Topografi Lereng dan Karakteristik Tanah
Analisis stabilitas lereng dilakukan di Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Desa tersebut dikelilingi oleh barisan perbukitan yang memiliki lereng dengan berbagai sudut kemiringan. Pada area penelitian yang terletak di Desa Cisarua dan merupakan area rawan longsor dilakukan pengukuran topografi. Setelah melakukan pengukuran survei lapangan lalu dilakukan input data dalam software Surfer 10.0 . Topografi lereng penelitian ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Topografi lereng penelitian
Bentuk lereng diperoleh dari dimensi sisi-sisi lereng. Dimensi lereng yang dianalisis memiliki topografi dan kemiringan yang tidak seragam, sehingga lereng yang dimodelkan ditentukan berdasarkan pada titik yang memiliki sudut kemiringan tinggi. Berdasarkan titik peta topografi yang telah dipilih diperoleh sudut kemiringan sebesar 32o dan ketinggian lereng 25 m dari bibir lereng. Geometri lereng penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.
14
Lereng atau lahan yang mempunyai kemiringan melampaui 20o biasanya sudah bisa menimbulkan longsor. Menurut Utomo (2008), menyatakan bahwa hubungan antara panjang dan kemiringan lereng berkaitan dengan keseimbangan energi. Bertambahnya kemiringan lereng (slope), akan diikuti dengan pertambahan luas hamparan longsor. Luas hamparan longsor adalah luas yang dapat dijangkau sejumlah material longsoran menuju ke tempat yang sudah cukup stabil. Selain itu pengaruh kemiringan lereng terhadap proporsi areal longsor memiliki pola yaitu semakin meningkatnya kemiringan lereng maka akan diikuti dengan meningkatnya proporsi areal longsor. Proporsi areal longsoran adalah seberapa bagian lahan yang terkena longsor pada suatu hamparan lereng.
Data karakteristik tanah yang diperlukan dalam analisis didapatkan dari pengujian geser langsung (direct shear) dan uji densitas di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah IPB. Sampel tanah diambil pada kedalaman 40 cm dibawah permukaan tanah. Pada uji geser langsung (direct shear) di laboratorium setiap sempel tanah diuji dengan beban 0,5 kg/cm2, 1,0 kg/cm2, 1,5 kg/cm2 serta dilakukan tiga kali pengulangan yang dapat menunjukkan karakteristik tanah berupa kohesi, sudut geser dalam. Hasil pengujian geser langsung dari tiga titik diplot dalam grafik sesuai dengan persamaan Mohr-Coulomb sehingga diperoleh nilai kohesi, sudut geser dalam dan berat isi tanah. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil nilai kohesi, sudut geser dalam dan berat isi tanah dari hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 7 Hasil uji geser langsung
y = 0,5038x + 0,1773 0 0,5 1 1,5 0 0,5 1 1,5 2 τ (K g/ cm 2) Beban uji (Kg/cm2) (Sampel atas) y = 0,5273x + 0,1805 0 0,5 1 1,5 0 0,5 1 1,5 2 τ (K g/ cm 2) Beban uji (Kg/cm2) (Sampel tengah) y = 0,4943x + 0,1099 0 0,5 1 1,5 0 0,5 1 1,5 2 τ (K g/ cm 2) Beban uji (Kg/cm2) (Sampel bawah)
15 Tabel 2 Hasil uji geser tanah dan uji densitas tanah
Titik Kohesi Sudut Geser Berat isi Kg/cm2 KN/m2 Dalam (o) gr/cm3 KN/m3 Atas 0,1773 17,387 26,738 1,739 17,062 Tengah 0,1805 17,700 27,802 1,826 17,922 Bawah 0,109 10,777 26,303 1,732 16,991
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 2 diperkirakan faktor keamanan lereng masih terbilang kecil. Menurut Pangemanan et al (2014), semakin tinggi nilai kohesi maka nilai faktor keamanan lereng akan semakin tinggi juga. Selain itu sudut geser dalam juga merupakan salah satu parameter faktor keamanan lereng. Menurut teori Mohr-Coulomb nilai sudut geser dalam berhubungan juga dengan nilai faktor keamanan lereng. Semakin tinggi nilai sudut geser dalam maka semakin tinggi pula faktor keamanan lereng. Hasil untuk nilai berat isi yang diperoleh sudah sesuai dengan nilai berat ini menurut Wesley (1973) yang menyatakan bahwa nilai berat isi pada tanah jarang lebih kecil daripada 1,2 gr/cm3 atau lebih besar daripada 2,5 gr/cm3.
Analisis Stabilitas Lereng
Analisis stabilitas lereng di Desa Cisarua, Kabupaten Bogor dengan menggunakan software Geostudio SLOPE/W 2012 dengan metode Bishop yang disederhanakan (Simplified Bishop Method). Pada Gambar 8 disajikan pemodelan lereng dan hasil analisis stabilitas lereng yang sudah dianalisis melalui software Geostudio SLOPE/W 2012.
Gambar 8 Hasil analisis stabilitas lereng
Menurut SKBI-2.3.06 (1987), nilai faktor keaman < 1,5 dikategorikan sebagai rawan terjadi kelongsoran. Berdasarkan Gambar 14 diketahui nilai faktor
16
keamanan sebesar 1,358 hal ini menunjukana bahwa lereng lokasi pengamatan tidak dalam keadaan stabil dan belum aman dari longsor. Selain itu hasil analisis menunjukan bahwa pada jarak sekitar 5 m dari bibir lereng bagian atas menunjukan bahwa lereng dapat mengalami keruntuhan. Salah satu penyebab terjadinya keruntuhan di bagian atas bibir lereng diakibatkan adanya aktivitas manusia yang menggunakan lahan sebagai ladang pertanian sehingga tutupan lahan berkurang. Hal ini yang akan mengakibatkan daya infiltrasi air saat terjadi hujan menjadi berkurang. Akibat berkurangnya kemampuan tanah dalam menyerap air, tegangan geser pada tanah semakin meningkat akibat tekanan air pori. Hal tersebut menyebabkan lereng dilokasi penelitian dapat mengalami kelongsoran. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyunto (2007), bahwa penggunaan lahan seperti persawahan maupun tegalan dan semak belukar, terutama pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan lahan terjal umumnya sering terjadi tanah longsor.
Perencanaan Perkuatan Lereng dengan Teras Bangku
Perbaikan stabilitas lereng umumnya dilakukan untuk mereduksi gaya-gaya yang menggerakan, menambah tahanan geser tanah atau keduanya. Alternatif penguatan lereng pertama yang digunakan adalah dengan mengubah geometri lereng. Menurut Hardiyatmo (2006), mengubah geometri lereng dapat meliputi pelandaian kemiringan lereng dan pembuatan teras. Penggalian berbentuk trap atau teras sangat cocok untuk lereng yang terjal, dimana perbaikan stabilitas dengan membuat lereng lebih landai sulit dilakukan.
Perencanaan pemodelan teras dapat dilakukan langsung dengan menggunakan pemodelan lereng awal yang dimodifikasi dengan vertikal interval galian pada software Geostudio SLOPE/W 2012. Vertical interval teras ditentukan dengan trial and error yang disesuaikan dengan ketinggian lereng dan kemiringannya, selain itu digunakan juga rumus vertical interval Schwab et al (1957) yang dapat dilihat di Persamaan 2. Berdasarkan Schwab et al (1957), dalam perencanaan teras diperlukan nilai vertical interval (V.I) dengan variabel hitung berupa kemiringan (S), konstanta pertama (a), dan konstanta kedua (b). Nilai S yang digunakan adalah 62,5%, a adalah 2, dan b adalah 3. Hasil perhitungan menunjukan nilai V.I yang dihasilkan adalah 7 m, sehingga lereng dibagi menjadi 3 teras, hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan metode trial and error untuk teras dengan V.I galian 6 m lereng harus dibagi menjadi 4 teras dan untuk teras dengan V.I galian 5 m, maka lereng harus dibagi menjadi 5 teras. Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I galian teras 6 m dan 5 m disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11. Teras dengan V.I galian 4 m teras dibagi menjadi 6 teras dan untuk teras dengan V.I galian 3 m, maka lereng harus dibagi menjadi 8 teras Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I galian teras 4 m dan 3 m dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Untuk teras dengan V.I galian 2 m, maka teras dibagi menjadi teras yang lebih kecil demikian juga untuk teras dengan V.I galian 1 m. Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I galian teras 2 m dan 1 m disajikan pada Gambar 14 dan Gambar 15.
17
Gambar 9 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I teras 7 m
Gambar 10 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I teras 6 m
18
Gambar 12 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I teras 4 m
Gambar 13 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I teras 3 m
19
Gambar 15 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I teras 1 m
Faktor keamanan pada pemodelan teras yang menggunakan pemodelan lereng awal yang dimodifikasi dengan V.I galian pada software Geostudio SLOPE/W 2012 dapat langsung dianalisis langsung. Hasil percobaan faktor keaamanan dimensi lereng dengan variasi ketinggian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisis faktor keamanan lereng dengan teras
Kriteria dimensi teras Faktor keamanan Tanpa teras (Lereng asli) 1,358 Desain perhitungan
Schwab et al (1957) Galian V.I 7 m 1,344
Desain trial and error Galian V.I 6 m 1,362
Galian V.I 5 m 1,465
Galian V.I 4 m 1,502
Galian V.I 3 m 1,532
Galian V.I 2 m 1,378
Galian V.I 1 m 1,392
Hasil analisis faktor keamanan lereng pada Tabel 3 menunjukan bahwa nilai faktor keamanan lereng setelah diberi teras rata-rata lebih besar dibandingan dengan lereng yang tidak diberikan teras. Namun faktor keamanan teras pada vertical interval galian 7 m masih lebih rendah dibandingkan dengan faktor keaman lereng aslinya, ini mungkin dikarenkan vertical interval yang diberikan masih terlalu curam dibagian teras nya sehingga mengakibatkan faktor keaman nya menjadi rendah dan juga untuk teras dengan vertikal interval galian 7 m yang menggunakan rumus Schwab et al (1957) masih memiliki kekurangan karena nilai konstanta yang digunakan adalah nilai konstanta untuk georafis daerah Amerika. Selain itu hasil analisis stabilitas lereng dengan vertical interval galian teras 6 m, 5 m , 4 m, 3 m, 2 m, dan 1 m menunjukkan bahwa bidang longsor yang terjadi hampir disepanjang lereng. Perencanaan teras yang cocok atau memiliki faktor keaman stabilitas lereng yang cukup tinggi adalah pada lereng dengan vertical interval galian teras 3 m dengan faktor keaman sebesar 1,532. Berdasarkan
20
rentang angka keamanan yang tercantum dalam SKBI-2.3.06 tahun 1987 nilai faktor keamanan yang telah didapat sudah cukup mendekati standar keamanan, berarti lereng sudah cukup stabil.
Perencanaan Perkuatan Lereng dengan Dinding Bronjong
Alternatif lain untuk perkuatan lereng selain dengan menggunakan teras dapat digunakan alternatif perkuatan dengan membuat dinding bronjong dibagian bawah lereng.
Tabel 4 Parameter perencana dinding bronjong Parameter Nilai Parameter Nilai
H : 6 m Φ : 26,303o
B : 4 m ws : 16,991 kN/m3
q : 0 kN/m2 wg : 23 kN/m3
α : 0 δ : 29o (BNC 2006, Hardiyatmo 2006) β : 0
Perencanaan perkuatan lereng dengan menggunakan dinding beronjong direncanakan dengan perhitungan manual dengan dikombinasikan spesifikasi bahan menurut SNI 03-0090-1999. Data yang diperlukan dalam perencanaan bronjong adalah sudut geser dalam, sudut kemiringan tanah, densitas tanah, densitas bronjong, sudut kemiringan bronjong, tinggi rencana, dan lebar rencana. Spesifikasi menurut SNI 03-0090-1999 untuk perencanaan bronjong yaitu ukuran 2 m x 1 m x 1 m, dengan berat isi bronjong sebesar 23 kN/m3.
Berdasarkan pada Tabel 4 parameter perencanaan dinding bronjong diperoleh nilai koefisien tekan (Ka) sebesar 0,379. Kemudian hitung nilai tekan aktif total (Pa) melalui Persamaan (4).
P
Bila nilai cos β = 1 maka nilai tekan tanah aktif pada arah horozontal sama dengan nilai tekan aktif total sebesar . Kemudian dihitung jarak vertikal menuju dengan Persamaan (6) dan momen guling (Mo) dihitung dengan Persamaan (7).
𝑑 (
𝑥 )
( ) 𝑥 𝑀 = 2 m x 115,912 kN/m = 231,825 kN
Desain bronjong yang direncanakan dapat dilihat di Gambar 16. Dimensi tinggi (H) bronjong direncanakan 6 m sedangkan jarak horizontal (B) adalah 4 m berdasarkan ketentuan GEO (2004). Ukuran bronjong yang digunakan di Indonesia yakni berdasarkan SNI 03-0090-1999 adalah 2 m (p) x 1 m (l) x 1 m (t) dengan berat bronjong sebesar 23 kN/m3.
21
Gambar 16 Potongan rancangan bronjong pada lereng
Perhitungan berat bronjong untuk setiap 1 m panjang dihitung dengan Persamaan (8). Perhitungan jarak horizontal Wg terhadap titik 0 dihitung dengan Persamaan (9) dan ∑ 𝐴 merupakan luasan total bronjong serta x adalah jarak ke 0. Nilai momen tahanan dihitung dengan Persamaan (10).
Wg = (8 + 6 + 4) m2 x 23 kN/m3 =414 kN/m
A.x1 = 8 ( 2,5 cos 0 + 1 sin 0) = 20 A.x2 = 6 ( 3 cos 0 + 3 sin 0) = 18 A.x3 = 4 ( 3,5 cos 0 + 5 sin 0) = 14 ∑ 𝐴 = 52 m2
𝑑𝑔
𝑀𝑟 𝑥
Setelah semua nilai ketentuan dalam perencanaan bronjong dihitung, kemudian dicek faktor keamanan terhadap guling dengan Persamaan (11) . Faktor keamanan terhadap geser dicek dengan Persamaan (12) . Setelah itu Eksentrisitas dihitung dengan Persamaan (13) dan (14).
𝑆 (𝐴 ) 𝑆 (𝐴 ) (𝐴 )
22
Setelah perencanaan bronjong melalui perhitungan manual telah memenuhi faktor keamanan terhadap guling (overturning) dan terhadap geser (sliding), maka dilakukan analisis terhadap lereng dengan adanya penambahan bronjong di bagian bawah bibir lereng dengan ketinggian 6 m dan lebar 4 m pada pemodelan lereng awal dengan bantuan GeoStudio SLOPE/W 2012. Nilai faktor keamanan lereng setelah diberi bronjong adalah sebesar 1,562. Berdasarkan rentang angka keamanan yang tercantum dalam SKBI-2.3.06 tahun 1987 nilai faktor keamanan yang telah didapat sudah cukup ideal menurut standar keamanan, berarti lereng sudah cukup stabil. Hasil analisis ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17 Analisis lereng yang telah memiliki bronjong
Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Teras dan Bronjong
Perencanaan biaya pada pekerjaan lereng berdasarkan Daftar Harga Satuan Kabupaten Bogor tahun 2016. Dimensi perencanaan alternatif kestabilan lereng menggunakan teras dengan vertical interval galian 3 m, lebar 5 m, dan panjang 15 m pada setiap teras, sehingga diperoleh biaya proses pengutan lereng sebesar Rp 157.282.500,00. Dimensi perencanaan untuk alternatif penguatan lereng menggunakan dinding bronjong adalah tinggi 6 m, lebar dasar 4 m, dan panjang 15 m. Hasil perencanaan rancangan anggaran biaya untuk pembangunan bronjong tersebut adalah sebesar Rp 281.601.847,00 . Uraian perencanaan anggaran biaya (RAB) ditunjukkan pada Lampiran 1 untuk pembuatan teras dan Lampiran 2 untuk pembuatan bronjong.
23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya
1. Hasil analisis stabilitas lereng menggunakan software Geostudio SLOPE/W dengan metode Bishop diperoleh nilai faktor keamanan lereng sebesar 1,358, yang berarti lereng tidak dalam kondisi stabil karena Fk < 1,5. Untuk itu, masih diperlukan peningkatan kestabilan lereng untuk mencegah terjadinya longsor.
2. Penguatan lereng dengan teras mampu meningkatkan stabilitas lereng. Tinggi vertikal interval maksimal adalah 3 m dan lebar 5 m, sehingga diperoleh nilai faktor keamanan 1,532. Penguatan lereng dengan bronjong dengan tinggi 6 m dan lebar 4 m menghasilkan Fk bronjong terhadap guling sebesar 5,461 dan terhadap geser sebesar 2,115. Kestabilan lereng dengan konstruksi bronjong meningkat menjadi 1,562.
3. Dari hasil analisis besarnya biaya untuk pembuatan teras adalah Rp157.282.500,00 dan untuk pembangunan bronjong sebesar Rp281.601.846,00. Pembuatan teras memiliki biaya yang lebih sedikit,sehingga lebih efisien dan murah sebagai alternatif penguatan lereng rawan longsor.
Saran
Analisis mekanik tanah pada penelitian ini menggunakan metode uji geser langsung karena keterbatasan alat. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode triaksial agar mendapatkan data yang lebih akurat. Analisis ketsabilan lereng perlu dilakukan juga di tempat lain mengingat masih banyak lereng, khususnya di bogor bagian timur yang memiliki tingkat kerawanan terhadap longsor yang cukup tinggi, sehingga dapat dilakukan penguatan pada lereng-lereng yang tidak stabil sebelum terjadi longsor.
24