu air. Skor parameter kualitas air untuk baku mutu kelas I setiap stasiun diperoleh secara berurut 75,611 (Cukup

Baik), 73,549 (Cukup Baik), 42,572 (Sangat Buruk) 63,434 (Cukup Baik).

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001,dari status mutu air tersebut stasiun I, II, dan III masih layak dimanfaatkan sebagai bahan baku mutu air minum.

Dalam perhitungan CCME memperhatikan banyak aspek dan tidak terlalu terpengaruh dengan parameter mikrobiologi/biologi. Dalam perhitungannya membandingkan berapa nilai yang didapatkan dengan nilai baku mutu airnya. Hal ini sesuai dengan Lumb et al. (2006) yang menyatakan CCME merupakan metode paling sensitif merespon dinamika mutu air, dengan sedikit atau banyak parameter, dengan dan tanpa parameter bakteri. Perhitungan Indeks CCME lebih memperhatikan banyak aspek. Selain memperhatikan rasio nilai parameter dengan baku mutu, Indeks CCME juga memperhatikan banyaknya parameter yang melebihi baku mutu dan banyaknya hasil uji yang melebihi baku mutu.

Perhitungan dan penentuan mutu air indeks CCME tidak terpengaruh dengan parameter-parameter tertentu, seperti parameter mikrobiologi yaitu total coliform. Berbeda dengan metode Storet yang sangat dipengaruhi oleh parameter total coliform sehingga mutu airnya menjadi tercemar sedang bahkan tercemar berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Romdania et al. (2018) yang menyatakan bahwa indeks CCME merupakan metode paling tepat dalam menganalisis mutu air di berbagai negara termasuk Indonesia dengan tingkat efektivitas dan sensitivitas lebih tinggi dibanding metode lain, serta penggunaan jumlah dan jenis parameter yang fleksibel.

Dokumen terkait