• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran

Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung muncul dari adanya kebutuhan jagung pada daerah lain yang dibatasi oleh jarak yang jauh dari lokasi produksi jagung. Dimana dengan keterbatasan jarak yaitu di daerah yang jauh bahkan terpencil serta kondisi petani produsen dengan keterbatasannya akan modal, pengetahuan, dan prasarana/sarana transportasi menyebabkan kemungkinan petani tidak mampu memperoleh hasil jagungnya dengan harga yang memuaskan.

Produk jagung yang didistribusikan oleh petani responden (30 responden) di provinsi NTB hanya sampai pada pedagang besar yang sekaligus merupakan pedagang antar pulau (PAP). Selanjutnya pedagang besar menditribusikannya pada konsumn yang berada di luar Provinsi NTB. Aliran distribusi jagung yang terbentuk di Kabupaten Lombok Timur adalah sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 6 berikut.

Gambar 6 Arus komoditi jagung di Kabupaten Lombok Timur.

Berdasarkan Gambar 6 di atas, terlihat bahwa petani melakukan pemasaran jagung melalui tiga lembaga pemasaran yaitu tengkulak, makelar dan pedagang besar. Dari produk jagung yang di pasarkan petani, menunjukkan

IV PAP (Pedagang Besar) Pedagang I (Makelar) Petani T Pedagang II (Tengkulak) Konsume n (Pabrik) 23,3 %  33,3 %  I I II 43,4 % 

adanya tiga pola saluran pemasaran jagung. Ke tiga pola saluran pemasaran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Saluran pemasaran I, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang I (makelar), kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen.

2. Saluran pemasaran II, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang besar, kemudian pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen.

3. Saluran pemasaran III, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang II (tengkulak), kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen.

Berdasarkan ke tiga saluran yang terbentuk, rata-rata petani menjual produk jagungnya (160,30 ton) dalam bentuk kering panen beserta tongkolnya kepada makelar, tengkulak dan pedagang besar. Jagung kering panen yang diperoleh dari makelar maupun tengkulak, oleh pedagang besar kemudian dijual dalam bentuk kering pipil kepada konsumen yaitu pengusaha pakan ternak di Bali sebagai campuran pakan bagi ternaknya.

Pada saluran pemasaran satu, yaitu pemasaran jagung yang dilakukan oleh petani kepada pedagang pengumpul I (makelar), kemudian dipasarkan kembali oleh makelar pada pedagang besar selanjutnya ke konsumen pabrik. Terdapat sepuluh orang petani responden (33,3 persen) yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 48,5 ton langsung pada lima orang makelar. Oleh pihak makelar seluruhnya langsung dipasarkan kepada pedagang besar dalam bentuk produk jagung kering pipil untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada konsumen pabrik pakan yang berada di Bali.

Pada saluran pemasaran ke dua, terdapat tiga belas orang petani responden (43,4 persen) yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 78 ton (rata-rata 6 ton) langsung pada empat orang pedagang besar yang merupakan pedagang antar pulau (PAP). Dikarenakan produk akhir yang di pasarkan oleh empat pedagang besar pada konsumen pabrik adalah dalam bentuk jagung kering pipil, maka

produk jagung kering panen kemudian diolah menjadi jagung kering pipil sesuai dengan permintaan konsumen (pengusaha pakan di Bali) yaitu memiliki kadar air 15-14 persen. Untuk memperoleh kadar air tersebut, jagung pada petani responden sebelumnya dilakukan penjemuran 1 hingga 2 hari.

Pada saluran pemasaran ke tiga, tujuh orang petani responden (23,3 persen) menjual hasil panen jagungnya pada 5 orang tengkulak. Produksi yang dipasarkan petani pada tengkulak juga dalam bentuk jagung kering panen sebesar 33,80 ton (rata-rata 4,8 ton). Oleh pihak tengkulak langsung dipasarkan kepada pedagang besar tanpa ada pengolahan/ perubahan bentuk produk melainkan masih berupa jagung kering panen untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada konsumen pabrik pakan di Bali.

Berdasarkan ke tiga saluran pemasaran tersebut, menunjukkan bahwa saluran pemasaran ke dua merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani (43,4 persen) dalam memasarkan hasil panennya. Saluran tersebut yaitu penjualan jagung petani langsung pada pedagang besar dalam bentuk jagung kering panen, kemudian dilanjutkan pada konsumen (pabrik pakan). Selanjutnya disusul oleh saluran pemasaran pertama dan saluran pemasaran ketiga. Artinya bahwa petani memiliki akses untuk menjual produknya langsung pada pedagang besar, walaupun pada daerah tersebut juga terdapat pedagang lainnya yaitu makelar dan tengkulak. Beberapa faktor yang sering dijadikan keluhan oleh rata-rata petani dalam memasarkan jagungnya dalam bentuk kering panen tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu menjadi jagung kering pipil antara lain yaitu adanya keinginan petani untuk secepatnya mendapat balas jasa dari hasil usahataninya, adanya keterbatasan fasilitas seperti gudang penyimpanan dan mesin pemipilan jagung, serta adanya kebutuhan akan biaya yang digunakan untuk usahatani selanjutnya.

Selain hal tersebut di atas, juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar antara petani dengan pedagang besar sehubungan dengan informasi mengenai nilai pasar sebenarnya dari jagung. Keterbatasan tersebut salah satunya yang membuat pedagang besar lebih dominan dalam menentukan harga pada saat transaksi atau penimbangan jagung. Hal yang biasa dilakukan oleh petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah dengan membatalkan

transaksi, dan menjualnya pada pedagang lain yang menawarkan harga yang sedikit lebih tinggi.

Metode yang digunakan untuk melihat apakah pemasaran yang ada sudah efisien dan adil dalam pendistribusiannya, maka perlu dilengkapi dengan analisis informasi mengenai fungsi-fungsi pemasaran. Analisis fungsi ini dilakukan oleh setiap partisipan dalam memasarkan jagung untuk masing-masing saluran pemasaran yang ada selain marjin pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga.

Tabel 7 Pelaksanaan fungsi-fungi yang dilakukan lembaga pemasaran jagung Saluran

Lembaga Pemasaran

Fungsi-fungsi Pemasaran

Pertukaran Fisik Fasilitas

Jual Beli Pengolahan Pengemasan Penyimpana

n

Transportasi Sortai Resiko Pembiaya

an Informasi Pasar Saluran I Petani √ - - - √ - - Makelar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Pedagang besar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Saluran II Petani √ - - - √ - - Pedagang besar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Saluran III Petani √ - - - √ - - Tengkulak √ √ - √ - √ - √ √ √ Pedagang besar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Keterangan

( √ ) = melakukan fungsi pemasaran ( - ) = tidak melakukan fungsi pemasaran

Berdasarkan Tabel 7 di atas, menjelaskan tentang fungsi-fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jagung. Hal ini dipakai untuk melihat dan menilai lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran tertentu dan berapa kompensasi serta bagaimana konsekuensi yang diproleh dari melakukan fungsi atau kegiatan tersebut. Kegunaan pendekatan fungi dalam analisis pemasaran adalah untuk melihat bagaimana variasi aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat di setiap tingkat dan semua saluran yang ada, serta kaitannya dengan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan sehubungan kegiatan yang dilakukan lembaga tersebut pada tiap tingkat di semua saluran pemasaran yang ada.

Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh semua pedagang, sedangkan petani hanya melakukan kegiatan penjualan. Transaki yang dilakukan petani dengan pedagang dilakukan dengan langsung dan tunai karena volume produksi yang diperdagangkan relatif kecil. Petani juga membutuhkan uang tunai sehingga kegiatan penimbangan (penjualan) dilakukan langsung setelah panen. Sebagian besar petani yang ada di lokasi penelitian tidak memiliki ikatan tertentu kepada pedagang sehingga dalam proses jual beli petani memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa mereka ingin menjual hasil panennya.

Fungsi fisik berupa kegiatan pengolahan, hanya dilakukan oleh makelar dan pedagang besar. Dengan demikian, terdapat perubahan bentuk dari produk jagung yang dipasarkan dari produsen hingga ke pedagang besar dan konsumen pabrik pakan. Proses perubahan bentuk dan penambahan nilai pada produk jagung lanjutan dilakukan oleh konsumen pabrik pakan di luar Provinsi NTB. Dikarenakan adanya keterbatasan penelitian, maka penelitian ini tidak mencakup kajian pemasaran pada level tersebut melainkan hanya sampai tingkat pedagang besar saja yang merupakan pedagang akhir yang melakukan kegiatan pemasaran antar pulau. Kegiatan penyimpanan dalam fungsi ini dilakukan oleh makelar dan pedagang besar pada setiap saluran pemasaran yang ada. Kegiatan pengemasan juga dilakukan oleh lembaga pemasaran sedangkan petani tidak melakukan pengemasan dikarenakan hanya melakukan kegiatan budidaya saja. Fungsi

pengangkutan/transportasi dilakukan oleh seluruh lembaga pemasaran jagung yang terlibat.

Fungsi sortasi atau grading tidak dilakukan pada tingkat petani dan pedagang pengumpul II (tengkulak). Hal ini dikarenakan jagung yang dipasarkan relatif seragam. Sortasi hanya dilakukan pada tingkat pedagang I (makelar) dan pedagang besar. Begitu pula dengan grading yang dilakukan untuk mengukur kadar air, serta tampilan fisiknya dari segi bentuk dan warna.

Petani dan pedagang di semua saluran yang ada sama-sama mempunyai resiko, walupun tingkatnya berbeda-beda. Resiko yang dihadapi petani adalah kegagalan panen dan adanya harga yang berfluktuasi sehingga berpengaruh pada kepastian dalam berusahatani. Pedagang pengumpul (makelar) menghadapi resiko kerugian finansial yang bisa diakibatkan oleh kesalahan dalam menaksir kadar air jagung saat penimbangan. Sedangkan pedagang besar juga menghadapi resiko usaha yaitu kerugian finansial yang dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya jumlah dan nilai kontrak penjualan sesuai spesifikasi mutu jagung yang diminta konsumen (pabrik pakan). Petani tidak memiliki akses pada informasi pasar, seperti tingkat harga yang berlaku karena hanya bertindak sebagai penerima harga. Pedagang di semua saluran mempunyai dana yang umumnya berasal dari pembiayaan, biasanya diberikan oleh pedagang pada pedagang yang berada satu tingkat di bawahnya sebagai pinjaman.

Berdasarkan konsep utilitas atau penciptaan dan penambahan nilai guna yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam pemasaran jagung terlihat bahwa mekanisme pemasaran jagung yang terjadi banyak ditentukan oleh nilai guna bentuk yaitu jagung kering pipil dari produk awalnya kering panen, nilai guna waktu yaitu kegagalan panen yang berpengaruh pada pemenuhan kuota dan nilai kontrak penjualan. Selain itu, juga ditentukan oleh nilai guna tempat (pasar) yaitu lokasi dan sitsim pendistribusiannya, dan kepemilikan barang yang beeerpeengaruh pada penentuan dan peembentukan harga. Dengan kata lain proses pemasaran jagung merupakan kegiatan yang produktif dengan menghasilkan pembentukan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan.

6.2. Struktur Pasar

Analisis struktur pasar menurut Sudiyono (2002) dilakukan dengan melihat empat karakteristik pasar, diantaranya yaitu 1) jumlah penjual dan pembeli (lembaga pemasaran yang ada), 2) keadaan produk yang diperjual belikan, 3) Hambatan masuk pasar, dan 4) informasi pasar. Struktur pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat di analisis dengan nilai konsentrasi pasar.

Pasar komoditi pertanian, pastinya terdapat pembeli dan penjual yang terlibat dalam kegiatan jual beli produk pertanian, dalam hal ini adalah komoditi jagung. Pada daerah penelitian yang sebagian besar masyarakatnya adalah di bidang pertanian, ditambah lagi dengan kondisi lahan yang mendukung untuk pengembangan jagung, maka tidaklah heran jika jumlah petani dalam posisi sebagai produsen memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan pedagang yang melakukan kegiatan pembelian jagung.

Penjual dan pembeli yang terlibat dalam pasar dengan jumlah yang banyak, identik dengan pasar persaingan sempurna. Pasar ini mengkondisikan masing-masing dari penjual dan pembeli dalam menentukan harga berdasarkan pada permintaan dan penawaran produk, sehingga ada persaingan produk baik bentuk, sifat, jumlah, dan lainnya sesuai permintaan. Kaitannya dengan hal tersebut dan melibatkan beberapa pedagang dengan spesifikasi kegiatan pemasaran membentuk saluran dan tingkatan/struktur dalam sistim pemasaran. Adapun jumlah penjual dan pembeli, ada tidaknya diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar, dan struktur pasar dalam pemasaran jagung di Kabupaten Lombok Timur disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar, dan struktur pasar dalam pemasaran jagung

No Sifat Pasar Petani Tengkulak Makelar Pedagang Besar 1. Jumlah penjual 30 5 5 4 2. Jumlah pembeli 14 3 4 3 3. Diferensiasi produk Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada 4. Hambatan keluar

Berdasarkan Tabel 8 di atas, menjelaskan bahwa dari 30 orang petani responden kemudian melakukan penjualan produk jagungnya pada 14 orang pembeli yang terdiri dari 5 orang tengkulak, 5 orang makelar dan 4 orang pedagang besar. Selanjutnya tengkulak melakukan kegiatan transaksi penjualan dengan 3 orang pedagang besar, sedangkan makelar menjual produknya pada 4 orang pedagang besar, dan pedagang besar menjual jagungnya pada 3 perusahaan pengolahan pakan di luar pulau (bali) sebagai pembeli/konsumen.

Produk jagung yang dipasarkan oleh pedagang besar kepada konsumen pabrik di Bali yaitu dalam bentuk jagung kering pipil untuk diolah sebagai pakan ternak. Produksi jagung yang dipasarkan oleh 30 petani responden kepada masing-masing lembaga pemasaran yaitu rata-rata dalam bentuk jagung kering panen beserta tongkolnya dengan kadar air 20 persen. Produksi jagung kering panen yang dihasilkan petani dalam 1 ton akan mengasilkan jagung kering pipil yaitu sebesar 700 kg. Artinya, konversi jagung kering panen menjadi jagung kering pipil adalah sebesar 70 persen. Pada tingkat petani rata-rata tidak terdapat diferensiasi produk pada produk jagung yang dipasarkannya. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan pada kemampuan petani yaitu dalam hal fasilitas gudang, dan kebutuhan modal untuk uahatani selanjutnya.

Pada tingkat lembaga pemasaran yaitu tengkulak, dimana dikarenakan tengkulak hanya memasarkan produk jagung petani kepada pedagang besar tanpa adanya perubahan bentuk produk jagung, sehingga produk yang dibeli maupun yang dipasarkan adalah bersifat homogen. Pada tingkat makelar, tidak terdapat diferensiasi produk pada produk yang di beli yaitu dalam bentuk jagung kering panen, dan produk yang dipasarkan pada pedagang besar yaitu dalam bentuk jagung kering pipil. Hal ini dikarenakan, sebelumnya terdapat kesepakatan/ perjanjian jual beli dengan pedagang besar mengenai harga dan jenis produk jagung yang di jual makelar, yaitu dalam bentuk jagung kering pipilan kadar 15-14 persen. Lain halnya dengan pedagang besar, yaitu terdapat diferensiasi produk pada produk jagung yang dibeli brupa jagung kering panen dan jagung kering pipil. Sedangkan jagung yang dipasarkan pada konsumen sifatnya adalah homogen yaitu dalam bentuk jagung kering pipil.

Pada kegiatan pemasaran, terdapat suatu kendala atau hambatan usaha bagi suatu perusahaan untuk dapat masuk pasar. Pada tingkat petani selaku produsen jagung, ternyata juga terdapat hambatan usaha yaitu tidak bebasnya petani untuk masuk ke dalam pasar jagung, yang dikarenakan oleh adanya keterbatasan terhadap informasi pasar. Pada tingkat tengkulak, hambatan usaha yang dialami adalah dari segi modal usaha berupa uang untuk pembelian jagung milik petani, serta tidak tersedianya fasilitas usaha antara lain gudang penyimpanan, lantai jemur maupun alat pemipilan jagung. Dikarenakan makelar merupakan perpanjangan tangan/anak buah dari pedagang besar, maka hambatan usaha di tingkat makelar berupa modal uang maupun fasilitas tidak terlalu menjadi kendala bagi makelar. Pedagang besar yang memiliki jaringan kerjasama dengan perusahaan pabrik pakan di Bali memiliki hambatan pada perusahaan sejenis sebagai pesaing usaha dalam memenuhi kuota dan nilai kontrak dengan perusahaan pakan ternak yang berlokasi di Bali.

Analisis struktur pasar yang dilakukan selain melihat pada empat karakteristik pasar di atas, struktur pasar juga dapat diketahui secara kualitatif dengan menganalisis konsentrasi pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB (Tabel 9). Konsentrasi pasar menurut Beye (2010) dilakukan dengan mengukur besarnya output yang dihasilkan dalam sebuah industri yang di produksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (CR4). Indikator konentrassi pasar yaitu jika semakin besar nilai konsentrasi empat perusahaan bessar (CR4), maka terdapat kecenderungan kekuatan dalam pasar.

Tabel 9 Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Besar di Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB Tahun 2011

Perusahaan/ Pedagang Besar Jumlah Penjualan (ton) Pedagang besar 1 8.981,00 Pedagang besar 2 7.820,50 Pedagang besar 3 7.694,50 Pedagang besar 4 8.424,00 Produksi jagung Provinsi NTB 82.282,00 Nilai konsentrasi 0,40

Pedagang besar merupakan suatu lembaga pemasaran/perusahaan yang melakukan kegiatan pemasaran, yaitu pemasaran jagung. Berdasarkan hasil analisis konsentrasi pasar dalam Tabel 9 di atas, menunjukkan bahwa nilai konsentrasi pada empat pedagang besar (C4) menunjukkan nilai yang kecil yaitu 0,40. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa empat pedagang besar jagung memiliki kekuasaan terhadap output yaitu hanya sebesar 40,01 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur mengalami banyak persaingan antara perusahaan/pedagang jagung, yang dikarenakan jumlah pedagang jagung sejenis tersebar di Kabupaten Lombok Timur NTB. Nilai konsentrasi empat pedagang besar jagung yaitu menunjukkan nilai konsentrasi yang mendekati nol, maka dapat dikatakan bahwa pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur NTB menghadapi pasar yang tidak terkonsentrasi. Artinya penguasaan bahan baku yaitu jagung tidak terkonsentrasi pada empat perusahaan yang ada di lokasi penelitian, namun tersebar di Provinsi NTB sehingga penentuan harga relatif sama di semua daerah di Provinsi NTB.

Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar jagung kering pipil ini dapat dikatakan sebagai pasar yang tidak bersaing sempurna atau lebih mengarah pada pasar persaingan oligopsoni. Hal ini ditunjukkan oleh komposisi antara jumlah penjual dan pembeli yang tidak seimbang jumlahnya (jumlah pembeli lebih sedikit dibandingkan jumlah penjual), serta adanya suatu kesepakatan penentuan harga jual beli antar lembaga pemasaran. Selain itu juga ditunjukkan oleh adanya produk jagung yang diperjual belikan yaitu rata-rata tidak terdapat diferensiasi produk kecuali produk jagung yang dibeli pedagang besar pada makelar, dan adanya hambatan untuk masuk pasar yang salah satunya adalah modal usaha.

6.3. Perilaku Pasar

6.3.1. Sistem penentuan harga dan pembentukan harga antar pedagang. (3 lbr)

Harga dalam pemasaran suatu produk pertanian merupakan faktor yang mempengaruhi volume pembelian dan penjualan suatu produk. Pembentukan harga jagung di pasar tergantung kepada informasi harga jagung yang sedang berkembang di pasar domestik. Dengan kata lain, tingginya volume pembelian

dan nilai penjualan tergantung pada pembentukan harga produk tersebut yang dipengaruhi oleh harga yang berkembang di pasar.

Pelaku pasar jagung teratas dalam hal ini adalah pedagang besar yang melakukan penjualan jagung ke luar Provinsi NTB. Dalam penentuan harga jual jagung di tingkat petani didasarkan oleh harga pembelian jagung yang ditawarkan di tingkat pedagang besar. Lembaga ini merupakan pihak pertama dalam menentukan harga produk jagung di dalam wilayah Provinsi NTB. Penentuan harga jagung didasarkan pada informasi harga yang terjadi di pasar domestik bahkan pasar internaisonal. Dalam penentuan harga oleh pedagang besar biasanya dilakukan berdasarkan informasi harga jagung yang diberikan/ ditawarkan dari pedagang di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen pabrik industri pakan ternak. Harga yang ditawarkan oleh pedagang besar biasanya telah memperhitungkan sejumlah biaya yang digunakan untuk proses produksi jagung yaitu dalam bentuk jagung kering pipil.

Pedagang besar memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli kepada pedagang di level bawahnya. Hal ini dikarenakan produk yang dikuasai oleh petani yaitu jumlahnya sedikit, sehingga petani cenderung untuk menerima harga yang diberikan oleh pedagang besar. Proses penentuan harga ini menyebabkan petani berada pada posisi terbawah dalam keputusan penentuan harga jual, sehingga paling lemah dalam menentukan tingkat harga. Pedagang luar Provinsi NTB selaku pedagang industri pakan merupakan pihak yang paling dominan di dalam menentukan tingkat harga jagung, kemudian diikuti oleh pedagang besar, makelar dan tengkulak dalam Provinsi NTB.

Berdasarkan hukum penawaran yang mengatakan bahwa bila harga suatu barang meningkat, maka jumlah yang ditawarkan juga akan meningkat. Berdasarkan teori tersebut, jika penjualan jagung ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi maka akan memotifasi dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh petani maupun lembaga pemasaran yang memproduksi barang dan jasa. Sebaliknya jika terjadi penurunan harga jagung, akan menurunkan produksi bahkan kegiatan produksi dapat terhenti. Hal ini di perkuat juga dengan kebiasaan petani di daerah penelitian (Kabupaten Lombok Timur) yang selalu menjual produk pertaniannya sesegera mungkin dengan alasan tidak terdapatnya gudang

penyimpanan serta untuk memenuhi kebutuhan petani dan usahatani selanjutnya. Harga jual jagung kering pipil di tingkat petani responden rata-rata sebesar Rp 161.600 per kuintal. Sedangkan harga jual jagung yang terjadi pada lembaga pemasaran yaitu pedagang besar rata-rata sebesar Rp 330.000 per kuintal kering pipil.

6.3.2. Praktek penjualan dan pembelian.

Kegiatan usahatani jagung di daerah penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang petani yang membentuk suatu kelompok tani. Akan tetapi, kegiatan yang dilakukan oleh petani secara kelompok masih terbatas pada kegiatan informasi teknologi budidaya saja. Sedangkan kegiatan pemasaran jagung masih dilakukan secara perorangan, yaitu petani menjual jagung belum dilakukan secara berkelompok pada satu lembaga pemasaran. Hal ini dikarenakan petani terbentur dengan adanya kebutuhan yang mendesak yaitu diantaranya untuk kebutuhan usahatani selanjutnya. Selain itu dikarenakan penjualan dilakukan tidak berkelompok serta informasi pasar yang terbatas, sehingga seringkali petani dihadapkan juga dengan permainan harga yang ditawarkan oleh beberapa lembaga pemasaran (pedagang jagung) yang datang langsung ke lahan dan rumah masing-masing petani. Artinya, pedagang dalam menentukan harga beli yaitu sangat rendah dibandingkan lembaga pemasaran lainnya dengan berbagai alasan biaya pemasaran. Berdasarkan hal tersebut, petani pada akhirnya melakukan penjualan hasil panen jagungnya pada pedagang yang berani memberikan penawaran harga jagung tertinggi.

Kegiatan penjualan jagung yang dilakukan oleh petani kepada pedagang

Dokumen terkait