• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Penelitian terhadap 213 siswa TK yang akan masuk Sekolah Dasar di Kotamadya Bandung mendapatkan hasil seperti yang tergambar di bawah ini:

Profil Aspek

Pengamatan dan Kemampuan Membedakan (n=213) 0 1 99 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 1

Profil Aspek Pengamatan dan Kemampuan Membedakan

Gambar 1 menunjukkan bahwa hampir keseluruhan siswa TK yang akan masuk SD (99% dari 213 responden) telah memiliki kematangan dalam kemampuan pengamatan dan membedakan. Hal ini berarti secara kognitif mereka telah mampu mengenali dan mencari perbedaan maupun persamaan antara berbagai bentuk melalui pengamatan yang dilakukan. Aspek ini menjadi dasar dalam kemampuan mengenali angka dan huruf secara tepat.

Profil Aspek Motorik Halus (n=213) 7 15 78 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 2

Profil Aspek Motorik Halus

Gambar 2 menunjukkan bahwa 75% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam perkembangan aspek motorik halus, sementara itu 15% berada pada taraf ragu-ragu, dan hanya 7% yang tergolong pada taraf belum matang. Hal ini berarti sebagian besar siswa telah memiliki kesiapan untuk mengerjakan tugas yang menuntut kehalusan gerakan tangan, seperti misalnya menulis, mewarnai, menggambar, dll. 15% anak yang berada pada tahap ragu masih mengalami hambatan untuk bisa menggunakan alat tulis secara luwes. Sedangkan sebanyak 7% anak masih belum mampu memegang alat tulis dengan tepat dan melakukan gerakan jari-jemari yang terarah dan terkendali. Aspek keterampilan motorik halus ini merupakan dasar yang penting bagi anak untuk bisa melakukan kegiatan tulis-menulis yang menjadi tuntutan akademik di Sekolah Dasar. Selain itu, keterampilan motorik halus juga menjadi dasar bagi anak untuk melakukan aktivitas bantu-diri secara mandiri, seperti makan dan minum sendiri, memakai kaos kaki sendiri, menggosok gigi atau mengancing.

Profil Aspek Pengertian tentang Besar, Jumlah dan Perbandingan (n=213) 4 9 87 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 3

Profil Aspek Pengertian tentang Besar, Jumlah dan Perbandingan

Gambar 3 menunjukkan bahwa 87% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam kemampuan pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan. Sementara hanya 9% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu dan 4% yang belum matang. Hal ini berarti secara kognitif sebagian besar siswa TK yang akan masuk SD telah mampu memahami konsep tentang kapasitas, jumlah, perbandingan dan urutan. Kemampuan ini menjadi dasar bagi mereka untuk memahami pelajaran matematika, yang terkait dengan operasi bilangan seperti penjumlahan dan pengurangan.

Profil Aspek Ketajaman Pengamatan (n=213) 1 13 86 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 4

Profil Aspek Ketajaman Pengamatan

Gambar 4 menunjukkan bahwa 86% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah mampu melakukan pengamatan secara tajam. Sejumlah 13% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu, dan hanya 1% yang belum matang. Hal ini berarti sebagian besar siswa secara kognitif telah mampu memisahkan antara figure and

ground, bagian mana yang menjadi fokus, dan bagian mana yang harus diabaikan

agar tidak mengganggu objek yang menjadi fokus pengamatan. Aspek ini menjadi dasar bagi kemampuan anak untuk membaca, dimana ia dituntut untuk memisahkan mana huruf, kata, dan kalimat yang menjadi fokus untuk di baca, dan mana yang perlu diabaikan.

Profil Aspek Pengamatan Kritis (n=213) 2 2 96 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 5

Profil Aspek Pengamatan Kritis

Gambar 5 menunjukkan bahwa 96% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam aspek pengamatan kritis. Sementara hanya 2% yang tergolong ragu-ragu dan 2% yang termasuk kategori belum matang. Hal ini berarti sebagian besar siswa secara kognitif telah mampu membedakan mana hal yang penting dan hal mana yang tidak penting dari suatu objek. Kemampuan ini menjadi dasar kemampuan menentukan prioritas dalam pengerjaan berbagai tugas yang dihadapinya kelak.

Profil Aspek Konsentrasi (n=213)

2 10 88 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 6

Berdasarkan grafik di atas didapatkan gambaran bahwa 88% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam aspek konsentrasi. Sejumlah 10% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu, dan hanya 2% yang belum matang. Hal ini berarti sebagian besar siswa telah mampu memusatkan perhatian pada satu jenis tugas tertentu. Kemampuan ini menjadi bekal bagi mereka untuk dapat menyelesaikan tugas akademik di SD sampai tuntas, dengan kualitas yang baik.

Profil Aspek Daya Ingat Ingat (n=213)

6 7 87 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 7

Profil Aspek Daya Ingat

Gambar 7 menunjukkan bahwa 87% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam aspek daya ingat. Sejumlah 7% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu dan hanya 6% yang belum matang. Hal ini berarti sebagian besar siswa telah mampu mengingat berbagai informasi penting termasuk materi pelajaran di SD dan dapat menggunakannya pada saat dibutuhkan.

Profil Aspek Pengertian tentang Objek dan Penilaian terhadap Situasi (n=213)

7 15 77 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 8

Profil Aspek Pengamatan Kritis

Gambar 8 menunjukkan bahwa 77% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam aspek pengertian objek dan penilaian terhadap situasi. Sejumlah 15% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu dan 7% yang belum matang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa telah memiliki kematangan untuk memahami aturan dan penilaian sosial yang meliputi nilai benar-salah, baik-buruk, dan sebagainya. Pemahaman kognitif ini penting agar mereka bisa mengantisipasi maupun mengatur perilaku sesuai dengan harapan dan aturan lingkungan. Sebanyak 15% yang tergolong kategori ragu dan 7 % yang tergolong kategori belum matang masih mengalami hambatan dan kesulitan untuk berperilaku sesuai dengan harapan dan aturan lingkungan, sehingga jika tidak mendapatkan stimulasi dalam aspek ini berpotensi mengalami hambatan dalam adaptasi dan sosialisasi di SD.

Profil Aspek Memahami Cerita (n=213) 6 8 86 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 9

Profil Aspek Memahami Cerita

Gambar 9 menunjukkan bahwa 86% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam aspek memahami ceritera. Sejumlah 8% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu dan 6% yang belum matang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa telah mampu menerima, mengolah, menyimpan dan mengingat kembali informasi yang cukup banyak dan diberikan secara sekaligus. Hal ini menjadi bekal bagi siswa untuk menerima pengarahan dan materi pelajaran di SD yang penyampaiannya bersifat klasikal.

Profil Aspek Gambar Orang (n=213)

16 19 64 0 20 40 60 80 100

belum matang ragu matang

Kategori

Prosentase

Gambar 10

Gambar 10 menunjukkan bahwa 64% dari 213 siswa TK yang akan masuk SD telah memiliki kematangan dalam aspek gambar orang. Sejumlah 19% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu dan 16% yang belum matang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa telah memiliki kesadaran yang baik akan bagian-bagian tubuhnya. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian siswa tersebut telah terbiasa dan terlatih menggunakan anggota tubuhnya tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas. Sedangkan 19% yang termasuk dalam kategori ragu-ragu dan 16% yang termasuk kategori belum matang, masih belum terlatih untuk menggunakan bagian tubuhnya sehingga perlu diberikan berbagai kegiatan yang melibatkan gerak anggota tubuhnya, sehingga kesadaran terhadap tubuhnya (body

image) dapat meningkat.

Pembahasan

Gambaran kematangan 213 siswa TK yang akan masuk SD yang menjadi subjek penelitian pada subtes-subtes N.S.T. dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 3

Gambaran Kematangan pada Subtes N.S.T

Prosentase Nilai Subtes

Belum Matang Ragu Sudah Matang

Pengamatan dan kemampuan membedakan 0 1 99

Motorik Halus 7 15 78

Pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan 4 9 87 Ketajaman Pengamatan 1 13 86 Pengamatan Kritis 2 2 96 Konsentrasi 2 10 88 Daya Ingat 6 7 87

Pengertian tentang obyek dan penilaian terhadap situasi

7 15 77

Memahami cerita 6 8 86

Gambar orang 16 19 64

Dari tabel 3 terlihat bahwa hampir seluruh aspek yang diperlukan untuk kesiapan anak masuk Sekolah Dasar pada umumnya sudah matang. Artinya, hampir seluruh responden telah memiliki kesiapan untuk dapat mengikuti proses belajar mengajar di Sekolah Dasar. Namun secara kualitatif, tingkat kematangan pada setiap

aspek berbeda-beda.

Dari 10 aspek yang ada, pengamatan dan kemampuan membedakan, pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan, ketajaman pengamatan, pengamatan kritis, konsentrasi, daya ingat dan memahami cerita adalah aspek-aspek yang sudah mencapai tingkat kematangan yang cukup optimal. Sedangkan aspek motorik halus, pengertian objek dan penilaian terhadap situasi dan gambar orang tingkat kematangannya masih belum optimal.

Jika dicermati, aspek-aspek yang tingkat kematangannya sudah optimal adalah aspekaspek yang terkait dengan kemampuan kognitif. Sedangkan aspek -aspek yang tingkat kematangannya belum optimal terkait dengan -aspek motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar dan aspek penilaian sosial.

Anak usia pra-sekolah seharusnya sudah menguasai keterampilan motorik yang meliputi: melempar, menangkap dan menendang bola; keseimbangan dan melompat. Anak-anak mengasah keterampilan-keterampilan tersebut melalui latihan berulang-ulang. Misalnya anak berjalan di papan keseimbangan menggunakan tekhnik yang berbeda-beda sampai dia menemukan tekhnik yang paling tepat. Motorik kasar anak usia 6 tahun seharusnya sudah memiliki keseimbangan yang baik, dimana ia mampu untuk meloncat-loncat dengan tali (skipping) dengan integrasi gerakan tangan dan lengan yang sudah baik tanpa berhenti selama 10 kali lompatan. Pada usia ini, anak juga dapat berjalan berjinjit sebanyak 15 langkah dengan tangan berada di pinggang.

Dari profile pada Gambar 3 terlihat sebanyak 35% (16% belum matang, 19% ragu-ragu) responden belum mencapai kematangan optimal pada aspek motorik kasar. Kemampuan motorik kasar yang kurang terlatih berpengaruh pada kemampuan anak dalam menghayati dirinya. Pengenalan terhadap anggota tubuhnya sendiri beserta fungsinya masing-masing akan membantu anak dalam mengembangkan kesadaran terhadap dirinya. Kekurangmampuan dalam aspek ini akan menyebabkan anak mengalami hambatan untuk mengenal dirinya dalam relasi dengan lingkungan. Untuk mengembangkan aspek ini, orangtua dan guru sebaiknya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk dapat mengeksplorasi dan menggunakan seluruh bagian tubuhnya dalam aktivitas sehari-hari. Berbagai rangsangan terhadap anggota tubuh dapat meningkatkan penghayatan anak terhadap

dirinya.

Anak usia 6 tahun harus sudah mampu menggulung benang dengan koordinasi tangan yang baik serta mampu untuk mewarnai bidang diantara 2 garis dengan baik. Di usia ini kegiatan menulis sudah merupakan kegiatan yang harus ia kuasai dengan baik. Dari profile pada Gambar 3 terlihat sebanyak 22% (7% belum matang, 15% ragu-ragu) responden belum mencapai kematangan optimal pada aspek motorik halus. Ketidakmatangan dalam aspek motorik halus akan menyulitkan anak dalam mengikuti proses belajar mengajar di Sekolah Dasar. Tuntutan akademik di SD untuk melakukan kegiatan tulis menulis dalam posisi yang benar membutuhkan keterampilan motorik halus. Penguasaan keterampilan motorik halus juga menjadi dasar bagi anak untuk melakukan aktivitas bantu-diri secara mandiri, seperti makan dan minum sendiri, memakai kaos kaki sendiri, menggosok gigi atau mengancing. Ketidakmampuan anak dalam melakukan aktivititas bantu-diri potensial membuat anak tidak percaya diri, apalagi bila teman-temannya sudah mampu melakukannya secara mandiri. Dengan demikian, latihan untuk melenturkan otot-otot tangan dan jari-jemari yang menjadi dasar kemampuan motorik halus harus diberikan pada anak melaui kegiatan yang menarik. Beberapa aktivitas yang dapat menstimulasi aspek ini adalah kegiatan mewarnai, meronce, menggunting, menempel, bermain lilin, dan sejenisnya.

Perkembangan sosial emosianal anak usia pra-sekolah ditandai dengan perkembangan anak dalam mengerti perasaannya dan belajar mengembangkan hubungan interpersonal yang efektif. Hal ini harus didukung oleh kemampuan anak dalam berkomunikasi dan dukungan dari orang dewasa dalam mendorong anak agar mampu mengekspresikan ide dan perasaannya. Kemampuan ini adalah kemampuan baru bagi anak sehingga harus dilatih dan anak harus belajar dengan keterampilan. Di sekolah keterampilan ini dikembangkan dan diekspresikan didepan orang lain; teman sebaya dan figur otoritas- dalam hal ini guru. Anak belajar menjadi bagian dari orang lain dan aktivitasnya tidak saja terpusat dengan keluarga dan pengasuh di rumah. Pada usia 3-6 tahun, anak mulai memperluas hubungan sosialnya pada orang baru, situasi dan peran baru dengan persepsi yang baru pula. Hubungan sosial tidak saja terpusat pada anggota keluarga saja, tetapi anak mulai mengidentifikasikan hubungan

sosial baru, dengan peran yang baru. Dalam perkembangan sosial-enosional, setiap anak mempunyai kemajuannya sendiri. Beberapa anak mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan sosial-emosional nya misalnya dengan seringnya muncul tingkah laku temper tantrum, overactivity atau tingkah laku lain yang menganggu. Ciri-ciri anak usia pra sekolah berkaitan dengan perkembangan sosial-emosional antara lain : sudah memiliki kemandirian, mulai mampu mengontrol emosi dan menghormati orang lain. Di samping itu, anak pada umumnya sudah tertarik pada teman sebaya. Mereka belajar berbagi mainan, bekerjasama, berdiskusi dan mulai memperhatikan sikap dan perasaan orang lain. Hal-hal ini diperlukan bagi anak-anak ketika mereka memasuki masa sekolah.

Dari profile Gambar 8 menunjukkan bahwa sebanyak 22% (15% kategori ragu-ragu dan 7% belum matang) responden belum mencapai kematangan yang optimal pada aspek pengertian objek dan penilaian terhadap situasi. Pemahaman terhadap situasi merupakan dasar bagi anak untuk bisa menyesuaikan diri dengan aturan, baik aturan formal seperti aturan sekolah maupun aturan informal dalam sosialisasi dengan teman sebayanya. Ketidakmampuan anak untuk memahami nilai-nilai sosial akan menyulitkan anak untuk bisa diterima oleh teman sebayanya, sehingga menghambat sosialisasinya.

Dokumen terkait