• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari

Penghitungan jumlahCampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika bakteri yang akan dihitung dalam jumlah sedikit atau terbatas (< 10 cfu/g atau cfu/ml). Metode MPN menggunakan penghitungan estimasi jumlah bakteri dengan memupuk suatu tingkat pengenceran ke dalam tiga atau lima tabung berisi media cair. Hasil penghitungan rataan jumlahCampylobacter spp. pada ayam umur 1 hari disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam umur 1 hari

(sebelum diinfeksi) Sampel Jumlah Campylobacter spp.(MPN/g) Ayam 1 2 Ayam 2 1 Ayam 3 2

Rataan+ simpangan baku 2.0+ 0.57

Dari penelitian ini diperoleh rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayamumur 1 hariadalah 2.0 + 0.57 MPN/g.Jumlah ini tergolong rendah, karenaCampylobacter spp. hidup secara alami dalam saluran pencernaan ayam. Pada ayamumur 1 hari,Campylobacter spp. jarangditemukan karena penularan

Campylobacter spp. secara vertikal sangat jarang terjadi. Selain itu, ayam umur 1 hari memiliki maternal antibodi yang dapat melindungi ayam dari infeksi berbagai agen penyakit termasuk infeksi olehCampylobacter spp. (Sahin et al.2003a).

MenurutSahinet al. (2003b), penularan Campylobacterspp. secara vertikal dapat terjadi melalui kontaminasi isi telur dalam saluran reproduksi ayam betina selama perkembangan telur. Kontaminasi juga dapat terjadi secara horizontal melalui feses yang mengandung bakteri yang berpenetrasi ke dalam telur. Kejadian penularan secara vertikal diketahui jarang terjadi, oleh karena itu pengendalian Campylobacter spp. pada peternakan ayam umumnya dilakukan pada jalur horizontal (Corry & Atabay 2001).

Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam setelahDiinfeksi oleh

Campylobacter jejuni

Tahap penginfeksian C. jejuni pada ayam dilakukan pada hari ke-9 pemeliharaan. Pada umur ini titer maternal antibodi telah menurun, sehingga ayam rentan terhadap infeksi C. jejuni (Sahin et al. 2003a).Penghitungan rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah diinfeksi oleh C. jejunidilakukan pada hari ketiga setelah infeksi, yaitu pada ayam umur 12 hari. Hasil penghitungan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah diinfeksi oleh C. jejuni (ayam umur 12 hari)

Kelompok Jumlah Campylobacter spp. (MPN/g) Rataan+ simpangan baku (MPN/g) A 2 4+ 2.64 3 7 B (1, 2, 3) 43 46+ 27.15 21 75

A = kelompok ayam tidak diinfeksi C. jejuni B = (1, 2, 3) kelompok ayam diinfeksi C. jejuni

Secara deskriptif, jumlah Campylobacter spp. pada kelompok yang diinfeksi (B) lebih besar dibanding kelompok yang tidak diinfeksi (A).Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah Campylobacter spp. akan mengalami peningkatan pada saat terjadi infeksi. Kemampuan bakteri dalam menimbulkan penyakit tidak hanya bergantung dari jumlah bakteri yang menginvasif. Menurut Supardi dan Sukanto (1999), bakteri dapat menginfeksi dan menimbulkan penyakit tergantung dari daya patogenitas, virulensi, daya invasif, dan daya pertahanan bakteri terhadap sel-sel fagosit di dalam tubuh.

Infeksi Campylobacter spp. pada ayam dapat terjadi sejak ayam berumur 7 hari. Masa inkubasi penyakit adalah 3-7 hari, kemudian ayam dalam suatu peternakan akan terinfeksi hingga 80-100% populasi (Dhillon et al. 2006; Pisestyani 2010). Gejala klinis yang terlihat dari penelitian ini adalah terjadinya diare. Gejala ini terlihat 3 hari setelah infeksi. Menurut Pisestyani (2010), diare

terjadi karena adanya gangguan di daerah lumen intestinal. Kejadian ini juga dapat diikuti oleh kejadian diare berdarah akibat enteritis hemoragi yang ditimbulkan oleh infeksi Campylobacter spp. Pada anak ayam, infeksi

Campylobacter spp. dapat terjadi tanpa menunjukkan tanda-tanda klinis dan perubahan patologis. Hal ini menyebabkan sulitnya mendiagnosa dan melakukan pencegahan terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini di tingkat peternakan (Shane & Stern 2003; Dhillon et al. 2006).

Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam setelah Pengobatan Menggunakan Eritromisin dan Kloramfenikol

Pengobatan ayam menggunakan eritromisin dan kloramfenikol mulai dilakukan pada ayam umur 12 hari (hari ke-3 setelah infeksi). Menurut Pisestyani (2010), masa inkubasi C. jejuni berlangsung selama 3-7 hari sehingga gejala klinis dapat terlihat pada hari tersebut. Untuk mengurangi kerugian akibat infeksi

Campylobacter spp., maka pengobatan dilakukan pada hari ke-3 setelah infeksi selama 5 hari berturut-turut sesuai dengan aturan penggunaan minimal antimikroba. Penghitungan rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah dilakukan pengobatan dilakukan pada satu hari setelah pengobatan terakhir berlangsung, yaitu pada ayam umur 17 hari. Hasil penghitungan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah pengobatan menggunakan eritromisin dan kloramfenikol (ayam umur 17 hari)

Kelompok Jumlah Campylobacter spp. (MPN/g) Rataan+ simpangan baku (MPN/g) A 210 240 225 + 21.21 B 23 9 16 + 9.89 C 1 4 2.5+ 2.12 D 2 2+ 0 2

Hasil penghitungan jumlah Campylobacter spp. setelah pengobatan menggunakan eritromisin dan kloramfenikol menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (B), jumlah

Campylobacter spp. memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dibanding kelompok C dan D. Kelompok ini merupakan kelompok dengan infeksi Campylobacter spp. tanpa dilakukan pengobatan. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian antimikroba memiliki efek dalam menekan jumlah pertumbuhan Campylobacter

spp.

Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa eritromisin (C) efektif dalam menekan pertumbuhan Campylobacter spp. Eritromisin bersifat bakterisidal terhadap Campylobacter spp. Antimikroba ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan diare akibat infeksi Campylobacter spp. Pada unggas, selain untuk infeksiCampylobacterspp., eritromisin juga digunakan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi staphylococcal atau streptococcal, dermatitits nekrosa,

infectious coryza, dan infeksi Mycoplasma gallisepticum (Giguère 2006).

Food and Drug Administration (FDA) menetapkan waktu henti obat (withdrawal time) eritromisin pada unggas yang diberikan secara per oral adalah 5 hari. Waktu henti obat merupakan jangka waktu yang diperlukan oleh tubuh hewan untuk menurunkan kadar residu obat sampai di bawah batas maksimum residu (BMR). Hewan tidak boleh dipotong sebelum waktu henti obat tersebut terpenuhi (Murtidjo 2003). Oleh karena itu, pemotongan unggas yang telah diobati oleh eritromisin dapat dilakukan 5 hari setelah pengobatan terakhir dilakukan.

Pada penelitian ini, kloramfenikol (D) terlihat memiliki efektifitas yang sama dengan eritromisin pada infeksi Campylobacter spp. Antimikroba ini bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi obat ini dapat bersifat bakterisidal terhadap mikroba-mikroba tertentu. Kloramfenikol memiliki spektrum yang luas terhadap berbagai jenis mikroba. Pada ayam, kloramfenikol dapat diserap baik oleh saluran pencernaan sehingga efektif untuk mengobati berbagai infeksi (Setiyabudi & Kunardi 2003).

Aturan penggunaan obat hewan di Indonesia dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 1992. Peraturan tersebut menetapkan pelarangan penggunaan kloramfenikol sebagai antibiotik pada unggas dan hewan ternak lainnya. Hal ini terkait dengan penggunaan kloramfenikol pada manusia.Selainitu, antibiotik ini memiliki potensi untuk menimbulkan anemia aplastik pada manusia. Pada dosis tertentu kloramfenikol dapat menghambat sintesis protein mitokondria sel-sel sumsum tulang mamalia sehingga menimbulkan gangguan pada sistem hemopoetik. Oleh karena itu, penetapan waktu henti obat dan batas aman residu kloramfenikol tidak ditetapkan (FDA 1997; Hofacre 2006).

Penyebaran Campylobacter spp. pada peternakan ayam umumnya terjadi secara horizontal. Hal ini dapat terlihat pada kelompok kontrol negatif(A) yang menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding kelompok lainnya yaitu sebesar 225 + 21.21 MPN/g. Penyebaran Campylobacter spp. secara horizontal dapat melalui perantara serangga. Lalat dan kumbang merupakan vektor yang dapat menyebarkan Campylobacter spp. pada peternakan ayam (Jacob 1995 diacu dalam Shane & Stern 2003). Menurut Shane dan Stern (2003), rodensia merupakan salah satu reservoar dari Campylobacter spp. Penularan

Campylobacter spp. pada peternakan ayam dapat melalui kotoran tikus yang mengontaminasi air, pakan, dan sekam. Selain itu, kontaminasi silang antar kandang juga dapat terjadi melalui kontaminasi udara dan debu. Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi lingkungan di sekitar peternakan memegang peranan penting pada penyebaran bakteri Campylobacter spp.

Jumlah Koliform pada Ayam Umur Satu Hari

Berbagai jenis bakteri dapat ditemukan pada saluran pencernaan ayam sejak umur 1 hari, salah satunya bakteri koliform. Penghitungan jumlah koliform pada saluran pencernaan ayam dilakukan dengan metode hitungan cawan. Hasil penghitungan jumlah koloni koliform pada saluran pencernaan ayam umur 1 hari disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4Rataan jumlah koliform pada ayam umur 1 hari Sampel Jumlah koliform

(cfu/g)

Ayam 1 3.2 x 107

Ayam 2 2.5 x 107

Ayam 3 2.8 x 107

Rataan+ simpangan baku 2.8 x 107+ 3.5 x 106

Hasil penghitungan jumlah koliform pada ayam umur1 hari menunjukkan bahwa rataan jumlah koliform pada usus halus ayam adalah 2.8 x 107+ 3.5 x 106 cfu/g. Menurut Bolder (1998), jumlah koliform pada usus halus ayam umur 1 hari dapat mencapai107-109 cfu/g. Selain koliform, bakteri lain yang banyak ditemukan pada ayam umur 1 hari adalah Streptococcus dan Clostridium.

Koliform merupakan mikroflora normal yang terdapat pada saluran pencernaan ayam. Kelompok ini kebanyakan terdiri dari Eschericia coli, beberapa jenis Kleibsiella, Enterobacter spp., dan Citobacter (Ray & Bhunia 2008). Umumnya E. coli bersifat komensal pada saluran pencernaan ayam, namun beberapa strain E. coli juga bersifat patogen (Mead 2007). Secara komensal, mikroflora ini dapat melindungi tubuh dari infeksi mikroorganisme patogen dalam saluran pencernaan (Flint et al. 2006).

Jumlah Koliform pada Ayam setelahDiinfeksi oleh Campylobacter jejuni

Keberadaan bakteri koliform pada saluran pencernaan ayam dapat mengalami penurunan akibat pertumbuhan bakteri patogen, salah satunya

Campylobacter spp. (Rizki 2008). Hasil penghitungan jumlah koloni koliform pada saluran pencernaan ayam setelah diinfeksi oleh C. jejunidisajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan jumlah koliform pada ayam setelahdiinfeksi C. jejuni

(ayam umur 12 hari) Kelompok Jumlah koliform

(cfu/g)

Rataan+ simpangan baku (cfu/g) A 1.2 x 107 4.6 x 106+ 6.3 x 105 1.0 x 106 1.0 x 106 B (1, 2, 3) 1.0 x 106 2.0 x 106+ 1.7 x 105 4.0 x 106 1.0 x 106 A = kelompok ayam tidak diinfeksi C. jejuni B (1, 2, 3) = kelompok ayam diinfeksi C. jejuni

Rataan jumlah koliform pada kontrol positif (B) setelah diinfeksi oleh C. jejunilebih rendahdibanding kontrol negatif (A). Secara normal, Campylobacter

spp.dapat hidup pada saluran pencernaan bersama dengan mikroflora lainnya. Namun pada saat terjadi campylobacteriosis, jumlah Campylobacter spp. akan meningkat dari kondisi normal sehingga terjadi kompetisi antara Campylobacter

spp. dan mikroflora lain, misalnya bakteri koliform. Kompetisi dapat terjadi pada saat melakukan kolonisasi di mukosa usus atau pada saat memperoleh nutrisi untuk pertumbuhan. Beberapa unsur nutrisi memiliki jumlah yang terbatas pada jaringan saluran pencernaan, diantaranya zat besi dan asam amino. Keterbatasan ini mengakibatkan adanya kompetisi untuk memperoleh nutrisi agar bakteri tersebut dapat bertahan hidup dalam saluran pencernaan (Donoghue et al. 2006).

Penurunan jumlah koliform juga dapat terjadi akibat peningkatan jumlah mikroflora lain pada saluran pencernaan. Mikroflora pada saluran pencernaan ayam di atas umur 1 hari didominasi oleh bakteri asam laktat. Bakteri tersebut berperan dalam efisiensi pencernaan, melawankolonisasiberbagaibakteripatogen, danberperandalamperkembangansistemkekebalan (Flint et al. 2006).

Jumlah Koliform pada Ayam setelah Pengobatan Menggunakan Eritromisin dan Kloramfenikol

Eritromisin merupakan antimikroba yang memiliki aktivitas terhadap bakteri Gram positif dan beberapa bakteri Gram negatif, sedangkan kloramfenikol merupakan antimikroba yang memiliki spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri.Jumlah koliform pada ayam setelah dilakukan pengobatan oleh eritromisin dan kloramfenikol disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rataan jumlah koliform pada ayam setelah pengobatan menggunakan eritromisin dan kloramfenikol (ayam umur 17 hari)

Kelompok Jumlah koliform (cfu/g)

Rataan+ simpangan baku (cfu/g) A 1.1 x 10 9 1.1 x 108+ 7.4 x 108 5.5 x 107 B 4.8 x 10 8 1.4 x 108+6.4 x 107 3.9 x 108 C 1.3 x 10 8 5.7 x 108+3.2 x 107 8.4 x 107 D 2.2 x 10 7 4.3 x 108+1.7 x 108 2.7 x 108

Perbandingan rataan jumlah koliform pada ayam setelah dilakukan pengobatan menggunakan eritromisin dan kloramfenikol menunjukkan hasil yang hampir sama diantara setiap kelompok perlakuan. Hal ini terjadi kemungkinan akibat kurang efektifnya kedua antimikroba tersebut terhadap bakteri koliform.

Dari hasil penelitian ini, penggunaan eritromisin untuk menekan pertumbuhan bakteri koliform tidak efektif. Antimikroba ini diketahui tidak efektif terhadap kebanyakan bakteri Gram negatif. Pada bakteri jenis

Enterobacteriaceae, resistensi terhadap eritromisin terjadi akibat hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Setiabudy 2003). Oleh karena itu, pemakaian eritromisin untuk mengatasi infeksi akibat bakteri koliform tidak digunakan. Berbeda halnya dengan kloramfenikol, antimikroba ini memiliki spektrum yang luas sehingga efektif terhadap berbagai jenis bakteri (Setiabudy& Kunardi 2003). Namun dari hasil penelitian ini, rataan jumlah koliform pada

kelompok ayam yang diobati dengan kloramfenikol menunjukkan nilai yang hampir sama dengan kelompok lainnya. Menurut Setiabudy dan Kunardi (2003), kebanyakan bakteri jenis Enterobacteriaceae telah resisten terhadap kloramfenikol. Hal ini mengakibatkan jumlah koliform tetap tinggi pada ayam yang diobati dengan kloramfenikol.

Dokumen terkait