• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pewarnaan Blok

Sistem manajemen perkebunan kelapa sawit pada umumnya terdiri atas Kebun (Estate) yang dikepalai oleh seorang Estate Manager. Seorang Estate Manager membawahi beberapa Asisten Afdeling. Seorang Asisten Afdeling bertanggungjawab terhadap operasional Afdeling dengan luas areal sekitar 700 – 1 000 ha. Satu Afdeling dibagi lagi menjadi blok berbentuk persegi panjang dengan luas blok pada umumnya 30 ha tetapi hal ini tidak berlaku tetap tergantung pada kondisi topografi dan letak blok. Sebagai contoh Afdeling V pada PT. Inti Indosawit Subur dibagi menjadi Sembilan blok. Kebun secara total akan memiliki lebih kurang lima puluh blok dengan total luas satu kebun antara 3 000 - 5 000 ha. Dengan skala luasan kebun yang demikian, maka tidaklah mudah bagi seorang Estate Manager untuk dapat memantau keseluruhan areal luasan kebun yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang Estate Manager seharusnya hanya perlu memusatkan perhatian kepada sebagian saja dari seluruh areal kebun, tidak perlu seluruhnya. Dengan demikian konsentrasinya akan lebih fokus, dan action plan untuk memperbaiki blok yang bermasalah tersebut dapat dilakukan dengan lebih fokus juga. Suatu cara yang dapat disebut sebagai Analisa Hasil Panen Blok dapat digunakan dalam perkebunan kelapa sawit dengan cara memperbandingkan kinerja suatu blok dengan blok lainnya, sehingga dapat diidentifikasi blok mana saja yang kinerjanya relatif tidak sebaik bok lainnya. Secara teknis pembandingan kinerja blok ini didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi produksi seperti kelas kesesuaian lahan, jenis bibit dan umur tanaman. Faktor lain yang dapat dipertimbangkan adalah potensi produksi, yang dapat dijadikan sebagai acuan pagi pencapaian hasil.

Sebagai contoh, perbandingan antar blok dapat dilakukan dengan membuat perbandingan langsung dari hasil panen setiap blok untuk jenis bibit dan tahun tanam yang sama. Misalnya, Blok E91A dengan jenis bibit Marihat tahun tanam 1991 memiliki produktivitas pada bulan Februari tahun 2012 sebesar 2.0 ton/ha. Sedangkan Blok E91B dengan jebis bibit dan tahun tanam yang sama memiliki produktivitas 2.3 ton/ha. Tanpa memperhitungkan faktor lingkungan secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kinerja Blok E91B lebih baik dari Blok E91A.

Metode lain dalam pemeringkatan kinerja blok adalah dengan membandingkan produksi aktual blok tersebut dengan potensi produksi bibitnya. Angka potensi produksi merupakan suatu acuan yang dapat dipergunakan untuk memprediksi produksi tanaman kelapa sawit. Setiap jenis bibit kelapa sawit memiliki angka potensi produksinya masing-masing. Angka potensi produksi ini juga sangat tergantung pada kelas kesesuaian lahan di mana bibit tersebut di tanam. Semakin baik kelas lahannya, tentu semakin tinggi angka potensinya. Angka potensi produksi ini dapat dijadikan acuan standar dalam pengukuran kinerja produksi buah kelapa sawit. Sebagai contoh, suatu blok dengan kelas lahan S2 yang ditanami bibit Marihat dengan tahun tanam 1991 maka pada tahun 2012 akan berumur 21 tahun dan mempunyai angka potensi produksi per tahun sebesar 21 ton/ha dengan bobot janjang rata-rata 28.6 kg dan menghasilkan 5.60 janjang/pokok/tahun. Pada kenyataannya blok tersebut memiliki produksi per

27 tahun sebesar 24.9 ton/ha dengan berat janjang rata-rata 25 kg dan menghasilkan 7.64 janjang/pokok/tahun. Dengan hasil seperti itu kinerja blok tersebut telah mencapai 90% dari potensinya.

Dengan cara ini, dapat dibandingkan kinerja keseluruhan blok yang terdapat dalam satu kebun dan membuat urutan peringkat dari blok dengan kinerja paling baik hingga yang paling buruk. Untuk lebih memudahkan dapat dilakukan kode pewarnaan dari masing-masing blok sesuai peringkat kinerjanya masing-masing. Dalam model pewarnaan blok dibedakan berdasarkan garisnya yaitu horizontal, vertikal dan garis miring. Garis vertikal menunjukkan kinerja paling rendah, sementara garis horizontal menunjukkan kinerja paling tinggi. Contoh metode pewarnaan blok dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 3. Contoh metode pewarnaan blok

Dapat dipahami bahwa blok dengan garis vertikal merupakan blok yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena kinerjanya yang relatif tidak sebaik blok yang lainnya. Pada kenyataannya munculnya blok dengan garis vertikal ini di kategorikan seperti sebuah hukuman padahal semestinya keberadaan dengan garis vertical dapat membantu manajemen kebun untuk mengkonsentrasikan perhatiannya. Blok dengan garis horizontal juga bukan berarti yang terbaik, karena produksi masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki hal-hal yang dianggap masih kurang baik sesuai dengan salah satu konsep perusahaan yaitu

continous improvement yaitu perbaikan yang dilakukan secara berkelanjutan. Pengaruh populasi per hektar terhadap produksi, bobot janjang rata-rata dan produktivitas

Peanaman kelapa sawit yang ditanam di Kebun Buatan dimulai pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1991. Jarak tanam yang umum digunakan pada perkebunan kelapa sawit adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m sehingga diperoleh populasi per hektar 136 pokok. Namun pada kenyataannya sering tidak sesuai dikarenakan topografi areal dan kondisi lahan. Jumlah populasi per hektar diduga berpengaruh terhadap tiga komponen produksi yaitu produksi total kebun, bobot janjang rata-rata dan produktivitas. Berikut ini disajikan dalam Tabel 10 hasil uji

28

t-student terhadap tiga komponen produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan jumlah populasi per hektarnya.

Tabel 10. Pengaruh jumlah populasi per hektar terhadap tiga komponen produksi

Variabel Nilai tengah (kg) t-hitung Pr > |t| SPH <125 SPH >125

Produksi 5 799 286 5 747 470 0.84tn 0.421

BJR 24.89 24.76 0.29tn 0.780

Produktivitas 2 044.34 2 011.33 0.42tn 0.683 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

* = berbeda nyata pada taraf uji 5 % ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 1 %

Data SPH (stand per hectare) untuk produksi merupakan data SPH yang diambil dari total produksi kebun pada setiap afdeling, sedangkan untuk data BJR (Bobot Janjang Rata-rata) dan produktivitas diambil dari data produksi tanaman kelapa sawit yang berumur 23 tahun (tahun tanam 1988) yang telah dikelompokkan berdasarkan kategori SPH yang telah ditentukan dan dihubungkan terhadap pencapaian tiga komponen produksi yaitu produksi total per tahun, bobot janjang rata-rata dan produktivitas. Berdasarkan hasil uji t-student pada taraf 5% ketiga komponen produksi di Kebun Buatan tahun 2011 yaitu produksi, BJR dan produktivitas tidak berbeda nyata antara SPH <125 dan SPH >125. Dari kedua kelompok SPH tersebut yang memiliki nilai produksi paling tinggi terdapat pada SPH <125, hal ini ditunjukkan nilai tengah yang lebih tinggi untuk ketiga komponen produksi per bulannya.

Hasil uji t-student untuk produksi Kebun Buatan pada tahun 2011 tidak menunjukkan perbedaan nyata antara kelompok SPH <125 dengan kelompok SPH >125. Produksi tertinggi per bulan terdapat pada kelompok SPH >125 dengan nilai tengah sebesar 5 799 286 kg/bulan. Berdasarkan hasil uji t-student pada taraf 5%, bobot janjang rata-rata Kebun Buatan tahun 2011 tidak berbeda nyata antara kelompok SPH <125 dan kelompok SPH >125. Nilai bobot janjang rata-rata paling tinggi terdapat pada kelompok SPH <125 dengan nilai tengah sebesar 24.89 kg. Hasil uji t-student untuk produktivitas juga tidak menunjukkan perbedaan nyata antara kelompok SPH <125 dengan kelompok SPH >125. Produktivitas tertinggi terdapat pada kelompok SPH <125 dengan nilai tengah sebesar 2 044.34 kg/ha/bulan. Hal ini dikarenakan kompetisi hara antar tanaman kelapa sawit yang terjadi pada kelompok SPH <125 lebih rendah dibanding dengan kelompok SPH >125. Kompetisi hara yang rendah antar tanaman kelapa sawit menyebabkan penyerapan hara oleh tanaman kelapa sawit terjadi secara optimal. Apabila penyerapan hara terjadi secara optimal maka hara akan terdistribusi ke seluruh tanaman secara merata sehingga menghasilkan buah yang lebih besar.

Pada kenyataannya populasi per hektar di Kebun Buatan pada tahun 2011 sebesar 129 pokok/ha. Hal ini dikarenakan kondisi topografi areal kebun yang berbukit sehingga jarak tanam yang digunakan tidak tepat, disamping itu juga terdapat beberapa tanaman yang sudah tidak produktif dan terdapat tanaman yang sudah mati akibat serangan hama dan penyakit.

29 Pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas

Menurut Pahan (2008) tanaman kelapa sawit dapat dipanen pada saat tanaman berumur tiga atau empat tahun. Produksi yang dihasilkan akan terus bertambah seiring bertambahnya umur dan akan mencapai produksi maksimalnya pada saat tanaman berumur 9 – 14 tahun, setelah itu produksi yang dihasilkan akan mulai menurun. Umur ekonomis tanaman sawit berkisar antara 25 – 26 tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi produksi TBS yang dihasilkan tanaman kelapa sawit adalah umur tanaman.

Selain mempengaruhi produksi, umur tanaman kelapa sawit juga akan mempengaruhi produktivitasnya. Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam dari umur tujuh tahun dan akan mencapai tingkat produktivitas maksimalnya pada umur lima belas tahun dan mulai menurun secara perlahan seiring dengan pertambahan umur tanaman. Kebun Buatan memiliki empat tahun tanam yaitu yang tertua tahun tanam 1988 dan yang termuda tahun tanam 1991. Dapat diartikan bahwa pada tahun 2011 tanaman kelapa sawit di Kebun Buatan telah berumur 20 - 23 tahun. Tanaman kelapa sawit di Kebun Buatan telah melewati masa produksi maksimalnya, namun masih berproduksi secara maksimal. Berikut ini disajikan dalam Tabel 11. Hasil uji t-student

perbedaan tingkat produktivitas pada empat tahun tanam di Kebun Buatan. Tabel 11. Pengaruh tahun tanam (umur) terhadap produktivitas Perbandingan

tahun tanam

Nilai tengah (kg/ha/bulan)

t-hitung Pr > |t| 1988 1989 1990 1991 1988 vs 1989 1 989.58 2 134.67 - - -2.44* 0.033 1988 vs 1990 1 989.58 - 2 102.08 - -2.79* 0.017 1988 vs 1991 1 989.58 - - 2 081.67 -2.98* 0.013 1989 vs 1990 - 2 134.67 2 102.08 - 0.60tn 0.559 1989 vs 1991 - 2 134.67 - 2 081.67 0.97tn 0.353 1990 vs 1991 - - 2 102.08 2 081.67 0.45tn 0.659

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

* = berbeda nyata pada taraf uji 5 % ** = berbeda nyata pada taraf uji 1 %

Berdasarkan hasil uji t-student produktivitas tanaman kelapa sawit dengan tahun tanam 1988 (umur 23 tahun) berbeda nyata dengan tanaman kelapa sawit dengan tiga tahun tanam lainnya yaitu tahun tanam 1989 (umur 22 tahun), tahun tanam 1990 (umur 21 tahun) dan tahun tanam 1991 (umur 20 tahun). Hal ini dikarenakan pada umur 23 tahun produksi tanaman kelapa sawit sudah mulai menurun, dapat dibuktikan dengan nilai tengah dari produktivitas tahun tanam 1988 yang sebesar 1989,58 kg/ha/bulan. Sedangkan nilai tengah produktivitas yang tertinggi terdapat di tahun tanam 1989 (umur 22 tahun) yaitu sebesar 2134,67 kg/ha/bulan.

Tabel 12 menunjukkan perbandingan produktivitas kelapa sawit antara Kebun Buatan yang menggunakan varietas Marihat dengan trend produktivitas kelapa sawit varietas Marihat bedasarkan literatur dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Tabel tersebut menunjukkan bahwa produktivitas kelapa Sawit Kebun buatan lebih tinggi dibanding dengan trend produksi kelapa sawit varietas Marihat dalam kelas lahan apapun. Hal ini dikarenakan kebun buatan melakukan

30

manajemen pemupukan, pemanenan dan perawatan kebun dengan baik sehingga mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi. Akan tetapi produktivitas kelapa sawit di Kebun Buatan telah mengalami penurunan ketika tanaman mulai berumur diatas 22 tahun. Penurunan produktivitas ini terjadi karena umur tanaman tersebut sudah diatas umur produktivitas maksimal rata-rata kelapa sawit. Oleh karena itu, dari pihak kebun akan berencana melakukan replanting untuk tanaman kelapa sawit tahun tanam 1988 pada semester II tahun 2013 agar produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat kembali.

Tabel 12. Perbandingan produktivitas Kebun Buatan Tahun tanam Umur (tahun) Produktivitas Kebun Buatan Tahun2011 (ton/ha bulan)

Kelas lahan dan produktivitas Marihat (ton/ha/bulan) I II III 1991 20 2.08 1.92 1.79 1.58 1990 21 2.10 1.82 1.75 1.50 1989 22 2.13 1.65 1.58 1.41 1988 23 1.90 1.57 1.50 1.33

Sumber : Kantor Besar Kebun buatan 2012

Analisis Produksi Menggunakan Persamaan Regresi Berganda

Ada tiga konsep yang perlu dipahami apabila berbicara dengan produksi kelapa sawit yaitu. Produksi Secara Genetik, Site Yield Potential, dan Produksi Aktual. Pertama, produksi secara genetik merupakan potensi produksi maksimal yang dimiliki oleh bahan tanaman pada suatu lingkungan tanpa atau sedikit mengalami hambatan baik faktor lingkungan, maupun teknik budidaya dan manajemen. Kedua, Site Yield Potential merupakan produksi yang dapat dicapai oleh bahan tanaman tertentu sesuai dengan kondisi suatu tempat setelah mengalami hambatan oleh faktor pembatas yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia seperti faktor iklim. Ketiga, produksi aktual merupakan produksi yang telah dicapai oleh bahan tanaman tertentu pada suatu lokasi setelah mengalami hambatan oleh faktor pembatas yang tidak dapat dikendalikan.

Analisis produksi kelapa sawit tidak dapat dilakukan secara mudah mengingat banyak faktor yang mempengaruhi produksi seperti tipe tanah secara fisik maupun kimia, kondisi iklim (jumlah dan distribusi curah hujan), lama penyinaran, kecepatan angin, teknik budidaya dan manajemen, dan faktor-faktor sosial dalam kebun. Beberapa faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain yang dapat menurunkan dan menghilangkan produksi dari potensi yang dimiliki oleh tanaman.

Untuk mendapatkan produksi yang optimal maka seluruh faktor produksi yang mempengaruhi harus diusahakan pada kondisi yang optimal. Hal ini dikarenakan faktor penentu produksi tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Optimalisasi yang kurang salah satu faktor atau lebih dapat mempengaruhi pencapaian produksi. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi TBS khususnya di Kebun Buatan adalah curah hujan, jumlah hari kerja, output pemanen, SPH (populasi per hektar), dan umur

31 tanaman. Pemilihan faktor-faktor produksi tersebut didasarkan pada asumsi dan kelengkapan data yang tersedia di kebun.

Analisis dilakukan terhadap tiga variabel faktor penentu produksi yaitu curah hujan selama enam bulan terakhir, jumlah hari kerja dan output pemanen pada tahun 2011. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Produksi (Y) = 12 181 + 0.617 CH + 1.97 Jumlah HK + 5.82 Output Untuk mengetahui persamaan regresi berganda layak atau tidak untuk digunakan dapat dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak digunakan uji normalitas. Persyaratan uji normalitas adalah data berasal dari distribusi yang normal yang di uji dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov pada taraf 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika sinilai gnifikansi lebih besar dari 0,05. Untuk persamaan regresi di atas didapat dengan nilai P-value 0.150 yang berarti data telah terdistribusi dengan normal.

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas atau biasa disebut homoskedastisitas. Ada beberapa metode pengujian yang bisa digunakan diantaranya yaitu uji park, uji glesjer, dan melihat pola grafik regresi seperti pada gambar 6.

Gambar 4. Grafik persamaan regresi

Model yang layak didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa

RESI1 P e rc e n t 500 250 0 -250 -500 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0,150 -9,09495E-13 StDev 191,8 N 12 KS 0,178 P-Value

Probability Plot of RESI1

32

tidak terdapat heteroskedastisitas yang terlihat dari penyebaran data yang membentuk pola. Dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi.

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada pembahasan ini akan dilakukan uji multikolinearitas dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi. Jika nilai VIF lebih besar dari lima maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya, Pada kenyataannya dalam model tersebut diperoleh nilai VIF yang lebih kecil dari lima untuk ketiga faktor yang diuji. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam model persamaan regresi tersebut.

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi maka dapat dilihat dari nilai Durbin Watson

yang dibandingkan dengan nilai dari tabel Durbin Watson. Untuk persamaan regresi di atas peroleh nilai d = 1.41076, nilai dL = 0.6577, dan nilai dU = 1.8640. Berdasarkan kriteria pada uji autokorelasi jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. Oleh karena itu pada persamaan regresi di atas tidak dapat disimpulkan terdapat atau tidaknya autokorelasi karena nilai d terletak antara nilai dL dan nilai dU.

Dari keempat uji asumsi tersebut hanya tiga uji yang menyatakan bahwa persamaan regresi di atas telah memenuhi syarat untuk dapat dikatakan layak sebagai suatu model persamaan yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Berdasarkan kriteria pada uji autokorelasi, persamaan regresi di atas tidak dapat ditentukan adanya autokorelasi atau tidak. Hal ini dibuktikan dengan nilai d yang terletak antara nilai dL dan dU.

Persamaan di atas menunjukkan pada saat semua variabel atau peubah bebas (X) yang digunakan diasumsikan bernilai 0 maka nilai Y (peubah tak bebas) yang dihasilkan adalah 12 181 satuan. Hasil signifikan dari ketiga variabel X yang memiliki pengaruh sangat nyata terhadap produksi TBS (Y) pada taraf uji 1% adalah jumlah hari kerja dan output pemanen yang terlihat dari nilai signifikan yang dihasilkan adalah 0.000 (Tabel 13).

Tabel 13. Pendugaan faktor yang mempengaruhi produksi TBS

Variabel t-hitung Peluang

Curah hujan 2.06 tn 0.074

Jumlah HK 12.01** 0.000

Output pemanen 13.29** 0.000

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1 %

Nilai koefisien determinasi atau R2yang dihasilkan dalam analisis terhadap produksi TBS (tandan buah segar) tahun 2011 adalah sebesar 98.3% yang berarti bahwa 98.3% variasi variabel Y (produksi) di Kebun Buatan dapat diterangkan oleh variabel X (faktor penentu produksi yakni curah hujan, jumlah hari kerja dan

33 output pemanen). Pengaruh faktor lain diluar model pengaruhnya sangat kecil sekali yaitu hanya 1.7%. Hasil uji analisis ini membuktikan bahwa faktor-faktor produksi yang dianalis sudah cukup mewakili dalam memperkirakan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi TBS di Kebun Buatan pada tahun 2011. Pengaruh faktor-faktor yang di analisis berdasarkan persamaan regresi berganda akan dijelaskan masing-masing.

Curah Hujan

Menurut PPKS (2006) curah hujan yang optimal untuk tanaman kelapa sawit berkisar antara 2 000 – 2 500 mm/tahun dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun serta tidak terdapat kondisi kekeringan yang signifikan seperti bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) ataupun defisit air.

Nilai signifikan yang diperoleh untuk faktor curah hujan dalam persamaan regresi adalah 0.074. Nilai ini menunjukkan tidak adanya pengaruh antara curah hujan dan produksi TBS di Kebun Buatan yang terlihat dari nilai signifikan yang diperoleh lebih besar dari taraf uji 0.05 (α = 5%).

Curah hujan yang tidak berpengaruh terhadap produksi TBS di Kebun Buatan ini dikarenakan rata-rata curah hujan tahunan selama lima tahun terakhir sudah sesuai dengan kebutuhan dan syarat tumbuh kelapa sawit. Curah hujan yang terjadi di Kebun Buatan selama tahun 2007 - 2011 yaitu 2 152.4 mm/tahun serta tidak pernah terjadi kondisi kekeringan ataupun defisit air selama lima tahun terakhir hal ini dibuktikan dengan lebih banyak jumlah bulan basah dibandingkan dengan bulan kering dimana terdapat rata-rata sembilan bulan basah dan dua bulan kering selama lima tahun terakhir.

Selain itu curah hujan yang tidak berpengaruh terhadap produksi TBS juga dapat disebabkan populasi pada tanaman kelapa sawit di kebun ini mempunyai tingkat keseragaman yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tahun tanam yang homogen pada tiap blok kelapa sawit. Homogenitas tahun tanam yang tinggi pada setiap bloknya berdampak pada pengaruh jumlah curah hujan yang diterima tanaman menjadi merata sehingga setiap tanaman kelapa sawit dalam kebun tersebut mendapatkan jumlah air yang merata juga.

Kondisi kekeringan yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman kelapa sawit kekurangan air dan mengganggu perkembangan bunga sehingga menurunkan produktivitasnya. Sedangkan kondisi wilayah dengan curah hujan yang berlebihan akan menyebabkan tanaman tergenang sehingga perakarannya menjadi anaerob juga akan mengurangi intensitas cahaya sehingga dapat menghambat produktivitas.

Jumlah Hari Kerja

Kegiatan panen merupakan pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit sehingga tenaga kerja panen memiliki peran yang penting dalam perkebunan kelapa sawit. Berkurangnya tenaga kerja panen akan berpengaruh terhadap jumlah hari kerja efektif kegiatan panen yang secara langsung akan mempengaruhi produksi kebun pada hari tersebut.

34

Nilai signifikan yang diperoleh untuk faktor jumlah hari kerja dalam persamaan regresi adalah 0,000. Nilai ini menunjukkan pengaruh yang sangat nyata antara jumlah hari kerja dengan produksi TBS di Kebun Buatan yang terlihat dari nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari taraf uji 0.01 (α = 1%).

Berdasarkan hasil analisis dapat dikatakan bahwa dengan penambahan jumlah hari kerja efektif dapat meningkatkan produksi. Akan tetapi kebutuhan tenaga panen harus mengacu pada luas total areal kebun, kegiatan panen akan terhambat bila tenaga panen kurang dari jumlah yang sesuai dengan indeks tenaga kerja, terlalu tinggi juga tidak baik karena menjadi tidak efisien dalam hal biaya. Nilai indeks tenaga kerja mempengaruhi apakah jumlah tenaga kerja pada suatu perusahaan efisien atau tidak. Pada tahun 2011 Kebun Buatan memiliki indeks tenaga kerja sebesar 0.22 yang berarti pengelolaan tenaga kerja di Kebun Buatan sudah efisien dan efektif dengan rata-rata jumlah hari kerja 5 659 HK per bulan

Jumlah tenaga panen per mandoran berkisar antara 15 - 20 orang dengan tiga mandor per afdeling berarti dalam satu afdeling biasanya terdapat 45 - 60 orang tenaga panen. Berkurangnya tenaga kerja panen disebabkan ada karyawan yang tidak masuk dikarenakan ijin cuti, sakit, ataupun karena faktor alam seperti hujan. Jumlah hari kerja yang rendah mengakibatkan produksi harian menurun dengan luas areal yang dipanen menurun sehingga mengakibatkan rotasi panen

Dokumen terkait