• Tidak ada hasil yang ditemukan

(a) (b)

Gambar 4 a) Chromameter dan b) Sistem notasi warna Hunter

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan penambahan silika gel dalam kemasan dan tanpa silika gel. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan dengan dua taraf yaitu suhu 10 oC dan suhu 27 oC. Untuk faktor A adalah penggunaan silika gel memiliki dua taraf yaitu kemasan bioplastik menggunakan silika gel dengan kemasan bioplatik tanpa penambahan silika gel. Sedangkan faktor B adalah suhu penyimpanan suhu rendah yang memiliki dua taraf perlakuan yaitu suhu 10±2 oCdan suhu ruang (27±2 oC). Perlakuan ini di ulang sebanyak 2 kali ulangan sehingga diperoleh 8 unit percobaan. Analisa data dilakukan dengan analisis sidik ragam, pada selang kepercayaan 95%. Model matematis dari rancangan percobaan tersebut adalah:

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ijk + εijk

Keterangan:

Yij : Respon setiap parameter yang diamati

μ : Nilai rata-rata umum

Ai : Pengaruh perlakuan penggunaan silika gel pada taraf ke-i Bj : Pengaruh perlakuan suhu penyimpanan pada taraf ke-j

(AB)ijk : Pengaruh interaksi penggunaan silika gel dan perlakuan suhu pada ulangan ke-k

εij : Pengaruh galat percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Absorbsi Uap Air oleh Silika Gel

Pengukuran laju absorbsi H2O oleh silika gel dikondisikan pada RH jenuh. Pada awalnya, laju absorbsi meningkat dengan tajam pada 1-2 hari, kemudian mengalami penurunan dan mencapai kondisi stabil setelah hari ke lima (Gambar 5). Laju absorbsi pada suhu 27 oC lebih tinggi daripada suhu 10 oC. Pada suhu 27

15 oC laju absorbsi H2O menurun setelah hari ke-1 sedangkan pada suhu 10 oC laju menurun setelah hari ke-2 dan selanjutnya terus menurun hingga batas kemampuan silika gel menyerap H2O. Absorbsi uap air terjadi secara fisik yaitu melalui pori-pori internal silika gel. Silika gel memiliki sisi aktif pada permukaan akibat adanya gugus silanol, siloksan, dan struktur mikropori yang memberi luas permukaan yang besar. Molekul air dapat melekat pada permukaan silika gel karena tekanan uap air lebih rendah dari pada udara di sekitarnya (Djekie, 2007).

Gambar 5 Pengaruh suhu terhadap laju absorbsi H2O oleh silika gel seiring waktu pada kondisi jenuh uap air

Kapasitas absorbsi H2O oleh silika gel pada suhu 27 oC dan 10 oC sama yaitu sebesar 35 % dari beratnya dan tercapai setelah 5 hari penyimpanan pada suhu 27 oC dan setelah 6 hari penyimpanan pada suhu 10 oC, namun laju absorbsinya dipengaruhi oleh suhu penyimpanan (Gambar 6). Suhu ruang (27 oC) menyebabkan silika gel lebih cepat menyerap H2O dengan laju penyerapan maksimum terjadi lebih awal dibandingkan dengan suhu 10 oC. Hal ini dikarenakan tekanan udara pada suhu 10 oC lebih rendah dibandingkan pada suhu 27 oC sehingga proses penetrasi uap air kedalam silika gel terjadi lebih lambat. Sebagaimana Song et al. (2001) menyatakan laju penyerapan kandungan air oleh silika gel dipengaruhi oleh suhu penyimpanan sedangkan kapasitas absorbsi dipengaruhi oleh berat dari absorber. Berdasarkan tabel uap air jenuh pada berbagai suhu pada Lampiran 2, silika gel yang disimpan pada RH jenuh (98-100%), mengabsorbsi H2O dalam bentuk uap air baik pada suhu 10 oC maupun pada suhu 27 oC. Tekanan uap air jenuh tergantung pada suhu udara penyimpanan. Semakin tinggi suhu udara penyimpanan maka kapasitas udara menampung uap air meningkat. Kondensasi uap air menjadi air lebih mudah terjadi pada suhu rendah dikarenakan daya tampung udara terhadap uap air lebih rendah.

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai daya absorbsi silika gel melaporkan bahwa silika gel dapat menyerap uap air 1/3 dari beratnya sendiri dengan efektifitas penyerapan 35% (Mahajan 2008), sedangkan De Jong et al. (2005) melaporkan bahwa silika gel dapat dapat menyerap uap air 50% dari berat

16

silika itu sendiri. Dari hasil pengukuran di Laboratorium, silika gel yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kapasitas penyerapan uap air maksimum 35% dari berat silika itu sendiri pada RH 98% sesuai dengan penelitian Singh et al. (2014).

Gambar 6 Pengaruh suhu terhadap daya absorbsi H2O oleh silika gel seiring waktu pada kondisi jenuh uap air

Jumlah H2O Hasil Respirasi Tomat

Respirasi merupakan reaksi pemecahan bahan organik komplek menjadi lebih sederhana yang menghasilkan uap air dan panas. Air dalam bentuk uap air akan menjadi lingkungan lembab yang menjadi salah satu sebab kerusakan buah dalam penyimpanan. Jumlah air hasil dari proses respirasi selama proses penyimpanan perlu diketahui untuk menentukan jumlah silika gel yang dibutuhkan dalam menyerap uap air yang ada. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut :

C6H12O6 + 6 O2  6 CO2 + 6 H2O + 675 kal

Hasil pengukuran respirasi buah tomat dalam chamber pada suhu 10 oC adalah 0.036 g H2O/g bahan/hari dan pada suhu 27 oC adalah 0.072 g H2O/g bahan/hari. Uap air hasil respirasi tomat yang terbentuk dalam chamber yang disimpan pada suhu 27oC lebih besar dibandingkan dengan hasil respirasi tomat dalam chamber pada suhu 10 oC. Jumlah H2O yang dihasilkan pada suhu 10 oC dipengaruhi oleh laju respirasi yang rendah pada suhu tersebut dibandingkan dengan respirasi pada suhu 27 oC, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan maka proses perombakan subtrat dalam jaringan tomat berlangsung lebih cepat. Pada suhu 10 oC dan 27 oC RH dalam chamber berkisar antara 94-98% dan 92-94%. Berdasarkan perhitungan jumlah H2O maksimum hasil respirasi tomat pada suhu 27 oC untuk target penyimpanan selama 30 hari dan kapasitas serap silika gel sebesar 35% dari beratnya sendiri maka dibutuhkan 7 g untuk 500 g buah tomat atau 1.3% dari berat tomat yang dikemas. Perhitungan kebutuhan silika gel dapat dilihat pada Lampiran 1. Brody et al. (2001) menyatakan bahwa penambahan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 1 2 3 4 5 6 7 A bs o rbs i H2 O S il ika G el ( %)

Lama Penyimpanan (hari)

˚C 7 ˚C

17 moisture absorber dalam kemasan produk segar tidak boleh lebih dari 5% dari berat produk yang dikemas. Kelebihan penambahan moisture absorber akan menyebakan susut bobot yang lebih besar. Hal ini terkait dengan perbedaan tekanan uap air di udara dalam kemasan dengan tekanan uap air dalam silika gel semakin besar sehingga untuk mencapai kondisi kesetimbangan maka silika gel akan menyerap kadar air dari dalam jaringan buah tomat.

Aplikasi Silika Gel dalam Pengemasan Tomat

Aplikasi silika gel dalam kemasan buah tomat yang disimpan pada suhu 27oC mampu menyerap uap air lebih banyak dibandingkan dengan kemasan yang disimpan pada suhu 10oC (Gambar 7). Hal ini terkait dengan kandungan uap air pada kemasan di suhu ruang lebih banyak karena metabolisme tomat lebih tinggi. Selain itu laju absorbsi H2O oleh silika gel lebih cepat terjadi, dikarenakan pada suhu 27 oC perbedaan antara tekan udara luar dengan tekan udara dalam silika gel lebih besar dibandingkan pada suhu 10 oC sehingga proses penyerapan uap air berlangsung lebih cepat.

Gambar 7 Pengaruh suhu terhadap absorbsi H2O oleh silika gel selama penyimpanan tomat dalam kemasan bioplastik

Penyerapan kandungan uap air dalam kemasan pada suhu 27 oC dengan RH ruang penyimpanan 55±8% mengalami peningkatan sampai hari ke-16, setelah itu relatif stabil sampai akhir penyimpanan (28 hari). Ini menandakan silika gel sudah mulai jenuh sehingga kemampuan absorbsinya menurun. Kapasitas maksimum penyerapan H2O oleh silika gel pada RH jenuh adalah 35%. Saat pengaplikasian kapasitas absorbsi H2O oleh silika gel hanya 27% pada suhu 27 oC dan 15% pada suhu 10 oC. Hal ini dipengaruhi kondisi RH dalam kemasan tidak jenuh sehingga uap air yang terserap juga tidak mencapai kapasitas absorbsi maksimum dari silika gel tersebut. Selain itu adanya kertas pembungkus dari silika gel juga mempengaruhi kemampuan penyerapan uap air oleh silika gel.

Penyimpanan pada suhu 10 oC dengan RH ruang penyimpanan 80±5% penyerapan uap air oleh silika gel lebih rendah dikarenakan laju respirasi tomat pada suhu rendah berjalan lebih lambat sehingga kandungan uap air yang terbentuk dalam kemasan lebih sedikit. Selain itu laju absorbsi silika gel dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dimana pada suhu rendah proses penetrasi uap air ke dalam pori

0 4 8 12 16 20 24 28 0 5 10 15 20 25 30 A b so rb si H 2 O o le h S il ika G el (%)

Lama Penyimpanan (hari)

Absorber 10 ˚C Absorber 27 ˚C

18

internal silika gel terjadi lebih lambat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada proses absorbsi H2O oleh silika gel.

Pengaruh Silika gel terhadap Sifat Mekanik Bioplastik selama Penyimpanan Tomat

Kemasan bioplastik yang digunakan dalam penelitian ini bahan penyusun utamanya adalah campuran pati dengan polimer HDPE. Iflah (2013) melaporkan densitas bioplastik (75.56-77.00 g/cm3) lebih kecil daripada densitas HDPE (84.89-86.78 g/cm3), dimana nilai densitas yang rendah menunjukkan struktur amorf (tidak teratur) lebih mendominasi sedangkan densitas yang lebih tinggi memiliki struktur kristalin yang lebih besar. Syamsu (2007) menyatakan struktur molekul amorf memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada molekul kristalin. Penurunan kerapatan molekul menyebabkan densitas dari molekul tersebut menjadi lebih rendah. Berdasarkan nilai densitas, bioplastik menunjukkan kerapatan yang kecil (lebih renggang) yang menyebabkan gas seperti oksigen dan karbondioksida serta uap air lebih mudah keluar masuk dibandingkan kemasan plastik sintetis seperti HDPE. Hasil pengukuran WVTR bioplastik 21.56 g/m2/24 jam lebih besar daripada HDPE 13.10 g/m2/24 jam ini menunjukkan bioplastik memiliki kemampuan lebih besar untuk melewatkan air dalam bentuk uap daripada HDPE (Raynasari 2012). Absorbsi H2O oleh bioplastik

Bioplastik akan menyerap H2O dari lingkungan sekitar selama penyimpanan yang dapat berasal dari metabolisme produk tomat yang dikemas maupun dari lingkungan. Gambar 8 memperlihatkan absorbsi uap air oleh kemasan bioplastik mengalami peningkatan selama penyimpanan.

Gambar 8 Pengaruh suhu dan penambahan silika gel terhadap absorbsi H2O oleh bioplastik selama penyimpanan tomat

19 Absorbsi H2O oleh bioplastik pada suhu 10 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 27 oC. Hal ini karena penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan percepatan proses penuaan dan retrogradasi pada matriks polimer kemasan. Kelembaban lingkungan penyimpanan yang tinggi akan mempermudah bioplastik dalam mengabsorbsi uap air baik dari dalam kemasan maupun dari lingkungan luar dalam ruang penyimpanan. Kemasan bioplastik dengan penambahan silika gel pada suhu 10 oC mampu meminimalkan absorbsi H2O oleh bioplastik daripada kemasan tanpa silika gel. Karena sebagian besar uap air hasil respirasi buah tomat dalam kemasan mampu diabsorbsi oleh silika gel. Sedangkan penyimpanan pada suhu 27 oC, absorbsi uap air oleh kemasan bioplastik tanpa penambahan silika gel sedikit lebih besar dibandingkan dengan penambahan silika gel.

Absorbsi uap air oleh kemasan bioplastik mengalami peningkatan selama penyimpanan. Kemasan bioplastik tanpa penambahan silika gel yang disimpan di suhu 10 oC mengalami peningkatan setelah hari penyimpanan ke-12. Hal ini terkait dengan laju respirasi tomat dalam kemasan, dimana fase klimakterik pada penyimpanan suhu 10 oC terjadi pada hari ke-10 sehingga terbentuknya akumulasi H2O dalam kemasan. Absorbsi H2O oleh bioplastik terus meningkat sampai akhir penyimpanan (30 hari). Pada kemasan dengan penambahan silika gel, absorbsi kandungan uap air oleh bioplastik stabil sampai hari penyimpanan ke-24. Hal ini menandakan bahwa kandungan uap air yang berada di dalam kemasan sebagian besar diabsorbsi oleh silika gel sehingga interaksi antara bioplastik dengan kandungan uap air dapat diminimalisasi. Terjadinya peningkatan absorbsi uap air oleh bioplastik setelah hari penyimpanan ke-24 menandakan bahwa silika gel dalam kemasan mulai mengalami kejenuhan dalam menyerap uap air.

Pada penyimpanan suhu 27 oC, absorbsi uap air terus terjadi peningkatan sampai akhir penyimpanan (26 hari), sedangkan pada kemasan dengan penambahan silika gel yang disimpan pada suhu 27 oC, penyerapan uap air terjadi peningkatan signifikan setelah hari penyimpanan ke-22. Hal ini dikarenakan kondisi silika gel telah mengalami kejenuhan dalam mengabsorb air pada hari ke-22 sehingga air yang terdapat dalam kemasan diabsorbsi oleh kemasan bioplastik sampai akhir penyimpanan (28 hari). Penambahan silika gel sebanyak 7 g untuk 500 g buah tomat atau 1.3% dari bobot tomat yang dikemas dalam kemasan bioplastik belum optimum. Silika gel mengalami kejenuhan (Gambar 7) sebelum akhir penyimpanan (30 hari) yaitu hari ke-22 pada suhu 27 oC dan hari ke-24 pada suhu 10 oC. Hal ini terkait dengan dimensi kemasan, besar kecilnya dimensi kemasan akan berpengaruh pada komposisi gas dalam kemasan. Banyaknya kandungan O2, CO2 dan H2O dalam kemasan akan berpengaruh terhadap kemampuan absorbsi silika gel dalam menyerap H2O dan gas-gas lainnya.

Besarnya nilai absorbsi H2O oleh bioplastik yang disimpan pada suhu 10 oC daripada suhu 27 oC dikarenakan selama penyimpanan kemasan mengalami perubahan lebih cepat pada penyusun matrik pati dan polimer sehingga mempengaruhi permeabilitas kemasan bioplastik (Cooksey 2004). Permeabilitas bioplastik lebih besar dibandingkan kemasan sintetis dikarenakan adanya pati yang bersifat hidrofilik sehingga lebih mudah melewatkan uap air dari dalam kemasan ke lingkungan luar. Namun selama penyimpanan bioplastik akan terus mengalami perubahan pada struktur polimernya berupa swelling yaitu penyusunan kembali struktur polimer kemasan yang menyebabkan pori pori kemasan semakin rapat sehingga kemasan semakin sulit untuk melewatkan uap air dari dalam kemasan ke

20

lingkungan luar. Hal ini menyebabkan kondensasi dalam kemasan yang membuat kemasan semakin banyak mengabsorbsi uap air.

Dalam penelitian ini diketahui ruang penyimpanan bersuhu 10 oC memiliki RH 80±5%, sedangkan RH pada suhu 27 oC sebesar 55±8%. Kondisi penyimpanan pada suhu yang lebih rendah dengan RH yang tinggi pada penelitian ini menyebabkan penurunan sifat mekanik kemasan lebih besar, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Srinivasa et al. (2007) menyatakan kondisi suhu rendah dan kelembaban yang tinggi selama penyimpanan saat penggunaan bioplastik akan berpengaruh terhadap penurunan karakteristik sifat mekanik kemasan. Menurut Yam (2007), uap air yang terabsorbsi ke dalam polimer dan berinteraksi dengan ikatan polar kemasan dapat menggembungkan struktur polimer yang menyebabkan pecahnya granula pati penyusun matriks bioplastik. Derajat polimerisasi pati yang pada awalnya besar akan berubah berukuran kecil yang menyebabkan penurunan terhadap kuat tarik polimer. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) memperlihatkan penambahan silika gel, suhu penyimpaan dan kombinasi antar penambahan silika gel dengan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai absorbsi H2O oleh bioplastik. Artinya perlakuan dengan penambahan silika gel pada kemasan bioplastik mampu menurunkan tingkat absorbsi H2O oleh bioplastik baik pada suhu 10 oC maupun pada suhu 27 oC dibandingkan tanpa silika gel, sehingga dapat mempertahankan sifat mekanik kemasan lebih baik.

Kuat tarik dan elongasi bioplastik

Kemasan plastik harus memiliki kekuatan tarik maupun perpanjangan putus (elongasi) yang baik karena hal ini akan berpengaruh pada kekuatan terhadap kontak fisik dengan benda lain dan kekuatan terhadap menahan beban dari produk selama dikemas sehingga plastik tidak mudah sobek dan lebih tahan lama. Kuat tarik bioplastik selama penyimpanan diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Pengaruh suhu dan penambahan silika gel terhadap kuat tarik kemasan bioplastik selama penyimpanan buah tomat

Gambar 9 memperlihatkan kuat tarik bioplastik pada semua perlakuan mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu faktor penyebab penurunan

3 8 13 18 23 28 33 0 5 10 15 20 25 30 K ua t T ar ik B io pl as ti k (M pa )

Lama Penyimpanan (hari)

10 ˚C + Absorber 10 ˚C

27 ˚C + Absorber 27 ˚C

21 kuat tarik bioplastik ini adalah adanya akumulasi kandungan uap air dalam kemasan selama penyimpanan. Akumulasi uap air dalam kemasan terkait dengan karakteristik hidrofilik dari pati tapioka yang ditandai adanya gugus hidroksil. Jumlah gugus hidroksil meningkat dengan semakin tingginya kadar pati pada matriks polimer yang menyebabkan absorbsi H2O semakin besar. Selain itu, ikatan adhesi yang lemah pada polimer bioplastik akibat adanya pati tapioka menyebabkan keretakan dan terbentuknya rongga udara antara pati dan matriks polimer sintetis sehingga meningkatkan penetrasi dan absorbsi H2O yang tinggi melalui rongga yang terbentuk (Obasi dan Igwe 2014). Menurut Waryat (2013) rendahnya gaya adhesi pada kemasan bioplastik disebabkan adanya perbedaan polaritas diantara kedua polimer yaitu pati dengan polimer sintetis. Menurut Briassoulis (2004) perubahan nilai kuat tarik kemasan bioplastik berhubungan dengan perubahan kimia pada kemasan tersebut (terbentuknya gugus karbonil).

Penurunan kuat tarik pada suhu 10 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 27 oC, meskipun laju respirasi pada suhu 27 oC lebih tinggi dari pada suhu 10 oC. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah (10 oC) dapat mengakibatkan aging pada bioplastik lebih cepat terjadi karena proses retrogradasi atau pecahnya granula pati akibat pembengkakan yang menyebabkan penurunan kuat tarik pada kemasan bioplastik semakin besar (Srinivasa et al 2007). Selain itu adanya campuran pati pada matriks polimernya menyebabkan kekuatan ikatan antar polimer menjadi lemah. Hal ini dikarenakan adanya amilopektin sebagai komponen penyusun pat i yang memiliki struktur bercabang dan tidak teratur sehingga bersifat amorf (Waryat 2013). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Alves et al. (2007) amilopektin cenderung menurunkan sifat mekanik (kekuatan tarik) kemasan bioplastik.

Menurut Gaspar et al. (2005) penyimpanan bioplastik pada suhu rendah akan menurunkan sifat mekanik bioplastik karena penyerapan uap air dan retrogradasi. Hasil penelitian Iflah (2013) melaporkan bahwa penyimpanan bioplastik pada suhu rendah juga dapat menurunkan performa dari bioplastik dalam melindungi produk yang dikemasnya. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) memperlihatkan hanya perlakuan suhu yang berpengaruh nyata terhadap kuat tarik kemasan sedangkan penambahan silika gel dan kombinasi antar penambahan silika gel dengan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik bioplastik. Ini menandakan perlakuan dengan penambahan silika gel pada kemasan bioplastik belum mencukupi untuk mempertahankan kuat tarik baik pada suhu 10 oC maupun pada suhu 27 oC. Gambar 9 memperlihatkan bahwa penambahan silika gel meskipun tidak berbeda nyata akan tetapi adanya silika gel dapat mempertahankan kuat tarik dari bioplastik yang ditunjukkan dengan penyimpanan bioplastik menggunakan silika gel selalu memiliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi di setiap suhu penyimpanan. Adanya silika gel dalam kemasan mengurangi interaksi antara kemasan dengan uap air karena telah diserap oleh silika gel.

Selain kuat tarik, sifat mekanik kemasan bioplastik yang lain adalah elongasi atau perpanjangan putus. elongasi merupakan perubahan panjang maksimum yang dialami kemasan pada saat diberikan gaya tarik sebelum kemasan putus. Semakin tinggi nilai elongasi, maka kemasan tersebut semakin elastis yang menandakan kemasan mempunyai sifat mekanik yang baik. Menurut Krochta dan Johnston (1997) standar yang harus dimiliki kemasan agar dapat berfungsi sebagai kemasan suatu produk salah satunya adalah memiliki nilai kuat tarik antara 10-100 MPa dan nilai elongasi 10-50%.

22

Persen elongasi dari bioplastik mengalami peningkatan selama penyimpanan (Gambar 10).

Gambar 10 Pengaruh suhu dan penambahan silika gel terhadap elongasi kemasan bioplastik selama penyimpanan buah tomat

Nilai elongasi yang cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan baik pada kemasan dengan penambahan silika gel maupun tanpa. Peningkatan ini disebabkan adanya pati pada matriks polimer/matriks polietilen menyebabkan bioplastik semakin elastis sehingga pada saat diberikan gaya tarik, bioplastik semakin mulur sebelum akhirnya putus. Jika kemasan dikenakan gaya tarik akan mengalami deformasi elastis dan saat gaya tarik dilepaskan maka kemasan akan kembali pada bentuk semula. Jika gaya tarik yang bekerja melewati daerah deformasi elastis (modulus young) maka kemasan akan akan mengalami deformasi plastis yang tidak akan kembali ke bentuk semula meskipun gaya tarik dilepaskan (Sudia dan Saito 1985). Hal ini jika diberikan beban berlebih akan terjadi regangan yang menyebabkan lendutan-lendutan pada permukaan kemasan bioplastik.

Saat terjadi deformasi plastis terjadi penurunan tegangan tarik sehingga menyebabkan nilai kuat tarik kemasan mengalami penurunan dan nilai elongasi menjadi besar. Pada kondisi ini maka hubungan kuat tarik berbanding terbalik dengan nilai elongasi. Deformasi plastis ini menunjukkan telah terjadi kerusakan struktur film/kemasan akibat sebagian struktur kristalin berubah menjadi amorf yang disertai dengan penurunan kuat tarik dan peningkatan nilai elongasi kemasan (Sugiarto 2014). Perubahan nilai elongasi yang mengalami peningkatan menandakan bahwa bioplastik mempunyai sifat mekanik yang cukup baik dan bila diberikan beban/bobot bahan yang dikemas dalam jumlah tertentu tidak mudah mengalami deformasi plastis sehingga diharapkan dapat menjaga produk yang dikemas dengan baik selama penyimpangan.

Peningkatan nilai elongasi juga bisa disebabkan adanya compatibilizer yang memungkinkan fleksibelitas dan menurunkan kekakuan pada campuran polimer kemasan. Adanya compatibilizer menyebabkan perbedaan sifat campuran polimer antara pati dengan polimer sintetis menjadikan campuran lebih kompatibel dan

0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 5 10 15 20 25 30 E lo n ga si (%)

Lama Penyimpanan (hari)

10 ˚C + Absorber 10 ˚C

27 ˚C + Absorber 27 ˚C + Absorber

23 fleksibel (Waryat 2013). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Shokri et al. (2005) menyatakan peningkatan nilai elongasi disebabkan karena penurunan kekakuan pada campuran polimer selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) memperlihatkan penambahan silika gel, suhu penyimpanan dan kombinasi antar penambahan silika gel dengan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai elongasi bioplastik.

Penurunan kuat tarik kemasan bioplastik berkorelasi dengan kemampuan bioplastik dalam mengabsorbsi air (Gambar 11).

Gambar 11 Perubahan kuat tarik bioplastik (MPa) terhadap absorbsi H2O oleh bioplastik (%) suhu penyimpanan 10 oC dan 27 oC dengan dan tanpa penambahan silika gel

Perubahan nilai kuat tarik kemasan bioplastik memiliki hubungan yang kuat terhadap banyaknya uap air yang diabsorbsi oleh kemasan tersebut selama penyimpanan. Hasil analisis korelasi menunjukkan kedua parameter memiliki korelasi negatif yang kuat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien Pearson’s

correlation untuk suhu 10 oC sebesar -0.913 dan -0.813 pada kemasan tomat tanpa penambahan dan dengan penambahan silika gel dan untuk suhu 27 oC sebesar -0.680 dan -0.738 pada kemasan tomat tanpa penambahan dan dengan penambahan silika gel. Korelasi negatif menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara perubahan kuat tarik kemasan terhadap banyaknya uap air yang diabsorbsi oleh kemasan tersebut.

Perubahan nilai elongasi kemasan bioplastik memiliki hubungan yang kuat juga terhadap banyaknya uap air yang diabsorbsi oleh kemasan tersebut selama penyimpanan baik pada penyimpanan suhu 10 oC maupun pada suhu 27 oC. Nilai korelasi positif pada elongasi menunjukkan hubungan berbanding lurus pada pola kuadratik antara elongasi terhadap banyaknya uap air yang diabsorbsi oleh kemasan bioplastik pada semua perlakuan. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada

Dokumen terkait