• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Fisika Tanah

Tekstur merupakan karakter fisik tanah yang perlu diketahui, karena dapat menunjukkan sifat fisik dan kimia suatu tanah, seperti daya sorpsi tanah terhadap zat pencemar. Salah satu sifat penting yang menunjukkan variasi dalam kondisi lapangan bagi transport kontaminan adalah hantaran hidraulik

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah jenis pasir, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6Tanah pasir sebagai media percobaan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Hasil pengujian sifat fisika tanahdi laboratorium menunjukkantekstur tanah pasir dengan nilai hantaran hidraulik rata-rata sebesar 4,3 m/hari, porositas 41,6%, bobot isi 1,3 g/ml, dan kapasitas lapang 25,2% dari volume tanah.

Pencucian Tanah Salin

Salinitas merupakan tingkat kadar garam yang terlarut di dalam air. Tanah dikatakan salin apabila mengandung garam terlarut dalam jumlah tinggi sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Menurut Suwarno (1985) pengaruh salinitas terhadap tanaman mencakup tiga aspek yaitu, mempengaruhi tekanan osmosis, keseimbangan hara, dan pengaruh racun. Selain itu garam juga dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Menurut Ayers dan Westcot (1976), salinitas pada umumnya bersumber pada tanah dan air dalam tanah, dimana nilai salinitas air dalam tanah dapat mempengaruhi derajat salinitas tanah yang diukur pada suhu standar. Pada percobaan yang dilakukan, pengukuran nilai salinitas diperoleh dari nilai hantaran listrik(electrical conductivity). Nilai hantaran listrik(EC) dinyatakan dengan satuan mS/cm pada suhu 250C, namun beberapa sumber menggunakan dS/m sebagai satuan EC (1 dS/cm = 1 mS/cm = 1 mmhos/cm ≈ 0,1-0,12 meq/L).

Untuk mendapatkan kondisi tanah yang salin, seperti di lahan pertanian pasca bencana tsunami, dalam penelitian dilakukan simulasi kontaminasi garam secara manual, dengan cara menjenuhkan tanah dengan larutan garam. Hasil kontaminasi garam tersaji pada Lampiran 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang diberikan, maka hantaran listrik pada contoh uji tanah (ECe) akan semakin meningkat. Selain itu adanya perbedaan nilai salinitas air sebelum dan setelah keluar dari profil tanah menunjukkan adanya proses pengendapan garam di dalam tanah.

Tanaman akan menghisap sebagian besar air dari bagian atas daerah perakaranmelalui suatu proses yang disebut osmosis. Proses osmosis melibatkan pergerakan air dari tempat dengan konsentrasi garam rendah ke tempat yang memiliki konsentrasi garam tinggi. Jika konsentrasi garam pada tanah lebih tinggidibandingkan dengan di dalam sel-sel akar, maka tanah akan menyerap air

12

dari akar, dan tanaman akan layu bahkan mati (FAO 2005). Oleh karena itu mengelola kondisi optimum bagian atas perakaran dengan proses pencucian menjadi penting untuk tanah berkadar garam tinggi.

Percobaan pencucian tanah pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan air bersih, sebagai simulasi dari air hujan atau air irigasi pada suatu lahan pertanian. Pencucian lahan dengan metode pemberian air hanya dapat dilakukan jika pencemar yang terkandung berupa zat terlarut air. Dalam setiap percobaan dilakukan pengaturan laju aliran guna memperoleh nilai perkolasi yang berbeda, dengan cara mengatur katup keluaran air. Untuk mengetahui besar penurunan salinitas yang terjadi pada contoh uji tanah terhadap waktu dilakukan perekaman data menggunakan Decagon Em50 data logger selama proses pencucian. Hasil perekaman data tersebut tersaji pada Gambar 7 dan Lampiran 2.

Gambar 7Perubahan nilai hantaranlistrik tanah selama proses pencucian Adanya anomali data berupa peningkatan nilai salinitas selama proses pencucian menunjukkan bahwa garam yang berada di permukaan tanah mengalamiperkolasi secara perlahan hingga mencapai daerah sensor dan menunjukkan peningkatan nilai salinitas. Hal ini karena sensor tidak berada pada permukaan tanah melainkan dibenamkan di dalam tanah pada kedalaman 5 cm.

Toleransi tanaman terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman, mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet etal. (1981) dalam Sipayung (2003) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1Pengaruh tingkat salinitas tanah terhadap tanaman Tingkat

Salinitas

ECe

(mmhos/cm) Pengaruh Terhadap Tanaman

Non salin 0 - 2 Dapat diabaikan

Rendah 2 - 4 Tanaman yang peka terganggu

Sedang 4 - 8 Kebanyakan tanaman terganggu

Tinggi 8 - 16 Tanaman yang toleran belum terganggu

Sangat tinggi > 16 Hanya beberapa tanaman toleran yang dapat tumbuh

Sumber: Follet etal. (1981), dalam Sipayung (2003)

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0 50 100 ECe   (mS/cm) Waktu (menit) q=1035,73 mm/hari q=1614,12 mm/hari q=1888,52 mm/hari

Berdasarkan tiga nilai perkolasi (q) yang berbeda, yaitu 1035,73,1614,12, dan 1888,52mm/hari, dapat diketahui lamanya waktu pencucian untuksetiap laju perkolasi dengan beberapa nilai konsentrasi garam awal (C0). Analisisdilakukan menggunakan persamaan /8/ dengan target batas aman salinitas 2 mS/cm, dan asumsi tanah yang digunakan memiliki sifat fisik yang serupa dengan media percobaan. Hasil analisis tersaji pada Gambar 8 dan Lampiran 3 hingga 5.

Gambar 8Hubungan waktu pencucian dengan konsentrasi garam awal Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi garam awal (C0) suatu tanah, maka semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk menurunkannya hingga mencapai batas aman. Selain itu, lamanya waktu pencucian juga dipengaruhi oleh perkolasi yang terjadi dalam proses pencucian. Dalam hal ini laju perkolasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan garam terlarut di dalam tanah, sehingga waktu pencucian semakin singkat. Namun pada kondisi nyata di lapang, laju perkolasi adalah faktor pembatas berdasarkan jenis tanah, sehingga tidak dapat diatur besarnya.

Identifikasi Formula Laju Pencucian

Identifikasi kesesuaian formula yang digunakan terhadap kondisi di laboratorium diawali dengan mengubah alur perhitungan, yaitu memasukkan parameter yang diketahui ke dalam persamaan /8/guna memperoleh hasil seperti pada percobaan laboratorium. Hasil analisis menunjukkan bahwauntuk kondisi tanah dan metode yang digunakan seperti dalam proses penelitian, ditemukan adanya perbedaan antara waktu pencucian yang dihasilkan dari percobaan dengan perhitungan. Hasil analisis tersebuttersaji pada Gambar 9 hingga 11 dan Lampiran 6 hingga 8. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 0.2 0.4 0.6 0.8 ECe   awal   (mS/cm) Waktu (hari) q=1035,73 mm/hari q=1614,12 mm/hari q=1888,52 mm/hari

14

Gambar 9Perbedaan waktu pencucian untuk q=1035,73 mm/hari

Gambar 10Perbedaan waktu pencucian untuk q=1614,12 mm/hari

Gambar 11Perbedaan waktu pencucian untuk q=1888,52 mm/hari

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 10 20 30 40 50 EC   (mS/cm) Waktu (menit) Hasil perhitungan Hasil percobaan 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0 20 40 60 80 EC   (mS/cm) Waktu (menit) Hasil perhitungan Hasil percobaan 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0 20 40 60 EC   (mS/cm) Waktu (menit) Hasil perhitungan Hasil percobaan

Berdasarkan persamaan /8/ yang digunakan, diketahui bahwa selain konsentrasi garam, parameter yang mempengaruhi waktu pencucian adalah laju perkolasi dalam tanah (q), water in field capacity (Wfc), dan efisiensi pencucian (f). Perbedaan hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa adanya parameter lain yang mempengaruhi proses pencucian. Parameter tersebut mengarah pada kondisi tanah yang mempengaruhi kemampuannya dalam menyimpan air pada kondisi kapasitas lapang (Wfc). Hal ini karena konsentrasi garam dan laju perkolasi merupakan data primer yang diperoleh dari proses pengujian, sedangkan nilai efisiensi (f) diasumsikan bernilai 1 mengingat seluruh air yang diberikan keluar melalui proses pencucian.

Nilai parameter baru tersebut diketahui dari rentang perbedaan antara hasil percobaan dan perhitungan, dengan cara membandingkannilai Wfc dari percobaan dengan Wfchasil optimasi, dan perbedaan tersebut dijadikan sebagai koefisien koreksi. Untuk percobaan 1 dan 2 diperoleh nilai koefisien koreksi Wfc yang mendekati konsisten, yaitu 0,076 dan 0,078. Hal berbeda ditemukan pada percobaan 3, dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,042. Perbedaan ini disebabkan perubahan kondisi tanah pada saat percobaan 3 dilakukan, yaitu media tanah yang digunakan terlebih dahulu dikeluarkan dan dikeringkan di bawah sinar matahari.

Dengan menambahkan koefisien baru (a) pada persamaan, maka persamaan yang digunakan menjadi seperti persamaan /17/ dan /18/.

Ct Ci C ‐Ci e‐ft/T (17)

T

Wfc

q (18)

Dari persamaan tersebut, diperoleh hasil perhitungan yang lebih mendekati dengan hasil percobaan. Gambar 12 hingga 14, menunjukkan perbandingan hasil antara percobaan dan perhitungan dengan menggunakan faktor koreksi.

Gambar 12 Perbedaan waktu pencucian untuk q=1035,73 mm/haridengan koefisien koreksi 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 10 20 30 40 50 EC   (mS/cm) Waktu (menit) Hasil perhitungan Hasil percobaan

16

Gambar 13 Perbedaan waktu pencucian untuk q=1614,12 mm/haridengan koefisien koreksi

Gambar 14 Perbedaan waktu pencucian untuk q=1888,52 mm/haridengan koefisien koreksi

Gambar 12 hingga 14 menunjukkan bahwa pengembangan formula dalam menentukan laju pencucian, untuk kondisi tanah dan metode yang digunakan seperti dalam proses penelitian, dapat dilakukan guna memperoleh hasil yang lebih menyerupai kondisi sebenaranya. Hal ini terlihat kedua grafik antara hasil percobaan dan perhitungan yang saling berhimpit dan memiliki nilai yang berdekatan.

Selain adanya penambahan koefisisen koreksi, adanya hal lain yang tidak diperhitungkan dalam proses percobaan merupakan salah satu penyebab perbedaan tersebut. Pada proses percobaan yang dilakukan, pengaruh lain seperti retardasi dan sorpsi ion tidak diperhitungkan atau diasumsikan telah termasuk ke dalam turunan rumus yang digunakan dalam proses perhitungan, yaitu perubahan jumlah kontaminan selama proses transportasi akibat reaksi antara kontaminan dengan media tanah.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0 20 40 60 80 EC   (mS/cm) Waktu (menit) Hasil perhitungan Hasil percobaan 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0 20 40 60 EC   (mS/cm) Waktu (menit) Hasil perhitungan Hasil percobaan

Drainase Bawah Permukaan

Garam yang terlarut di dalam tanah akan berakumulasi pada bagian atas muka airtanah yang asin, sehingga jika muka airtanah terlalu dekat dengan perakaran, maka tanaman akan terpengaruh. Dalam hal ini kualitas air dan masalah drainaseberkaitan erat, sehingga pengendalian kedalaman airtanah menjadi sangat penting.

Spesifikasi drainase bawah permukaan berbeda menurut karakteristik tanah.Pada analisis jenis tanah yang digunakan adalah pasir, lempung, dan liat, dengan masing-masing memiliki hantaran hidraulik (K) 12,5,1, dan 0,2m/hari. Berdasarkan Gambar 15, dilihat dari nilai laju infiltrasi yang konstan (terminal rate),ketiga jenis tanah tersebut memiliki laju perkolasi (q) yang berbeda, yaitu 1,301 m/hari untuk tanah pasir, dan 0,749, 0,150m/hari untuk jenis tanah lempung dan liat.

Gambar 15Tipikal kurva laju infiltrasi pada berbagai tekstur tanah

(Sumber: Kalsim 2007)

Bila ketiga jenis tanah tersebut diterapkan pada kondisi tanah salin yang akan direklamasi melalui proses pencucian, dengan asumsi luas lahan 100 m x 100 m, konsentrasi garam awal (C0) pada tanah 41 mS/cm, konsentrasi garam pada air pencuci 0,1 mS/cm, dan target penurunan konsentrasi garam 2 mS/cm, maka dapat diketahui lamanya waktu pencucian, jumlah air pencucian, hingga ukuran diameter saluran drainase bawah permukaan yang dibutuhkan. Analisis diawali dengan menetapkan jarak antarsaluran drainase sebesar 4 m, lebar area drainase 100 m, dan kedalaman saluran drainase. Kedalaman saluran drainase ditentukan berdasarkan kedalaman perakaran tanaman yang berada pada area lahan. Jika jenis tanaman diasumsikan berupa tanaman kentang dengan kedalaman perakaran 60 cm, maka kedalaman muka airtanah dijaga berada pada kedalaman 80 cm dari permukaan tanah. Dengan menggunakan persamaan /11/ diperoleh tinggi hidraulik yang terjadi diatas saluran drainase untuk setiap jenis tanah, yaitu

18

0,64 m untuk tanah pasir, dan 1,73 m untuk tanah jenis lempung dan liat, sehingga diperoleh kedalaman saluran drainase yang tepat untuk setiap jenis tanah adalah 1,4 m untuk tanah pasir, dan 2,5 m dari permukaan tanah untuk tanah lempung dan liat, seperti yang terlihat pada Gambar 16dan 17.

Gambar 16Ilustrasi saluran drainase bawah permukaan untuk tanah jenis pasir

Gambar 17Ilustrasi saluran drainase bawah permukaan untuk tanah jenis lempung dan liat

Lamanya waktu pencucian berbeda untuk ketiga jenis tanah, hal ini karena adanya perbedaan ukuran rongga tanah yang mempengaruhi kemampuan meloloskan air (K) untuk setiap jenis tanah. Hasil analisis dengan menggunakan persamaan /8/ menunjukkan bahwa tanah pasir dengan ukuran rongga tanah yang lebih besar membutuhkan waktu pencucian yang lebih singkat, yaitu 2,3 jam, sedangkan tanah lempung dan liat masing-masing membutuhkan 1,5 dan 16 hari untuk mencapai batas salinitas aman dengan asumsi waktu operasi 10 jam per hari.

Selain itu kemampuan perkolasi yang berbeda juga mempengaruhi jumlah air yang harus diberikan dan dikeluarkan selama proses pencucian. Dengan menggunakan persamaan /12/ dan /13/ diketahui bahwa tanah liat dengan laju perkolasi terendah membutuhkan air pencuci dengan volume terbesar, namun hanya perlu mengeluarkan air dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kedua jenis tanah lainnya. Hal ini disebabkan semakin kecil ukuran rongga atau pori yang terdapat pada tekstur tanah, maka semakin kecil kemampuannya dalam meloloskan air, sehingga jumlah air yang dapat dikeluarkan pun akan lebih sedikit, sedangkan jumlah air pencucian yang besar dibutuhkanuntuk memenuhi waktu pencucian yang lebih panjang. Hasil tersebut terdapat pada Gambar 18 dan 19.

Gambar 18Perbandingan debit penggelontoran untuksetiap jenis tanah

Gambar 19Perbandingan jumlah air pencucian untuksetiap jenis tanah Namun hasil berbeda ditunjukkan jika menggunakan faktor koreksi sebesar 0,08, yaitu jumlah waktu pencucian dan air pencuci yang dibutuhkan menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil perhitungan tanpa menggunakan faktor koreksi. Perbedaan tersebut tersaji pada Lampiran 9.

Penentuan ukuran saluran drainase dilakukan dengan menggunakan persamaan /14/ hingga /16/ yang kemudian dapat dibandingkan dengan hasil dari penggunaan nomogram yang terdapat pada Lampiran 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pencucian pada tanah pasir membutuhkan saluran drainase berdiameter 10,6 cm, sedangkan untuk jenis tanah lempung dan liat masing-masing membutuhkan pipa berdiameter 8,6 dan 4,7 cm. Namun bila disesuaikan dengan ukuran yang ada di pasaran, maka ukuran saluran drainase yang dibutuhkan adalah 4, 3, dan 1,5 inch masing-masing untuk jenis tanah pasir, lempung, dan liat.Perbedaan ukuran diameter pipa dipengaruhi oleh jumlah air yang harus dikeluarkan dari ketiga jenis tanah. Hasil analisis tersebut terdapat pada Tabel 2. 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1.30 0.75 0.15 Volume   air   pencuci   (m 3)

Laju perkolasi (m/hari) Lempung Liat Pasir 0 100 200 300 400 500 600 1.30 0.75 0.15 Debit   penggelontoran   (m 3/hari)

Laju perkolasi (m/hari) Pasir

Lempung

20

Tabel 2Kebutuhan ukuran saluran drainase untuk setiap jenis tanah

Jenis tanah q L B Q out n S D (m/hari) (m) (m) (m3/detik) (cm) Pasir 1,301 4 100 0,006 0,013 0,01 10,6 Lempung 0,749 4 100 0,003 0,013 0,01 8,6 Liat 0,150 4 100 0,001 0,013 0,01 4,7

Dokumen terkait