• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Desa Parbaba Dolok merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Desa ini terdiri dari 3 dusun dengan luas total 12000 ha yang terbagi atas 16 kampung. Suhu harian rata-rata di desa ini adalah 18-20 °C. Letak Desa Parbaba Dolok berada di perbukitan dengan kemiringan ± 25° dan berada pada ketinggian 800-1847,5 mdpl.Lahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan perladangan adalah seluas 800 ha. Adapun batas- batas wilayah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Desa Dos Roha, Kecamatan Simanindo b. Sebelah selatan : Desa Pardomuan

c. Sebelah timur : Hutan Negara d. Sebelah barat : Desa Siopat Sosor (RP.JM Parbaba Dolok, 2012)

Karakteristik Responden

Jumlah penduduk Desa Parbaba Dolok menurut sensus terakhir tahun 2012 sebanyak 792 jiwa atau sekitar 198 kepala keluarga dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 371 jiwa dan perempuan sebanyak 421 jiwa. Responden yang diambil sebanyak 31 KK yang memiliki lahan hutan rakyat . Setiap responden memiliki lahan berkisar 7 rante (0,3 ha) hingga 23 rante (0,9 ha) dengan jenis tanaman yang bervariasi disetiap lahannya. Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan umur, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.

No Identitas Responden Jumlah (Orang) Proporsi (%) 1 Umur (Tahun) 21-30 5 16,1 31-40 4 12,9 41-50 16 51,6 51-60 6 19,4 TOTAL 31 100,0 2 Pekerjaan Petani 26 83,8 PNS 3 9,7 Wiraswasta 2 6,5 TOTAL 31 100,0

3 Jumlah Anggota Keluarga

1-3 4 12,9 4-6 23 74,2 >6 4 12,9 TOTAL 31 100,0 4 Pendidikan SD 5 16,1 SMP 11 35,5 SMA 14 45,2 S (1,2,3) 1 3,2 TOTAL 31 100,0

Responden yang memiliki dan mengelola lahan hutan rakyat di desa ini paling banyak berada dalam kelompok usia antara 41- 50 tahun (51,6%), dimana dalam hal ini responden berada pada usia yang lebih produktif. Tjakrawiralaksana (1983) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dipergunakan dalam usaha tani dapat berupa tenaga kerja dewasa, tenaga kerja wanita dewasa, dan tenaga kerja anak-anak. Sebagai batasan tenaga kerja dewasa sering dipakai batasan umur 15 tahun keatas, sedangkan tenaga kerja anak-anak termasuk batasan 15 tahun kebawah.

Pekerjaan utama responden pada umumnya adalah petani (83,8%). Hal ini menunjukkan bahwa di desa ini masyarakatnya memang mayoritas bekerja sebagai petani. Bila dilihat dari segi jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, responden umumnya memiliki jumlah anggota keluarga

berkisar 4-6 orang (74,2%). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan mempengaruhi tingkat pemasukan maupun pengeluaran petani. Menurut Muljadi (1987), makin banyak luas garapan, makin banyak tenaga kerja yang tercurah. Perbedaan curahan tenaga kerja antara berbagai macam kegiatan disebabkan oleh luas garapan yang berbeda, dimana curahan tenaga kerja cenderung berbanding lurus dengan luas garapan. Pada lahan yang cukup luas, masyarakat umumnya menyewa tenaga kerja sekitar 7 - 8 orang.

Tingkat pendidikan responden di desa ini umumnya adalah SMA yaitu sebanyak 14 orang (45,2%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden sudah cukup tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Parbaba Dolok sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk menyerap informasi (IPTEK) dan lebih terampil dalam mengelola lahan hutan rakyat.

Jenis-Jenis Komoditi Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok

Masyarakat di Desa Parbaba Dolok memanfaatkan produk-produk hutan rakyat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan juga sebagian besar produk- produk tersebut dijual untuk menambah penghasilan rumah tangga. Jenis- jenis produk hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh petani Desa Parbaba Dolok dapat dilihat pada Tabel 2.

No Produk Bagian yang Dimanfaatkan Jumlah Pengambil (Orang) Proporsi

1 Alpukat (Persea americana) Buah 9 5,63 % 2 Aren (Arenga pinnata) Air nira 12 7,50% 3 Cokelat (Cacao Sp) Buah 4 2,50% 4 Jahe (Zingiber officinale) Rimpang 25 15,63% 5 Jagung (Zea mays) Buah 2 1,25% 6 Kelapa (Cocos nucifera) Buah 8 5,00% 7 Kemiri(Aleuritesmoluccana) Biji 6 3,75% 8 Kopi (Coffea spp) Biji 31 19,38% 9 Mangga (Mangifera indica) Buah 7 4,38% 10 Nangka (ArtocaRp.us heterophyllus) Buah 5 3,13% 11 Pisang (Musa paradisiaca) Buah 24 15,00% 12 Ubi kayu (Manihot utilisima) Umbi 5 3,13%

13 Ternak Daging 8 5,00%

14 Kayu bakar 14 8,75%

TOTAL 160 100%

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa ada 14 jenis produk yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Parbaba Dolok. Pada tabel 2 dapat juga dilihat bahwa jenis yang paling banyak ditanam masyarakat adalah kopi dengan jumlah reponden sebanyak 31 orang dimana semua responden memiliki tanaman kopi pada lahan hutan rakyat mereka. Yang menjadi faktor penyebab jenis tanaman tersebut dimanfaakan adalah karena kopi dapat tumbuh lebih baik dari tanaman lain serta memiliki nilai komersil yang tinggi dan memiliki waktu produksi yang lama. Sementara jenis tananam yang paling sedikit dimanfaatkan oleh masyarakat adalah jagung dengan jumlah responden sebanyak 2 orang. Hal

ini dikarenakan peminat jagung yang sangat minim sehingga membuat petani kurang tertarik untuk menanam tanaman tersebut. Gambar 2. berikut ini menggambarkan proporsi jumlah petani hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan.

Gambar 2. Proporsi petani yang mengusahakan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok

Pemanfaatan tanaman aren dapat dikombinasikan dengan tanaman kopi. Aren merupakan salah satu produk hutan rakyat yang dimanfaatkan masyarakat. Bagian aren yang dimanfaatkan masyarakat hanyalah air nira nya saja yang diolah menjadi tuak (minuman fermentasi). Pemanfaatan aren oleh masyarakat di desa ini termasuk cukup tinggi mengingat air nira merupakan salah satu pruduk yang komersil. Selain itu, pengambilan air nira dapat dilakukan setiap hari sehingga memberikan penghasilan yang rutin. Meskipun frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap hari, namun sewaktu-waktu air nira tidak dapat diproduksi beberapa bulan karena air nira hanya sedikit. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, untuk menghasilkan air nira yang baik dan banyak petani harus memiliki teknik pengambilan yang khusus dan tidak memanfaatkan buah kolang-kaling karena dapat mengurangi produksi air nira dan disamping itu kolang-kolang-kaling

6% 7% 3% 16% 1% 5% 4% 19% 4% 3% 15% 3% 5% 9% Alpukat Aren Cokelat Jahe Jagung Kelapa Kemiri Kopi Mangga Nangka Pisang Ubi kayu Ternak Kayu bakar

memiliki harga yang kurang bersaing dan peminat/konsumen sedikit. Satu pohon aren dapat menghasilkan ± 1 liter per hari tergantung kualitas pohon aren itu sendiri. Tidak setiap hari selama setahun aren berproduksi secara aktif, hanya 5-6 bulan air nira dapat diproduksi. Air nira umumnya dijual ke agen dengan harga Rp. 5.000/ liternya.

Kopi merupakan tanaman inti di lahan hutan rakyat Desa Parbaba Dolok. Kopi merupakan tanaman keras yang hidup tumbuh dengan baik didataran tinggi dengan iklim yang dingin. Kopi di Desa Parbaba Dolok dapat berproduksi dengan baik hanya dua kali dalam setahun yaitu antara bulan April dan Oktober atau biasa disebut panen raya. Namun jika panen liar dapat dilakukan sekali seminggu. Buah kopi yang dipetik oleh petani rata-rata sekitar 5 kaleng/ bulannya. Bagian yang dimanfaatkan adalah biji yang sudah ranum dengan ciri-ciri berwarna merah dan kemudian digiling lalu dijemur. Biji kopi biasanya dijual ke agen yang datang ke rumah maupun langsung ke pasar dengan selang waktu sekali seminggu. Biji kopi dijual dengan harga rata-rata Rp. 200.000,- per kalengnya. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat menanam kopi dikarenakan selain dapat menambah penghasilan yang rutin setiap minggunya dapat juga menjaga lahan dari kelongsoran yang kerap terjadi di desa tersebut. Selain bermanfaat dari segi ekonomi, kopi juga bermanfaat dari segi ekologinya dimana kulit buah kopi hasil penggilingan dapat dijadikan kompos untuk memperbaiki kondisi tanah disana.

Cokelat umumnya dapat berbuah mulai dari umur 2-3 tahun. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah bijinya. Jika sudah cukup umur, buah cokelat akan mengalami perubahan warna menjadi kuning dan dapat dipanen setiap hari namun dengan jumlah yang sedikit sehingga biji cokelat tersebut dikumpulkan

terlebih dahulu selama satu bulan dan kemudian dapat dijual. Tanaman coklat ditanam diantara tanaman kopi dan kemiri sebagai penaung. Dari hasil penelitian, petani yang memanfaatkan tanaman ini hanya 4 responden saja. Para petani dapat menghasilkan coklat rata-rata sebanyak 35 kg/bulannya. masyarakat di desa ini menjual hasil panen biji cokelat ke pasar dengan kondisi yang sudah kering/ dijemur terlebih dahulu dengan harga Rp. 20.000,-/ kg.

Jahe dengan berbagai varietasnya seringkali dimanfaatkan sebagai bumbu masak oleh para ibu rumah tangga, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Selain itu, tanaman jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi jahe instan, asinan, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Budidaya tanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dikarenakan tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Jahe yang ditanam pada musim kemarau akan meningkatkan biaya produksi yang besar, terutama biaya pengairan. Kalaupun lahan budidaya memiliki sumber air yang memadai, namun pertumbuhan tanaman jahe akan sedikit terhambat, karena suhu udara yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman muda. Selama 5 tahun terakhir, budidaya jahe di Desa Parbaba Dolok mengalami penurunan akibat adanya penyakit yang menyerang tanaman jahe. Hal ini disebabkan tidak adanya informasi serta kurangnya peran dari pihak terkait dalam mengatasi permasalahan tersebut. Setelah beberapa waktu berjalan tanpa menanam jahe, pada akhir tahun 2013 penduduk Desa Parbaba Dolok mendapat bantuan bibit jahe dari pemerintah dan dari sanalah awal dari panen raya pada Juli-Agustus 2014 silam. Penduduk

berharap bibit yang mereka kembangkan dari hasil panen raya tersebut dapat menghasilkan jahe yang berkualitas seperti yang dihasilkan sebelumnya. Rimpang untuk dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2-3 bakal mata tunas dengan bobot sekitar 40-60 g. Jahe dapat dipanen setelah ditanam sekitar 8-9 bulan. Dari hasil penelitian, petani yang memanfaatkan jahe di lahan miliknya adalah sebanyak 25 orang dengan rata-rata yang dihasilkan sebanyak 2.494 kg/tahun. Hasil panen jahe tersebut dipasarkan dengan harga Rp. 5.000/ kg.

Pada pola hutan rakyat di desa ini, pisang tumbuh secara alami dan ada juga yang sengaja ditanam. Menurut BAPPENAS (2000), tanaman tumpang sari/ lorong dapat berupa sayur-sayuran atau tanaman pangan semusim. Kebanyakan pisang ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan kopi. Masyarakat di desa ini biasanya menanam pisang barangan dan pisang kapok. Bagian tanaman yang diambil adalah buahnya saja. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan buah ini sebanyak 24 orang (15 %). Buah pisang biasanya dikonsumsi pribadi maupun dibagikan ke tetangga yang meminta, namun jika berbuah baik dan banyak maka pisang bisa dijual kepasar. Pisang dijual seharga Rp. 80.000/ tandan.

Tanaman palawija seperti jagung (Zea mays)merupakan salah satu tanaman pengisi lahan hutan rakyat. Bagian jagung yang dimanfaatkan adalah buahnya. Tanaman palawija ini dapat dipanen 2 kali dalam setahun dan apabila masa produksi habis maka tanaman akan mati. Tanaman tersebut sangat membutuhkan perawatan khusus karena sangat rentan terhadap serangan hama penyakit, sehingga dalam sekali 2 minggu harus melakukan penyemprotan obat anti hama supaya tanaman tidak rusak dan mati. Pola tanaman sangat

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada pola tumpang sari, tanaman juga harus diperhatikan intensitas cahayanya, terutama pada tanaman yang ternaungi. Intensitas cahaya yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang baik pada tanaman. Menurut Warsana (2009), sebaran sinar matahari sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan antar tanaman yang ditumpang sarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari.

Kemiri dan alpukat merupakan tanaman yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan rumah tangga di desa ini. Tanaman keras ini tumbuh secara alami dan tanpa ada perawatan khusus. Tanaman ini dibiarkan hidup hanya untuk sebagai penaung terhadap tumbuhan dibawahnya, namun ternyata dapat diambil hasilnya dan dapat menambah penghasilan. Berdasarkan wawancara dengan responden, sebenarnya kemiri dan alpukat ini jika dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pendapatan mereka. Hal tersebut didukung pernyataan Widiarti dan Sukaesih (2008), yaitu besarnya kontribusi hasil dari kebun seharusnya diikuti dengan memberikan perhatian yang serius dalam hal pengelolaannya. Yang perlu diusahakan yaitu, dengan memperhatikan sifat fisiologi pohon, tajuk dan perakaran. Petani yang memanfaatkan kemiri yaitu sebanyak 6 responden. Bagian kemiri yang dimanfaatkan adalah bijinya. Petani menjual biji kemiri ke agen dengan harga Rp. 5.000/ kg. Sementara yang memanfaatkan alpukat yaitu sebanyak 9 petani dengan rata-rata buah alpukat yang dihasilkan sebanyak 461,1 kg/ musim. Buah alpukat yang dijual harus dengan kondisi yang hampir matang dan berukuran besar. Alpukat dijual ke pasar atau agen dengan harga rata-rata Rp. 7.000/ kg.

Mangga dan nangka merupakan tanaman buah-buahan yang dimanfaatkan di lahan hutan rakyat petani Parbaba Dolok. Mangga dan nangka di desa ini masih tergolong sedikit karena kurang tanaman ini kurang baik tumbuh didaaerah ini. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan masyarakat, setiap ingin musim berbuah, kebanyakan bunga yang gugur sehingga gagal menjadi buah, sehingga hasil tidak sesuai dengan harapan petani. Mangga yang dihasilkan rata-rata hanya 55,71 kg/ tahun dan nangka hanya 48 buah/ tahun dan kadang-kadang dalam setahun pohon mangga maupun nangka tidak beRp.roduksi. Ini membuktikan bahwa hasil dari kedua jenis tanaman di desa ini masih sangat rendah. Mangga yang dijual kepasar dihargai sebesar Rp. 15.000/kg dan nangka dihargai sebesar Rp.10.000/ buah.

Ubi kayu merupakan tanaman umbi-umbian yang cocok dikombinasikan dengan tanaman lainnya dilahan hutan rakyat. Salah satu pengkombinasiannya adalah dengan tanaman kopi. Bagian tanaman ubi kayu yang diambil adalah umbinya dan juga daunnya yang dapat dijadikan sayur. Ubi kayu yang dihasilkan dari desa ini adalah sekitar 410 kg/ musim. Petani menjual ubi kayu tersebut kepasar dengan harga Rp. 1.500/kg. dari sini dapat dilihat walaupun dengan harga yang murah tetapi petani tetap menanam ubi kayu karena sekali memproduksi hasil yang didapat cukup banyak dan tidak perlu ada perawatan khusus.

Komponen peternakan yang dimanfaatkan di desa ini adalah babi, kambing dan kerbau. Hewan-hewan ini dipelihara dengan cara diberi kandang di sekitar perladangan petani. Lain halnya dengan kerbau, tenak ini biasanya dilepas disiang hari untuk mencari makan. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat memelihara hewan-hewan ini karena sumber pakan yang melimpah yang tumbuh

secara liar dilahan pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak sehingga tidak memerlukan biaya yang banyak untuk memelihara ternak tersebut. Ternak babi dapat dijual setelah dipelihara selama 8 bulan dan kerbau membutuhkan waktu 3-4tahun. Hewan ternak ini dijual kepasar dalam keadaan hidup. Ternak babi dijual dengan harga Rp. 25.000/ kg dan kerbauseharga Rp. 100.000/ kg.

Nilai Ekonomi Produk Hutan Rakyat

Nilai ekonomi jenis-jenis produk hutan rakyat diperoleh dari perkalian antara total pengambilan per unit per tahun dengan harga hasil hutan per unit per jenis barang per tahun. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa jenis produk hutan rakyat menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, Nurfatriani (2006) mengatakan bahwa nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan yang ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Hutan Rakyat

No Produk Satuan Xi N FP TP Persentase

1 Alpukat (Persea americana) Kg 461,11 9 1 4150 5,63 %

2 Aren (Arenga pinnata) Liter 32,67 12 12 4704 7,50 %

3 Cokelat (Cacao Sp) Kg 35 4 12 1680 2,50%

4 Jahe (Zingiber officinale) Kg 2494 25 1 62350 15,63%

5 Jagung (Zea mays) Kg 250 2 2 1000 1,25%

6 Kelapa (Cocos nucifera) Buah 42,5 8 2 680 5,00%

7 Kemiri(Aleuritesmoluccana) Kg 155 6 2 1860 3,75%

8 Kopi (Coffea spp) Klg 4,52 31 12 1680 19,38%

9 Mangga (Mangifera indica) Kg 55,71 7 1 390 4,38%

10 Nangka (ArtocaRp.us heterophyllus) Buah 48 5 1 240 3,13%

11 Pisang (Musa paradisiaca) Tdn 16,92 24 1 406 15,00%

12 Ubi kayu (Manihot utilisima) Kg 410 5 2 4100 3,13%

13 Ternak Kg 150 8 1 1200 5,00%

14 Kayu bakar Ikat 17,71 14 12 2976 8,75%

TOTAL 160 100%

Ket : Xi = Jumlah barang yang diambil responden n = Jumlah pengambil per jenis

FP = Frekuensi Pengambilan TP = Total pengambilan per tahun

Hasil perhitungan hingga diperoleh total pengambilan per jenis per tahun dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa besarnya pemanfaatan tiap jenis produk hutan rakyat dipengaruhi oleh jumlah barang yang diambil tiap responden dan frekuensi pengambilan. Masyarakat berhasil menuai panen dari jenis produk hutan rakyat dalam takaran yang cukup banyak. Hal ini membuktikan masyarakat mampu mengolah lahan dengan baik sehingga produksi lahan dinyatakan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan produk hutan rakyat memberikan nilai guna langsung bagi petani berupa makanan, kayu, maupun tanaman obat. Bahruni (1999) mengatakan nilai guna langsung merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat terhadap komoditas hasil hutan berupa flora dan fauna.

Jenis produk hutan rakyat yang banyak dimanfaatkan masyarakat berdasarkan persentase jumlah pengambil per jenis adalah kopi yaitu sebanyak 31 orang (19,38%). Kemudian diikuti dengan jahe dan pisang masing – masing sebanyak 25 orang (15,63%) dan 24 orang (15%). Sementara itu, jenis produk yang sedikit dimanfaatkan masyarakat adalah jagung yaitu sebanyak 2 orang (1,25%). Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk memperoleh nilai jenis-jenis produk hutan rakyat. Secara terperinci, persentase nilai ekonomi produk hutan rakyat dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase Nilai Ekonomi (Rp./ tahun) Produk Hutan Rakyat

No Produk Satuan TP Harga NE (Rp./Thn) %NE

1 Alpukat (Persea americana) Kg 4.150 Rp. 7.000 Rp. 29.050.000 3,12

2 Aren (Arenga pinnata) Liter 4.704 Rp. 5.000 Rp. 23.520.000 2,53

3 Cokelat (Cacao Sp) Kg 1.680 Rp. 20.000 Rp. 33.600.000 3,61

4 Jahe (Zingiber officinale) Kg 62.350 Rp. 5.000 Rp.311.750.000 33,47

5 Jagung (Zea mays) Kg 1.000 Rp. 20.000 Rp. 20.000.000 2,15

6 Kelapa (Cocos nucifera) Buah 680 Rp. 2.000 Rp. 1.360.000 0,15

7 Kemiri(Aleuritesmoluccana) Kg 1.860 Rp. 5.000 Rp. 9.300.000 1,00

8 Kopi (Coffea spp) Kaleng 1.680 Rp.200.000 Rp.336.000.000 36,08

9 Mangga (Mangifera indica) Kg 390 Rp. 15.000 Rp. 5.850.000 0,63

10 Nangka (A. heterophyllus) Buah 240 Rp. 10.000 Rp. 2.400.000 0,26

11 Pisang (Musa paradisiaca) Tandan 406 Rp. 80.000 Rp. 32.480.000 3,49

12 Ubi kayu (Manihot utilisima) Kg 4.100 Rp. 1.500 Rp. 6.150.000 0,66

13 Ternak

Babi Kg 200 Rp. 25.000 Rp. 5.000.000 0,54

Kerbau / kambing Kg 1.000 Rp.100.000 Rp.100.000.000 10,74

14 Kayu bakar Ikat 2.976 Rp.5.000 Rp. 14.880.000 1,60

TOTAL Rp.931.340.000 100

Ket : TP = Total Pengambilan NE = Nilai Ekonomi

%NE = Persentase Nilai Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua produk hutan rakyat yang ditanam dan dimanfaatkan oleh petani telah tersedia informasi tentang harganya di pasaran sehingga penilaiannya juga sudah bisa dilakukan berdasarkan harga pasar tanpa melakukan pendekatan- pendekatan dimana hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bahruni (1999), jika nilai sumberdaya (ekosistem) hutan telah tersedia informasinya, maka

pengelola hutan dapat memanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa total nilai ekonomi produk hutan rakyat secara komersil oleh petani Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir adalah sebesar Rp.931.340.000,- per tahun. Jenis produk yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi Rp.336.000.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 36,08%. Hal ini disebabkan karena jenis kopi yang ditanam yaitu kopi ateng dengan produksi buah yang cukup cepat sehingga dalam seminggu petani dapat memetik buah yang rutin setiap minggu. Jenis produksi selanjutnya yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah jahe dengan nilai ekonomi Rp.311.750.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 33,47%. Hal ini dikarenakan aren dapat berproduksi dari 5-6 bulan dengan frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap hari dengan rata-rata air nira yang dihasilkan 1 liter per harinya per pohon.

Jenis produk hutan rakyat yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan rumah tangga petani adalah kelapa dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 1.360.000 atau sekitar 0,15%. Disusul dengan buah nangka dengan kontribusi sebesar Rp. 2.400.000 atau sekitar 0,26%. Menurut wawancara dengan petani, Kedua produk tersebut ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari saja karena ditanam hanya dipinggiran lahan. Besar kecilnya nilai ekonomi jenis-jenis produk hutan rakyat sangat tergantung pada jumlah barang yang diambil, frekuensi pengambilan, total pengambilan, harga tiap jenis produk dan tiap satuannya.

Kontribusi Produk Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa Parbaba Dolok memiliki beragam profesi, namun umumnya masyarakat di desa ini bekerja sebagai petani. Responden yang diteliti adalah masyarakat yang memiliki lahan hutan rakyat sehingga petani memperoleh pendapatan dari penggunan lahan sistem hutan rakyat tersebut. Pendapatan bersih rumah tangga yang diperoleh dari pemanfaatan produk hutan rakyat dapat dilihat pada lampiran 6. Dari lampiran tersebut diketahui bahwa pendapatan bersih masyarakat dari hutan rakyat diperoleh dari pengurangan antara pendapatan kotor hutan rakyat dengan pengeluaran dalam praktik hutan rakyat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pendapatan bersih dari praktik hutan rakyat sebesar Rp.835.820.000/ tahun.

Gambar 3. Diagram persentase pendapatan bersih hutan rakyat

Pendapatan kotor dari produk hutan rakyat merupakan penjumlahan nilai ekonomi masing-masing produk yang dimanfaatkan oleh masing-masing responden yaitu dengan jumlah Rp.931.340.000/ tahun .Pemanfaatan jenis-jenis

Rp 931.340.000 Rp 95.520.000

Pendapatan Kotor dari hutan rakyat

Pengeluaran pengelolaan hutan rakyat

produk hutan rakyat pada masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 2. Sementara itu, pengeluaran dari praktik hutan rakyat oleh masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 5 dengan jumlah pengeluaran yaitu sebesar Rp. 95.520.000/ tahun. Pengeluaran ini dapat berupa pembelian pupuk, perawatan, dan upah tenaga kerja.

Petani di desa ini umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga dalam praktik hutan rakyat, namun pada lahan yang cukup luas, petani menyewa tenaga kerja dari luar. Hal ini pastinya menambah pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja. Muljadi (1987) mengatakan semakin banyak anggota keluarga yang terlibat, maka akan mengurangi pengeluaran karena mendeskripsikan jumlah orang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, apalagi jika lahannya luas. Hal ini mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja dari luar anggota keluarga sehingga dapat menekan pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja.

Dokumen terkait