Dinamika Progresi Penyakit HIV
Validasi model dengan dengan data eksperimen.
Untuk lebih memahami tipekal dinamika dari progresi penyakit HIV, dalam individu yang tidak diobati, kami perlihatkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Tipe dinamika dari individu yang terinfeksi HIV dari data eksperimen. Data ini diambil dari [Pennisi dan Cohen, 1996].
Dalam gambaran ini sel T CD4+ dinyatakan turun secara linier kira-kira dari 1000/mm3 ke 0/mm3 selama 10 tahun. Pada waktu yang sama berangsur-angsur ada kenaikan dalam jumlah virus selama tahap asimptomatik dari penyakit dan kemudian meningkat cepat pada beberapa golongan dan berlanjut pada tahap selanjutnya yaitu AIDS.
Dengan menggunakan sofware Matlab R2008b melalui solusi numerik dari persamaan (1) dan (2), dengan mensubstitusikan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 1 maka diperoleh grafik dinamika progresi penyakit HIV dari individu yang tidak diobati pada Gambar 2 dibawah ini
Gambar 2. Progresi penyakit dari individu yang tidak diobati. Simulasi numerik dari model persamaan (1) – (2) dengan nilai parameter dari Tabel 1. Gambar 2 diatas memperlihatkan grafik hubungan antara populasi sel T CD4+(T)
dan populasi virus (V) terhadap waktu (t). Dimana pola yang diberikan sama dengan grafik pada Gambar 1 yang dihasilkan dari data yang diambil dari [Pennisi dan Cohen, 1996]. Penanda dari progresi penyakit HIV yaitu sel T CD4+ mengalami penurunan secara linier selama 6 tahun dari jumlah 1000 mm3 ke 0 mm3 dan jumlah populasi virus terus meningkat sampai tak terhingga.
Solusi numerik untuk Immunotherapy Terapi suntik subkutan
Untuk terapi dengan cara suntik subkutan kami menggunakan dosis
interleukin-2 yang berbeda-beda pada jumlah awal sel T CD4+ dan jumlah awal virus yang sama dalam jangka waktu yang terbatas (selama 360 hari), disini kami mempelajari prediksi dari model persamaan (3) dan (4) dengan menggunakan solusi numerik, untuk melihat efek dan dosis yang tepat dari immunotherapy
dengan menggunakan interleukin-2 pada penyakit HIV.
Prediksi Immunotherapy dosis rendah
Melalui solusi numerik dengan menggunkan software Matlab R2008b, yang dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter yang terdapat pada Tabel 1 ke dalam persamaan (3) dan (4), sehingga diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4+ (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t)
1 10 100 1000 10000 100000 0 200 400 600 800 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Vi ru s/m l Se l T CD4+ /m m 3 Waktu (tahun)
(a) (b)
Gambar 3. Model terapi subkutan dari IL-2 dengan dosis rendah dimana r(t) = 0.0001. Model persamaan (3) dan (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4+ dan (b) untuk virus.
Gambar 3 di atas menunjukkan perubahan waktu untuk jumlah sel T CD4+(T) dan jumlah populasi virus (V). Jika dosis IL-2 yang diberikan terlalu rendah dengan jumlah sel T CD4+ (T) awal adalah 347 mm3 dan jumlah populasi virus (V) awal adalah 8547 ml, karena V(0) > 0 dan dengan menghitung nilai �< 2�, dimana
T adalah jumlah sel T CD4+ pada akhir terapi, maka sistem dalam keadaan tidak stabil yang berarti akan terus menurunkan jumlah sel T CD4+ pada level AIDS dan jumlah virus akan terus meningkat. Dengan dosis IL-2 r(t) = 0.0001 terjadi kenaikan dalam jumlah virus yang cukup tajam yaitu sebesar 5079 ml selama 6 bulan dengan peningkatan rata-rata tiap bulannya sebesar 846.5 ml. Sedangkan untuk jumlah sel T CD4+ selama 6 bulan mengalami penurunan sebesar 54 mm3 dengan rata-rata penurunan untuk tiap bulannya adalah 9 mm3 dan akan mencapai level AIDS (timbulnya infeksi oportunistik) pada saat jumlah jumlah sel TCD4+ < 200 mm3 pada saat t = 501 hari.
Prediksi Immunotherapy dosis sedang
Untuk dosis IL-2 sedang melalui solusi numerik dengan menggunakan
software Matlab R2008b, yang dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter ke dalam persamaan (3) dan (4), diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4+ (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t)
200 300 400 500 0 30 60 90 120 150 180 S e l C D 4+ /m m 3 Waktu (hari) Model simulasi Data ekperimen 8000 10000 12000 14000 16000 0 30 60 90 120 150 180 Vi rus /m l Waktu (hari)
(a) (b)
Gambar 4. Model terapi subkutan IL-2 dengan dosis sedang dimana r(t) = 0.003. Model persamaan (3) - (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4+ dan (b) untuk virus.
Dari gambar 4 di atas menunjukkan perubahan waktu terhadap jumlah sel T CD4+ (T) dan jumlah populasi virus (V). Dengan jumlah sel T CD4+(T) awal dan jumlah populasi virus (V) awal adalah sama dengan jumlah yang diberikan pada terapi dosis rendah, karena adanya populasi virus maka sistem dalam keadaan tidak stabil yang berarti akan terus menurunkan jumlah sel T CD4+ dan jumlah virus akan terus meningkat. Dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) = 0.003 terjadi kenaikan jumlah sel T CD4+ selama 6 bulan, untuk data eksperimen rata-rata kenaikan untuk tiap bulannya adalah 33 mm3, sedangkan untuk model simulasi rata-rata kenaikan tiap bulannya adalah 26 mm3 dan akan mencapai jumlah normal (jumlah sel T CD4+ < 1000) pada saat t = 530 hari. Sedangkan jumlah populasi virus mengalami penurunan rata-rata tiap bulannya untuk data eksperimen adalah 132 ml sedangkan untuk model simulasi penurunan tiap bulannya adalah 161.58 ml.
Prediksi Immunotherapy dosis tinggi
Pada dosis IL-2 tinggi melalui solusi numerik dengan menggunakan
software Matlab R2008b, dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter ke dalam persamaan (3) dan (4), diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4+ (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t) yang dapat dilihat pada Gambar 5. 250 350 450 550 650 0 30 60 90 120 150 180 S e l C D 4+ T ( m m 3) Waktu (hari) Model simulasi Data eksperimen 2000 6000 10000 14000 18000 22000 0 30 60 90 120 150 180 Vi rus ( m l) Waktu(hari) Model simulasi Data eksperimen
Gambar 5 di bawah menunjukkan perubahan waktu terhadap jumlah sel T CD4+ (T) dan jumlah populasi virus (V). Jumlah populasi sel T CD4+ (T) awal dan jumlah populasi virus (V) awal adalah sama dengan yang digunakan pada terapi dosis rendah, karena (V) > 0 maka sistem dalam keadaan tidak stabil yang berarti dalam jangka waktu yang lama akan terjadi penurunan jumlah sel T CD4+ dan jumlah virus akan terus meningkat. Dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) = 0.006 terjadi kenaikan jumlah sel T CD4+ yang cukup besar selama 6 bulan dengan rata-rata kenaikan untuk tiap bulannya adalah 84.92 ml. Nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan data eksperimen yang rata-rata perbulannya adalah sebesar 33 ml.
Terapi dengan menggunakan dosis IL-2 yang cukup tinggi memang efektif meningkatkan jumlah populasi sel T CD4+, tetapi penggunaan IL-2 dengan dosis tinggi dapat menimbulkan efek samping yang sangat toksik/beracun terhadap individu tertentu [Jacobson, 1996a].
(a) (b)
Gambar 5. Model terapi subkutan IL-2 dengan dosis tinggi dimana r(t) = 0.006. Model persamaan (3) dan (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4+ dan (b) untuk virus.
Terapi infus intravena
Dalam [Kovacs, 1996] 31 pasien yang terinfeksi HIV di terapi IL-2 dengan cara intravena melalui 6 siklus dengan setiap siklus terdiri atas 5 hari dengan interval setiap siklus adalah dua bulan. Pasien mempunyai sel T CD4+ dengan jumlah rata-rata 427/mm3 (dengan rentang 188 sampai 753/mm3) pada awal
300 450 600 750 900 0 30 60 90 120 150 180 S e l C D 4+ T ( m m 3) Waktu (hari) Model simulasi Data eksperimen 2000 6000 10000 14000 18000 0 30 60 90 120 150 180 Vi rus ( m l) Waktu (hari) Model simulasi Data eksperimen
pengobatan. Rata-rata jumlah virus pada awal pengobatan untuk semua pasien adalah 39 x 103/ml (dengan rentang 9 x 103– 19.1 x 104/ml). Rata-rata level dosis per siklus menurun dari 76 juta IU untuk siklus pertama menjadi 39 juta IU untuk siklus ke 6. Perubahan jumlah sel T CD4+ dan jumlah virus setelah diberi terapi dilihat selama 12 bulan.
Data dari [Kovacs, 1996] dan simulasi dari persamaan (3) dan (4) diberikan dalam Gambar 6. Dalam simulasi, parameter pengobatan dipilih dari hubungan karakteristik pada pasien dalam [Kovacs, 1996] selama terapi imun. Dalam Gambar 6 memperlihatkan perubahan waktu terhadap jumlah sel T CD4+ selama diberi terapi. Rata-rata kenaikan jumlah sel T CD4+ untuk tiap bulannya pada model simulasi adalah 41.58 mm3 dan 40.75 mm3 untuk data eksperimen. Jumlah sel T CD4+ mencapai jumlah normal pada saat t = 300 hari, tetapi setelah hari ke 330 jumlah sel T CD4+ perlahan-lahan mengalami penurunan lagi. Jumlah virus tidak berubah banyak selama pengobatan dilihat dalam data [Kovacs, 1996], dan model memprediksikan muatan virus akan sedikit menurun selama dilakukannya terapi.
Gambar 6. Terapi IL-2 dengan cara intravena. Model persamaan (3)–(4) dibandingkan dengan data dari [Kovacs, 1996]. Terapi diberikan selama 6 siklus dengan interval dua bulan. Fungsi pengobatan adalah
r (t) = 1 − 2 , dimana c1 dan c2 berbeda untuk 6 siklus, dimulai dengan dosis besar dan berakhir dengan dosis kecil. Siklus 1: c1 = 0.08, c2 = 0.4 ; siklus 2: c1 = 0.05, c2 = 0.4 ; siklus 3: c1 = 0.04, c2 = 0.4 ; siklus 4: c1 = 0.03, c2 = 0.5 ; siklus 5: c1 = 0.02, c2 = 0.5 ; siklus 6: c1 = 0.02, c2 = 0.5.
Dalam Gambar 7 kami memberikan simulasi lain dari model persamaan (3) dan (4) dengan menggunakan nilai parameter yang ada dalam Tabel 1, tetapi dengan jumlah sel T CD4+ awal adalah 100/mm3. Dalam simulasi ini, ketika
200 400 600 800 1000 1200 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 C D 4+ T Waktu (hari) Model simulasi Data eksperimen
pengobatan di mulai terlambat (penyakit HIV sudah dalam tingkat simptomatik), kami memberikan terapi IL-2 dengan dosis yang tidak berkurang terlalu banyak (menggunakan dosis besar). Dengan menggunakan dosis yang ada pada Gambar 7, terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam jumlah sel T CD4+ dengan rata-rata kenaikan tiap bulannya adalah 50.25 mm3. Jumlah sel T CD4+ melebihi batas tingkat simptomatik pada saat t = 90 hari.
Gambar 7. Terapi IL-2 dengan cara intravena. Pengobatan dengan model persamaan (3)-(4) dimana jumlah sel T CD4+ awal sangat rendah (tahap simptomatik). Menggunakan dosis yang tidak terlalu berbeda. siklus 1: c1 = 0.08, c2 = 0.4 ; siklus 2: c1 = 0.08, c2 = 0.4 ; siklus 3: c1 = 0.08, c2 = 0.4 ; siklus 4: c1 = 0.05, c2 = 0.4 ; siklus 5: c1 = 0.05, c2 = 0.4 ; siklus 6: c1 = 0.05, c2 = 0.4.
Prediksi Immunotherapy yang gagal
Terapi pada penyakit HIV yang dilakukan dengan cara immunotherapy
menggunakan IL-2 memang dapat meningkatkan jumlah populasi sel T CD4+ dan replikasi virus dapat ditekan atau bahkan berkurang. Tetapi jika pemberian terapi sudah pada tahap simptomatik dengan jumlah awal sel T CD4+ < 200 mm3 maka pemberian terapi dengan IL-2 dengan menggunakan dosis berapa pun tidak akan meningkatkan jumlah sel T CD4+ [kovacs, 1996] bahkan immunologi mengalami penurunan selama terapi [Pahwa, 1998], baik itu terapi dengan cara subkutan maupun dengan cara infus intravena.
Hasil prediksi dengan menggunakan model simulasi dari persamaan (3)–(4) menghasilkan grafik pada Gambar 8 di bawah ini. Gambar 8(a) memperlihatkan terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 rendah r(t) = 0.0001. Terlihat dengan menggunakan dosis rendah jumlah sel T CD4+ terus mengalami
0 200 400 600 800 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 C D 4+ T ( m m 3) Waktu (hari)
penurunan sampai hari ke 180. Pada hari ke 180 jumlah sel T CD4+ mencapai jumlah yang sangat rendah yaitu 30 mm3.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8. Terapi subkutan IL-2 pada pasien HIV dengan jumlah T (0) < 200 mm3, V (0) = 10.000 ml dengan menggunakan dosis IL-2 yang berbeda. (a) r(t) = 0.0001 (b) r(t) = 0.003 (c) r(t) = 0.0035 dan (d)
r(t) = 0.006.
Gambar 8(b) memperlihatkan terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 sedang r(t) = 0.003. Terlihat dengan menggunakan dosis sedang jumlah sel T CD4+ dapat bertahan selama 30 hari tanpa mengalami penurunan, tetapi setelah hari ke 31 jumlah sel T CD4+ terus mengalami penurunan sampai hari ke 180. Pada hari ke 180 jumlah sel T CD4+ mencapai jumlah 85 mm3. Gambar 8(c) memperlihatkan terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 optimal r(t) = 0.0035. Terlihat dengan menggunakan dosis optimal jumlah sel T CD4+ mengalami peningkatan selama 30 hari, tetapi setelah hari ke 31 jumlah sel T CD4+ terus mengalami sedikit penurunan sampai hari ke 180. Pada hari ke 180 jumlah sel T CD4+ mencapai jumlah 98 mm3. Melalui terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 tinggi r(t) = 0.006, Gambar 8(d) memang terlihat
0 30 60 90 120 150 180 30 50 70 90 110 Waktu (hari) S e l C D 4 + T 0 30 60 90 120 150 180 84 88 92 96 100 104 Waktu (hari) S e l C D 4 + T 0 30 60 90 120 150 180 96 98 100 102 104 Waktu (hari) S e l C D 4 + T 0 30 60 90 120 150 180 100 120 140 160 180 200 Waktu (hari) S e l C D 4 + T
peningkatan jumlah populasi sel T CD4+, tetapi kenaikannya sangat sedikit sekali bahkan terapi selama 180 hari tidak bisa menaikkan jumlah sel T CD4+ lebih dari 200 mm3. Sedangkan untuk populasi virus mengalami peningkatan.
Dalam Gambar 9 kami memberikan simulasi lain dari model persamaan (3) dan (4) dengan menggunakan nilai parameter yang ada dalam Tabel 1, tetapi dengan jumlah sel T CD4+ awal adalah 100/mm3. Dalam simulasi ini, ketika pengobatan di mulai terlambat (penyakit HIV sudah dalam tingkat simptomatik), terapi IL-2 secara infus intravena yang diberikan dengan dosis yang sama pada Gambar 6 tidak akan memberikan hasil yang signifikan. Walaupun jumlah sel T CD4+ mengalami kenaikan tetapi selama 360 hari diberikan terapi jumlah sel T CD4+ tidak bisa melebihi batas tahap penyakit oportunistik (>200 mm3).
Gambar 9. Terapi IL-2 dengan cara intravena. Pengobatan dengan model persamaan (3)-(4) dimana jumlah sel CD4+ T awal rendah (tahap simptomatik). Menggunakan dosis yang sama dengan yang diberikan pada Gambar 6.
Prediksi Immunotherapy optimal
Immunotherapy dengan menggunakan IL-2 pada infeksi HIV memang dapat meningkatkan jumlah sel T CD4+, baik itu dengan cara suntik subkutan maupun melalui cara infus intravena. Tetapi terapi yang optimal bukan hanya bisa menaikkan jumlah sel T CD4+, tapi juga harus bisa menekan replikasi virus dan bersifat tidak toksis [Pahwa, 1998]. Dari data [Pahwa, 1998] terapi dengan cara suntik subkutan lebih aman digunakan dibandingkan dengan cara infus intravena, karena efek samping yang ditimbulkan bisa lebih ditoleransi dibandingkan cara infus intravena. Dengan dosis 187.500 IU – 250.000 IU/m2/hari dari
100 150 200 250 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 C D 4+ T ( m m 3) Waktu (hari)
[Jacobson,1996] merupakan dosis yang tidak menimbulkan replikasi virus dan bersifat tidak toksik/beracun.
Melalui solusi numerik dengan menggunakan software Matlab R2008b, yang dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter dari tabel 1 ke dalam persamaan (3) dan (4), kami coba menvariasikan dosis yang digunakan untuk melihat hasil yang paling mendekati dengan data eksperimen [Jacobson, 1996]. Dari hasil simulasi diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4+ (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t)
(a) (b)
Gambar 10. Terapi subkutan IL-2 yang optimal dengan jumlah T (0) < 347 mm3,
V (0) = 39000 ml dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) = 0.0035.
Dengan dosis IL-2 r(t) = 0.0035, populasi sel T CD4+ meningkat cepat, pada t = 180 hari mencapai 547.9741 mm3 dengan rata-rata kenaikan jumlah sel T CD4+ untuk tiap bulannya adalah 33.4956 mm3 dan populasi virus HIV pada t = 30 hari mengalami kenaikan dan mulai menurun setelah hari ke 30. Dan jika terapi dilanjutkan maka pada t = 450 hari jumlah populasi sel T CD4+ akan mencapai jumlah normal dalam darah yaitu sebesar 1000 mm3.
300 400 500 600 0 30 60 90 120 150 180 S e l C D 4+ T Waktu (hari) Model simulasi Data eksperimen 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 30 60 90 120 150 180 Vi rus ( m l) Waktu (hari) Model simulasi Data eksperimen
KESIMPULAN
Berdasarkan model immunotherapy pada infeksi HIV yang kami sajikan dan dengan pemahaman berbagai aspek efek terapi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Dari model dapat dilihat dinamika progresi penyakit HIV, nilai dari penurunan jumlah sel T CD4+ sampai batas nol dan peningkatan jumlah virus ke nilai yang tak terhingga dalam kurun waktu kurang lebih 6 tahun
dari “set point” yang ditetapkan.
2. Immunotherapy dengan menggunakan interleukin-2 dapat meningkatkan jumlah sel T CD4+, tetapi tidak bisa mengurangi jumlah virus HIV sampai nol (habis), jadi hanya dapat memperlambat penyakit HIV ke tingkatan oportunistik.
3. Dosis interleukin-2 yang optimal antara adalah dosis yang dapat meningkatkan jumlah sel T CD4+ secara signifikan, tetapi bersifat tidak toksik/beracun dan tidak meningkatkan replikasi virus.
4. Immunotherapy dengan interleukin-2 dapat digabung dengan terapi/pengobatan lainnya untuk menghindari mutasi dan resistansi dari virus HIV.
5. Cara pemberian dosis, jumlah dosis yang di berikan dan jumlah sel T CD4+ awal dimulai terapi adalah hal utama yang menentukan hasil terapi yang optimal.