• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah efisiensi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, dan integrasi pasar.

3.1.1. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran menurut Kotler (2003) merupakan sekumpulan organisasi yang saling terkait yang terlibat dalam proses menghasilkan produk atau jasa untuk dikonsumsi atau digunakan. Menurut Levens (2010) saluran pemasaran adalah jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirkan produk dari produsen kepada konsumen bisnis.

Saluran pemasaran menurut Soekartawi (2002), adalah aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran ini dapat terbentuk secara sederhana bahkan rumit sekali tergantung pada komoditi yang dipasarkan, lembaga pemasarannya, serta sistim pasarnya. Sistim pemasaran yang dimaksud, baik pada pasar persaingan sempurna, monopoli, dan lainnya. Sistim pemasaran monopoli cendrung mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana dibandingkan pasar lainnya. Adanya pergerakan pada komoditas pertanian dari produsen ke konsumen memerlukan beberapa upaya dari lembaga pemasaran untuk bagaimana menambah nilai guna dari komoditas pertanian tersebut yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Sudiyono, 2002). Dengan demikian, saluran pemasaran adalah serangkaian jaringan dari pelaku pasar dalam mengalirkan produk dari produsen ke konsumen.

Lembaga pemasaran tersebut diatas dalam melakukan bisnisnya bertujuan meningkatkan dan menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan ataupun meningkatkan kepuasan konsumen. Dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, diperlukan tindakan atau penanganan yang dapat memperlancar proses tersebut yang disebut dengan fungsi pemasaran. Adapun

fungsi-fungsi pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002); Dahl dan Hammond (1977); Schaffner et all (1998) dalam Asmarantaka (2012) terdiri dari :

1. Fungsi pertukaran (Exchange Function), merupakan aktivitas dalam prpindahan hak milik barang/jasa, terdiri dari fungsi pembelian, penjualan, dan pengumpulan.

2. Fungsi fisik (Physical Function), mrupakan aktivitas penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik dari produk/jasa dan turunannya. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pengemasan.

3. Fungsi fasilitas (Facilitating Function), merupakan fungsi yang memperlancar fungi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan/ pembiayaan, penanggungan resiko, intelijen pemasaran, komunikasi, dan promosi (iklan).

3.1.2. Struktur Pasar

Struktur pasar menurut Sudiyono (2002) merupakan karakteristik pasar yang menjelaskan jumlah dan besarnya penjual dan pembeli, keadaan produk yang diperjual belikan, kemudahan keluar masuk pasar, dan pengetahuan terhadap informasi harga. Struktur pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat di analisis dari nilai konsentrasi pasar.

Struktur pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) yaitu sebagai suatu dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, dan syarat-syarat masuk pasar. Struktur pasar menurut Azzaino (1983) dalam Asmarantaka 2012 adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan mengenai jumlah yang ada dalam suatu pasar, distribusi perusahaan tersebut dengan berbagai ukuran, diferensiai produk, dan syarat keluar masuk pasar.

Struktur pasar berdasarkan karakteristik jumlah penjual dan keadaan komoditi yang diperjual belikan menurut Sudiyono (2002) dibedakan menjadi : 1) pasar persaingan sempurna (perfect competition) yaitu terdapat banyak penjual dan produknya bersifat homogen terstandarisai sempurna; 2) pasar persaingan monopolistik (monopolictic compotition) yaitu terdapat banyak penjual dan

produknya bersifat homogen terstandarisasi dengan berbeda corak; 3) pasar monopoli (monopoly) yaitu terdapat satu penjual dengan produknya bersifat unik atau tidak dapat didistribusikan oleh produk lainnya.

Pasar secara garis besarnya menurut Asmarantaka (2012); Sugiarto et al (2007) dikelompokkan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna (perfect

competition) dan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni).

Pasar persaingan monopolistik, oligopoly, dan duopoly merupakan struktur pasar jenis lain yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Dikatakan sebagai pasar bersaing sempurna jika suatu pasar mampu memenuhi ciri-ciri antara lain yaitu penjual maupun pembeli jumlahnya banyak, produk yang dipasarkan bersifat homogen, harga pasar tidak dapat dipengaruhi dikarenakan penjual maupun pembeli hanya mampu menguasai sebagian kecil dari produk yang dipasarkan (penjual dan pembeli sebagai price

taker), serta bebasnya penjual maupun pembeli keluar masuk pasar. Diantara

struktur pasar yang ada dalam paradigma SCP, maka struktur pasar yang efisien adalah pasar persaingan sempurna (Asmarantaka, 2012).

Tabel 2 Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat

Karakteristik Struktural Struktur Pasar Jumlah

Perusahaan

Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli Banyak Standarisasi Persaingan

Sempurna

Persaingan Sempurna Banyak Diferensiasi Monopolistic

Competition

Monopsonistic Competition Sedikit Standarisasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni Sedikit Diferensiasi Oligopoli

diferensiasi

Oligopsoni diferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Struktur pasar berdasarkan jumlah pembeli menurut Sudiyono (2002) dibedakan menjadi : 1) pasar persaingan sempurna yaitu terdapat banyak pembeli dan produknya bersifat homogen terstandarisasi; 2) pasar persaingan

oligopsonistik yaitu terdapat banyak pembeli dan produknya berbeda corak; 3) pasar oligopsoni yaitu sedikit pembeli dan produknya berbeda corak; 4) monopsoni yaitu terdapat satu pembeli dengan produknya bersifat unik.

Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat melalui dua sisi yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Hal ini juga dikemukakan oleh Dahl dan Hammond (1977) yang disajikan dalam Tabel 3 yaitu mengenai lima jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai karakteristiknya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopoli, oligopoli, monopolistik, duopoli, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pembeli terdiri dari pasar persaingan monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya.

Tabel 3 Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Persaingan Monopolistik, Oligopoli, dan Monopoli

Bersaing

Sempurna Kompetisi Monopolistik Oligopoli Monopoli Jumlah penjual Sangat

banyak

Banyak Sedikit Satu Kesamaan Produk Homogenus, identik Berbeda, beberapa variasi Sama atau berbeda Unik, tidak memiliki produk substitusi Kemudahan Perusahaan Baru Masuk Mudah, tidak ada rintangan Relatif mudah Sulit, ada rintangan yang signifikan Dibatasi Kemampuan Mempengaruhi Harga

Tidak dapat Sedikit, tetapi dibatasi oleh adanya barang substitusi Mampu, tapi tetap memperhitungkan perilaku pesaing Mampu, kecuali ada regulasi

Contoh Para petani, future market Toko makanan kecil, restoran Jaringan toko, pengolahan makanan, pedagang grosir BUMN

Sumber : Kohl dan Uhl (1990)

Kohl dan Uhl (1990) mengemukakan perbandingan struktur pasar bersaing sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli, dan monopoli yang secara rinci

dapat dilihat pada Tabel 3. Pasar persaingan monopoli yaitu pasar dengan penjual tunggal, dan monopsoni yaitu pasar dengan pembeli tunggal. Pasar persaingan oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual, dan oligopsoni adalah pasar dengan beberapa pembeli. Sedangkan pasar persaingan monopolistik yaitu pasar yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan oligopoli. Struktur pasar ini ditandai dengan banyaknya perusahaan dalam pasar, dan tidak cukupnya kriteria untuk menjadi pasar bersaing sempurna, namun lebih dari interdependen seperti dalam oligopoli. Masing-masing perusahaan mengusahakan produk dan jasa yang sifatnya unik atau berbeda dari perusahaan laiannya. Dengan kata lain bahwa masing-masing perusahaan bagaikan “monopoli kecil” tetapi monopoli yang memiliki kekuatan yang kecil karena dari sisi konsumen melihat pesaingnya memiliki barang substitusi yang hampir sama.

3.1.3. Perilaku pasar

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang diukur melalui peubah harga, biaya, dan marjin pemasaran, serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl dan Hammond 1977).

Perilaku pasar menurut Asmarantaka (2012) merupakan perilaku pembeli dan penjual, strategi atau reaksi yang dilakukan pembeli dan penjual secara individu maupun kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi dengan penjual dan pembeli lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran suatu pasar.

Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama antar berbagai lembaga pemasaran. Dengan melihat perilaku pasar jagung, maka keragaan pasar jagung yang merupakan suatu keadaan sebagai dampak dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam menilai baik tidaknya suatu sistim pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).

Asmarantaka (2009) mengemukakan tiga cara dalam mengenal perilaku pasar yaitu :

1. Penentuan harga dan setting level of output; yaitu menetapkan harga dimana harga tersebut tidak berpengaruh pada perusahaan lain dan dilakukan secara bersama-sama penjual atau berdasarkan price leadership (pemimpin harga). 2. Product promotion policy; yaitu dilakukan melalui pameran dan iklan atas

nama perusahaan.

3. Predatory and Exclusivenary tactics; yaitu dengan cara menetapkan harga di bawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan pesaing keluar dari pasar.

Berdasarkan ke tiga cara tersebut di atas, maka yang umum dilakukan dalam mengenal prilaku pasar adalah penentuan harga yang dilakukan oleh price

leadership. Cara salanjutnya adalah product promotion yang dilakukan melalui

beberapa pameran produk, dan cara terakhir adalah penetapan harga di bawah biaya marjinal untuk menyingkirkan pesaing usaha. Hal ini dikarenakan, produk yang dihasilkan terutama komoditi pertanian dengan sifatnya yang mudah rusak serta membutuhkan penjualan yang cepat.

3.1.4. Marjin Pemasaran

Pemasaran merupakan sebuah sistim yang meliputi seluruh aliran produk dan jasa yang ada, mulai dari tingkat produksi pertanian hingga produk dan jasa teersebut sampai di tingkat konsumen (Kohls dan Uhls, 2002). Pemasaran produk agribisnis menurut Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012) yaitu semua aktivitas bisnis atau fungsi pemasaran yang terjadi dalam komoditi pertanian atau produk agribisnis setelah produk tersebut lepas dari petani produsen hingga ke konsumen akhir. Aktivitas bisnis melibatkan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran antara lain yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas guna meningkatkan atau menciptakan nilai guna bentuk (Hammond dan Dahl, 1977).

Menurut Tomek dan Robinson (1977), marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Marjin pemasaran yaitu perbedaan harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran dalam menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer (retailer) (Sudiyono, 2002; Asmarantaka, 2009). Marjin pemasaran

menurut Waite dan Trelogan (1951) dalam Sudiyono (2002) merupakan biaya dari jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari pemasaran. Dengan demikian, tinggi biaya pemasaran, dapat menyebabkan tingginya marjin pemasaran

Kegiatan pemasaran produk dalam hal ini produk pertanian yaitu jagung, dalam pendistribusiannya hingga ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran. Kegiatan yang dilakukan pada setiap lembaga pemasaran akan menyebabkan perbedaan terhadap harga jual, dimana semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut dari produsen hingga konsumen.

Marjin pemasaran suatu komoditi per unit pada kurva marjin pemasaran (Gambar 3), ditunjukkan oleh (Pr - Pf), dimana Pr merupakan harga di tingkat konsumen dan Pf merupakan harga di tingkat petani. Marjin pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan quantiti produk yang dipasarkan. Apabila produk mengalami proses pengolahan, quantity di petani dan konsumen harus setara (equivalent). Pengertian ini menurut Asmarantaka (2012) merupakan pengertian yang sifatnya statis, karena hanya menganalisis biaya-biaya dari petani dan konsumen. Namun bila marjin dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan maka hasilnya disebut Nilai Marjin Pemasaran atau Value Marketing Marginal (VMM). Besarnya nilai marjin pemasaran dinyatakan dalam (Pr - Pf)*Qr.f. Marjin pemasaran menunjukkan perbedaan harga yang terjadi di pasar. Sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr=Qf=Qrf.

Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran

Sumber : Dahl dan Hammond 1977. Hal : 140

Nilai marjin pemasaran yang merupakan sekumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah (value added). Sehingga semua proses bisnis dari aliran pemasaran mulai dari petani produsen primer sampai pada konsumen menurut Tomek dan Robinson (1990); Hammond dan Dahl (1977); Kohl dan Uhls (2002) dalam Asmarantaka (2012) mengandung pengertian dari konsep derived supply dan derived demand. Permintaan di tingkat petani atau derived demand (Df) merupakan permintaan turunan yaitu permintaan dari lembaga pemasaran karena adanya primary demand (Dr) dari konsumen akhir. Primary demand (Dr) yaitu respon permintaan dari konsumen akhir. Sedangkan penawaran di tingkat konsumen akhir atau derived supplay (Sf) merupakan penawaran turunan yaitu penawaran di tingkat pedagang atau pabrik pengolahan maupun pemasaran di tingkat pedagang eceran (retail). Adanya keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran yang menjalankan semua proses bisnis dan fungsi-fungsi pemasaran, sehingga besarnya marjin pemasaran dinyatakan dalam MT = Pr – Pf = biaya pemasaran + keuntungan lembaga pemasaran. Pendekatan ini disebut pendekatan dinamis, dikarenakan malakukan analisis pada fungsi pemasaran, biaya pemasaran, kelembagaan yang terlibat serta seluru sistim

yang berlangsung mulai dari petani (primary supply) sampai kepada konsumen akhir (primary demand).

Besar kecilnya marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai kriteria untuk menilai apakah pasar sudah efisien atau belum. Apabila marjin pemasaran yang terjadi cukup tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : (1) Adanya penggunaan teknologi baru yang menyebabkan tingginya biaya produksi, (2) Adanya spesialisasi produksi yang menyebabkan bertambah tingginya biaya pengangkutan dan akibatnya margin pemasaran bertambah besar, (3) Adanya peningkatan kegunaan waktu dalam produk pertanian yang mengakibatkan adanya tambahan biaya untuk penyimpanan dan pengolahan, (4) Adanya kecenderungan konsumen, untuk mengkonsumsi barang dalam bentuk siap saji, sehingga mengakibatkan margin pemasaran bertambah besar, (5) Adanya kenaikan upah pekerja terutama dalam perdagangan eceran, dapat juga meningkatkan nilai margin pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka tingginya marjin pemasaran dapat dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang meliputi keseluruhan biaya produksi serta jenis produk yang dipasarkan. Namun tidak selamanya marjin pemasaran yang kecil adalah lebih efisien daripada marjin pemasaran yang besar. Hal ini dikarenakan indikator efisien sistim pemasaran selain marjin pemasaran antara lain adalah kepuasan dari konsumen, produsen, dan lembaga pemasaran. Dengan demikian marjin pemasaran dapat diukur secara absolut dan persentase dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran menurut Shepherd (1962), merupakan suatu bentuk dari nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran menurut Sudiyono (2002) adalah marjin pemasaran, harga di tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran serta intensitas persaingan pasar.

Efisiennya suatu pemasaran menurut Raju dan Open (1982), Kohls dan Uhl (2002) dalam Asmarantaka (2009) akan dapat tercipta jika pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh suatu kepuasan. Semakin besarnya biaya pemasaran yang

dikeluarkan bila dibandingkan dengan nilai dari produk yang dijual menurut Shepherd (1962) akan menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Dengan kata lain, semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka marjin pemasarannya akan semakin besar dan menyebabkan tidak efisiennya sistim pemasaran jagung yang berlangsung.

Kohl and Uhl (1990) mengelompokkan efisiensi pemasaran produk agribisnis dalam dua bagian yaitu :

1. Efisiensi operasional, yaitu kondisi dimana perubahan dalam nisbah efisiensi pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko, informasi pasar dan harga) tanpa mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran, dimana biaya dan marjin pemasaran yang rendah lebih efisien tanpa mengurangi kepuasan konsumen.

2. Efisiensi harga, yaitu efisiensi yang menekankan pada kemampuan dari sistiem pasar dalam melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan memaksimumkan output. Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini korelasi harga diperoleh dari integrasi pasar. Integrasi pasar dapat menjelaskan seberapa jauh harga suatu komoditas mampu terbentuk pada suatu tingkat lembaga pemasaran yang dipengaruhi oleh harga pada tingkat lembaga pemasaran lainnya.

Integrai pasar atau keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009) merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. Efisiensi harga merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuannya (Pr) akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya (Pf).

Adanya keterpaduan diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi terhadap harga menurut Harris (1979) diindikasikan sebagai integrasi pasar. Keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009) akan dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang akurat dan disalurkan dengan cepat ke pasar lainnya. Partisipan yang terlibat diantara pasar (pasar acuan dan pasar pengikut) memiliki

informasi yang lengkap dan rasional untuk digunakan dalam pengambilan keputusan perencanaan maupun kegiatan pemasaran selanjutnya. Dengan demikian, jika terjadi perubahan harga pada salah satu pasar maka akan menyebabkan perubahan pada pasar pengikutnya.

Anilisis integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi horizontal dan vertikal (Asmarantaka, 2009; Sudiyono, 2002). Integrasi horizontal termasuk integrasi pasar spasial, temporal, dan harga silang. Integrasi ini digunakan untuk melihat keterkaitan harga antar pasar yang terpisah secara geografis atau wilayah. Sedangkan integrasi vertikal digunakan untuk melihat keterkaitan hubungan suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. integrasi ini terjadi antara pasar produsen dengan pasar konsumen.

Model keterpaduan pasar menurut Ravallion (1986) dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi oleh harga pasar konsumsi. Untuk mengukur pengaruh pada harga suatu pasar oleh harga pada pasar lain akan diterapkan model dari Ravallion (1986) yang selanjutnya dikembangkan oleh Heytens (1986). Model dimulai dengan membangun lag bersebaran autoregresi (Autoregresive Distributed Lag) yaitu :

(Pit – Pit-1) = (αi-1)(Pit-1 – Pt-1) + βi0(Pt – Pt-1) + (αi + βi0 + βit – 1)Pt-1 + αiXt + µit … (1)

Dimana :

Pit = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t Pit -1 = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t-1 Pt = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t Pt-1 = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t-1 X = Faktor musim atau faktor peubah lain

Persamaan (1) menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah fungsi dari perubahan dalam selisih harga dengan pasar acuan waktu sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu yang sama, dan ciri-ciri pasar setempat. Persamaan (1) dapat disusun kembali dengan menjelaskan parameter tersebut dengan baik. Misalkan koefisien pada persamaan (1) dilambangkan sebagai berikut :

αi-1 = b1 ; βi0 = b2 ;

αi + βi0 + βit – 1 = b3

αi = b4

Sehingga persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut :

(Pit – Pit-1) = b1(Pit-1 – Pt-1) + b2(Pt – Pt-1) + b3Pt-1 + b4Xt + µit ….. (2)

Model selanjutnya disederhanakan lagi berdasarkan metode OLS (Ordinary Least

Square) seperti :

Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt – Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4Xt….. (3)

Jika di asumsikan bahwa deret waktu di pasar ke-i dan pasar acuan tersebut mempunyai pola musim yang sama sehingga tidak perlu memasukkan

dummy untuk musim setempat. Secara umum persamaan diatas menunjukkan

bagaimana harga di suatu pasar acuan (Pt) mempengaruhi pembentukan harga di pasar lain (Pi), dengan mempertimbangkan pengaruh harga pada waktu yang lalu (t-1) dengan harga pada saat ini (t).

Berdasarkan persamaan (3) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di pasar ke-i. Keseimbangan jangka pendek dicapai jika koefisien b2 = 1 dan b1 = -1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase. Pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang jika Pt – Pt-1 = 0, dan ke dua pasar berada pada keseimbangan jangka panjang atau terintegrasi dalam jangka panjang jika (1+b1) sama dengan (b3 - b1).

Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market Conection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar ke-i terhadap bentuk harga pasar acuan pada masa lalu. Model persamaan secara matematis dapat ditulis seperti persamaan berikut :

……….(4)

Integrasi jangka pendek terjadi bila b1 = -1 dan IMC = 0. Jika pasar terpisah atau pasar tidak terpadu dalam jangka pendek, b1 dan b3 adalah sama (b1 = b3) dan IMC bernilai tak hingga. Dalam kondisi normal, indeks bernilai positif dan nilai b1 antara 0 dan -1. IMC yang mendekati 0, menunjukkan

IMC = (1 + b1) (b3 - b1)

integrasi pasar yang tinggi, sedangkan IMC < 1 menurut Timer dalam Heytens (1986) juga mencerminkan integrasi yang tinggi dalam jangka pendek. Sedangkan untuk melihat keterpaduan jangka panjang, digunakan koefisien b2. Semakin mendekati satu pada nilai koefisien b2, maka derajat keterpaduan pasarnya semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.

3.1.6. Strategi Pemasaran

Keterpaduan pasar yang terjadi pada pasar lokal dan pasar acuan, serta tercapainya kepuasan pada konsumen dan produsen terhadap produk yang dihasilkan dapat berubah sesuai keadaan pasar. Jika dalam pemasaran terdapat kelembagaan yang kurang berfungsi maka pemasaran yang efisien tidak dapat tercapai. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam kelembagaan pemasaran. Oleh karenanya diperlukan strategi pemasaran, untuk mewujudkan tujuan usaha.

Strategi pemasaran menurut Assauri (1999) yaitu serangkaian tujuan, sasaran, kebijakan, dan aturan yang memberikan arah kepada usaha-usaha pemasaran oleh perusahaan, serta alokasi sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Strategi pemasaran yang dimaksud mengacu pada pernyataan Porter (1994) yaitu dalam kondisi banyaknya perusahaan pesaing yang bermunculan di pasar domestik maupun ekspor, maka suatu perusahaan perlu kiranya memiliki keunggulan bersaing yang merupakan dasar dalam penetapan strategi pemasaran.

Strategi pemasaran menurut Asmarantaka (2012) merupakan upaya dalam memadukan semua kegiatan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi keinginan pelanggan, sehingga perusahaan akan memperoleh keuntungan (laba). Artinya untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan perlu menetapkan strategi yang memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan memaksimalkan kinerja sistim pemasarannya. Adapun strategi pemasaran yang digunakan salah satunya adalah

Dokumen terkait