• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendekatan Penyusunan Formulasi Simulated Rice

Sumber karbohidrat lokal non beras yang digunakan dalam simulasi adalah ganyong, garut, singkong, jagung, ubi jalar, sorgum, sukun, sagu, aren, dan talas beneng yang merupakan aneka sumber karbohidrat lokal yang mudah diperoleh dan harganya masih terjangkau serta pemanfaatan dalam pengolahan lebih lanjut dalam bidang pangan belum banyak dilakukan. Pemanfaatan sumber karbohidrat lokal ini bertujuan agar bahan pangan lokal memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk menggantikan bahan pangan pokok seperti beras.

Pembuatan simulated rice dilakukan dengan beberapa pendekatan agar menghasilkan produk seperti beras Ciherang. Pendekatan yang dilakukan meliputi kandungan gizi, penyusun komposisi seperti beras tiruan atau beras analog dan karakteristik sifat fisik. Dalam pendekatan kandungan gizi meliputi protein, amilosa, lemak, kadar abu, kadar air, serat pangan, serat kasar, gula total, dan amilopektin merupakan kandungan yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sehingga sesuai dengan kandungan gizi beras pada umumnya. Pendekatan pada penyusun komposisi simulated rice sama dengan beras tiruan atau beras analog yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dimaksudkan agar menghasilkan beras tiruan atau beras analog yang terbuat dari bahan karbohidrat non beras dengan pencampuran perbandingan antara tepung dan pati sedemikian rupa. Pencampuran tepung dan pati dilakukan agar partikel antar bahan bisa saling mengikat satu sama lainnya sehingga beras dapat dicetak. Pada pendekatan sifat fisik simulated rice ini dapat dilihat dari bentuk, massa jenis dan warnanya yang menyerupai beras pada umunya.

Pendekatan kandungan gizi pada simulated rice terhadap kandungan gizi beras Ciherang dengan meminimalkan kandungan amilosa agar menjadi rendah danmenjadikan kandungan gizi lainnya lebih tinggi daripada kandungan beras pada umumnya. Pemilihan kandungan gizi beras Ciherang yang dijadikan sebagai faktor pembatas atau acuan dalam pembuatan simulated rice karena beras Ciherang merupakan beras yang sangat digemari masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi dan tekstur nasi yang pulen.

Berdasarkan tujuan dalam pembuatan simulated rice agar mendekati kandungan gizi beras yang disukai masyarakat (beras Ciherang), bila dilihat dari kandungan gizi dari berbagai bahan simulasi dapat menentukan bahan yang akan dipakai dalam pencampuran. Misalkan untuk membuat amilosa menjadi rendah dapat melihat kandungan amilosa pada bahan simulasi yang memiliki kandungan amilosa rendah atau apabila ingin membuat tinggi kandungan protein dengan mencampurkan bahan simulasi yang memiliki protein yang tinggi. Namun hal ini tidak sesuai karena bahan yang tercampur nantinya tidak mengandung perbandingan tepung dan pati. Oleh karena itu beberapa bahan simulasi akan diproses dengan program QM untuk menentukan bahan yang terpakai sebagai campuran pembuatan simulated rice yang terdiri dari jenis pati dan tepung. Selain itu program QM akan menghasilkan nilai optimasi sehingga dapat dianalisis kandungan gizinya hingga mendekati nilai kandungan gizi yang diinginkan.

14

Analisis Model Optimasi Penyusunan Formulasi Simulated Rice

Persamaan linear programming merupakan metode yang digunakan dalam model optimasi penyusunan formulasi simulated rice yaitu dengan meminimumkan fungsi tujuan dari variabel keputusan. Fungsi tujuan yang diinginkan adalah meminimalkan amilosa dan fungsi kendala adalah kadar protein, lemak, abu, air, serat pangan, serat kasar, gula total dan amilopektin. Kandungan gizi yang terdapat pada beras Ciherang dijadikan faktor yang membatasi faktor kendala. Berikut adalah model optimasi dengan metode linear programming.

Variabel Keputusan :

GR : Jumlah produk pati Garut GY : Jumlah produk pati Ganyong TK : Jumlah produk pati Tapioka

UP : Jumlah produk tepung Ubi jalar Putih JP : Jumlah produk tepung Jagung Putih SG : Jumlah produk pati Sagu

TB : Jumlah produk tepung Talas Beneng AN : Jumlah produk pati Aren

SM : Jumlah produk tepung Sorgum SN : Jumlah produk tepung Sukun Fungsi Tujuan :

Minimisasi Amilosa = 25.44GR + 31.02GY + 27.86TK + 25.05UP + 22.83JP + 29.07SG + 14.13TB + 28.18AN + 25.88SM + 21.12SN (1) Fungsi Kendala : 1. 0.59GR + 0.57GY + 0.44TK + 5.12UP + 8.08JP + 4.58SG + 6.04TB + 0.58AN + 5.67SM + 5.31SN ≥8.75 (protein) (2) 2. 0.32GR + 0.57GY + 0.28TK + 0.55UP + 1.96JP + 4.77SG + 0.79TB + 0.42AN + 0.86SM + 3.95SN ≥ 0.44 (lemak) (3)

3. 0.246GR + 3.81GY + 0.06TK + 1.82UP + 0.48JP + 0. 2SG + 0.6TB + 0.2AN

+ 0.48SM + 3.16SN≥ 0.34 (kadar abu) (4)

4. 9.9GR + 16.86GY + 4.62TK + 7.26UP + 3.6JP + 14.59SG + 11.93TB + 12.57AN + 11.28SM + 9.03 SN≥ 1.87 (kadar air) (5) 5. 2.38GR + 1.97GY + 2.34TB + 2.32UP + 1.43TK + 3JP + 1.32SG + 1.54AN +

4.36SM + 2.25SN ≥ 6.35 (serat pangan) (6)

6. 0.44GR +0.48GY + 3.07TB + 2.55UP + 0.35TK + 0.30JP + 0.37SG + 0.42AN + 0.76SM + 0.49SN ≥ 0.29 (serat kasar) (7) 7. 0.92GR + 1.22GY + 1.89TB + 4.28UP + 1.03TK + 2.09JP + 0.28SG +

8. 8.8GR + 47.06GY + 62.88TK + 56.91UP +62.88JP + 47.22SG + 61.85TB + 55.61AN + 54.43SM + 52.96SN ≥ 54.12 (Amilopektin) (9)

Syarat tidak boleh negatif

GR≥0; GY≥0; TK≥0; UP≥0; JP≥0; SG≥0; TB≥0; AN≥0; SM≥0; SN≥0 (10)

Persamaan 1 hingga 10 merupakan model linear programming yang menjadi syarat dalam penggunaan program QM. Angka yang terdapat dalam persamaan ini adalah angka yang diperoleh dari hasil Laboratorium, yang nantinya dimasukkan kedalam program QM sesuai dengan nilai kandungan masing-masing bahan. Seperti pada fungsi tujuan untuk meminimalkan amilosa dengan model linear programming adalah 25.44GR + 31.02GY + 27.86TK + 25.05UP + 22.83JP + 29.07SG + 14.13TB + 28.18AN + 25.88SM + 21.12SN menunjukkan kandungan amilosa yang terdapat pada pati garut sebanyak 25.44%, pada pati ganyong sebanyak 31.02%, pada pati tapioka sebanyak 27.86%, pada tepung ubi jalar putih sebanyak 25.05%, pada tepung jagung putih sebanyak 22.83%, pada pati sagu sebanyak 29.07%, pada tepung talas beneng sebanyak 14.13%, pada pati aren sebanyak 28.18%, pada tepung sorgum sebanyak 25.88%, pada tepung sukun sebanyak 21.2%.

Pada fungsi kendala persamaan 2 menunjukkan 0.59GR + 0.57GY + 0.44TK + 5.12UP + 8.08JP + 4.58SG + 6.04TB + 0.58AN + 5.67SM + 5.31SN

≥8.75 (protein), hal ini berarti kandungan protein pada pati garut sebesar 0.59 %, pati ganyong sebesar 0.57%, pati tapioka sebesar 0.44%, tepung ubi jalar putih sebesar 5.12%, tepung jagung putih sebesar 8.08%, pati sagu sebesar 4.58%, tepung talas beneng sebesar 6.04%, pati aren sebesar 0.58%, tepung sorgum sebesar 5.67%, dan tepung sukun sebesar 5.31%. Kemudian semua kandungan protein dari beberapa bahan ini dijumlahkan sehingga hasilnya harus lebih besar dari faktor pembatas (yang diinginkan) yaitu kandungan protein beras Ciherang sebesar 8.75%, demikian seterusnya pada persamaan 3 hingga 9. Lambang

persamaan “≥” (lebih besar sama dengan) pada fungsi kendala bertujuan agar kandungan gizi pada simulated rice menjadi lebih tinggi dari yang diinginkan (beras Ciherang). Begitu pula pada persamaan 10 merupakan syarat tidak boleh negatif yang artinya semua bahan yaitu garut, ganyong, tapioka, talas beneng, ubi jalar putih, jagung putih, sagu, aren, sorgum, sukun harus memiliki nilai dimana nilai tersebut harus lebih besar dari nol. Apabila salah satu dari bahan memiliki nilai kurang dari nol atau negatif maka solusi dari optimasi ini tidak sesuai dengan target pencapaian.

Input data pada program QM (Gambar 6) menunjukkan bagian data yang merupakan fungsi tujuan (Minimize pada bagian atas program) dan fungsi kendala (kandungan gizi). Dalam menginput data berdasarkan model linear programming bertujuan agar nilai kandungan gizi yang diinginkan dapat tercapai. Program QM bekerja untuk mencari nilai bahan simulasi yang nilainya mendekati dengan fungsi tujuan hingga menghasilkan bahan yang akan terpakai sebagai campuran formulasi simulated rice. Prinsip kerja program QM sangat memperhatikan nilai keluaran (solusi) untuk dijadikan parameter optimasi.

Solusi linear programming yang dihasilkan berdasarkan program QM (Gambar 7) menunjukkan bahwa yang memiliki status “basic” pada beberapa

16

bahan simulasi merupakan bahan yang terpakai untuk dijadikan formulasi pembuatan simulated rice, dan bahan yang memiliki status non basic merupakan bahan yang tidak berpotensi untuk dijadikan bahan campuran Simulated rice. Bahan yang berpotensi untuk dijadikan bahan campuran pembuatan Simulated rice yaitu pati garut sebanyak 0.615 bagian, tepung talas beneng sebanyak 0.6768 bagian dan tepung sorgum sebanyak 0.7575 bagian. Apabila dinormalisasikan ke dalam suatu produk maka bahan yang terkandung dalam suatu produk simulated rice dapat dilihat pada Lampiran 7.

Status basic atau non basic juga terdapat pada kandungan gizi (kadar air hingga amilopektin) yang merupakan fungsi kendala pada model linear programming, hal ini yang menyebabkan nilai hasil optimasi lebih besar dari nilai yang diinginkan. Surplus dapat dikatakan memiliki kelebihan sumberdaya sehingga bisa dialokasikan ke tempat lain. Berdasarkan hasil dari program QM menunjukkan bahwa yang memiliki status basic merupakan kandungan gizi yang memiliki nilai lebih dalam mencapai kandungan gizi yang diinginkan. Sebaliknya untuk yang berstatus non basic tidak memiliki nilai lebih atau kurang (bernilai nol) sehingga kandungan gizi yang diinginkan tidak tercapai. Hal ini yang menyebabkan kandungan protein dan serat pangan memiliki nilai lebih rendah dari yang diinginkan (tidak tercapai) dan dapat dilihat pada solusi program QM yang memiliki status non basic sehingga bernilai nol. Perhitungan surplus untuk membuktikan bahwa suatu surplus memiliki nilai atau tidak dapat dilihat pada Lampiran 7.

Kandungan gizi yang memiliki surplus menunjukkan sumberdaya yang tersedia dan masih bisa untuk dialokasikan ke tempat lain, namun apabila nilainya sangat berbeda jauh dengan nilai yang diinginkan perlu di waspadai. Misalkan untuk potensi kadar air yang merupakan salah satu kandungan gizi yang nilainya sudah tercapai dan memiliki nilai surplus yang tinggi, akan menyebabkan suatu bahan baku tersebut bisa mencapai hingga kadar air menuju surplus, begitu juga pada kandungan amilopektin yang nilai surplusnya lebih tinggi. Sedangkan kandungan yang tidak memiliki surplus menunjukkan sumberdaya yang terbatas sehingga untuk mencapai sumber yang diinginkan masih kurang sekali. Hal ini yang menunjukkan bahwa nilai pada kandungan gizi protein dan serat pangan menjadi nol.

Optimal value merupakan nilai optimal yang dihasilkan dari suatu fungsi tujuan pada program QM yang menunjukkan bahwa nilai minimal amilosa terendah hasil optimasi sebesar 44.7518%. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan antar bahan hasil optimasi yang telah dikalian dengan faktor hasil optimasi (Lampiran 7). Berdasarkan fungsi tujuan yaitu meminimalkan amilosa, maka untuk mengetahui kandungan amilosa pada produk simulated rice dengan mengalikan banyaknya bahan (dalam persen) yang menjadi campuran formulasi dengan kandungan gizi awal bahan formulasi (Tabel 2) sehingga diperoleh kandungan amilosa simulated rice sebesar 21.86%. Nilai optimasi amilosa terendah sebesar 44.7518% dalam program QM setara dengan kandungan amilosa dalam produk simulated rice sebesar 21.86%.

Gambar 6 Tampilan input data hasil Laboratorium

Gambar 7 Tampilan solusi bahan untuk formulasi

Analisis Perbandingan Jumlah Pati dan Tepung pada Simulated Rice

Berdasarkan faktor hasil optimasi yang dinormalisasikan kedalam bentuk persen (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kandungan yang terdapat dalam produk simulated rice berupa 30% pati garut, 33.09% tepung talas beneng, dan 36.91% tepung sorgum. Berdasarkan penelitian Lisnan (2008) yang membuat beras tiruan berbasiskan tepung dan pati singkong sebanyak 70:30 merupakan beras dengan formula terbaik. Dan menurut penelitian Widara Suba (2012) menjelaskan bahwa

Fungsi Kendala Fungsi Tujuan

18

perbandingan jumlah pati 30% dari satu jenis pati dan tepung 70% dari dua jenis tepung merupakan formulasi terbaik untuk pebuatan beras analog. Berdasarkan pendekatan terhadap penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa formulasi pada simulated rice mengandung 30% jenis pati (garut) dan 70% jenis tepung (talas beneng dan sorgum).

Kandungan bahan dengan campuran pati dan tepung bertujuan agar bahan bisa mengikat satu sama lainnya sehingga memudahkan dalam proses pencetakan. Hal ini dikarenakan partikel pati lebih kecil daripada partikel tepung sehingga pati bersifat sebagai perekat atau yang menyebabkan antar partikel saling mengikat. Pengikatan antar partikel dapat diketahui dari uji distribusi partikel dengan alat menggunakan ayakan getar (Tyler) yang menunjukkan bahan tersebut tertahan di 120 mesh. Secara seragam semua bahan telah lolos di 120 mesh karena adanya pencampuran bahan yang mengandung pati dan tepung sehingga bahan tertahan. Data hasil distribusi partikel bahan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Analisis Kandungan Gizi pada Formulasi Simulated Rice

Berdasarkan hasil analisis perhitungan dari program QM yang telah dilakukan (Tabel 2) diperoleh data untuk kandungan gizi simulated rice. Kemudian data hasil analisis dibandingkan dengan kandungan gizi tepung beras Ciherang (Tabel 3) menjelaskan bahwa kandungan gizi pada simulated rice telah tercapai dan mendekati kandungan gizi pada tepung beras Ciherang, namun pada kadar protein dan serat pangan masih belum tercapai atau nilai kandungan gizinya lebih rendah dari tepung beras Ciherang.

Pada kandungan gizi simulated rice yang lebih diperhatikan adalah amilosa karena semakin rendah kandungan amilosa menghasilkan nasi lengket dan lunak pulen yang disukai masyakat. Kandungan amilosa digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu amilosa rendah (10-20%) amilosa sedang (20-25%) dan amilosa tinggi (25-32%). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin menentukan mutu rasa dan tekstur nasi. Kadar amilosa yang terkandung pada simulated rice sebesar 21.86% yang berarti tergolong dalam amilosa sedang. Amilosa adalah senyawa polimer glukosa yang memiliki rantai lurus dan tidak bercabang. Analisis kadar amilosa pada beras bertujuan untuk mengetahui hubungannya dengan kepulenan beras tersebut. Oleh sebab itu, pengukuran kadar amilosa disajikan salah satu parameter karakterisasi beras varietas baru (Balai penelitian tanaman padi 2004).

Berdasarkan hasil simulasi metode linear programming yang bertujuan meminimalkan amilosa menunjukkan bahwa hasil amilosa pada tepung simulated rice (21.86%) masih lebih besar dari yang diharapkan (21.77%) menghasilkan selisih 0.09%. Namun untuk mengatahui nilai target pecapaian kadar amilosa (Lampiran 7) menghasilkan 99.58%, hal ini menunjukkan target pencapaian kadar amilosa yang terkandung dalam tepung simulated rice mendekati kandungan gizi amilosa tepung beras Ciherang.

Menurut Widowati et al. (2006), kadar amilosa memiliki kolerasi yang cukup tinggi dengan indek glikemik. Semakin tinggi kadar amilosa beras maka semakin rendah kadar indek glikemiknya. Hal ini disebabkan amilosa merupakan senyawa polimer yang tidak memiliki cabang sehingga ikatannya menjadi sangat kuat sehingga sulit dicerna. Namun kadar amilosa tidak dapat menjadi satu-satunya parameter yang dapat menggambarkan indek glikemik beras karena masih

memungkinkan faktor lain seperti serat pangan, pati resisten dan ikatan komplek amilosa dengan komponen lain yang dapat mempengaruhi indek glikemik beras.

Kadar air menjadi faktor utama yang berhubungan dengan penambahan air saat pembuatan simulated rice dan daya tahan simpan bahan. Pada hasil laboratorium diperoleh nilai kadar air yang rendah pada tepung beras Ciherang yaitu sebesar 1.87% (sangat kering) sedangkan pada formulasi tepung simulated rice diperoleh kadar air sebesar 11.07%. Hal ini dapat dikatakan dalam pembuatan simulated rice tidak perlu menambahkan air lagi karena berdasarkan program QM nilai pada kadar air memiliki surplus yang perlu diwaspadai agar tidak bertambah tinggi, namun apabila ditambahkan air akan merubah kandungan gizi yang lainnya. Selain itu kadar air tersebut sudah lebih rendah dan aman untuk penyimpanan yaitu <14%bb. Dengan kadar air <14% bb akan mencegah pertumbuhan kapang / kutu yang sering hidup pada biji-bijian maupun tepung-tepungan.

Kadar abu dan kadar lemak pada tepung simulated rice lebih tinggi daripada tepung beras Ciherang karena mengandung pati yang rendah, namun kadar lemak yang terkandung dalam tepung simulated rice masih tergolong lemak yang rendah sehingga dapat mencegah tepung simulated rice menjadi tengik dan dapat membuat tepung simulated rice memiliki masa simpan yg lama. Nilai kandungan kadar abu dan kadar lemak sesuai dengan target pencapaian dan memiliki surplus yang rendah namun perlu juga untuk diwaspadai agar tidak berlebihan.

Protein merupakan senyawa amino yg terpenting dalam tubuh manusia, berdasarkan hasil simulasi dan target pencapaian kandungan protein tepung simulated rice lebih rendah dibanding dengan tepung beras Ciherang dan belum tercapai sesuai yang diharapkan. Namun dengan kandungan protein yang rendah dalam produk simulated rice nantinya diharapkan dapat memberikan dukungan asupan protein, karena sumber protein tertinggi berasal dari padi-padian. Pada kenyataannya padi masih tergolong protein rendah, untuk memenuhi kekurangan protein sebaiknya beras dikonsumsi bersama protein lain seperti telur,daging, ikan dam kacang-kacangan. Protein juga ada kaitannya dengan indek glikemik, dimana makanan yang mengandung protein tinggi memiliki aktivitas glikemik yang rendah karena komponen ini menunda proses pengosongan lambung sehingga pencernaan usus halus akan menjadi lebih lama (Widowati et al. 2006).

Kandungan serat baik serat pangan maupun serat kasar pada suatu produk dapat menentukan tingkat kekenyangan yang dihasilkan oleh produk tersebut. Kandungan serat juga berfungsi untuk melancarkan saluran pencernaan dan membantu menghindari konstipasi pada usus. Kekurangan kadar serat dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti kanker usus besar jantung dan pembuluh darah. Pada Tabel 3 menunjukkan serat pangan pada simulated rice lebih rendah daripada tepung beras Ciherang namun serat kasar lebih tinggi daripada tepung beras Ciherang. Secara keseluruhan kandungan serat tepung simulated rice lebih rendah dari tepung beras ciherang, hal ini tidak sesuai dengan target pencapaian karena pada kandungan serat pangan tidak memiliki surplus sedangkan serat kasar memiliki surplus. Apabila nilai surplus kadar serat kasar di alokasikan kedalam serat pangan, maka nilai serat pangan akan bertambah dan kandungan serat secara keseluruhan bisa lebih tinggi dari nilai yang diharapkan.

20

Berdasarkan penelitian Widowati et al. (2006) menjelaskan bahwa kadar serat larut memiliki hubungan terhadap indeks glikemik beras. Kadar serat diketahui dapat menunda proses pengosongan lambung sehingga mengurangi laju pencernaan pada usus. Serat pangan juga berguna untuk menurunkan kolesterol pada serum darah. Oleh karena itu, konsumsi pangan mengandung serat tunggi yang sangat berguna bagi penderita diabetes maupun kolesterol tinggi.

Kandungan gula total berkaitan dengan kepulenan nasi, karena semakin tinggi kadar gula total maka nasi akan semakin pulen namun kadar gula total rendah menghasilkan nasi tidak pulen. Kadar gula total dengan kadar amilosa sebanding dalam menentukan kepulenan nasi, oleh kerena itu dengan fungsi tujuan meminimalkan amilosa diharapkan agar kadar gula total menjadi lebih tinggi untuk menghasilkan nasi yang pulen. Namun tidak terlalu tinggi pula dalam mendapatkan kadar gula total karena dapat beresiko tinggi terhadap orang yang memiliki penyakit diabetes. Berdasarkan hasil simulasi menghasilkan nilai kandungan gula total yang mendekati kandungan gula total yang diharapkan (tepung beras Ciherang). Hal ini sesuai dengan target pencapaian kandungan gizi dikarenakan kandungan gula total dalam simulasi program QM menghasillkan surplus atau nilai lebih yang bisa dialokasikan ke kandungan gizi lainnya, namun perlu diwaspadai kadar gula total agar tidak menjadi naik karena nilai surplus yang dimilikinya.

Tabel 2 Perhitungan kandungan gizi pada bahan campuran simulated rice dengan faktor hasil optimasi.

Variabel Garut (30%) Talas Beneng (33.09%) Sorgum (36.91%) Simulated rice (%) Ko (%) Ki (%) Ko (%) Ki (%) Ko (%) Ki (%) Kadar air 9.90 2.97 11.93 3.94 11.28 4.16 11.07 Kadar abu 0.24 0.07 3.81 1.26 0.48 0.18 1.51 Kadar lemak 0.32 0.10 0.79 0.26 0.86 0.32 0.68 Protein 0.59 0.18 6.04 2.00 5.67 2.09 4.27 Serat pangan 2.38 0,71 2.34 0.77 4.36 1.61 3.09 Serat Kasar 0.44 0.13 3.07 1.02 0.76 0.28 1.43 Gula Total 0.92 0.28 1.89 0.63 1.03 0.38 1.29 Amilosa 25.44 7.63 14.13 4.68 25.88 9.55 21.86 Amilopektin 58.80 17.64 61.85 20.47 54.43 20.09 58.20

Ko = Kandungan awal bahan Ki = Kandungan akhir bahan

Tabel 3 Perbandingan kandungan gizi tepung beras Ciherang dengan simulated rice hasil optimasi

Variabel Tepung beras Ciherang (%) Tepung simulated rice (%)

Kadar air 1,87 11.07 Kadar abu 0.34 1.51 Kadar lemak 0.44 0.68 Kadar protein 8.75 4.27 Serat pangan 6.35 3.09 Serat kasar 0.29 1.43 Gula total 1.07 1.29 Amilosa 21.77 21.86 Amilopektin 54.12 58.20

Analisis Karakteristik Sifat Fisik pada Simulated Rice

Analisis karakteristik merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui sifat fisik dari suatu bahan dalam penyusunan simulated rice. Upaya yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik sifat fisik dengan pengukuran derajat putih, massa jenis dan dimensi beras. Pada pengukuran ini bertujuan agar produk simulated rice yang dihasilkan mendekati karakteristik sifat fisik pada beras Ciharang sehingga bisa diterima di masyarakat dan dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan pokok pengganti beras.

Derajat putih merupakan salah satu indikator untuk mengetahui sifat fisik suatu bahan, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat derajat putih menggunakan alat whithness meter dengan plat standar 84.2. Derajat putih dari beberapa tepung memiliki nilai yang berbeda, seperti pada tepung tapioka yang memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi bila dibanding dengan tepung yang lainnya (Lampiran 2). Berdasarkan hasil pengukuran derajat putih menunjukkan bahwa tepung simulated rice memiliki nilai derajat putih sebesar 70.88% lebih rendah bila dibanding dengan tepung beras Ciherang sebesar 92.1%. Tingkat derajat putih pada simulated rice yang rendah ini dikarenakan adanya penambahan tepung talas beneng yang berwarna kecoklatan dan tepung sorgum yang mengandung tanin, sehingga warnanya menjadi gelap.

22

Pada pengukuran massa jenis bahan simulated rice bertujuan untuk menentukan kepadatan bahan tepung hasil simulasi yang terkandung dalam bulir simulated rice yang akan dihasilkan oleh mesin pencetak beras. Massa jenis atau densitas yang dilakukan dalam penelitian dengan mengukur densitas kamba dan densitas pemadatan pada masing-masing bahan. Densitas kamba yang dilakukan dengan mencurahkan bahan (tepung) kedalam gelas yang telah diukur volume dan massanya tanpa dipadatkan, sedangkan densitas pemadatan yang dilakukan sama dengan densitas kamba namun bahan (tepung) dipadatkan (Lampiran 6). Densitas ini berguna dalam pengisian kepadatan bahan simulated rice yang digunakan selama proses pencetakan agar bulir simulated rice yang tercetak padat dan berisi. Alat yang digunakan untuk mencetak bulir simulated rice menggunakan Single Grain Mechine menghasilkan bulir yang kemudian ditimbang massa perbulirnya. Sampel sebanyak 20 bulir ditimbang dan menghasilkan massa sebesar 0.3 g, sehingga massa untuk per bulir simulated rice sebesar 0.015 g.

Berdasarkan dari hasil cetakan, bentuk simulated rice memiliki bentuk yang menyerupai dengan beras Ciherang. Dari hasil penelitian dengan menghitung 20 sampel bulir beras Ciherang dari 20 kali pengulangan diperoleh

Dokumen terkait