• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian Luas dan Letak

DTA Cihoe Hulu termasuk ke dalam Sub DAS Cihoe DAS Citarum, dengan luas sebesar 3 856.16 ha. Secara administrasi DTA Cihoe Hulu termasuk ke dalam Kecamatan Cariu dan Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor. Sedangkan secara geografis DTA Cihoe Hulu terletak pada 6°31’48’’ - 6°39’00’’ LS dan 107°01’12’’ - 107°05’24’’BT. DTA Cihoe Hulu terdapat dua aliran sungai yaitu Sungai Ciomas dan Sungai Cijurey. DTA Cihoe Hulu secara spasial disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta DTA Cihoe Hulu

Topografi dan Iklim

Berdasarkan perhitungan peta digital kontur, DTA Cihoe Hulu memiliki topografi bervariasi dari datar hingga sangat curam dengan kelerengan antara 1 - 41.27%. Dengan kondisi topografi lahan didominasi oleh lahan dengan topografi landai dengan kelas kemiringan lereng 8 - 15% seluas 1 710 ha (44.71%) dan agak curam dengan kelas kemiringan lereng 15 - 25% seluas

1 071 ha (28%). Wilayah DTA Cihoe Hulu terletak pada ketinggian 162.5 – 1 250 meter di atas permukaan laut. Penyebaran ketinggian DTA Cihoe Hulu disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan data curah hujan selama 7 tahun dari stasiun pengukuran hujan Kecamatan Cariu, DTA Cihoe Hulu termasuk kedalam tipe iklim B (klasifikasi Scmidth-Ferguson) dengan curah hujan rata-rata sebesar 2 910.43 mm/tahun. Kisaran suhu dari 25.58 – 26.85°C dengan kelembaban udara berkisar antara 74.18 - 84.51%.

Gambar 7. Peta elevasi DTA Cihoe Hulu

Tanah

Berdasarkan peta digital tanah Kabupaten Bogor, jenis tanah yang terdapat di DTA Cihoe Hulu berupa: Komplek Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol seluas 376.85 ha (9.75%), Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit air Tanah seluas 2322.76 ha (60.12%), Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat seluas 566.94 ha (14.67%), dan Komplek Grumosol, Regosol dan Mediteran seluas 597.19 ha (15.46%). Penyebaran jenis tanah pada DTA Cihoe Hulu secara spasial disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta jenis tanah DTA Cihoe Hulu

Penutupan Lahan

Berdasarkan peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003, penutupan lahan pada DTA Cihoe Hulu berupa: kebun campuran seluas 2 090.26 ha (53.18%), semak belukar seluas 724.29 ha (18.43%), tanah kosong

seluas 465.34 ha (11.84%), sawah irigasi seluas 166.78 ha (4.24%), pemukiman seluas 187.90 ha (4.78%), sawah tadah hujan seluas 133.40 ha (3.39%), hutan (vegetasi lebat) seluas 160.91 ha (4.09%), dan yang terkecil berupa air (badan air) seluas 1.45 ha (0.04%).

Vegetasi hutan tropis didominasi oleh rasamala (Altingia excelsa), mahoni (Switenia macrophylla) dan semak belukar. Vegetasi pada kebun campuran berupa tanaman: manggis (Garcinia mangostana), nangka (Arthocarpus heterophyllus), rambutan (Nephelium lappaceum), sengon (Paraseriantes falcataria), dan pisang (Musa spp.). Serta pada kawasan budidaya terdapat sawah dan tegalan. Penyebaran penutupan lahan pada DTA Cihoe Hulu secara spasial disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta penutupan lahan DTA Cihoe Hulu

Pembangkitan Data DAS Luas dan Jumlah Sel

Luas DTA Cihoe Hulu hasil pembuatan DTA dengan menggunakan SIG sebesar 3 856.16 ha. Sedangkan jumlah sel DTA setelah dilakukan gridding dengan ukuran 3 x 3 ha (9 ha) sebanyak 429 sel. Dari 429 sel tersebut, sebanyak 4 sel dihilangkan karena memiliki bentuk yang tidak persegi. Sehingga jumlah sel akhir DTA Cihoe Hulu sebanyak 425 sel dengan luas keseluruhan sebesar 3 825 ha atau berkurang sebesar 40.16 ha (1.04 %) dari luas DTA Cihoe Hulu sebenarnya.

Curah Hujan dan Energi Intensitas Hujan

Dalam memprediksi besarnya aliran permukaan pada DTA Cihoe Hulu digunakan data masukan curah hujan harian maksimum dengan periode ulang 25 tahun. Berdasarkan hasil perhitungan program Rainbow dengan masukan data curah hujan harian maksimum selama 7 tahun (1998 - 2004), diperoleh curah hujan harian dengan periode ulang 25 tahun sebesar 106.68 mm dan energi hujan intensitas 30 menit sebesar 183.91 m.ton.cm.ha-1.jam-1. Hasil perhitungan dengan menggunakan curah hujan bulanan, diperoleh curah hujan tahunan rata-rata pada DTA Cihoe Hulu sebesar 2 910.43 mm dan energi hujan intensitas 30 menit sebesar 3 320.78 m.ton.cm.ha-1.jam-1.

Pembangkitan Data Sel Nomor Sel, Sel Penerima, dan Arah Aliran

Penomoran dilakukan sesuai dengan ketentuan model AGNPS, dimana penomoran dimulai dari ujung sel sebelah kiri atas menuju sel sebelah kanan, kemudian dilanjutkan pada baris selanjutnya dengan arah yang sama sampai dengan baris terakhir. Sel penerima adalah sel yang menerima aliran dari sel diatasnya sesuai dengan arah aliran. Sedangkan arah aliran adalah arah aliran yang utama atau dominan dalam sel. Arah aliran masukan model AGNPS berupa angka 1 sampai 8 yang menggambarkan arah aliran sesuai dengan arah angin. Nomor sel, arah aliran, dan sel penerima harus cocok, sehingga model dapat teridentifikasi dan dijalankan. Arah aliran pada DTA Cihoe Hulu dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Penyebaran spasial arah aliran DTA Cihoe Hulu

Kemiringan dan Bentuk Lereng

Berdasarkan hasil identifikasi peta kontur dapat diketahui bahwa DTA Cihoe Hulu memiliki topografi yang bervariasi dari datar hingga sangat curam dengan bentuk lereng seragam, cekung, dan cembung. Kemiringan lereng pada DTA Cihoe Hulu didominasi oleh wilayah dengan lereng landai seluas 1 710 ha (44.71%) dan agak curam seluas 1 071 ha (28%). Sedangkan wilayah DTA Cihoe Hulu yang berlereng curam dan sangat curam masing-masing seluas 225

Hulu

ha (5.88%) dan 18 ha (0.47%). Pembagian luas dan jumlah sel pada masing-masing kelas lereng disajikan pada Tabel 5, sedangkan penyebaran kemiringan lereng secara spasial disajikan pada Gambar 11.

Tabel 5. Penyebaran kemiringan lereng di DTA Cihoe Hulu Kelas Kemiringan

Lereng (%) Topografi

Jumlah Luas Persentase

Sel (Ha) (%) < 8 Datar 89 801 20.94 8 - 15 Landai 190 1 710 44.71 15 - 25 Agak Curam 119 1 071 28.00 25 - 40 Curam 25 225 5.88 > 40 Sangat Curam 2 18 0.47 Total 425 3 825 100.00

Gambar 11. Penyebaran kemiringan lereng DTA Cihoe Hulu

Panjang Lereng

Panjang lereng adalah jarak dari titik dimulainya aliran ke titik dimana aliran menjadi terakumulasi atau aliran memasuki saluran. Panjang lereng diukur dan diidentifikasi secara langsung dari peta topografi. Panjang lereng pada DTA Cihoe Hulu bervariasi dari 42.37 - 414.08 meter. Dalam pemasukan parameter panjang lereng kedalam model dilakukan penyesuaian dengan nilai masukan

maksimum panjang lereng model AGNPS. Nilai masukan maksimum panjang lereng model sebesar 999 feet (304.5 meter), oleh karena itu untuk sel yang mempunyai panjang lereng yang bernilai lebih besar dari 999 feet, maka nilai masukan modelnya diasumsikan sebesar 999 feet.

Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)

Faktor tindakan konservasi tanah (P) merupakan nisbah besarnya erosi dari lahan dengan tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari lahan standar dengan penanaman tegak lurus kontur. Faktor tindakan konservasi tanah ditentukan berdasarkan penggunaan lahan yang dominan pada setiap sel. Nilai masukan faktor tindakan konservasi tanah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Cihoe Hulu

Penutupan Lahan P Hutan (Vegetasi Lebat) 1 Kebun Campuran pada;

Lereng 0 - 8% 0.5 Lereng 8 - 20% 0.75 Lereng > 20% 0.9

Pemukiman 1 Sawah Irigasi 0.013

Sawah Tadah Hujan 0.013 Semak Belukar 0.0214

Tanah Kosong 1

Sumber: Hammer (1980) dalam Hardjowigeno (1995)

Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Faktor pengelolaan tanaman (C) menggambarkan nisbah besarnya erosi dari tanah yang ditanami dengan pengelolaan tertentu dengan lahan standar yang tidak ditanami. Faktor pengelolaan tanaman ditentukan berdasarkan penggunaan lahan yang dominan pada setiap sel. Nilai masukan faktor pengelolaan tanaman disajikan selengkapnya pada Tabel 7.

Tabel 7. Faktor pengelolaan tanaman (C) pada berbagai penutupan lahan di DTA Cihoe Hulu

Penutupan Lahan C Hutan (Vegetasi Lebat) 0.001 Kebun Campuran 0.3

Pemukiman 0.01 Sawah Irigasi 0.01

Sawah Tadah Hujan 0.05 Semak Belukar 0.3

Tanah Kosong 1

Sumber: Hammer (1980) dalam Hardjowigeno (1995)

Koefisien Kekasaran Permukaan Manning (N)

Koefisien kekasaran permukaan Manning (N) atau nilai hambatan aliran adalah koefisien kekasaran dari kondisi permukaan yang dominan dalam sel saat terjadi hujan. Nilai N ditetapkan berdasarkan penutupan lahan pada setiap sel. Nilai masukan koefisien kekasaran permukaan Manning disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Faktor koefisien kekasaran permukaan Manning (N) pada berbagai penutupan lahan di DTA Cihoe Hulu

Penutupan Lahan N Hutan (Vegetasi Lebat) 0.1 Kebun Campuran 0.035

Pemukiman 0.02 Sawah Irigasi 0.035

Sawah Tadah Hujan 0.035 Semak Belukar 0.04 Tanah Kosong 0.03

Sumber: Chow (1959) dalam Seyhan (1990) , US Army corps of Engineers (1981) dalam Nugroho (2000), dan Young et al. (1990)

Bilangan Kurva Aliran Permukaan (CN)

Nilai bilangan kurva aliran permukaan ditentukan oleh tipe tanah hidrologi, kandungan air tanah sebelumnya dan tipe penggunaaan lahan. Berdasarkan identifikasi pada peta jenis tanah, DTA Cihoe Hulu memiliki 4 jenis tanah yang semuanya tergolong kedalam kelompok tanah hidrologi C. Menurut Arsyad (2000), kelompok tanah C terdiri atas kelas tekstur lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi. Kelompok tanah C memiliki kadar liat tinggi sehingga dapat menyebabkan

terjadinya aliran permukaan dan erosi yang hebat. Nilai masukan model bilangan kurva aliran permukaan dapat dilihat pada Tabel 9 dan penyebaran bilangan kurva aliran permukaan secara spasial disajikan pada Gambar 12.

Tabel 9. Bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Cihoe Hulu

Penutupan Lahan CN Hutan (Vegetasi Lebat) 70 Kebun Campuran 82

Pemukiman 85 Sawah Irigasi 82

Sawah Tadah Hujan 82 Semak Belukar 79

Tanah Kosong 91

Sumber: Young et. al. (1990)

Gambar 12. Peta Penyebaran bilangan kurva aliran permukaan DTA Cihoe Hulu Menurut Nugroho (2000), bilangan kurva aliran permukaan sangat berpengaruh terhadap volume aliran permukaan, karena perhitungan volume aliran permukaan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Soil Conservation Services (SCS), selanjutnya akan berpengaruh pada debit puncak aliran permukaan, hasil sedimen dan kehilangan hara N, P dan COD.

Konstanta Kondisi Permukaan (SCC) dan Faktor Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)

Konstanta kondisi permukaan (SCC) merupakan nilai yang menyebabkan kondisi kekasaran permukaan lahan di lapangan yang mempengaruhi aliran permukaan. Sedangkan faktor kebutuhan oksigen kimiawi (COD) menyatakan konsentrasi COD dalam aliran permukaan. COD menyatakan banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi dan memegang peranan penting dalam menentukan kualitas perairan (Sugiharto, 1987 dalam Nugroho, 2000). Penetapan nilai parameter SCC dan COD didasarkan pada penutupan lahan yang dominan dalam setiap sel, dan disesuaikan dengan tabel yang disusun oleh Young et. al. (1990). Nilai masukan faktor konstanta kondisi permukaan dan faktor kebutuhan oksigen kimiawi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Faktor konstanta kondisi permukaan (SCC) dan faktor kebutuhan oksigen kimiawi (COD) di DTA Cihoe Hulu

Penutupan Lahan SCC COD Hutan (Vegetasi Lebat) 0.59 65 Kebun Campuran 0.29 170

Pemukiman 0.01 80

Sawah Irigasi 0.29 80 Sawah Tadah Hujan 0.29 80 Semak Belukar 0.15 20 Tanah Kosong 0.20 115 Sumber: Young et. al. (1990)

Tekstur dan Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Tekstur tanah adalah perbandingan antara persen debu, liat, dan pasir. Sedangkan erodibilitas tanah adalah faktor yang menunjukan kepekaan tanah untuk tererosi atau retensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi (perpindahan) partikel tanah akibat energi kinetik hujan. Testur dan erodibilitas tanah didasarkan pada jenis tanah yang dominan dalam sel. Tekstur tanah diperoleh dari hasil identifikasi peta tanah semi detail. Tanah pada DTA Cihoe Hulu memiliki tekstur lempung berliat dan liat. Sedangkan nilai erodibilitas tanah ditentukan mengacu pada hasil penelitian Puslitbang Pengairan (1996). Nilai tekstur dan faktor erodibilitas tanah disajikan pada Tabel 11 dan penyebaran nilai faktor erodibilitas tanah secara spasial disajikan pada Gambar 13.

Tabel 11. Tekstur tanah dan faktor erodibilitas tanah (K) di DTA Cihoe Hulu Jenis Tanah Tekstur Nilai Tekstur K Komplek Podsolik Merah Kekuningan,

Podsolik Kuning dan Regosol

Lempung

Berliat 3 0.175

Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan

Latosol Coklat Liat 3 0.067

Komplek Grumosol, Regosol dan

Mediteran Liat 3 0.201

Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat

Kemerahan dan Laterit air Tanah Liat 3 0.061 Sumber: Young et. al. (1990) dan Puslitbang Pengairan Bandung (1996) dalam

Triandayani (2004)

Gambar 13. Peta penyebaran faktor erodibilitas tanah DTA Cihoe Hulu

Indikator Saluran

Indikator saluran adalah nilai yang mengindikasikan ada atau tidaknya saluran dalam sebuah sel. Berdasarkan hasil identifikasi peta jaringan sungai dan pengamatan lapangan DTA Cihoe Hulu memiliki saluran perenial pada sungai utama dan saluran intermitten pada anak-anak sungainya. Sel dengan saluran perenial dalam model memiliki nilai 7, saluran intermitten memiliki nilai 6, sedangkan sel tanpa saluran nilai masukan modelnya adalah 1.

Kemiringan Lereng Saluran, Kemiringan Sisi Saluran dan Panjang Saluran

Dalam model nilai parameter kemiringan lereng saluran diasumsikan sebesar 10% dari kemiringan lereng sel, sedangkan kemiringan sisi saluran diasumsikan sebesar 10% (Young et al., 1990). Penetapan nilai tersebut sesuai dengan ketentuan model AGNPS. Nilai panjang saluran diperoleh dengan pengukuran peta jaringan sungai. Berdasarkan hasil pengukuran, besarnya panjang saluran sungai pada DTA Cihoe Hulu sebesar 6.8 - 1 962.38 meter.

Analisis Keluaran Model AGNPS

Berdasarkan hasil perhitungan model AGNPS diperoleh keluaran berupa keluaran hidrologi dan keluaran sedimen. Keluaran hidrologi berupa volume aliran permukaan dan debit puncak aliran permukaan, sedangkan keluaran sedimen berupa: laju erosi, laju sedimentasi, dan total sedimen.

Keluaran Hidrologi

Berdasarkan keluaran model dengan masukan curah hujan sebesar 106.68 mm dan energi hujan intensitas 30 menit sebesar 183.91 m.ton.cm.ha -1.jam-1, diperoleh besarnya volume aliran permukaan pada outlet atau pelepasan DTA sebesar 60.96 mm. Dari hasil keluaran model dapat diketahui bahwa pada DTA Cihoe Hulu memiliki volume aliran permukaan yang tinggi. Volume curah hujan yang menjadi aliran permukaan sebesar 42.86%, sedangkan sisanya terinfiltrasi ke dalam tanah. Besarnya volume aliran permukaan disebabkan tanah pada DTA Cihoe Hulu memiliki kadar liat yang tinggi, sehingga infiltrasi tanah menjadi rendah.

Volume aliran permukaan setiap sel pada DTA Cihoe Hulu sebesar 37.08 – 81.53 mm. Penyebaran volume aliran permukaan pada setiap sel secara spasial dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa sebaran aliran permukaan sejalan dengan sebaran bilangan kurva aliran permukaan. Sebaran volume aliran permukaan terbesar terdapat pada penutupan lahan berupa tanah kosong dan pemukiman. Tanah kosong memiliki volume aliran permukaan tinggi, hal tersebut disebabkan tidak adanya vegetasi, sehingga infiltrasi tanah menjadi rendah, serta tidak terjadinya transpirasi dan intersepsi oleh vegetasi. Sedangkan penutupan lahan berupa pemukiman menghasilkan volume aliran permukaan tinggi, disebabkan sebagian besar tanah yang seharusnya merupakan resapan air telah berubah menjadi areal yang

kedap air, sehingga air hujan yang jatuh sebagian besar langsung menjadi aliran permukaan.

Sebaran volume aliran terkecil terdapat pada sel dengan penutupan lahan berupa vegetasi lebat dan semak belukar. Vegetasi dapat memperbesar porositas tanah dan adanya transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah menjadi berkurang, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi besar dan pada akhirnya volume aliran permukaan menjadi lebih kecil.

Gambar 14. Peta penyebaran volume aliran permukaan DTA Cihoe Hulu Debit puncak aliran permukaan dari hasil keluaran model pada outlet DTA Cihoe Hulu sebesar 120.30 m3/detik, sedangkan besarnya nilai debit puncak pada setiap sel sebesar 1 – 128 m3/detik. Besarnya keluaran debit puncak aliran permukaan model dapat berimplikasi pada peningkatan potensi terjadinya banjir di daerah hilir. Penyebaran debit puncak aliran permukaan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Peta penyebaran debit puncak aliran permukaan DTA Cihoe Hulu Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa debit puncak aliran permukaan terbesar terjadi pada sel yang terdapat saluran sungai. Hal tersebut disebabkan pada saluran sungai terjadi akumulasi aliran permukaan dari sel sebelumnya dan nilainya akan meningkat mendekati outlet dan pada titik pertemuan aliran sungai.

Keluaran Sedimen

Keluaran sedimen model berupa: laju erosi, laju sedimentasi, dan total sedimen. Berdasarkan hasil keluaran model AGNPS dengan menggunakan masukan curah hujan sebesar 2 910.43 mm dan energi hujan intensitas 30 menit sebesar 3 320.78 m.ton.cm.ha-1.jam-1, dapat diketahui bahwa laju erosi yang terjadi pada DTA Cihoe Hulu sebesar 808.44 ton/ha/tahun. Laju erosi pada DTA Cihoe Hulu tersebut termasuk kedalam kategori tingkat bahaya erosi sangat berat. Keluaran sedimen pada DTA Cihoe Hulu selengkapnya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Keluaran sedimen pada DTA Cihoe Hulu Analisis Sedimen Jenis Partikel Erosi NPS (%) Sedimen Daratan (ton/ha/th) Saluran

(ton/ha/th) (ton/ha/th) (ton/th)

Liat 80.85 0.02 100 80.73 761 676.60 Debu 48.51 0.00 96 46.43 437 996.60 Agregat Kecil 460.82 0.00 81 374.16 3 530 199.00 Agregat Besar 202.10 0.02 1 2.25 21 286.92 Pasir 16.16 0.00 1 0.12 1 067.47 Total 808.44 0.02 62 503.69 4 752 225.00 Keterangan: ton/ha/th = ton/hektar/tahun

NPS = Nisbah Pelepasan Sedimen

Besarnya laju erosi setiap sel pada DTA Cihoe Hulu sebesar 0 - 24 340.59 ton/ha/tahun, sehingga pada wilayah DTA Cihoe Hulu termasuk

tingkat bahaya erosi dengan kategori sangat ringan sampai sangat berat. Penyebaran kelas erosi di DTA Cihoe Hulu disajikan pada Tabel 13. Wilayah DTA Cihoe Hulu didominasi oleh lahan yang memiliki laju erosi dengan kategori sangat berat seluas 1 440 ha (37.65%), sedangkan lahan yang mempunyai laju erosi yang termasuk pada tingkat erosi berat sebesar 765 ha (20%). Lahan yang memiliki laju erosi ringan dan sangat ringan masing-masing sebesar 13.65% dan 21.41%, sedangkan sisanya memiliki laju erosi sedang.

Tabel 13. Penyebaran kelas erosi di DTA Cihoe Hulu

Kelas Erosi Jumlah Luas Persen Sel (Ha) (%) Sangat Ringan 91 819 21.41 Ringan 58 522 13.65 Sedang 31 279 7.29 Berat 85 765 20.00 Sangat Berat 160 1 440 37.65 Jumlah 425 3 825 100.00

Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa sel yang memiliki laju erosi terbesar terjadi pada lahan dengan penutupan lahan berupa kebun campuran dan tanah kosong. Sedangkan lahan yang memiliki laju erosi ringan

dan sangat ringan terjadi pada lahan dengan penutupan lahan berupa hutan (vegetasi lebat), semak belukar, sawah irigasi, dan pemukiman.

Gambar 16. Peta penyebaran erosi DTA Cihoe Hulu

Kebun campuran menghasilkan erosi yang tinggi disebabkan pada kebun campuran mempunyai penutupan tajuk yang kurang rapat dan berada pada lahan dengan topografi relatif berat dan memiliki lereng yang panjang. Akibatnya air hujan banyak yang langsung memecah agregat-agregat tanah, serta kecepatan aliran permukaan semakin besar, sehingga daya rusak dan daya angkut terhadap butir-butir tanah meningkat dan pada akhirnya laju erosi pada lahan tersebut meningkat.

Keadaan tanah yang terbuka (tanah kosong) akan menyebabkan aliran permukaan dan erosi menjadi lebih besar. Hal tersebut disebabkan jatuhnya air hujan langsung mengarah ke permukaan tanah yang terbuka, sehingga air langsung menjadi aliran permukaan karena lebih singkatnya air untuk terinfiltrasi, yang berakibat partikel tanah yang terangkut semakin besar (Sinukaban, 1986).

Penutupan lahan berupa sawah menghasilkan tingkat erosi yang rendah. Hal itu terjadi karena sawah irigasi dan sawah tadah hujan terletak pada lahan dengan topografi relatif datar dan menerapkan tindakan konservasi berupa

pembuatan teras gulud. Akibatnya laju infiltrasi tanah meningkat, sehingga kecepatan aliran permukaan menurun dan pada akhirnya laju erosi menjadi kecil.

Pemukiman memiliki tingkat erosi yang rendah, hal tersebut disebabkan sebagian besar tanah pada pemukiman sudah tertutup oleh bangunan, sehingga jumlah tanah yang tererosi menjadi sedikit. Sedangkan pada penutupan lahan berupa semak belukar memiliki penutupan tanah yang rapat, sehingga mengurangi daya rusak akibat energi kinetik hujan terhadap tanah dan meningkatkan laju infiltrasi tanah.

Total sedimen pada DTA Cihoe Hulu sebesar 4 752 225 ton/tahun, dengan jenis patikel terbesar berupa agregat kecil. Sedangkan laju sedimentasi sebesar 503.69 ton/ha/tahun, serta nilai Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) sebesar 62%. Nilai NPS sebesar 62% memiliki arti bahwa pada tingkat erosi yang terjadi pada DTA Cihoe Hulu sebesar 62% sedimennya terangkut dan terbawa sampai pada saluran, sedangkan sisanya sebesar 38% mengendap ditempat lain seperti cekungan-cekungan atau tertahan oleh tanaman (vegetasi).

Nilai NPS terbesar berupa partikel liat, hal tersebut dapat dilihat dari nilai NPS partikel liat yang sangat tinggi sebesar 100%. Nilai NPS tersebut menunjukkan pada tingkat erosi yang terjadi dapat mengangkut seluruh sedimen yang berupa partikel liat yang tererosi hingga ke outlet. Hal itu dikarenakan partikel liat memiliki berat jenis yang rendah, sehingga mudah terdispersi dan terangkut oleh aliran permukaan.

Besarnya total sedimen pada setiap sel pada DTA Cihoe Hulu bervariasi 0 – 4 752 224.73 ton/tahun. Pada Gambar 17 dapat diketahui bahwa sel-sel yang mempunyai total sedimen yang tinggi berada pada sel yang mempunyai saluran sungai. Hal tersebut disebabkan aliran permukaan yang mengangkut sedimen pada setiap sel akan terakumulasi pada sel yang mempunyai saluran sungai. Total sedimen dipengaruhi oleh debit puncak aliran permukaan yang besar, sebab pada debit puncak aliran permukaan yang besar dapat mengangkut sedimen semakin banyak.

Gambar 17. Peta penyebaran sedimentasi DTA Cihoe Hulu

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitifitas model dilakukan untuk mengetahui pengaruh setiap parameter terhadap keluaran model. Dalam pemasukan parameter masukan model pada beberapa parameter dilakukan penyesuaian dengan nilai maksimum masukan model. Parameter yang disesuaikan yaitu panjang lereng dan bilangan kurva aliran permukaan, hal tersebut disebabkan nilai maksimum parameter masukan panjang lereng sebesar 999 feet (304.5 meter) dan bilangan kurva aliran permukaan sebesar 100. Oleh karena itu untuk sel yang mempunyai nilai parameter panjang lereng yang lebih dari 999 feet, maka nilai masukan modelnya menjadi 999 feet. Demikian pula halnya dengan sel yang mempunyai nilai masukan parameter bilangan kurva aliran permukaan yang lebih besar dari 100, maka nilai masukan modelnya menjadi 100.

Respon Keluaran Hidrologi

Dari hasil keluaran model dapat diketahui bahwa parameter curah hujan dan bilangan kurva aliran permukaan menghasilkan respon terhadap keluaran hidrologi model. Sedangkan perubahan parameter lainnya tidak berpengaruh terhadap keluaran hidrologi model, hal tersebut dapat diketahui dari respon keluaran hidrologi model yang tetap atau tidak adanya perubahan keluaran

hidrologi model terhadap kondisi awal (base). Respon setiap parameter terhadap perubahan keluaran hidrologi model dapat dilihat pada Gambar 18.

0 50 100 150 200 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 +5 0 -5 0 Base CH EI30 CN S L N K C P SSC

Param eter AGNPS

P e rba ndi nga n Te rha da p B a s e (% )

Volume Aliran Permukaan Puncak Aliran Permukaan Rata-rata

Gambar 18. Sensitivitas parameter model AGNPS terhadap keluaran hidrologi Keterangan:

Base = Keluaran awal model N = Koefisien kekasaran Manning CH = Curah hujan K = Faktor erodibilitas tanah CN = Bilangan kurva aliran permukaan C = Faktor pengelolaan tanah EI30 = Energi hujan intensitas 30 menit P = Faktor teknik konservasi tanah S = Kemiringan lereng SCC = Konstanta kondisi permukaan

L = Panjang lereng

Dokumen terkait